Anda di halaman 1dari 31

Tanggal Praktikum : 9 November 2020

Dosen Pembimbing : Dr. Siti Sa’diah, S.Si,


Apt., MSi
Kelompok Praktikum : 2 / Paralel 1

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI VETERINER

KERACUNAN STRIKNIN

Anggota Kelompok:

1. Felicia Rizal P (B04170107)


2. Dhea Ardhina K (B04170108)
3. Raynaldo (B04170110)
4. Maria Natasya (B04170111)
5. Fuyi Ziget Z (B04170112)

DIVISI FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
Jawaban pertanyaan :

1. Dosis LD50 striknin 16 mg/kg bb (tikus), konsentrasi striknin 1%. Jika bobot
tikus 200g
A. berapa striknin yang diinjeksikan?

B. Apa yang anda amati setelah tikus diinjeksikan striknin?


Tikus menjadi semakin agresif dan terlihat menggaruk-garukan tangannya
ke area hidung sebelum terjadinya konvulsi. Pada hewan coba konvulsi ini
berupa ekstensif tonik dari badan dan semua anggota gerak. Gambaran
konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan konvulsi oleh obat yang
merangsang langsung neuron pusat. Sifat khas lainnya dari kejang striknin
ialah kontraksi ekstensor yang simetris yang diperkuat oleh rangsangan
sensorik yaitu pendengaran, penglihatan dan perabaan, efek selanjutnya adalah
kematian pada tikus yang disebabkan oleh paralisis batang otak karena
hipoksia akibat gangguan pernapasan. Striknin ternyata juga merangsang
medulla spinalis secara langsung sehingga konvulsinya disebut juga
konvulsi spinal (Louisa dan Dewoto 2007).

C. Tanda apa yang menandai telah terjadi keracunan?


Gejala keracunan striknin pada awalnya yang timbul ialah kekakuan
pada otot muka dan leher. Setiap rangsangan sensorik dapat
menimbulkan gerakan motorik hebat. Pada stadium awal terjadi
gerakan ekstensi yang masih terkoordinasi, akhirnya terjadi konvulsi
tetanik. Pada stadium ini badan berada dalam sikap hiperekstensi
(opistotonus), sehingga hanya occiput dan tumit saja yang menyentuh alas.
Semua otot lurik dalam keadaan kontraksi penuh. Napas terhenti karena
kontraksi otot diafragma, dada dan perut. Kejadian kejang ini terjadi
berulang dimana frekuensi dan hebatnya kejang bertambah dengan adanya
perangsangan sensorik. Kontraksi otot ini menimbulkan nyeri hebat. Kematian
biasanya disebabkan oleh paralisis batang otak karena hipoksia akibat
gangguan napas. Kombinasi dari adanya gangguan napas dan kontraksi otot
yang hebat dapat menimbulkan asidosis respirasi maupun asidosis
metabolik hebat, yng diakibatkan adanya peningkatan kadar laktat dalam
plasma (Louisa dan Dewoto 2007).
D. Antidota Phenobarbital diberikan 80mg/lg secara IP, Konsentrasi
phenobarbital 5%. Berapa volume Phenobarbital yang diberikan ?


E. Apa yang diamati setelah pemberian phenobarbital ?


Tikus yang diberi phenobarbital menjadi tenang dan tidak mengalami
konvulsi. Phenobarbital merupakan senyawa turunan barbiturate yang
memiliki efek sedatif, hipnotik dan antikonvulsi (Kirtishanti dan Kesuma
2012). Mekanisme kerja phenobarbital adalah memperpanjang waktu
terbukanya kanal ion Cl dengan cara berikatan dengan reseptor GABA-A.
Ketika phenobarbital berikatan dengan reseptor tersebut, kanal ion Cl akan
tetap terbuka sehingga aliran ion tetap stabil. Akibatnya terjadi hiperpolarisasi
membran sel yang sehingga dapat meningkatkan ambang batas potensial aksi.
Peningkatan potensial aksi inilah yang mengakibatkan penurukan aktivitas
konvulsi (Suddock dan Cain 2020).

2. Seandainya sebelum pemberian striknin, tikus dicekok dengan tanin apakah


timbulnya konvulsi akan lebih cepat atau lebih lambat? Jelaskan alasannya
Pemberian tanin yang dilakukan sebelum pemberian striknin, dapat
menyebabkan timbulnya efek konvulsi yang lebih lambat atau memungkinkan
tidak terjadi sama sekali. Hal ini disebabkan adanya tanin sebagai antidota,
memiliki fungsi menghambat absorbsi striknin dalam saluran percernaan.
Selain itu, tannin berperan sebagai astringensia yang dapat mempresipitasikan
protein karena mempunyai afinitas yang tinggi terhadap molekul protein untuk
membentuk kompleks enzim-substrat. Senyawa tanin juga dapat membentuk
larutan garam yang tidak larut dengan logam berat alkaloid dan glikosida
sehingga dapat menurunkan efek toksisitasnya (Booth & McDonald, 1982)

3. Jika tikus yang diberi striknin tersebut tidak diberikan phenobarbital, setelah
mengamati respon yang terjadi setelah pemberian striknin hingga terjadi
keracunan keracunan apakah tikus tersebut akan mati? Atau akan sembuh
kembali normal dengan sendirinya? Jelaskan alasannya.
Striknin tidak bermanfaat untuk terapi, tetapi untuk menjelaskan fisiologi
dan farmakologi susunan saraf, obat ini menduduki tempat utama diantara
obat yang bekerja secara sentral. Striknin bekerja dengan cara mengadakan
antagonisme kompetitif terhadap transmiter penghambatan yaitu glisin di
daerah penghambatan pascasinaps, dimana glisin juga bertindak sebagai
transmiter penghambat pascasinaps yang terletak pada pusat yang lebih tinggi
di SSP (Louisa dan Dewoto 2007). Striknin menyebabkan perangsangan pada
semua bagian SSP. Obat ini merupakan obat konvulsan kuat dengan sifat
kejang yang khas. Gejala keracunan striknin yang mula-mula timbul ialah
kaku otot mukadan leher. Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan
gerakan motorik hebat. Pada stadium awal terjadi gerakan ekstensi yang masih
terkoordinasi,akhirnya terjadi konvulsi tetanik. Pada stadium ini badan berada
dalam sikaphiperekstensi, sehingga hanya occiput dan tumit saja yang
menyentuh alas tidur.Semua otot lurik dalam keadaan kontraksi penuh. Napas
terhenti karenakontraksi otot diafragma, dada dan perut. Kejang ini terjadi
berulang, frekuensidan hebatnya kejang bertambah dengan adanya
perangsangan sensorik (Mardjono 1988). Pemberian dari phenobarbital sendiri
akan menurunkan aktivitas konvulsi dengam peningkatan potensial aksi.
Sehingga tanpa pemberian antidota phenobarbital maka tikus akan mati dan
tidak bisa sembuh dengan sendirinya, hal ini juga dikarenakan dosis yang
diberikan cukup tinggi.

Daftar Pustaka

Booth NH, McDonald LE. 1982. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. Ed


ke-5. Ames(USA): Iowa State University Press.

