KERACUNAN STRIKNIN
Anggota Kelompok:
1. Dosis LD50 striknin 16 mg/kg bb (tikus), konsentrasi striknin 1%. Jika bobot
tikus 200g
A. berapa striknin yang diinjeksikan?
⁄
⁄
3. Jika tikus yang diberi striknin tersebut tidak diberikan phenobarbital, setelah
mengamati respon yang terjadi setelah pemberian striknin hingga terjadi
keracunan keracunan apakah tikus tersebut akan mati? Atau akan sembuh
kembali normal dengan sendirinya? Jelaskan alasannya.
Striknin tidak bermanfaat untuk terapi, tetapi untuk menjelaskan fisiologi
dan farmakologi susunan saraf, obat ini menduduki tempat utama diantara
obat yang bekerja secara sentral. Striknin bekerja dengan cara mengadakan
antagonisme kompetitif terhadap transmiter penghambatan yaitu glisin di
daerah penghambatan pascasinaps, dimana glisin juga bertindak sebagai
transmiter penghambat pascasinaps yang terletak pada pusat yang lebih tinggi
di SSP (Louisa dan Dewoto 2007). Striknin menyebabkan perangsangan pada
semua bagian SSP. Obat ini merupakan obat konvulsan kuat dengan sifat
kejang yang khas. Gejala keracunan striknin yang mula-mula timbul ialah
kaku otot mukadan leher. Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan
gerakan motorik hebat. Pada stadium awal terjadi gerakan ekstensi yang masih
terkoordinasi,akhirnya terjadi konvulsi tetanik. Pada stadium ini badan berada
dalam sikaphiperekstensi, sehingga hanya occiput dan tumit saja yang
menyentuh alas tidur.Semua otot lurik dalam keadaan kontraksi penuh. Napas
terhenti karenakontraksi otot diafragma, dada dan perut. Kejang ini terjadi
berulang, frekuensidan hebatnya kejang bertambah dengan adanya
perangsangan sensorik (Mardjono 1988). Pemberian dari phenobarbital sendiri
akan menurunkan aktivitas konvulsi dengam peningkatan potensial aksi.
Sehingga tanpa pemberian antidota phenobarbital maka tikus akan mati dan
tidak bisa sembuh dengan sendirinya, hal ini juga dikarenakan dosis yang
diberikan cukup tinggi.
Daftar Pustaka
Suddock JT, Cain MD. 2020. Barbiturate Toxicity. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing.
Tanggal Praktikum : 11 November 2020
Dosen Pembimbing : Drh. Andriyanto , M.Si
Kelompok Praktikum : 2 / Paralel 1
Anggota Kelompok:
Latar Belakang
Lethal dose 50 merupakan suatu besaran yang diturunkan secara statistik untuk
menyatakan dosis tunggal suatu senyawa yang diperkirakan dapat mematikan atau menimbulkan
efek toksik yang berarti pada 50% hewan coba setelah perlakuan. Pengujian LD50 ini juga dapat
menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya serta memberikan
petunjuk tentang dosis yang baiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama (Hodgson dan
Ernest 2000). LD50 merupakan tolak ukur kuantitatif yang sering digunakan untuk menyatakan
kisaran dosis letal. Secara umum, semakin kecil nilai LD 50, maka akan semakin toksik senyawa
tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin besar nilai LD50 maka toksisitasnya akan semakin
rendah. Hasil yang diperoleh (dalam mg/kgBB) dapat digolongkan menurut potensi ketoksikan
akut senyawa uji menjadi beberapa kelas, seperti yang terlihat pada tabel berikut:
Ada beberapa pendapat yang menyatakan tidak setuju, bahwa LD50 masih dapat
digunakan untuk uji toksisitas akut. Namun ada juga beberapa kalangan yang masih setuju,
dengan pertimbangan:
a. Jika lakukan dengan baik, uji toksisitas akut tidak hanya mengukur LD50, tetapi juga
memeberikan informasi tentang waktu kematian, penyebab kematian, gejala – gejala
sebelum kematian, organ yang terkena efek, dan kemampuan pemulihan dari efek
nonlethal.
b. Hasil dari penelitian dapat digunakan untuk pertimbangan pemilihan design penelitian
subakut
c. Tes LD50 tidak membutuhkan banyak waktu.
