Anda di halaman 1dari 46

IMUNOLOGI MEDIS

IX. Hipersensitivitas Tipe I dan II


Retno D. Soejoedono
I Wayan Teguh Wibawan
Ni Luh Putu Ika Mayasari
Okti Nadia Poetri

Bagian Mikrobiologi Medik


Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner
1
FKH - IPB
IMUNOPATOLOGI
Respon imun yang berlebihan dapat menyebabkan
berbagai bentuk kerusakan jaringan
1) Respon imun yang terlalu aktif (overactive):
menyebabkan lebih banyak kerusakan dari dapat
mencegah atau eleminasi antigen
e.g. Reaksi hipersensitivitas dan penolakan
transplantasi
2) Kegagalan dalam pengenalan antigen dan
komponen tubuh:
menyebabakan penyakit autoimun
HIPERSENSITIVITAS
 Reaksi Hipersensitivitas:
– Respon imun terhadap antigen yang tidak infeksius
dari lingkungan yang menyebabkan inflamasi atau
kerusakan organ
(DeFranco et al. 2007. Immunity)

 Klasifikasi (Coombs & Gell, 1963):


– Hipersensitivitas tipe I
– Hipersensitivitas tipe II
– Hipersensitivitas tipe III
– Hipersensitivitas tipe IV 3
HIPERSENSITIVITAS
 Immidiate-type hypersensitivity ~ Allergy
– Respon imun terhadap agen noninfeksius dari
lingkungan yang menyebabkan diproduksinya IgE
dan timbulnya respon inflamasi oleh sel TH2
 Delayed-type hypersensitivity (DTH)
– Respon imun terhadap agen noninfeksius dari
lingkungan yang menyebabkan aktivasi TH1 atau
sel T sitotoksik dan inflamasi dan/atau kerusakan
jaringan
(DeFranco et al. 2007. Immunity)

4
HIPERSENSITIVITAS
 Hipersensitivitas Tipe I (immediate
hypersensitivity)
 Hipersensitivitas Tipe II (antibody-dependent
cytotoxic hypersensitivity)
 Hipersensitivitas Tipe III (immune complex
mediated hypersensitivity)
 Hipersensitivitas Tipe IV (delayed type
hypersensitivity)
5
HIPERSENSITIVITAS
 Definisi:
– Sensitisasi: paparan awal terhadap antigen yang
menyebabkan timbulnya respon hipersensitivitas.
Untuk Alergi, melibatkan produksi IgE dan ikatan
dengan sel mast

– Inflamasi: bagian dari respon jaringan pembuluh


darah terhadap kompleks biologi yang berbahaya.
Tanda-tanda klasik dari inflamasi: sakit (dolor),
panas (calor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor)
dan kehilangan fungsi normall (functio lessia).
6
HIPERSENSITIVITAS
 Definisi:
– Alergen: antigen noninfeksius dari lingkungan
yang dapat menginduksi produksi IgE dan
menyebabkan alergi

– Alergi: respon imun terhadap agen noninfeksius


dari lingkungan yang menyebkan diproduksinya
IgE dan inflamasi yang diperantarai oleh sel TH2
(DeFranco et al. 2007. Immunity)

7
Hipersensitivitas Tipe I
(immediate hypersensitivity)

8
HIPERSENSITIVITAS TIPE I

 Tipe I: cepat, diperantarai IgE. Menyebabkan


diproduksinya mediator inflamasi seperti
histamine, leukotrienes, dan lainnya
 Contoh: asthma, eczema, hayfever, urticaria
dan anaphylaxis
 Mediator: IgE and IgG4

9
HIPERSENSITIVITAS TIPE I
Type I:
Sel mast mengikat IgE
pada bagian Fc
receptors.
Bertemu antigen, IgE
saling berhubungan,
menginduksi
degranulasi dan
melepaskan mediator
inflamasi

Roitt et al. 1985. Immunology 10


HIPERSENSITIVITAS TIPE I

Roitt et al. 1985. Immunology 11


HIPERSENSITIVITAS TIPE I

Tizard, 2013 12
ALERGI
 Alergi dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan dan/atau genetik
 Manifestasi alergi tergantung pada tempat
terjadinya
– Airbone allergens menyebabkan allergic rhinitis
hidung dan asthma di paru-paru
– Atopic dermatitis dan urticaria merupakan respon
alergi di kulit
– Food allergy merupakan manifestasi dari
gangguan saluran pencernaan-----respon sistemik:
anaphylaxis
13
DeFranco et al. 2007. Immunity
INDUKSI Ig E