Louisa M, Dewoto H.R. 2007. Perangsang Susunan Saraf Pusat. Farmakologi


dan Terapi Edisi ke-5. Jakarta (ID) : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Mardjono M. 1988. Neurologi Klinis Dasar . Jakarta (ID): Dian Rakyat.

Suddock JT, Cain MD. 2020. Barbiturate Toxicity. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing.
Tanggal Praktikum : 11 November 2020
Dosen Pembimbing : Drh. Andriyanto , M.Si
Kelompok Praktikum : 2 / Paralel 1

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI VETERINER


PENENTUAN DOSIS LETAL 50 (LD-50)

Anggota Kelompok:

1. Felicia Rizal P (B04170107)


2. Dhea Ardhina K (B04170108)
3. Raynaldo (B04170110)
4. Maria Natasya (B04170111)
5. Fuyi Ziget Z (B04170112)

DIVISI FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lethal dose 50 merupakan suatu besaran yang diturunkan secara statistik untuk
menyatakan dosis tunggal suatu senyawa yang diperkirakan dapat mematikan atau menimbulkan
efek toksik yang berarti pada 50% hewan coba setelah perlakuan. Pengujian LD50 ini juga dapat
menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya serta memberikan
petunjuk tentang dosis yang baiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama (Hodgson dan
Ernest 2000). LD50 merupakan tolak ukur kuantitatif yang sering digunakan untuk menyatakan
kisaran dosis letal. Secara umum, semakin kecil nilai LD 50, maka akan semakin toksik senyawa
tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin besar nilai LD50 maka toksisitasnya akan semakin
rendah. Hasil yang diperoleh (dalam mg/kgBB) dapat digolongkan menurut potensi ketoksikan
akut senyawa uji menjadi beberapa kelas, seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Ada beberapa pendapat yang menyatakan tidak setuju, bahwa LD50 masih dapat
digunakan untuk uji toksisitas akut. Namun ada juga beberapa kalangan yang masih setuju,
dengan pertimbangan:
a. Jika lakukan dengan baik, uji toksisitas akut tidak hanya mengukur LD50, tetapi juga
memeberikan informasi tentang waktu kematian, penyebab kematian, gejala – gejala
sebelum kematian, organ yang terkena efek, dan kemampuan pemulihan dari efek
nonlethal.
b. Hasil dari penelitian dapat digunakan untuk pertimbangan pemilihan design penelitian
subakut
c. Tes LD50 tidak membutuhkan banyak waktu.
d. Hasil tes ini dapat langsung digunakan sebagai perkiraan risiko suatu senyawa terhadap
konsumen atau pasien.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai LD50 antara lain spesies, strain, jenis
kelamin, umur, berat badan, gender, kesehatan nutrisi, dan isi perut hewan coba. Teknis
pemberian juga mempengaruhi hasil, antara lain waktu pemberian, suhu lingkungan,
kelembaban, sirkulasi udara. Kesalahan manusia juga dapat mempengaruhi hasil dari pengujian
toksisitas ini sehingga sebelum melakukan penelitian, ada baiknya kita memeperhatikan faktor –
faktor yang dapat mempengaruhi hasil ini (Loomis 1978).

Tujuan

Praktikum bertujuan menguasai salah satu metode untuk menentukan LD-50 secara akur,
mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi nilai LD-50, dan mengetahui manfaat penentuan
LD-50 dari suatu obat / racun.

METODE PRAKTIKUM

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah timbangan hewan dan spuid. Bahan yang digunakan adalah
16 ekor katak (dibagi dalam 4 kelompok), dan bahan uji xenobiotika (Striknin, Caffein,
Kardizol).

Prosedur Kerja

Katak akan dibagi menjadi 4 kelompok , lalu katak akan ditimbang dan diperoleh masing -
masing berat katak ± 30 gram. Katak akan diinjeksi secara subkutan (pada saccus limphatikus).
Setiap kelompok uji akan menguji LD-50 dari bahan striknin. Dosis akan diinjeksikan berbeda
setiap kelompok uji. Pembagian dosis uji :
Kelompok 1 – menguji LD-50 dengan dosis terendah
Kelompok 2 – menguji LD-50 dengan dosis 2x dosis terendah (2x dosis kelompok 1)
Kelompok 3 – menguji LD-50 dengan dosis 4x dosis terendah
Kelompok 4 – menguji LD-50 dengan dosis 8x dosis terendah
Dosis yang diberikan merupakan kelipatan biometrik. Kematian yang akan terjadi dalam waktu
100 menit dicatat dan dhittung.
LD50 dilakukan berdasarkan rumus berikut:
log LD50 = log Dα + d (f+1)
Mengetahui kisaran LD-50 digunakan rumus: log LD50 ± 2 d. Df
Keterangan:
Dα : dosis terkecil yang digunakan
D : logaritma kelipatan
F :faktor pada tabel (dicari pada n=4, k=3, n= jumlah mencit/kelompok)
K :jumlah kelompok mencit – 1
df : dicari pada tabel n=4, k=3
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dosis (mg/kg Volume pemberian Jumlah katak yang


