Kelompok : 6 / Siang
Ruang Praktikum : RP. Isotop
Dosen Praktikum:
Dr. Drh. Aulia Andi Mustika, M.Si.
Disusun oleh:
Dosis Lethal (LD) adalah indikasi toksisitas mematikan dari suatu zat atau jenis radiasi
tertentu. Karena resistansi bervariasi dari satu orang ke orang lain, "dosis yang mematikan"
menunjukkan suatu dosis di mana persentase tertentu dari subjek akan mati. Konsentrasi
mematikan adalah pengukuran dosis mematikan yang digunakan untuk gas atau partikulat.
Median dosis mematikan, LD50 dari racun, radiasi, atau patogen adalah dosis yang
diperlukan untuk membunuh setengah anggota populasi yang diuji setelah durasi tes yang
ditentukan. Angka LD50 sering digunakan sebagai indikator umum toksisitas akut suatu zat. LD50
yang lebih rendah mengindikasikan peningkatan toksisitas.
Nilai LD untuk manusia paling baik diperkirakan dengan mengekstrapolasi hasil dari kultur
sel manusia. Salah satu bentuk pengukuran LD adalah menggunakan hewan seperti tikus atau
tikus, mengkonversi ke dosis per kilogram biomassa, dan ekstrapolasi ke norma manusia. Tingkat
kesalahan dari nilai LD diekstraksi hewan besar. Biologi hewan uji berbeda dalam aspek-aspek
penting pada manusia.
Tinjauan Pustaka
Katak adalah hewan Amphibia yang paling dikenal orang di Indonesia. Katak memiliki
kulit kasar berbintil-bintil sampai berbingkul-bingkul. Beberapa jenis katak, pada sisi tubuhnya
memiliki lipatan kulit berkelenjar, mulai dari belakang mata hingga di atas pangkal paha yang
disebut lipatan dorsolateral. Katak mempunyai mata berukuran besar, dengan pupil mata horisontal
dan vertikal. Beberapa jenis katak memiliki pupil mata berbentuk berlian atau segi empat yang
khas bagi masing-masing kelompok. Tubuh katak betina biasanya lebih besar daripada yang
jantan. Ukuran katak dan kodok di Indonesia bervariasi dari yang terkecil hanya 10 mm, dengan
berat hanya satu atau dua gram sampai jenis yang mencapai 280 mm dengan berat lebih dari 1500
gram (Iskandar 1998). Katak sawah dimasukkan ke dalam ordo Anura. Nama anura mempunyai
arti tidak memiliki ekor (anura: a tidak, ura ekor). Ordo ini mempunyai ciri umum tidak
mempunyai ekor, kepala bersatu dengan badan, tidak mempunyai leher dan tungkai berkembang
baik. Tungkai belakang lebih besar daripada tungkai depan, hal ini mendukung pergerakannya
yaitu dengan melompat (Duellman and Trueb 1986).
LD50 adalah dosis perkiraan bahwa ketika racun diberikan langsung kepada hewan uji,
dapat menghasilkan kematian 50% dari populasi di bawah kondisi yang ditentukan dari tes atau
LC50 merupakan konsentrasi perkiraan, dalam lingkungan hewan yang terpapar, yang akan
membunuh 50% dari populasi di bawah kondisi yang ditentukan dari tes (Hodgson dan Levi 2000).
LD50 didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara statistik diharapkan dapat
membunuh 50% hewan coba. Uji ini dapat menentukan organ sasaran yang mungkin dirusak dan
efek toksik spesifiknya, serta memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya digunakan dalam
pengujian yang lebih lama. Namun dalam beberapa hal, bila toksisitas akutnya rendah, LD50 tidak
perlu ditentukan secara tepat. Menurut EPA (1988) dan Lu dan Lavallee (1965) jika pada dosis
yang cukup besar dapat menyebabkan sedikit kematian atau bahkan tidak menyebabkan kematian,
semua toksisitas akut yang berbahaya dapat disingkirkan dan LD50 tidak perlu ditentukan.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada LD50 sangat bervariasi antara jenis yang satu dengan
jenis yang lain dan antara individu yang satu dengan individu yang lain dalam satu jenis. Beberapa
faktor tersebut antara lain:
Alat yang digunakan adalah enam belas ekor katak dibagi dalam empat kelompok @ 4
katak, bahan uji xenobiotika (Striknin, Caffein, Kardiazol dll), timbangan hewan, dan spuit.
Katak ditimbang dan tiap kelompok disuntikkan secara subkutan (saccus limphatikus).
Setiap kelompok akan menguji LD50 dari bahan uji dengan dosis yang ditentukan. Dosis yang
diberikan merupakan dosis kelipatan biometrik. Pemberian bahan uji xenobiotika dilakukan pada
menit ke-0 dan dilakukan pengulangan pada menit ke-10. Perubahan yang terjadi pada katak
diamati selama 40 menit dan hitung jumlah katak yang mati.