d. Hasil tes ini dapat langsung digunakan sebagai perkiraan risiko suatu senyawa terhadap
konsumen atau pasien.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai LD50 antara lain spesies, strain, jenis
kelamin, umur, berat badan, gender, kesehatan nutrisi, dan isi perut hewan coba. Teknis
pemberian juga mempengaruhi hasil, antara lain waktu pemberian, suhu lingkungan,
kelembaban, sirkulasi udara. Kesalahan manusia juga dapat mempengaruhi hasil dari pengujian
toksisitas ini sehingga sebelum melakukan penelitian, ada baiknya kita memeperhatikan faktor –
faktor yang dapat mempengaruhi hasil ini (Loomis 1978).
Tujuan
Praktikum bertujuan menguasai salah satu metode untuk menentukan LD-50 secara akur,
mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi nilai LD-50, dan mengetahui manfaat penentuan
LD-50 dari suatu obat / racun.
METODE PRAKTIKUM
Alat yang digunakan adalah timbangan hewan dan spuid. Bahan yang digunakan adalah
16 ekor katak (dibagi dalam 4 kelompok), dan bahan uji xenobiotika (Striknin, Caffein,
Kardizol).
Prosedur Kerja
Katak akan dibagi menjadi 4 kelompok , lalu katak akan ditimbang dan diperoleh masing -
masing berat katak ± 30 gram. Katak akan diinjeksi secara subkutan (pada saccus limphatikus).
Setiap kelompok uji akan menguji LD-50 dari bahan striknin. Dosis akan diinjeksikan berbeda
setiap kelompok uji. Pembagian dosis uji :
Kelompok 1 – menguji LD-50 dengan dosis terendah
Kelompok 2 – menguji LD-50 dengan dosis 2x dosis terendah (2x dosis kelompok 1)
Kelompok 3 – menguji LD-50 dengan dosis 4x dosis terendah
Kelompok 4 – menguji LD-50 dengan dosis 8x dosis terendah
Dosis yang diberikan merupakan kelipatan biometrik. Kematian yang akan terjadi dalam waktu
100 menit dicatat dan dhittung.
LD50 dilakukan berdasarkan rumus berikut:
log LD50 = log Dα + d (f+1)
Mengetahui kisaran LD-50 digunakan rumus: log LD50 ± 2 d. Df
Keterangan:
Dα : dosis terkecil yang digunakan
D : logaritma kelipatan
F :faktor pada tabel (dicari pada n=4, k=3, n= jumlah mencit/kelompok)
K :jumlah kelompok mencit – 1
df : dicari pada tabel n=4, k=3
HASIL DAN PEMBAHASAN
KESIMPULAN
Nilai LD50 yang dimiliki suatu obat dipengaruhi oleh beberapa faktor, dilihat dari
konsentrasi obat, spesies uji, rute pemberian, dan faktor diet. Penentuan LD50 bermanfaat
sebagai pengukuran toksisitas obat, dimana nilai ini menentukan dosis yang efektif
membunuh 50% hewan uji.
DAFTAR PUSTAKA
Hodgson, Ernest A. Textbook of Modern Toxicology 2nd Ed. New York (US) : McGraw-hill
Book Co.
Jenova R. 2009. Uji Toksisitas Akut yang Diukur dengan Penentuan LD50 Ekstrak Herba
Putri Malu (Mimosa pudica L.) Terhadap Mencitt Balb/c. Laporan Akhir Penelitian.
Universitas Diponegoro Fakultas Kedokteran.
Loomis T.A. 1978. Essential of Toxicology 3rd Ed. Philadepia (US) : Lea & Febiger.
Makiyah A, Tresnayanti S. 2017. Uji Toksisitas akut yang diukur dengan penentuan LD50
ekstrak etanol umbi iles-iles (Amorphophallus variabilis Bl.) pada tikus putih strain
wistar. MKB. 49(3): 145-155.
Laporan Praktikum Ke-10
MK Toksikologi Veteriner
Disusun Oleh:
Paralel 3
Kelompok 1
Dosen Praktikum
drh. Huda Salahudin Darusman, M.Si, Ph.D
1.2.Tujuan
Praktikum bertujuan mengetahui cara pengujian menggunakan Lethal concentration 50
(LC-50) dan konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari hewan uji.