Kelompok
BB) senyawa striknin (ml) mati
1 1 0,1 0
2 2 0,2 1
3 4 0,4 2
4 8 0,8 4
Perhitungan:
Ld50 dilakukan berdasarkan rumus berikut:
Log LD50 = log Dα + d (f +1)
Untuk mengetahui kisaran LD50 menggunakan rumus:
Log LD50 2.d.Df
Keterangan:
Dα : dosis terkecil yang digunakan
d : logaritma kelipatan
f : faktor pada tabel (dicari pada n=4, k=3, n= jumlah katak/kelompok)
k : jumlah kelompok mencit – 1
df : dicari pada tabel n=4, k=3
Diketahui:
d : 0,3
f : 0,75
df : 0,38
Kelompok 1 Kelompok 2
log LD50 = log Dα + d (f +1) log LD50 = log Dα + d (f +1)
= log 1 + 0,3 (0,75 +1) = log 2 + 0,3 (0,75 +1)
= 0 + 0,525 = 0,3 + 0,525
= 0,525 = 0,825
LD50 = antilog 0,525 LD50 = antilog 0,825
= 100,525 = 100,825
= 3,349 mg/kg BB = 6,683 mg/kg BB
Kisaran LD50 = log LD50 2.d.Df Kisaran LD50 = log LD50 2.d.Df
= 3,349 2 (0,3)(0,38) = 6,683 2 (0,3)(0,38)
= 3,349 0,228 mg/kg BB = 6,683 0,228 mg/kg BB
Kelompok 3
log LD50 = log Dα + d (f +1)
= log 4 + 0,3 (0,75 +1)
= 0,602 + 0,525
= 1,127 mg/kg BB
LD50 = antilog 1,127
= 101,127
= 13,39 mg/kg BB
Kisaran LD50 = log LD50 2.d.Df
= 13,39 2 (0,3)(0,38)
= 13,39 0,228 mg/kg BB
Kelompok 4
log LD50 = log Dα + d (f +1)
= log 8 + 0,3 (0,75 +1)
= 0,903 + 0,525
= 1,428 mg/kg BB
LD50 = antilog 1,428
= 101,428
= 26,79 mg/kg BB
Kisaran LD50 = log LD50 2.d.Df
= 26,79 2 (0,3)(0,38)
= 26,79 0,228 mg/kg BB
Uji toksisitas akut merupakan salah satu uji yang dirancang untuk menentukan efek
toksik suatu senyawa yang akan terjadi dalam waktu yang singkat setelah pemberiannya
dalam dosis tertentu. Data kuantitatif yang diperoleh dari uji toksisitas akut ini disebut LD50
(lethal dose 50). Berdasarkan LD50, suatu senyawa dapat digolongkan sebagai bahan yang
sangat toksik (extremely toxic) hingga bahan praktis tidak toksik (practically non toxic)
(Makiyah 2017).
Pengujian LD50 menggunakan sediaan striknin, mekanisme kerja striknin yaitu
merangsang semua bagian SSP, aksi ini dimulai pada medula spinalis, kemudian
dengan meningkatnya konsentrasi striknin dalam otak (melewati batas kritis) maka impuls
akan berpencar ke seluruh SSP dan menimbulkan kejang tonik tanpa adanya fase klonik.
Kejang ini terjadi pada otot ekstensor yang simetris. Dengan dosis suprakonvulsi, bahan ini
menimbulkan atau memperlihatkan efek curariform pada neuromusculary junction.
Pada kesadaran dimana terjadi konvulsi akan terjadi perubahan tekanan darah. Oleh karena
rasanya pahit, maka berguna sebagai stomathicum untuk merangsang ujung saraf pengecap
untuk menambah nafsu makan, dan secara reflektor merangsang sekresi HCl
lambung dan menghilangkan tahanan post-synaps medulla spinalis dengan cara
menghambat aksi Ach pada inhibitory cells (Utama 1995).
LD50 yang diperoleh pada percobaan adalah 13,39 0,228 mg/kg BB. Pada dosis
tersebut, didapatkan telah mampu membunuh katak sebanyak 50% (Diphalma et al 1986).
Berbeda dengan LD50, ED50 (dosis efektif 50) adalah dosis yang menyebabkan dicapai
separuh (50%) dari efek maksimum atau dosis yang menyebabkan 50% dari obyek percobaan
menunjukkan efek yang diharapkan. Indeks terapeutik suatu obat merupakan perbandingan
nilai LD50 dengan ED50. Maka, semakin besar indeks terapi dari suatu obat, maka obat
tersebut semakin aman karena dengan penambahan dosis tidak menyebabkan efek toksik
(Jenova 2009).
Mekanisme kerja obat dapat dipengaruhi oleh konsentrasi obat, spesies hewan, fator
endogen (usia, berat badan, jenis kelamin, kesehatan hewan), diet terkait dengan komposisi
pakan, cara pemberian, temperatur serta musim (Ganiswarna 2005). Pada hasil percobaan,
pemberian striknin pada dosis rendah (1 mg/kgBB) tidak mengakibatkan kematian. Tingkat
kematian 50% dapat ditemukan pada pemberian striknin dengan dosis 4 mg/kgBB, sedangkan
tingkat kematian 100% ditemukan pada pemberian dengan dosis 8 mg/kgBB. Berdasarkan
tabel, dapat dilihat bahwa semakin tinggi dosis maka semakin tinggi potensi katak akan
mengalami konvulsi dan kematian.

KESIMPULAN

Nilai LD50 yang dimiliki suatu obat dipengaruhi oleh beberapa faktor, dilihat dari
konsentrasi obat, spesies uji, rute pemberian, dan faktor diet. Penentuan LD50 bermanfaat
sebagai pengukuran toksisitas obat, dimana nilai ini menentukan dosis yang efektif
membunuh 50% hewan uji.
DAFTAR PUSTAKA

Hodgson, Ernest A. Textbook of Modern Toxicology 2nd Ed. New York (US) : McGraw-hill
Book Co.
Jenova R. 2009. Uji Toksisitas Akut yang Diukur dengan Penentuan LD50 Ekstrak Herba
Putri Malu (Mimosa pudica L.) Terhadap Mencitt Balb/c. Laporan Akhir Penelitian.
Universitas Diponegoro Fakultas Kedokteran.
Loomis T.A. 1978. Essential of Toxicology 3rd Ed. Philadepia (US) : Lea & Febiger.
Makiyah A, Tresnayanti S. 2017. Uji Toksisitas akut yang diukur dengan penentuan LD50
ekstrak etanol umbi iles-iles (Amorphophallus variabilis Bl.) pada tikus putih strain
wistar. MKB. 49(3): 145-155.
Laporan Praktikum Ke-10
MK Toksikologi Veteriner

Lethal Concentration 50 (LC-50)

Disusun Oleh:
Paralel 3
Kelompok 1

Nabila Nur Nafiati B04170002


Lufi Nur Amalia B04170007
Mayang Rosana B04170020
Agata Sindi Kesuma Dewi B04170021
Hasnah Niaty B04170033

Dosen Praktikum
drh. Huda Salahudin Darusman, M.Si, Ph.D

BAGIAN FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Toksisitas suatu zat biasa diukur dengan menggunakan Lethal Concentration-50 (LC-50)
atau Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), merupakan uji lanjutan dari Lethal Dose-50 (LD-
50). Lethal Consentration 50 (LC-50) atau sering juga disebut dengan Medial Lethal
Concentration merupakan konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari
organisme uji yang dapat diukur dengan grafik dan perhitungan, pada suatu waktu
pengamatan tertentu. Tahapan dalam menentukan LC-50 terdiri dari uji pendahuluan dan
toksisitas letal (Rumampuk 2010). Uji ini menggunakan hewan tingkat rendah yaitu
rodensia, larva udang, daphnia, dan zebra fish. Efek toksik dapat diukur dari kematian
hewan uji karena pengaruh bahan uji. Sifat spesifik dan efek suatu paparan akan membentuk
suatu hubungan yang disebut sebagai hubungan dosis-respon. Hal tersebut merupakan
konsep dasar dari toksikologi untuk mempelajari bahan toksik.

1.2.Tujuan
Praktikum bertujuan mengetahui cara pengujian menggunakan Lethal concentration 50
(LC-50) dan konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari hewan uji.

II. METODE PRAKTIKUM


2.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum adalah gelas, sedangkan bahan yang digunakan
adalah larutan deterjen dengan konsentrasi 0 ppm, 0.1 ppm, 0.2 ppm, 0.4 ppm, 0.6 ppm, 0.8
ppm, 1.0 ppm, 2.0 ppm, aquadest, dan larva udang.

2.2 Prosedur Kerja


Larutan deterjen disiapkan dengan konsentrasi berbeda (0 ppm, 0.1 ppm, 0.2 ppm, 0.4
ppm, 0.6 ppm, 0.8 ppm, 1.0 ppm, 2.0 ppm) sebanyak 50 ml ke dalam gelas (37.5 ml
larutan deterjen + 12.5 ml aquadest). Sebanyak 20 ekor larva udang dimasukkan ke dalam
masing-masing gelas yang berisi larutan. Jumlah kematian yang terjadi pada larva nyamuk
dihitung setiap 15 menit hingga 60 menit. Apabila tidak terjadi kematian, gelas ditutup
dengan kain kasa lalu didiamkan selama 24 jam. Jumlah kematian perkelompok dicatat
Kembali setelah didiamkan selama 24 jam.