Praktikum kali ini melakukan beberapa perlakuan penyuntikan yang berbeda dosisnya pada
masing-masing kelompok. Diharapkan dari seluruh perlakuan didapatkan letal dose yang
didapatkan melalui perhitungan. Katak yang digunakan berjumlah 3 katak yang masing-masing
diukur keadaan normal fisiologisnya.
Berdasarkan beberapa perlakuan yang dilakukan beberapa kelompok terhadap katak yang
diinjeksi striknin dengan rute subcutan kantung limfatikus peritoneal, terlihat perbedaan katak
yang mati yang nyata terlihat. Pada kelompok 1, terlihat seluruh katak mati akibat adanya
kesalahan praktikan yangn menyuntikan dosis injeksi sebanyak 0.5 ml. Seharusnya praktikan
hanya memberikan striknin dengan dosis injeksi sebanyak 0.05 ml dengan dosis 0.25 mg/kgBB,
hal ini membuat seluruh katak mati akibat dosis injeksi yang diberikan melebihi letal dose yang
didapatkan pada literatur sebesar 0.1 ml seharunya sudah dapat mematikan katak (Mardjono
1988).
Pada kelompok dua katak disuntikan striknin sebanyak 0.1 ml dengan dosis 0.5 mg/kgBB,
perlakuan ini membuat dua katak mati. Seharusnya seluruh katak mati pada penyuntikan 0.1 ml
akibat sudah melebihi pemberian maksimum yang didapatkan dari literatur. Hal ini dapat
disebabkan karena kesalahan praktikan dimana obat tidak diberikan dengan benar pada kantung
limfatikus sehingga obat tidak dapat bekerja secara maksimal. Hal ini juga terjadi pada kelompok
4, dimana ditemukan dua katak mati pada penyuntikan dengan dosis 2 mg/kgBB dengan volume
injeksi 0.4 ml.
Kelompok tiga mendapati sebanyak satu katak mati akibat keracunan striknin, dosis yang
digunakan sebanyak 1 mg/kgBB dengan volume injeksi 0.2 ml. Data ini menyimpang dari literatur
yang didapatkan. Seharusnya pada penyuntikan dengan volume 0.2 ml dapat ditemukan seluruh
katak mati akibat pemberian obat yang melebihi volume injeksi maksimal yang dianjurkan atau
overdose. Hal ini dapat disebabkan adanya kesalahan praktikan akibat penyuntikan tidak benar.
Pada kelompok lima dapat terlihat data yang sesuai dengan literatur dimana didapatkan
seluruh katak mati akibat keracunan striknin. Striknin diberikan dengan dosis 4 mg/kgBB dengan
volume injeksi 0.8 ml. Sedangkan pada kelompok enam terlihat data yang tidak sesuai dengan
literatur yaitu didapati katak yang mati sebanyak dua katak. Pada kelompok terakhir pemberian
striknin diberikan dengan dosis tertinggi yaitu 8 mg/kgBB dan volume pemberian 1.6 ml. Hal ini
dapat terjadi karena kesalahan pemberian sediaan tidak tepat pada kantung limfatikus katak
sehingga katak tidak merasakan secara langsung efek dari sediaan tersebut.
Perhitungan letal dose pada praktikum kali ini tidak dapat dilakukan akibat terlalu banyak
hasil yang menyimpang tidak valid dan tidak sesuai literatur. Hal ini dapat menyebabkan
perhitungan letal dose menjadi tidak benar dan hasil yang didapatkan menjadi tidak valid. Perlu
dilakukan adanya perlakuan ulang dengan prosedur yang baik dan benar sehingga data yang
didapatkan dapat dimasukan ke dalam perhitungan dengan benar dan hasil yang diperoleh menjadi
valid.
KESIMPULAN
Menurut hasil praktikum injeksi striknin pada katak dengan dosis 2 mg/kgBB menimbulkan
kematian pada 2 dari 3 katak, hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dosis tersebut adalah dosis
lethal karena mematikan lebih dari 50% populasi.
DAFTAR PUSTAKA
Duellman W.E. dan Trueb L. 1986. Biology of Amphibians. New York (US): McGraw – Hill.
EPA. 1988. Health Effects Test Guidelines. Hazard Evaluation: Code of Regulations. Washington
(US): EPA.
Iskandar DT. 1998. Amphibi Jawa dan Bali, Seri Panduan Lapangan. Jakarta (ID): Puslitbang
Biologi-LIPI.
Louisa M, Dewoto HR. 2007. Perangsangan Susunan Saraf Pusat. Dalam: Farmakologi dan
Terapi, edisi ke-5. Jakarta (ID): Departemen Farmakologi dan Terapetik Fakultas
Kedokteran Universita Indonesia.
Lu FC dan Lavallee A. 1965. The acute toxicity of some synthetic colors used in drugs and
foods. Can. Pharm. J. 97:30
Mardjono M. 1988. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta (ID): Dian Rakyat.
Rosiello AP, Essigmann JM and Wogan GN. 1977. Rapid and accurate determination of the median lethal
dose (LD50) and its error with a small computer. Journal of Toxicology and Environmental Health,
Part A Current Issues. 3(5-6); 797-809.