Uji toksisitas dengan metode BSLT ini merupakan uji toksisitas akut dimana efek toksik dari
suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang waktu selama 24 jam setelah
pemberian dosis uji. Metode BST dapat dipercaya untuk menguji aktivitas farmakologis dari
bahan-bahan alami. Apabila suatu ekstrak tanaman bersifat toksik menurut harga LC 50 dengan
metode BST, maka tanaman tersebut dapat dikembangkan sebagai obat anti kanker. Namun, bila
tidak bersifat toksik maka tanaman tersebut dapat diteliti kembali untuk mengetahui khasiat
lainnya dengan menggunakan hewan coba lain yang lebih besar dari larva Artemia salina seperti
mencit dan tikus secara in vivo.
Nilai LC50 digunakan untuk melihat konsentrasi efektif toksikan yang mampu mematikan
50% biota uji dalam waktu tertentu. Biota uji yang sering dipakai adalah larva udang Artemia
salina dan kutu air Daphnia magnia. Uji LC50 dilakukan selama 96 jam. Selain itu, apabila
suatu bahan limbah memiliki LC50 ≥ 30.000 ppm maka dapat dikatakan tidak toksik dan boleh
dikembalikan lagi ke alam, sedangkan apabila suatu bahan limbah memiliki nilai LC50 < 30.000
ppm maka tidak boleh langsung dibuang ke alam, namun harus melalui beberapa proses agar
bisa kembali ke alam. Lalu, nilai LC50 ditentukan juga untuk tujuan penelitian nilai ambang
batas yang layak di suatu lingkungan penelitian (Rumampuk et al. 2010).
Grafik 1 LC50
6,5
6 probit
5,5
5 Linear (probit)
4,5
4
3,5
3
0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500
Log ppm
Intercept -0,6364
log(ppm) 3,0057
Y = ax+b
5 = 3,0057x-0,6364
X = 1,8752
LC50 = antilog(x)
LC50 = 75,0230 ppm
LC50 = 0,0075%
SIMPULAN
Rudiyanti, S. dan Dana, A., 2009. Pertumbuhan dan survival rate ikan mas (Cyprinus carpio
Linn) pada berbagai konsentrasi pestisida regent 0,3 g. Saintek Perikanan, 5(1), pp.49- 54
Rumampuk ND, Tilaar S, Wullur S. 2010. Median Lethal Concenratin (LC-50) insektisida
diklorometan pada nener bandeng (Chanos-canos Forks). Jurnal Perikanan dan Kelautan.
6(2) : 87-91.
Surya A. 2018. Toksisitas ekstrak daun matoa (Pometio pinnata) terhadap larva (Artemia salina
L) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test. Jurnal Analisis Kesehatan Klinikal Sains. 6
(1): 13 – 17.
Laporan Praktikum 11 Hari, tanggal : Rabu, 25 November
Toksikologi Veteriner 2020
Waktu : 8.30 – 11.00
Kelompok : 5 / P1
Dosen Pembimbing : Dr Drh Aulia Andi
Mustika, MSi
Kelompok 5
Nurul Huda As Syiva B04170125
Rifda Maziyyah B04170126
Adiel Kurnia Bakti B04170127
Hasnan Ramadhan B04170128
Adinda Rana Fauziah B04170130
Latar Belakang
Limbah logam berat dari kegiatan manusia dapat menimbulkan efek
berbahaya bagi biota-biota lingkungan (Cornel dan Miller 1995). Logam yang
menimbulkan keracunan dapat diperoleh dari sampel sisa makanan, isi saluran
cerna, jaringan tubuh, urin, dan darah dari hewan yang terduga keracunan logam.
Identifikasi sederhana seperti Reinsch Test dapat digunakan untuk analisa kualitatif
dari logam tertentu seperti Hg, Ag, As, dan Bi.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui senyawa yang digunakan untuk
mengidentifikasi logam berat serta melakukan identifikasi beberapa jenis logam.