III. TINJAUAN PUSTAKA


Uji toksisitas dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan suatu ekstrak dan salah satu
prasyarat suatu tanaman dapat dikembangkan sebagai obat dan produk lainnya. Salah satu
metode awal yang digunakan untuk mengetahui aktivitas toksisitas dari suatu ekstrak atau
senyawa bahan alam yaitu Lethal Concentration 50 (LC-50) atau Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT) yang merupakan uji lanjutan dari Lethal Dose 50 (LD-50). BSLT adalah metode yang
mudah dikerjakan, murah, cepat, dan cukup akurat. Hasil uji toksisitas tidak dapat digunakan
secara mutlak untuk membuktikan keamanan suatu ekstrak pada manusia, maka uji toksisitas
dapat dilakukan pada larva Artemia salina. Aktivitas toksik diketahui dari jumlah kematian larva
tersebut karena pengaruh ekstrak dengan konsentrasi yang diberikan (Surya 2018).

Uji toksisitas dengan metode BSLT ini merupakan uji toksisitas akut dimana efek toksik dari
suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang waktu selama 24 jam setelah
pemberian dosis uji. Metode BST dapat dipercaya untuk menguji aktivitas farmakologis dari
bahan-bahan alami. Apabila suatu ekstrak tanaman bersifat toksik menurut harga LC 50 dengan
metode BST, maka tanaman tersebut dapat dikembangkan sebagai obat anti kanker. Namun, bila
tidak bersifat toksik maka tanaman tersebut dapat diteliti kembali untuk mengetahui khasiat
lainnya dengan menggunakan hewan coba lain yang lebih besar dari larva Artemia salina seperti
mencit dan tikus secara in vivo.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


LC50 (Median Lethal Concentration) yaitu konsentrasi yang menyebabkan kematian
sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik dan perhitungan pada
suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC50 48 jam, LC50 96 jam sampai waktu hidup
hewan uji (Rudiyanti dan Dana 2009). Dosis LC50 diperoleh dari uji ambang batas atas dan
bawah. Nilai ambang batas berfungsi untuk menentukan konsentrasi perlakuan pada uji toksisitas
subletal.

Nilai LC50 digunakan untuk melihat konsentrasi efektif toksikan yang mampu mematikan
50% biota uji dalam waktu tertentu. Biota uji yang sering dipakai adalah larva udang Artemia
salina dan kutu air Daphnia magnia. Uji LC50 dilakukan selama 96 jam. Selain itu, apabila
suatu bahan limbah memiliki LC50 ≥ 30.000 ppm maka dapat dikatakan tidak toksik dan boleh
dikembalikan lagi ke alam, sedangkan apabila suatu bahan limbah memiliki nilai LC50 < 30.000
ppm maka tidak boleh langsung dibuang ke alam, namun harus melalui beberapa proses agar
bisa kembali ke alam. Lalu, nilai LC50 ditentukan juga untuk tujuan penelitian nilai ambang
batas yang layak di suatu lingkungan penelitian (Rumampuk et al. 2010).

Tabel 1 Data praktikum


Konsentrasi log(pp Pro Kematian Jumlah hewan Jumlah hewan yang Wak
(ppm) m) bit (%) yang mati digunakan tu
1000 3 8,95 100% 20 20 5
500 2,699 8,95 100% 20 20 10
250 2,398 5,00 50% 10 20 20
125 2,097 4,75 40% 8 20 25
60 1,778 4,16 20% 4 20 30
30 1,477 3,72 10% 2 20 60
20 1,301 3,36 5% 1 20 80
10 1 3,36 5% 1 20 96
Praktikum ini menggunakan larva udang sebagai hewan coba untuk mengukur tingkat toksik
suatu deterjen. Konsentrasi dan larva udang yang mati dapat dilihat melalui tabel 1. Larva udang
mulai mati pada tabung dengan konsentrasi deterjen 250 ppm. Setelah dihitung dengan analisis
probit didapatkan nilai 75,0230 ppm atau 0,0075% sehingga deterjen digolongkan sebagai bahan
toksik (range 30 – 1000 ppm).

Grafik 1 LC50

Probit Analysis dan LC50 Calculation


9,5y = 3,0057x - 0,6364
9 R² = 0,8149
8,5
8
7,5
7
Probit

6,5
6 probit
5,5
5 Linear (probit)
4,5
4
3,5
3
0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500
Log ppm

Perhitungan nilai LC-50

Intercept -0,6364
log(ppm) 3,0057

Y = ax+b
5 = 3,0057x-0,6364
X = 1,8752
LC50 = antilog(x)
LC50 = 75,0230 ppm
LC50 = 0,0075%

SIMPULAN

Pengukuran toksisitas deterjen dilakukan menggunakan lethal concentration 50 (LC-50)


dengan hewan coba berupa larva udang. Nilai LC-50 didapatkan dengan menggunakan analisis
probit. Nilai LC-50 deterjen ini adalah 75,0230 ppm sehingga deterjen ini digolongkan sebagai
bahan toksik.
DAFTAR PUSTAKA

Rudiyanti, S. dan Dana, A., 2009. Pertumbuhan dan survival rate ikan mas (Cyprinus carpio
Linn) pada berbagai konsentrasi pestisida regent 0,3 g. Saintek Perikanan, 5(1), pp.49- 54
Rumampuk ND, Tilaar S, Wullur S. 2010. Median Lethal Concenratin (LC-50) insektisida
diklorometan pada nener bandeng (Chanos-canos Forks). Jurnal Perikanan dan Kelautan.
6(2) : 87-91.
Surya A. 2018. Toksisitas ekstrak daun matoa (Pometio pinnata) terhadap larva (Artemia salina
L) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test. Jurnal Analisis Kesehatan Klinikal Sains. 6
(1): 13 – 17.
Laporan Praktikum 11 Hari, tanggal : Rabu, 25 November
Toksikologi Veteriner 2020
Waktu : 8.30 – 11.00
Kelompok : 5 / P1
Dosen Pembimbing : Dr Drh Aulia Andi
Mustika, MSi

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI VETERINER


IDENTIFIKASI LOGAM BERAT

Kelompok 5
Nurul Huda As Syiva B04170125
Rifda Maziyyah B04170126
Adiel Kurnia Bakti B04170127
Hasnan Ramadhan B04170128
Adinda Rana Fauziah B04170130

DIVISI FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
IPB UNIVERSITY
2020
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Limbah logam berat dari kegiatan manusia dapat menimbulkan efek
berbahaya bagi biota-biota lingkungan (Cornel dan Miller 1995). Logam yang
menimbulkan keracunan dapat diperoleh dari sampel sisa makanan, isi saluran
cerna, jaringan tubuh, urin, dan darah dari hewan yang terduga keracunan logam.
Identifikasi sederhana seperti Reinsch Test dapat digunakan untuk analisa kualitatif
dari logam tertentu seperti Hg, Ag, As, dan Bi.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui senyawa yang digunakan untuk
mengidentifikasi logam berat serta melakukan identifikasi beberapa jenis logam.