Tizard, 2013
ALERGEN
 Asthma dan allergic rhinitis:
– Kotoran tungau
– Kotoran kecoa
– Bulu binatang
– Serbuk sari
 Alergi Makanan:
– Susu, telur, kacang kedelai, gandum* (pada anak-
anak)
– Kacang, ikan, jenis kerang-kerangan
15
DeFranco et al. 2007. Immunity
ALERGEN
 Obat-obatan:
– Penicillins
– Cephalosporins
– Sulfonamides
– Imaging contrast media
 Lain-lain:
– Latex
– Gigitan serangga
– Racun ular
16
DeFranco et al. 2007. Immunity
ALERGI

 Respon alergi genetik


Mekanisme genetik utama yang mengatur respon
alergi:
1. Level IgE total

2. Human Leukocyte Antigen (HLA)-linked


Immune response
3. Hiperresponsif secara umum

17
Roitt et al. 1985. Immunology
ALERGI

 Penyebab alergi:
– Defisiensi sel T, khususnya sel T
suppressor
– Umpan balik mediator (histamine) yang
abnormal
– Faktor lingkungan

18
Roitt et al. 1985. Immunology
ALERGI

 Uji Klinis Alergi

Antigen disuntikan ke kulit yang akan


menyebabka dikeluarkan mediator
inflamasi, meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah, edema lokal dan rasa gatal

19
Roitt et al. 1985. Immunology
Allergy
Skin prick test with grass pollen allergen in a
patient with typical summer hay fever

Roitt et al. 1985. Immunology 20


Asthma
• Merupakan gangguan inflamasi kronis
pada saluran pernafasan/udara:
inflamasi mukosa, penyumbatan
saluran pernafasan/udara,
hiperresponsif dari bronkial

• Epitel bronkial, sel mast, sel T-helper


dan eosinophils berperan dalam proses
ini
21
Asthma
• Merupakan akibat dari ganguan
pengaturan respon imun dari TH2
terhadap alergen atau antigen
lingkungan yang umum

• Inflamasi mukosa kronis, paling tidak


pada beberapa bagian, yang
menyebabkan perubahan dalam saluran
pernafasan
22
Inflammatory response in
asthmatic bronchi

MBP: Major Basic Protein


ECP: Eosinophil Cationic Protein
23
ATOPI
* Bentuk lokal dari Hipersensitivitas tipe I

* Paparan terhadap alergen tertentu yang menyebabkan produksi IgE

* Alergi:
Inhalasi: kotoran tungau, serbuk sari, spora kapang.
Saluran cerna: susu, telur, ikan, coklat
Lain-lain: wool, nylon, animal fur
Obat-obatan: penicillin, salicylates,

* Predisposisi keluarga sangat kuat pada Atopi

* Predisposisi ditentukan secara genetik


Metoda Diagnosis Atopi

1) Anamnesa atau riwayat pasien untuk menentukan alergen yang


terlibat

2) Tes pada kulit:


Injeksi intradermal beberapa alergen
Timbulnya erythema pada tempat penyuntikan alergen merupakan
indikasi menderita alergi
3) Menentukan level IgE total dalam serum

4) Menentukan level IgE spesifik untuk beberapa jenis alergen


Manajemen Atopi
1) Menghindari alergen yang dapat menimbulkan Atopi

2) Hiposensitisasi:
Penyuntikan secara bertahap dengan meningkatkan dosis
dari ekstrak alergen
- Produksi IgG blocking antibody yang mengikat alergen
dan mencegah kombinasi dengan IgE
- Dapat menyebabkan toleransi sel T cell
3) Terapi dengan obat-obatan:
kortikosteroid, epineprin, antihistamin
ANAPILAKSIS
 Bentuk sistemik dari Hipersensitivitas Tipe I

 Paparan terhadap alergen yang sebelumnya


disensitisasi

 Alergen:
Obat-obatan: penicillin
Injeksi serum : anti diphtheritic atau anti tetanic
serum, anestesia atau racun serangga
ANAPILAKSIS

 Gambaran Klinis:
Shock karena penurunan tekanan darah secara
tiba-tiba, gangguan respirasi karena
bronkospasmus, sianosis, edema, urtikaria

 Pengobatan: penyuntikan kortokosteroid,


epineprin, antihistamin

28
Anaphylaxis
ANAPILAKSIS PADA HEWAN DAN MANUSIA

30
Tizard, 2013
Hipersensitivitas Tipe II
(antibody-dependent cytotoxic
hypersensitivity)

31
HIPERSENSITIVITAS TIPE II

 Tipe II: Sitotoksik. Kompleks antigen-antibodi


yang menyebabkan aktivasi sitotoksik.
 Contoh: reaksi transfusi, autoimmune
hemolytic anemia, autoimmune trombocytic
purpura, erythroblastosis fetalis, Myasthenia
Gravis, Goodpasture’s syndrome, Grave’s
disease
 Mediator: IgM and IgG