TINJAUAN PUSTAKA
Deret volta merupakan urutan potensial elektrode dimana urutan dari kiri ke
kanan memiliki nilai reduksi yang semakin besar (oksidator kuat). Logam yang
berada pada deret di sebelah kiri akan mampu mendesak logam di sebelah kanan
untuk menciptakan reaksi redoks. Logam yang berada disebalah kanan akan lebih
mudah direduksi karena memiliki nilai potensial reduksi yang lebih besar. Untuk
mengetahui hal tersebut, diberikan sebuah urutan deret volta sebagai berikut
Li – K –Ba –Sr –Ca –Na –Mg –Al –Mn –Zn –Cr –Fe –Cd –Co –Ni –Sn –Pb –H –
Sb –Bi –Cu –Hg –Ag –Pt –Au
Semakin ke kiri kedudukan suatu logam, maka logam semakin mudah melepas
elektron dan merupakan reduktor yang semakin kuat. Sebaliknya, semakin kanan
kedudukan logam, maka logam semakin sukar melepas elektron , dan kationnya
merupakan oksidator kuat. Hal ini menyebabkan kedudukan logam yang lebih
rekatif mampu mendesak logam yang kurang reaktif (Nasution 2019).
Penambahan asam dengan konsentrasi rendah dalam reaksi reduksi-oksidasi
dilakukan untuk mempercepat adanya reduksi. HCl merupakan asam dan memiliki
sifat korosif sehingga logam akan mudah terhidrolisis (Aliwarga et al. 2019).
Merkuri(Hg) merupakan salah satu logam berat yang berbahaya dan dapat
terjadi secara alamiah di lingkungan, sebagai hasil dari perombakan mineral di alam
melalui proses cuaca/iklim, dari angina dan air. Senyawa merkuri dapat ditemukan
di udara, tanah dan air dekat tempat-tempat kotor dan berbahaya (Ariansyah et al.
2012).
Arsen(As) merupakan logam anorganik bewarna abu-abu, dengan kelarutan
dalam air sangat rendah. Arsen banya digunakan sebagai insektisida, racun semut,
cat, kertas tembok, keramik dan gelas. Arsen pada kosentrasi rendah dapat
ditemukan di air, udara, dan makanan (Ariansyah et al. 2012).
Perak (Ag) merupakan logam putih yang biasa ditemukan pada alam
sebagai hasil dari mineralisasi logam. Saat ini, perak dapat ditemukan pada limbah
industri sebagai logam berat yang berbahaya pada kesehatan. perak digunakan pada
indutri alloy, keramik, gelas, fotografi, cermin, dan cat rambut. Bila masuk kedalam
tubuh, Ag akan diakumulasikan diberbagai organ dan menimbulkan pigmentasi
kelabu (Argyria) yang tidak dapat diekskresikan tubuh. Dalam bentuk berupa debu,
senyawa Ag dapat menimbulkan iritasi kulit (Said 2010).
Bismut (Bi) merupakan logam yang sering ditemukan disekitar dalam
bentuk persenyawaan dengan Pb (Pb-Bi). Dalam perbandingan 93:7 digunakan
sebagai grid dalam industry baterai (Fadhlan 2016).
METODE
Prosedur Percobaan
Sebanyak empat buah tabung reaksi yang bersih dan kering disiapkan di atas
rak tabung. Larutan garam Ag, As, Hg, dan Bi dimasukkan sebanyak 2 mL ke dalam
masing-masing tabung. HCl encer 5% ditambahkan sebanyak 1 mL ke dalam
masing-masing tabung. Keping tembaga dimasukkan ke dalam masing-masing
tabung secara hati-hati menggunakan pinset. Keempat tabung reaksi dipanaskan di
dalam penangas air selama 15 menit. Setiap keping tembaga dikeluarkan dari dalam
tabung dan perubahan warna yang terjadi pada keping tembaga diamati. Dalam
larutan garam Ag, keping tembaga akan memperlihatkan warna putih mengkilat.
Sementara itu, keping tembaga dalam larutan garam As akan memperlihatkan
warna kelabu kehitaman, warna kelabu mengkilat dalam larutan garam Hg, dan
warna keunguan di dalam larutan garam Bi.