TINJAUAN PUSTAKA

Deret volta merupakan urutan potensial elektrode dimana urutan dari kiri ke
kanan memiliki nilai reduksi yang semakin besar (oksidator kuat). Logam yang
berada pada deret di sebelah kiri akan mampu mendesak logam di sebelah kanan
untuk menciptakan reaksi redoks. Logam yang berada disebalah kanan akan lebih
mudah direduksi karena memiliki nilai potensial reduksi yang lebih besar. Untuk
mengetahui hal tersebut, diberikan sebuah urutan deret volta sebagai berikut

Li – K –Ba –Sr –Ca –Na –Mg –Al –Mn –Zn –Cr –Fe –Cd –Co –Ni –Sn –Pb –H –
Sb –Bi –Cu –Hg –Ag –Pt –Au

Semakin ke kiri kedudukan suatu logam, maka logam semakin mudah melepas
elektron dan merupakan reduktor yang semakin kuat. Sebaliknya, semakin kanan
kedudukan logam, maka logam semakin sukar melepas elektron , dan kationnya
merupakan oksidator kuat. Hal ini menyebabkan kedudukan logam yang lebih
rekatif mampu mendesak logam yang kurang reaktif (Nasution 2019).
Penambahan asam dengan konsentrasi rendah dalam reaksi reduksi-oksidasi
dilakukan untuk mempercepat adanya reduksi. HCl merupakan asam dan memiliki
sifat korosif sehingga logam akan mudah terhidrolisis (Aliwarga et al. 2019).
Merkuri(Hg) merupakan salah satu logam berat yang berbahaya dan dapat
terjadi secara alamiah di lingkungan, sebagai hasil dari perombakan mineral di alam
melalui proses cuaca/iklim, dari angina dan air. Senyawa merkuri dapat ditemukan
di udara, tanah dan air dekat tempat-tempat kotor dan berbahaya (Ariansyah et al.
2012).
Arsen(As) merupakan logam anorganik bewarna abu-abu, dengan kelarutan
dalam air sangat rendah. Arsen banya digunakan sebagai insektisida, racun semut,
cat, kertas tembok, keramik dan gelas. Arsen pada kosentrasi rendah dapat
ditemukan di air, udara, dan makanan (Ariansyah et al. 2012).
Perak (Ag) merupakan logam putih yang biasa ditemukan pada alam
sebagai hasil dari mineralisasi logam. Saat ini, perak dapat ditemukan pada limbah
industri sebagai logam berat yang berbahaya pada kesehatan. perak digunakan pada
indutri alloy, keramik, gelas, fotografi, cermin, dan cat rambut. Bila masuk kedalam
tubuh, Ag akan diakumulasikan diberbagai organ dan menimbulkan pigmentasi
kelabu (Argyria) yang tidak dapat diekskresikan tubuh. Dalam bentuk berupa debu,
senyawa Ag dapat menimbulkan iritasi kulit (Said 2010).
Bismut (Bi) merupakan logam yang sering ditemukan disekitar dalam
bentuk persenyawaan dengan Pb (Pb-Bi). Dalam perbandingan 93:7 digunakan
sebagai grid dalam industry baterai (Fadhlan 2016).

METODE

Tempat dan Waktu


Percobaan dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran
Hewan, Intisitut Pertanian Bogor. Mahasiswa mengakses rekaman hasil praktikum
menggunakan LMS pada hari Rabu, 25 November 2020 pukul 8.30 – 11.00 WIB.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, rak tabung rekasi, penjepit
tabung reaksi, pipet, pinset anatomis, dan penangas air. Bahan yang digunakan
adalah larutan garam Ag, As, Hg, dan Bi, larutan HCl encer 5%, dan keping
tembaga berukuran 2 cm.

Prosedur Percobaan
Sebanyak empat buah tabung reaksi yang bersih dan kering disiapkan di atas
rak tabung. Larutan garam Ag, As, Hg, dan Bi dimasukkan sebanyak 2 mL ke dalam
masing-masing tabung. HCl encer 5% ditambahkan sebanyak 1 mL ke dalam
masing-masing tabung. Keping tembaga dimasukkan ke dalam masing-masing
tabung secara hati-hati menggunakan pinset. Keempat tabung reaksi dipanaskan di
dalam penangas air selama 15 menit. Setiap keping tembaga dikeluarkan dari dalam
tabung dan perubahan warna yang terjadi pada keping tembaga diamati. Dalam
larutan garam Ag, keping tembaga akan memperlihatkan warna putih mengkilat.
Sementara itu, keping tembaga dalam larutan garam As akan memperlihatkan
warna kelabu kehitaman, warna kelabu mengkilat dalam larutan garam Hg, dan
warna keunguan di dalam larutan garam Bi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Logam berat seperti Argentum (Ag) atau umum disebut perak mempunyai
efek negatif bagi makhluk hidup baik hewan maupun manusia. Ag memiliki sifat
yang mudah mengkonduksikan listrik ke sel tubuh akibat pemanfaatan radiografi
dalam bidang kesehatan (Hammond 2004). Antidota dari keracunan Ag adalah
Natrium thiosulfat. Senyawa ini merupakan donor sulphur yang dapat
mengakibatkan pengendapan Ag yang masuk kedalam tubuh sehingga Ag dapat
terekskresikan melalui feses.
Arsen (As) juga dipercaya sebagai senyawa logam yang memiliki sifat
negatif bagi tubuh. Menurut Ali et al. (2013), As inorganik bertanggung jawab
terhadap berbagai gangguan kesehatan kronis, terutama kanker. As juga dapat
merusak ginjal dan bersifat racun yang sangat kuat. Di Bangladesh, diperkirakan 35
sampai 57 juta penduduk di negara ini menjadi korban dalam kasus pencemaran As.
Penduduk negara ini menderita penyakit yang sangat merugikan, mulai dari
melanosis hingga kanker kulit dan gangren. Dalam beberapa laporan
mengungkapkan bahwa air sumur yang tercemar sudah membunuh 3000 jiwa serta
membuat 125000 korban terkena kanker kulit (Paul 2004).
Hasil yang didapat pada praktikum idenfitikasi logam berat berupa
perubahan warna plat tembaga pada setiap tabung reaksi terdapat dalam tabel
berikut:

Tabel 1. Perubahan warna tembaga pada tabung reaksi


No Isi tabung reaksi Perubahan warna
+
1 Ag + HCl 5% Terdapat lapisan putih mengkilat
+
2 Ag + 2 HCl = 2 AgCl + H2 pada plat tembaga

