Anda di halaman 1dari 5

Hari/tanggal : 16 Oktober 2019

Kelompok : Kelompok 3 (Siang)


Dosen : Drh. Huda S. Darusman,
MSi, PhD.

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI


KERACUNAN OBAT (STRIKNIN)

Oleh:
M Farhan Fauzan B04160166
Ratu Aesya Adinigntyas B04160167
Anisa Dira Setiadi B04160179
Siow Shuen Yuan B04168010

BAGIAN FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Stimulansia merupakan suatu zat yang dapat merangsang sistem saraf pusat
yang dapat mempercepat proses-proses dalam tubuh, dapat meningkatkan
kemampuan fisik dan mental, meningkatkan konsentrasi, dapat membuat seseorang
lebih siaga serta dapat meminimalisasi kelelahan (Sujatno 2001). Senyawa yang
berkhasiat sebagai stimulan ialah amfetamin, kokain, nikotin (dalam tembakau) dan
kafein baik dalam kopi, teh dan minuman cacao (Sigit et. al 2004). Pada awal
penggunaan obat ini, si pengguna merasa segar, penuh percaya diri, kemudian
berlanjut menjadi susah tidur, perilaku hiperaktif, agresif,denyut jantung menjadi
cepat,dan mudah tersinggung (Sastro, 2008). Masyarakat banyak menggunakan
stimulan dalam bentuk minuman suplemen dengan tujuan untuk menambah tenaga
serta mengurangi kelelahan akibat kerja fisik (Setiabudy et al, 2005). Striknin
adalah alkaloid yang terkenal dan mempunyai efek fisiologis dan psikologis.
Striknin merupakan senyawa yang sangat toksik dengan LD50 10 mg pada
manusia. Full dosis striknin yaitu 32 mg, namun pada manusia dilaporkan bahwa
5mg striknin telah dapat menimbulkan kematian. Striknin juga dapat menyebabkan
perangsangan bagi semua sistem saraf pusat. Keracunan striknin menyerupai
tetanus dengan peningkatan eksitabilitas neuron akubat gangguan pada inhibisi
postsinaps (Muliawan 2009). Pemakaian striknin yang penting antara lain untuk
denaturasi alkohol, pemisahan campuran rasemat, pemberantasan binatang
pengerat, dan antidota beberapa racun (Sumardjo 2009).

Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui gejala klinis dan


penanggulangan keracunan striknin.

METODE

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum adalah spuid 1ml,
stopwatch dan kandang hewan, tikus, striknin, tannin dan penthotal.
Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 16 Oktober 2019 pukul


11.30 – 14.00 WIB di laboratorium FIFARM 1 lantai 1 Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Kerja

Pemeriksaan fisiologis dilakukan pada tiga ekor tikus normal. Pada tikus
pertama diberi tannin secara peroral, tikus kedua and ketiga tanpa pemberian
apapun. Striknin disuntikan ke tikus ketiga tikus secara subkutan dengan dosis sub-
lethal. Perubahan fisiologis diamati setiap 10 menit sampai terjadi konvulsi pada
tikus. Pada tikus kedua, setelah terjadi konvulsi diinjeksi nembuthal secara
intraperitoneal dan pemberian tannin peroral.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menit Posisi Refleks Rasa Tonus Frekuensi Frekuensi Konvulsi


tubuh Nyeri napas jantung
(x/menit) (x/menit)
0 Tegak + + - 88 180 -
8 kifosis + ++ + Meningkat Meningkat -
11 Kifosis ++ ++ + Meningkat Meningkat +
17 Kifosis +++ ++ ++ Meningkat Meningkat +++
Keterangan: +: sedikit; ++: sedang; +++: banyak/berat

Percobaan keracunan striknin dilakukan dengan cara menyuntikkan sediaan


striknin 1% (dosis 5 g/kgBB) sebanyak 3/4 dosis kepada tikus dengan bobot badan
270 g secara intraperitoneal (IP), kemudian dilakukan pengamatan gejala klinis
keracunan striknin pada tikus. Tikus kemudian diberi antidota penthobarbital secara
IP setelah muncul gejala berupa konvulsi. Perhitungan dosis pemberian striknin
adalah sebagai berikut:

0,27 kg
𝑥 5 g/kgBB = 0,1 ml
1%
3
0,1 ml x = 0,075
4

Striknin merupakan senyawa alkaloid yang diekstrasi dari biji pohon


Strychnos nux-vomica. Dulu, striknin digunakan sebagai pengontrol hama seperti
tikus, tikus mondok, tupai tanah, dan koyote. Penggunaannya sebagai pembasmi
hama rumah telah dihilangkan sejak tahun 1989. Keracunan striknin secara
disengaja maupun tidak sengaja umumnya terjadi pada hewan kecil, khususnya
anjing dan terkadang pada kucing, serta jarang terjadi pada hewan ternak (Gupta
2019).
Striknin bekerja dengan mengganggu inhibisi post-sinaps yang diperantarai
oleh glisin. Striknin memblokir inhibisi berulang di sinaps saraf Renshaw cell-
motor dengan secara kompetitif mengantagonis pelepasan glisin oleh sel tersebut
(Makarovsky et al. 2008). Hal tersebut mengakibatkan kerja saraf motor yang
berlebihan dan konvulsi. Keterlibatan sistem saraf pusat juga dapat menimbulkan
respon berlebihan terhadap penglihatan, pendengan, dan stimulasi sentuhan.
Pertama-tama dilakukan pengamatan terhadap fisiologis normal tikus.
Posisi tubuh tikus tegak dengan reflex dan rasa nyeri yang sedikit, tonus otot tidak
ada, frekuensi napas 88 x/menit, frekuensi jantung 180 x/menit, serta tidak ada
konvulsi. Tikus kemudian disuntikkan sediaan striknin 1% secara IP kemudian
diamati gejala keracunan striknin yang ditimbulkan.
Menurut Gupta (2019), gejala awal keracunan striknin yaitu gelisah, gugup,
tegang, dan kaku. Muntah dapat terjadi namun tidak umum. Kekejangan yang parah
dapat terjadi secara spontan maupun aspontan yang diinisiasi oleh stimulasi
sentuhan, suara, atau cahaya. Pada menit ke-8 setelah penyuntikan striknin, posisi
tubuh tikus menjadi kifosis dengan muncul tonus pada otot tikus diikuti dengan
frekuensi napas dan frekuensi jantung yang juga meningkat. Setelah menit ke-11,
mulai timbul gejala berupa konvulsi pelan dan refleks tikus terhadap lingkungan
sekitar ikut meningkat. Tikus kemudian segera diberi injeksi antidota berupa
senyawa penthobarbital 2% dengan perhitungan dosis sebagai berikut:

0,27 kg
𝑥 20 g/kgBB = 0,27 ml
2%

Obat golongan barbiturat digunakan untuk terapi sedatif/anastesi,


mengobati kejang berlebih, dan juga bias digunakan untuk euthanasia (Plumb
2008). Barbiturat merupakan depresan sistem saraf pusat dengan mekanisme kerja
menghambat pelepasan asetilkolin, norepinephrine, dan glutamat. Pemberian
barbiturate mengurangi sensitifitas dari motor end-plate terhadap asetilkolin
sehingga otot rangka menjadi lebih rileks. Karena mekanisme kerjanya tersebut,
pentobarbital dapat digunakan sebagai antidota dari agen konvulsi seperti striknin.
Setelah diberikan diberikan antidota, dilakukan pengamatan lagi terhadap
parameter fisiologis tikus. Setelah pemberian, tikus terlihat menjadi lebih rileks,
namun tikus secara terus menerus menerima rangsangan stimulan berupa getaran
meja dan sentuhan sehingga tikus terus menerus mengalami konvulsi secara
aspontan hingga pada menit ke-17, tikus mengalami konvulsi berat hingga akhirnya
tikus mati. Kematian pada tikus disebabkan oleh konvulsi yang terus menerus
meningkat hingga akhirnya tikus mengalami kelelahan disertai sesak napas selama
kejang (Gupta 2019).

SIMPULAN

Penyuntikan striknin menyebabkan posisi tubuh tikus menjadi kifosis


dengan muncul tonus pada otot tikus diikuti dengan frekuensi napas dan frekuensi
jantung yang juga meningkat, konvulsi dan refleks tikus terhadap lingkungan
sekitar ikut meningkat. Penthobarbital 2% merupakan senyawa golongan barbiturat
yang bersifat depresan sistem saraf pusat dengan mekanisme kerja menghambat
pelepasan asetilkolin, norepinephrine, dan glutamat. Pemberian barbiturate
mengurangi sensitifitas dari motor end-plate terhadap asetilkolin sehingga otot
rangka menjadi lebih rileks. Karena mekanisme kerjanya tersebut, pentobarbital
dapat digunakan sebagai antidota dari agen konvulsi striknin.

DAFTAR PUSTAKA

Gupta PK. 2019. Concepts and Applications in Veterinary Toxicology. Switzerland:


Springer.
Makarovsky I, Markel G, Hoffman A, Schein O, Brosh-Nissimov T, Tashma Z,
Dushnitsky T, dan Eisenkraft A. 2008. Strychnine – a killer from the past.
IMAJ. 10: 142-145.
Muliawan SY. 2009. Bakteri Anaerob yang Erat Kaitannya dengan Problem di
Klinik: Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta (ID): EGC.
Plumb DC. 2008. Veterinary Drug Handbook Sixth Edition. Winconsin:
PharmaVet.
Sastro, Ellyn C. 2008. Uji Efek Stimulan Ekstrak Daun Poko (Mentha arvensis L)
pada Mencit [thesis]. Widya Mandala Catholic University: Surabaya.
Setiabudy R, Herwana E, Pudjiadi L, Wahab R, Nugroho D, Hendrata T. 2005. Efek
pemberian minuman stimulan terhadap kelelahan pada mencit. Universa
Medicina. 24 (1): 8-14.
Sigit JI, Sopiah, Suwendar. 2004. Efek stimulasi sistem saraf pusat oleh infusa
rimpang jahe pada mencit. Acta Pharmaceutica Indonesia. 29: 34-42
Sujatno M. 2001. Pengaruh Penggunaan doping terhadap penampilan atlet pada
pekan olah raga nasional XIV/1996 dan South East Asian Games XIX/1997
di Jakarta. JKM. 1(1): 32-38
Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia. Jakarta (ID): EGC.

Anda mungkin juga menyukai