Logam berat seperti Argentum (Ag) atau umum disebut perak mempunyai
efek negatif bagi makhluk hidup baik hewan maupun manusia. Ag memiliki sifat
yang mudah mengkonduksikan listrik ke sel tubuh akibat pemanfaatan radiografi
dalam bidang kesehatan (Hammond 2004). Antidota dari keracunan Ag adalah
Natrium thiosulfat. Senyawa ini merupakan donor sulphur yang dapat
mengakibatkan pengendapan Ag yang masuk kedalam tubuh sehingga Ag dapat
terekskresikan melalui feses.
Arsen (As) juga dipercaya sebagai senyawa logam yang memiliki sifat
negatif bagi tubuh. Menurut Ali et al. (2013), As inorganik bertanggung jawab
terhadap berbagai gangguan kesehatan kronis, terutama kanker. As juga dapat
merusak ginjal dan bersifat racun yang sangat kuat. Di Bangladesh, diperkirakan 35
sampai 57 juta penduduk di negara ini menjadi korban dalam kasus pencemaran As.
Penduduk negara ini menderita penyakit yang sangat merugikan, mulai dari
melanosis hingga kanker kulit dan gangren. Dalam beberapa laporan
mengungkapkan bahwa air sumur yang tercemar sudah membunuh 3000 jiwa serta
membuat 125000 korban terkena kanker kulit (Paul 2004).
Hasil yang didapat pada praktikum idenfitikasi logam berat berupa
perubahan warna plat tembaga pada setiap tabung reaksi terdapat dalam tabel
berikut:
SIMPULAN
Hasil yang didapat adalah pada larutan Ag, tembaga terdapat lapisan
berwarna putih mengkilap, larutan As lapisan kelabu hitam, larutan Bi lapisan
keunguan, dan larutan Hg lapisan kelabu. Warna-warna yang dihasilkan pada
pemanasan Cu yang dicampur logam dan HCl adalah hasil endapat dari cairan
logam tersebut.
Daftar pustaka
Said NI. 2010. Metoda penghilangan logam berat (As, Cd, Cr, Ag, Cu, Pb, Ni, dan
Zn) di dalam air limbah industry. JAI.6(2):136-148.
Laporan Praktikum 10 Hari, tanggal : Rabu, 02 Desember
Toksikologi Veteriner 2020
Waktu : 8.30 – 11.00
Kelompok : 5 / P1
Dosen Pembimbing : Drh. Huda S.
Darusman, M.Si,
PhD
Kelompok 5
Nurul Huda As Syiva B04170125
Rifda Maziyyah B04170126
Adiel Kurnia Bakti B04170127
Hasnan Ramadhan B04170128
Adinda Rana Fauziah B04170130
Latar Belakang
Pencemaran lingkungan oleh logam berat dapat terjadi jika penggunaan
material logam tidak memperhatikan keselamatan lingkungan, terutama saat
pembuangan limbah. Sumber kontaminan logam berat biasaya berasal dari udara
dan air yang mencemari tanah. Logam berat hanya ditujukan untuk logam yang
mempunyai berat jenis lebih besar dari 5g/cm3. Beberapa jenis logam berat yang
berbahaya bagi tubuh antara lain arsen (As), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri
(Hg), nikel (Ni), dan seng (Zn).
Identifikasi jenis logam pada kasus keracunan logam penting dilakukan
secara cepat untuk penanggulangan secara tepat. Penanggulangan dapat dilakukan
dengan pemberian antidota kimianya. Percobaan antidota kimia untuk beberapa
jenis logam berat dan metaloid dilakukan secara in vivo dan in vitro.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui senyawa yang digunakan untuk
menetralisir logam berat atau metaloid dalam tubuh (antidota) serta melakukan
identifikasi beberapa jenis logam dengan cara yang mudah dan sederhana.
METODE
Prosedur Kerja
TINJAUAN PUSTAKA
Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam
yang beratnya lebih dari lima gram untuk setiap cm3-nya. Beberapa jenis logam
bersifat esensial tetapi dapat menjadi toksik bila berlebihan, misalnya besi (Fe),
tembaga (Cu), seng (Zn) yang merupakan logam yang terikat sistem enzim untuk
memetabolisme tubuh. Beberapa jenis logam berat lainnya bersifat toksik dalam
jumlah yang sangat sedikit, misalnya: arsen (As), timbal (Pb), kadmium (Cd) dan
merkuri (Hg) (Darmono 2009).