2 As+ + HCl 5% Terbentuk lapisan kelabu hitam pada


2 As3+ + 6 HCl = 2 AsCl3 + 3 H2 plat tembaga

3 Hg2+ + HCl 5% Terbentuk lapisan perak kelabu


Hg2+ + 2 HCl = HgCl2 + H2 mengkilat pada plat tembaga

4 Bi+ + HCl 5% Terbentuk lapisan hitam keunguan


2 Bi3+ + 6 HCl = 2 BiCl3 + 3 H2 pada plat tembaga
Raksa adalah satu-satunya unsur logam berbentuk cair pada suhu kamar
(25°C) dan sangat mudah menguap dengan ciri mempunyai nomor atom 80, berat
atom 200,61, jari-jari atom 1,48 A°, membeku pada suhu -38,87°C, dan mendidih
pada suhu 356,9°C (Hatugalung 1985). Warnanya tergantung pada bentuk fasanya
dimana fasa cair berwarna putih perak, sedangkan fasa padat berwarna abu-abu.
Merkuri jika bereaksi dengan asam klorida menghasilkan betuk HgCl2. Merkuri
(HgC12) dapat bersifat sangat toksik akibat bentuk divalen lebih mudah larut
daripada bentuk monovalent, HgC12 cepat dan mudah diabsorpsi sehingga daya
toksisitasnya lebih tinggi (Hadi 2013). Toksisitas merkuri pada manusia dibedakan
menjadi keracunan organik dan keracunan anorganik. Gejala klinis seperti tremor
pada otot muka dan lidah, yang kemudian merambat ke jari-jari dan tangan,
berbicara terbata-bata, berjalan terlihat kaku, hilang keseimbangan, perubahan pada
hilangnya daya ingatan, hingga kematian (Hadi 2013).
Bismuth (Bi) adalah logam berwarna merah muda muda, rapuh, kristal
berkilau dengan nomer atom 83. Umumnya logam ini dipakai untuk kosmetik, obat
sakit perut, alat pemadam kebakaran dan amunisi. Logam ini memiliki sifat
konduktivitas listrik dan termal rendah, titik leleh 270°C dan titik didih sekitar
2850°C. Bismut paling sering ditemukan dalam mineral bismutit atau bismut
sulfida. Keracunan bismut relatif jarang terjadi dibnding keracunan logam berat
lainnya seperti timbbal atau arsen. Namun keracunan bismut tetap dapat
menyebabkan terbentuknya endapan hitam pada gingiva (garis bismut), gangguan
ginjal. Keracunan bismut umumnya dapat disembuhkan dengan pembeian
dimerkaprol dengan injeksi IM pada dosis 2,5-3 mg/kg bb tiap 4 jam untuk 2 hari
pertama, 2-4 kali pada hari ke tiga, dan 1-2 kali tiap hari selama 10 hari (BPOM RI
2014).
Percobaan identifikasi logam berat menggunakan plat tembaga termasuk
kedalam metode Reinsch’s test. Percobaan ini merupakan analisa kualitatif untuk
logam-logam seperti Ag, As, Hg, dan Bi. Prinsip utama dari uji ini adalah
terdapatnya logam berat dalam bentuk ion pada suatu larutan akan terikat pada
platan tembaga (Cu), sehingga plat tembaga akan terlapisi oleh logam yang ada
dalam larutan tersebut. Uji identifikasi logam ini hampir mirip dengan prinsip dasar
electroplating dimana dengan mengalirkan arus listrik pada suatu larutan, maka ion
logam berat akan berikatan pada katodanya. Pada keempat tabung reaksi (berisi
larutan logam Ag, As, Hg, dan Bi) dalam percobaan ini, plat tembaga yang ada di
dalamnya mengalami perubahan yang sangat jelas terlihat setelah dipanaskan.
Perubahan yang terjadi pada plat tembaga berbeda-beda pada tiap-tiap tabung, yaitu
pada plat tembaga dalam tabung berisi Hg, terbentuk lapisan kelabu mengkilat.
Tabung yang berisi Ag terbentuk lapisan putih mengkilat. Tabung dengan isi logam
berat Bi terbentuk lapisan keunguan. Tabung terakhir yang berisi As terbentuk
lapisan kelabu hitam. Perubahan yang terjadi pada keempat plat tembaga
menunjukkan adanya logam berat yang bereaksi dengan tembaga sebagai endapan
(deposit layer) yang melapisi plat tersebut. Pada tabung yang berisi Ag,
terbentuknya lapisan putih mengkilat disebabkan karena konsentrasi larutan Ag2+
yang cukup tinggi dapat melapisi plat tembaga dengan sifat ionik Ag untuk melapisi
suatu bahan yaitu akan berubah warna menjadi silver atau perak mengkilat.

SIMPULAN

Hasil yang didapat adalah pada larutan Ag, tembaga terdapat lapisan
berwarna putih mengkilap, larutan As lapisan kelabu hitam, larutan Bi lapisan
keunguan, dan larutan Hg lapisan kelabu. Warna-warna yang dihasilkan pada
pemanasan Cu yang dicampur logam dan HCl adalah hasil endapat dari cairan
logam tersebut.
Daftar pustaka

Ali H, Khan E, Sajad MA. 2013. Phytoremediation of heavy metals-concepts and


applications. J. Chemosphere. 91(13): 869 – 881.
Aliwarga L, Reynard, Vivtoria AV. 2019. Pengendapan titanium pada larutan pasir
besi dalam asam sulfat. Jurnal Teknologi dan Batubara. 15(2):109-118.
Ariansyah KA, Yulianti K, Hanggita S. 2012. Analisis kandungan logam berat (Pb,
Hg, Cu dan As) pada kerupuk kemplang di Desa Tebing Gerinting Utara,
Kecamatan Indralaya Selatan, Kabupaten Ogan Ilir. Fishtech. 1(1): 69-77.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). 2014.
Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI). Jakarta: BPOM RI.
Connell DW, Miller GJ. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Di dalam:
Koestoer Y, Sahati, editor. Jakarta (ID): UI-Press.
Hadi MC. 2013. Bahaya merkuri di lingkungan kita. Jurnal Skala Husada. 10
(2):175-183.
Hammond CR. 2004. The Elements, in Handbook of Chemistry and Physics 81st
Ed. Ohio (US): CRC press.
Hotagalung HP. 1985. Raksa (Hg). Oseana. 10 (3):93-105.
Fadhlan A. 2016. Analisis kandungan logam berat timbal (Pb) pada ikan bandeng
(Chanis-chanos) di beberapa pasar tradisional Kota Makassar [skripsi].
Makassar (ID): Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.
Nasution M. 2019. Kajian tentang hubungan deret volta dan korosi serta
penggunaannya dalam kehiduoan sehari-hari. SEMNASTEK UISU. 251-
254.
Paul BK. 2004. Arsenic contamination awareness among the rural resident in
Banglades. Social Science & Medicine. 59(4): 1741 – 1755.

Said NI. 2010. Metoda penghilangan logam berat (As, Cd, Cr, Ag, Cu, Pb, Ni, dan
Zn) di dalam air limbah industry. JAI.6(2):136-148.
Laporan Praktikum 10 Hari, tanggal : Rabu, 02 Desember
Toksikologi Veteriner 2020
Waktu : 8.30 – 11.00
Kelompok : 5 / P1
Dosen Pembimbing : Drh. Huda S.
Darusman, M.Si,
PhD

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI VETERINER


KERACUNAN LOGAM BERAT

Kelompok 5
Nurul Huda As Syiva B04170125
Rifda Maziyyah B04170126
Adiel Kurnia Bakti B04170127
Hasnan Ramadhan B04170128
Adinda Rana Fauziah B04170130

DIVISI FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
IPB UNIVERSITY
2020
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pencemaran lingkungan oleh logam berat dapat terjadi jika penggunaan
material logam tidak memperhatikan keselamatan lingkungan, terutama saat
pembuangan limbah. Sumber kontaminan logam berat biasaya berasal dari udara
dan air yang mencemari tanah. Logam berat hanya ditujukan untuk logam yang
mempunyai berat jenis lebih besar dari 5g/cm3. Beberapa jenis logam berat yang
berbahaya bagi tubuh antara lain arsen (As), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri
(Hg), nikel (Ni), dan seng (Zn).
Identifikasi jenis logam pada kasus keracunan logam penting dilakukan
secara cepat untuk penanggulangan secara tepat. Penanggulangan dapat dilakukan
dengan pemberian antidota kimianya. Percobaan antidota kimia untuk beberapa
jenis logam berat dan metaloid dilakukan secara in vivo dan in vitro.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui senyawa yang digunakan untuk
menetralisir logam berat atau metaloid dalam tubuh (antidota) serta melakukan
identifikasi beberapa jenis logam dengan cara yang mudah dan sederhana.