32
HIPERSENSITIVITAS TIPE II

Tipe II: Antibodi bertemu


antigen langsung pada
target sel yang
menyebabkan sitotoksik
oleh sel K atau lisis yang
Diperantarai oleh
komplemen

Roitt et al. 1985. Immunology 33


HIPERSENSITIVITAS TIPE II

Antibody
dependent
cytotoxicity

Roitt et al. 1985. Immunology 34


HIPERSENSITIVITAS TIPE II:
Reaksi Sitotoksik atau Sitolitik

* Antibodi (IgG atau IgM) bereaksi dengan


antigen pada permukaan sel

* Antigen dapat merupakan bagian dari membran


sel atau antigen yang bersirkulasi atau hapten
yang menempel pada membran sel
Mekanisme Sitolisis
* Lisis sel terjadi karena:

1) Fiksasi komplemen terhadap kompleks antigen-antibodi


pada permukaan sel
Aktivasi komplemen akan menyebabkan sel lisis

2) Fagositosis ditingkatkan oleh antibodi (opsonin) yang


berikatan pada antigen yang menyebabkan opsonisasi sel
target
Mekanisme Sitolisis
3) Antibody-depended cellular cytotoxicity (ADCC):

- Antibodi menyelemuti sel

e.g. Sel tumor, sel transplan atau sel yang terinfeksi dapat
dibunuh oleh sel yang memiliki Fc receptors

- Proses yang terjadi berbeda dengan fagositosis dan tidak


tergantung komplemen

- Sel-sel yang aktif pada ADCC:


cell K, macrophages, neutrophils and eosinophils
Keadaan Klinis
1) Reaksi transfusi karena ketidaksesuaian ABO

2) Rh tidak sesuai (Haemolytic disease pada bayi)

3) Penyakit autoimun
Mekanisme kerusakan jaringan adalah reaksi sitotoksik
e.g. SLE, autoimmune haemolytic anaemia, idiopathic
thrombocytopenic purpura, myasthenia gravis,
nephrotoxic nephritis, Hashimoto’s thyroiditis
Keadaan Klinis
4) Hipersensitivitas Tipe II yang merupakan nonsitotoksik
adalah Graves’s disease
Merupakan bentuk tiroiditis dimana antibodi diproduksi
untuk melawan reseptor permukaan dari TSH (Thyroid
Stimulating Hormone)
Mengakibatkan meniru efek TSH dan menstimulasi sel
untuk menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan

5) Reaksi Sitotoksi Penolakan Transplan:


Pada penolakan hiperakut, pasien penerima transplan
sudah membentuk antibodi terhadap transplan
39
Keadaan Klinis

6) Reaksi terhadap obat-obatan:


Penicillin dapat menempel sebagai hapten pada RBC dan
menginduksi antibodi yang sitotoksik terhadap kompleks
sel-obat yang menyebabkan hemolisis

Quinine menempel pada platelet darah dan antibodi, yang


menyebabkan kerusakan platelet darah dan
thrombocytopenic purpura
Keadaan Klinis
 Autoimmune hemolytic anemia
– Antibodi menyerang sel darah merah sehingga
mengalami kerusakan, menyebabkan eleminasi
RBC oleh makrofag atau sel lisis yang diperantarai
oleh komplemen
 Autoimmune thrombocytic purpura
– Antibodi menyerang platelet sehingga mengalami
kerusakan, menyebabkan bleeding disorder

41
Keadaan Klinis
 Goodpasture’s syndrome
– Antibodi menyerang sel kolagen tipe IV pada
membran basal dari ginjal dan paru-paru yang
menyebabkan kerusakan organ tersebut
 Grave’s disease
– Antibodi bereaksi dengan reseptor TSH yang
menyebabkan hipertiroidisme (hormon tiroid
diproduksi secara tidak beraturan).

42
Keadaan Klinis
 Myasthenia gravis
– Antibodi bereaksi dengan reseptor nicotinic
acetylcholine dan mencegah kontraksi otot.
– Kelemahan otot yang parah
 Transfusion reactions
– Antibodi menyerang darah yang tidak sesuai
(IgM untuk sistem ABO, IgG untuk lainnya) dan
menyebankan kerusakan sel darah merah

43
Keadaan Klinis

 Erythroblastosis fetalis (Hemolytic diseases


of the newborn-HDN)
– Gangguan darah selama hidup pada fetus atau bayi
– Umumnya terjadi saat ibu Rh-negative
mengandung bayi Rh-positive
– Fatal untuk anak ke-2 dan seterusnya

44
Type II HYPERSENSITIVITY

Haemolytic disease of the newborn due


to rhesus incompatibility

Roitt et al. 1985. Immunology 45


TERIMA KASIH
&
SELAMAT BELAJAR

Anda mungkin juga menyukai