Logam esensial yang sering menyebabkan toksisitas pada manusia adalah
besi (Fe), sedangkan tembaga (Cu) banyak menyebabkan toksisitas pada
hewan/ternak dan seng (Zn) banyak menyebabkan toksisistas pada tanaman. Di
lain pihak kasus defisiensi Fe, Cu dan Zn sering dilaporkan manusia, sedangkan
kasus toksisitas logam tersebut banyak dilaporkan bersifat individu. Logam berat
non esensial seperti As, Pb, Cd dan Hg banyak dilaporkan menyebabkan toksisitas
pada manusia, terutama pengaruh dari pencemaran lingkungan oleh logam yang
bersangkutan. Banyak kasus toksisitas logam seperti “Minamata disease”, “Itai-
itai disease” dilaporkan pertama kali di Jepang, sehingga nama-nama tersebut erat
hubungannya dengan kata bahasa jepang (Darmono 2009).
Logam toksik adalah sekelompok logam berat yang sampai sekarang
belum diketahui kegunaannya bagi tubuh mahluk hidup. Walaupun secara normal
logam tersebut ditemukan dalam jumlah yang sedikit sekali didalam tubuh, tetapi
logam tersebut tidak mempengaruhi sistem fisiologi dari makhluk yang
bersangkutan. Tetapi, pada kondisi keracunan baik karena polusi lingkungan
maupun karena keracunan makanan, logam tersebut kandungannya akan melebihi
kandungan normaldlam tubuh. Pada kondisi tersebut logam akan merusak
jaringan, sehingga menimbulkan gejala keracunan. Logam berat tersebut adalah
arsenik (As), timbal (Pb), kadmium (Cd) dan merkuri (Hg), walaupun logam lain
seperti krom (Cr), aluminium (Al) dan beberapa logam lain pernah dilaporkan
menyebabkan keracunan, tetapi frekuensi kejadiannya sangat jarang (Darmono
2009).
PEMBAHASAN
Pada pengujian pertama, antidota yang diuji adalah terhadap timah hitam
(Pb). Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan campuran seduhan teh dan
larutan Pb asetat 10%. Alkohol ditambahkan pada sebagian campuran dan
sebagian campuran yang lain ditambahkan larutan HCl encer. Alkohol yang
dimasukan ke dalam larutan tannin Pb bertujuan untuk meningkatkan kelarutan
tannin. Tannin diberikan untuk melapisi dinding usus agar tidak diabsorpsi oleh
vili-vili usus dan masuk ke dalam pembuluh darah. Pb asetat yang ditambahkan
dengan HCl akan menghasilkan reaksi PbCl2 dan asam tanat, selain itu akan
terbentuk larutan berwarna putih. Percobaan lainnya untuk mengetahi antidota
dari Pb adalah dengan penambahan Natrium thiosulfat pada larutan Pb asetat
10%. Tujuan pemberian natrium thiosulfat adalah tindakan sebagai donor sulfur
sehingga akan menyebabkan pengendapan. Campuran natrium thiosulfat dengan
larutan Pb tanat dan HCl akan menimbulkan endapan berwarna kuning, sedangkan
natrium thiosulfat yang dicampur dengan larutan Pb tanat dan alkohol akan
menghasilkan endapan berwarna coklat. Natrium thiosulfat merupakan antidota
dari timah hitam (Pb). Alkohol berfungsi sebagai senyawa yang meningkatkan
kelarutan tanin sehingga kerjanya sebagai antidota timah hitam lebih baik,
sedangkan pada reaksi penambahan HCl akan menghasilkan endapan PbCl 2,
sehingga Pb tidak lagi beredar dari sirkulasi darah. Na thiosulfat pada percobaan
antidota Pb yang kedua berfungsi sebagai donor S dan menyebabkan terbentuknya
endapan, sehingga Pb dapat dikeluarkan dari tubuh melalui proses ekskresi.
Ag merupakan logam berat yang dapat meracuni tubuh dan dalam jangka
panjang akan menyebabkan pelunturan abu-abu permanen (argyria) pada kulit,
mata, serta membran mukosa (Adhani dan Husaini 2017). Ag banyak dijumpai
pada limbah pelapisan logam, industri proses fotografi, dan proses film X-ray.