METODE

Tempat dan Waktu


Percobaan dilakukan di Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor. Mahasiswa mengakses rekaman hasil praktikum
menggunakan LMS pada hari Rabu, 02 Desember 2020 pukul 08.30-11.00 WIB.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, corong gelas, dan kertas saring.
Bahan yang digunakan adalah seduhan the kental, Pb asetat 10%, alcohol, HCL
encer, larutan Natrium thiosulfat 2%,Argentum nitrat 1%, larutan natrium klorida
0.9%, Natrium sulfat 2%, larutan barium klorida 10%, HCL 0.1 N, larutan HgCl2
1%, larutan segar albumin, dan kalium iodida.

Prosedur Kerja

1. Percobaan 1 : antidota timah hitam (Pb)


Seduhan teh disiapkan dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
sebanyak 4 ml. Pb asetat 2% ditambahkan dengan spoid sebanyak 2 ml.
campuran di di dalam tabung reaksi dibagi kedalam dua tabung reaksi,
tabung reaksi A dan tabung reaksi B. tabung reaksi A ditambahkan alkohol
70% (pelarut organik) sebanyak 1 ml, dan tabung reaksi B ditambahkan
HCl encer (pelarut anorganik) sebanyak 1 ml. kedua tabung reaksi
ditambahkan natrium thiosulfat 2% sebanyak 1 ml kemudian kedua tabung
reaksi diamati perubahan yang terjadi.

2. Percobaan 2 : Antidota perak (Ag)


Dua tabung reaksi disiapkan dan dilabeli tabung reaksi A dan
tabung reaksi B. kedua tabung reaksi ditambahkan 0.5 ml AgNO3 1%.
Tabung A ditambahkan 0.5 ml Natrium thiosulfat 2% dan tabung B
ditambahkan 0,5 ml NaCl 0.9%. kedua tabung reaksi dihomogenkan lalu
disaring dengan kertas saring. Hasil filtrat kedua tabung ditambahkan
NaCl 0.9% lalu diamati reaksi yang terjadi.

3. Percobaan 3 : Antidota barium (Ba)


Barium klorida 10% ditambahkan kedalam tabung reaksi lalu
ditambahkan juga natrium sulfat 2% sebanyak 1 ml. HCl 0.1 N ikut
ditambahkan kedalam tabung reaksi sebanyak 3 ml lalu diamati reaksi
yang terjadi.

4. Percobaan 4 : Antidota air raksa (Merkuri atau Hg)


Larutan HgCl2 1% sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung
reaski. Seduhan the ditambahkan kemudian campuran di homogenkan dan
dibagi kedalam dua tabung reaksi yang berbeda. Tabung pertama
ditambahkan alkohol dan tabung kedua ditambahkan HCl encer. Kedua
tabung diamati perubahan yang terjadi
Larutan segar albumin dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu
ditambahkan 0.5 ml larutan HgCl2 1%. Perubahan yang terjadi diamati.
Larutan segar albumin yang berlebihan ditambahkan ke dalam campuran
hingga tabung reaksi penuh lalu perubahan yang terjadi diamati.

TINJAUAN PUSTAKA

Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam
yang beratnya lebih dari lima gram untuk setiap cm3-nya. Beberapa jenis logam
bersifat esensial tetapi dapat menjadi toksik bila berlebihan, misalnya besi (Fe),
tembaga (Cu), seng (Zn) yang merupakan logam yang terikat sistem enzim untuk
memetabolisme tubuh. Beberapa jenis logam berat lainnya bersifat toksik dalam
jumlah yang sangat sedikit, misalnya: arsen (As), timbal (Pb), kadmium (Cd) dan
merkuri (Hg) (Darmono 2009).
Logam esensial yang sering menyebabkan toksisitas pada manusia adalah
besi (Fe), sedangkan tembaga (Cu) banyak menyebabkan toksisitas pada
hewan/ternak dan seng (Zn) banyak menyebabkan toksisistas pada tanaman. Di
lain pihak kasus defisiensi Fe, Cu dan Zn sering dilaporkan manusia, sedangkan
kasus toksisitas logam tersebut banyak dilaporkan bersifat individu. Logam berat
non esensial seperti As, Pb, Cd dan Hg banyak dilaporkan menyebabkan toksisitas
pada manusia, terutama pengaruh dari pencemaran lingkungan oleh logam yang
bersangkutan. Banyak kasus toksisitas logam seperti “Minamata disease”, “Itai-
itai disease” dilaporkan pertama kali di Jepang, sehingga nama-nama tersebut erat
hubungannya dengan kata bahasa jepang (Darmono 2009).
Logam toksik adalah sekelompok logam berat yang sampai sekarang
belum diketahui kegunaannya bagi tubuh mahluk hidup. Walaupun secara normal
logam tersebut ditemukan dalam jumlah yang sedikit sekali didalam tubuh, tetapi
logam tersebut tidak mempengaruhi sistem fisiologi dari makhluk yang
bersangkutan. Tetapi, pada kondisi keracunan baik karena polusi lingkungan
maupun karena keracunan makanan, logam tersebut kandungannya akan melebihi
kandungan normaldlam tubuh. Pada kondisi tersebut logam akan merusak
jaringan, sehingga menimbulkan gejala keracunan. Logam berat tersebut adalah
arsenik (As), timbal (Pb), kadmium (Cd) dan merkuri (Hg), walaupun logam lain
seperti krom (Cr), aluminium (Al) dan beberapa logam lain pernah dilaporkan
menyebabkan keracunan, tetapi frekuensi kejadiannya sangat jarang (Darmono
2009).
PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil yang didapat dari pada percobaan keracunan logam berat dan
antidotanya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Hasil pengujian logam berat dan antidotanya

No. Pengujian Reaksi Perubahan yang terjadi


1 Timbal Pb (CH3COOH) + Tanin Tabung reaksi yang ditambahkan
Hitam (Pb) + alkohol + NaS2O3 larutan organik Alkohol:
Berwarna bening dan terdapat gumpalan
abu-abu kehijauan.
Pb (CH3COOH) + Tanin Tabung reaksi yang ditambahkan
+ HCL+NaS2O3 larutan anorganik HCl:
Membentuk endapan putih seperti
bubuk dan larutan berwarna kuning
2 Perak (Ag) AgNO3 + NaCl → AgCl Tabung yang ditambahkan NaCl:
+ NaNO3 Warna menjadi putih susu