Cara menghilangkan senyawa Ag adalah dengan mengendapkan Ag baik sebagai
garam phospat maupun sebagai hidroksida serta pada air limbah dapat dilakukan
pertukaran ion menggunakan resin penukar ion tertentu (Said 2010).
Pengujian kedua, yaitu percobaan senyawa antidota terhadap perak (Ag).
Antidota yang digunakan dalam percobaan kedua ini sama dengan percobaan
pertama yaitu menggunakan natrium thiosulfat. Natrium thiosulfat akan berperan
sebagai donor sulphur yang mengakibatkan pengikatan Ag dan membentuk
endapan Ag2S2O3, sehingga larutan yang awalnya keruh akan menjadi jernih. Jika
di dalam tubuh, endapan yang terbentuk akan memudahkan pengeksresian Ag dari
dalam tubuh bersama dengan feses.
Barium termasuk ke dalam logam berat yang beracun bagi tubuh. Dalam
jangka panjang, barium dapat menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah
serta gangguan sistem saraf (Adhani dan Husaini 2017). Pada pengujian ketiga,
dilakukan percobaan senyawa natrium sulfat sebagai antidota terhadap barium
(Ba). Larutan barium klorida yang diberi antidota natrium sulfat akan membuat
larutan berwarna putih susu lalu dengan penambahan HCl 0,1 N akan membuat
larutan lebih jernih dan terbentuknya endapan putih (BaSO4). Endapan putih
BaSO4 terbentuk akibat adanya mekanisme pembentukan kristal yang terjadi,
yaitu melalui mekanisme nukleasi homogen dan nukluasi heterogen (Dera 2018)
Endapan yang terbentuk nantinya akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui
feses. Percobaan ini membuktikan bahwa pada kasus keracunan barium, antidota
yang dapat diberikan adalah natrium sulfat.
Pengujian keempat, yaitu percobaan penambahan merkuri klorida (HgCl2)
dengan tannin (seduhan teh). Teramati bahwa tannin yang dicampur dengan
larutan HgCl2 homogen. Hal ini terjadi karena tannin memiliki kemampuan untuk
berikatan dengan logam berat, salah satunya adalah merkuri (Rosli et al. 2020).
Selanjutnya alkohol atau HCl encer pada campuran seduhan teh kental dengan
larutan HgCl2. Alkohol sebagai pelarut organik akan meningkatkan kelarutan
tannin, sehingga larutan akan menjadi lebih keruh dan juga endapan Hg akan lebih
banyak terbentuk di dasar tabung dibanding dengan penambahan HCl encer.
Percobaan selanjutnya, yaitu penambahan albumin yang berlebih pada larutan
HgCl2 akan menghasilkan gumpalan-gumpalan putih. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan albumin untuk berikatan dengan logam berat, salah satunya adalah
merkuri (Makfoeld et al. 2002).
SIMPULAN
Logam berat memiliki toksisitas tinggi apabila masuk kedalam tubuh baik
pada hewan maupun manusia. keracunan logam berat dapat diatasi dengan
memberikan antidota seperti Natrium thiosulfat sebagai antidota timah hitam (Pb)
dan perak/Argentum (Ag), Natrium Sulfat sebagai antidota barium (Ba), serta
albumin sebagai antidota raksa (Hg). Pemberian tanin pada percobaan
membuktikan bahwa tanin dapat berikatan dengan logam serta berguna untuk
melapisi mukosa usus sehingga logam berat tidak dapat tercerna dan masuk dalam
vaskularisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Dera NS. 2018. Pengaruh pH larutan terhadap nukleasi dan pertumbuhan kristal
barium sulfat di dalam pipa beraliran laminar: pengamatan kristal
menggunakan SEM-EDX dan XRD. Gojise. 1 (2): 1-8.
Rosli NAB, Ibrahi, WA, Hassan Z, Sofian AHB. 2020. Tropical tannin fot
engineering application. Indones. J. Chem. 20 (1): 248-256.
Said NI. 2010. Metoda penghilangan logam berat (As, Cd, Cr, Ag, Cu, Pb, Ni dan
Zn) di dalam air limbah industri. JAI. 6(2): 136 – 148.