AgNO3 + Na2S2O3 → Tabung yang ditambahkan Natrium


NaNO3 + Ag2S2O3 thiosulfat:
Warna menjadi coklat kehitaman
3 Barium BaCl2 + Na2SO4 → Terbentuk endapan dengan warna putih.
(Ba) BaSO4 + 2NaCl
4 Raksa / HgCl2 + tanin + HCl - 1. Kuning kecoklatan keruh (+)
Merkuri
(As) HgCl2 + tanin + alkohol - Kuning kecoklatan lebih keruh (++)

HgCl2 + albumin - Terdapat gumpalan berwarna putih

Pada pengujian pertama, antidota yang diuji adalah terhadap timah hitam
(Pb). Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan campuran seduhan teh dan
larutan Pb asetat 10%. Alkohol ditambahkan pada sebagian campuran dan
sebagian campuran yang lain ditambahkan larutan HCl encer. Alkohol yang
dimasukan ke dalam larutan tannin Pb bertujuan untuk meningkatkan kelarutan
tannin. Tannin diberikan untuk melapisi dinding usus agar tidak diabsorpsi oleh
vili-vili usus dan masuk ke dalam pembuluh darah. Pb asetat yang ditambahkan
dengan HCl akan menghasilkan reaksi PbCl2 dan asam tanat, selain itu akan
terbentuk larutan berwarna putih. Percobaan lainnya untuk mengetahi antidota
dari Pb adalah dengan penambahan Natrium thiosulfat pada larutan Pb asetat
10%. Tujuan pemberian natrium thiosulfat adalah tindakan sebagai donor sulfur
sehingga akan menyebabkan pengendapan. Campuran natrium thiosulfat dengan
larutan Pb tanat dan HCl akan menimbulkan endapan berwarna kuning, sedangkan
natrium thiosulfat yang dicampur dengan larutan Pb tanat dan alkohol akan
menghasilkan endapan berwarna coklat. Natrium thiosulfat merupakan antidota
dari timah hitam (Pb). Alkohol berfungsi sebagai senyawa yang meningkatkan
kelarutan tanin sehingga kerjanya sebagai antidota timah hitam lebih baik,
sedangkan pada reaksi penambahan HCl akan menghasilkan endapan PbCl 2,
sehingga Pb tidak lagi beredar dari sirkulasi darah. Na thiosulfat pada percobaan
antidota Pb yang kedua berfungsi sebagai donor S dan menyebabkan terbentuknya
endapan, sehingga Pb dapat dikeluarkan dari tubuh melalui proses ekskresi.
Ag merupakan logam berat yang dapat meracuni tubuh dan dalam jangka
panjang akan menyebabkan pelunturan abu-abu permanen (argyria) pada kulit,
mata, serta membran mukosa (Adhani dan Husaini 2017). Ag banyak dijumpai
pada limbah pelapisan logam, industri proses fotografi, dan proses film X-ray.
Cara menghilangkan senyawa Ag adalah dengan mengendapkan Ag baik sebagai
garam phospat maupun sebagai hidroksida serta pada air limbah dapat dilakukan
pertukaran ion menggunakan resin penukar ion tertentu (Said 2010).
Pengujian kedua, yaitu percobaan senyawa antidota terhadap perak (Ag).
Antidota yang digunakan dalam percobaan kedua ini sama dengan percobaan
pertama yaitu menggunakan natrium thiosulfat. Natrium thiosulfat akan berperan
sebagai donor sulphur yang mengakibatkan pengikatan Ag dan membentuk
endapan Ag2S2O3, sehingga larutan yang awalnya keruh akan menjadi jernih. Jika
di dalam tubuh, endapan yang terbentuk akan memudahkan pengeksresian Ag dari
dalam tubuh bersama dengan feses.
Barium termasuk ke dalam logam berat yang beracun bagi tubuh. Dalam
jangka panjang, barium dapat menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah
serta gangguan sistem saraf (Adhani dan Husaini 2017). Pada pengujian ketiga,
dilakukan percobaan senyawa natrium sulfat sebagai antidota terhadap barium
(Ba). Larutan barium klorida yang diberi antidota natrium sulfat akan membuat
larutan berwarna putih susu lalu dengan penambahan HCl 0,1 N akan membuat
larutan lebih jernih dan terbentuknya endapan putih (BaSO4). Endapan putih
BaSO4 terbentuk akibat adanya mekanisme pembentukan kristal yang terjadi,
yaitu melalui mekanisme nukleasi homogen dan nukluasi heterogen (Dera 2018)
Endapan yang terbentuk nantinya akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
feses. Percobaan ini membuktikan bahwa pada kasus keracunan barium, antidota
yang dapat diberikan adalah natrium sulfat.
Pengujian keempat, yaitu percobaan penambahan merkuri klorida (HgCl2)
dengan tannin (seduhan teh). Teramati bahwa tannin yang dicampur dengan
larutan HgCl2 homogen. Hal ini terjadi karena tannin memiliki kemampuan untuk
berikatan dengan logam berat, salah satunya adalah merkuri (Rosli et al. 2020).
Selanjutnya alkohol atau HCl encer pada campuran seduhan teh kental dengan
larutan HgCl2. Alkohol sebagai pelarut organik akan meningkatkan kelarutan
tannin, sehingga larutan akan menjadi lebih keruh dan juga endapan Hg akan lebih
banyak terbentuk di dasar tabung dibanding dengan penambahan HCl encer.
Percobaan selanjutnya, yaitu penambahan albumin yang berlebih pada larutan
HgCl2 akan menghasilkan gumpalan-gumpalan putih. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan albumin untuk berikatan dengan logam berat, salah satunya adalah
merkuri (Makfoeld et al. 2002).
SIMPULAN
Logam berat memiliki toksisitas tinggi apabila masuk kedalam tubuh baik
pada hewan maupun manusia. keracunan logam berat dapat diatasi dengan
memberikan antidota seperti Natrium thiosulfat sebagai antidota timah hitam (Pb)
dan perak/Argentum (Ag), Natrium Sulfat sebagai antidota barium (Ba), serta
albumin sebagai antidota raksa (Hg). Pemberian tanin pada percobaan
membuktikan bahwa tanin dapat berikatan dengan logam serta berguna untuk
melapisi mukosa usus sehingga logam berat tidak dapat tercerna dan masuk dalam
vaskularisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Adhani R, Husaini. 2017. Logam Berat Sekitar Manusia. Banjarmasin(ID):


Lambung Mangkurat University Press.
Darmono. 2009. Farmasi Forensik dan Toksikologi. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia

Dera NS. 2018. Pengaruh pH larutan terhadap nukleasi dan pertumbuhan kristal
barium sulfat di dalam pipa beraliran laminar: pengamatan kristal
menggunakan SEM-EDX dan XRD. Gojise. 1 (2): 1-8.

Makfoeld D, Djagal WM, Hastuti P, Anggrahini S, Raharjo S, Sastrosuwignyo,


Suhardi, Soeharsono M, Hadiwiyoto D, Tranggono. 2002. Kamus Istilah
Pangan dan Gizi. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Rosli NAB, Ibrahi, WA, Hassan Z, Sofian AHB. 2020. Tropical tannin fot
engineering application. Indones. J. Chem. 20 (1): 248-256.

Said NI. 2010. Metoda penghilangan logam berat (As, Cd, Cr, Ag, Cu, Pb, Ni dan
Zn) di dalam air limbah industri. JAI. 6(2): 136 – 148.

Anda mungkin juga menyukai