Anda di halaman 1dari 11

1.

Definisi Alergi
 Alergi adalah reaksi sistem kekebalan tubuh yang berlebihan terhadap benda asing
tertentu yang disebut alergen. Alergen sebenarnya adalah zat yang tidak berbahaya
bagi tubuh. Alergen masuk ke tubuh bisa melalui saluran pernapasan, dari makanan,
melalui suntikan atau bisa juga timbul akibat adanya kontak dengan kulit.
 Alergi adalah respon abnormal dari sistem kekebalan tubuh. Orang-orang yang
memiliki alergi memiliki sistem kekebalan tubuh yang bereaksi terhadap suatu zat
biasanya tidak berbahaya di lingkungan.
 Hipersensitifitas atau alergi dapat didefinisikan sebagai setiap reaksi imunologi yang
menghasilkan kerusakan jaringan dalam individu.
 Menurut Van Pirquet ( 1906 ) Hipersensitifitas atau alergi adalah suatu keadaan yang
disebabkan oleh reaksi imunologik spesifik yang ditimbulkan oleh alergen sehingga
terjadi gejala – gejala patologis.
 Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh
seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-
bahan yang umumnya nonimunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi
berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing
atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut
allergen.
 Alergi merupakan reaksi seseorang yang menyimpang terhadap kontak atau pajanan
zat asing (allergen), dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis. Allergen tersebut
untuk kebanyakan orang dengan kontak atau pajanan yang sama tidak menimbulkan
reaksi dan tidak menimbulkan penyakit
 Penyakit alergi adalah golongan penyakit dengan ciri peradangan yang timbul akibat
reaksi imunologis terhadap lingkungan. Walaupun factor lingkungan merupakan
factor penting, factor genetik dalam manifestasi alergi tidak dapat di abaikan.
Adanya alergi terhadap suatu allergen tertentu menunjukan bahwa seseorang pernah
terpajan dengan allergen tersebut sebelumnya.
 Kesimpulannya suatu alergi merujuk pada suatu reaksi berlebihan oleh sistim imun
kita sebagai tanggapan pada kontakbadan dengan bahan-bahan asing tertentu.
Berlebihan karena bahan-bahan asing ini umumnya dipandang oleh tubuh sebagai
sessuatu yang tidak membahayakan dan tidak terjadi tanggapan pada orang-orang
yang tidak alergi. Tubuh-tubuh dari orang-orang yang alergi mengenali bahan asing
itu dan sebagian dari sistim imun diaktifkan. Bahan-bahan alergi disebut "allergens".
2. Epidemiologi
Tidak, tidak semua orang memiliki alergi. Orang-orang mewarisi kecenderungan untuk
menjadi alergi, meskipun tidak ke alergen tertentu. Bila salah satu orangtua alergi, anak
mereka memiliki kesempatan 50% memiliki alergi. Risiko itu melompat hingga 75% jika
kedua orang tua memiliki alergi.
Epidemilogi penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering di jumpai di
masyarakat. Diperkirakan 10-20% penduduk pernah atau sedang menderita penyakit
tersebut alergi dapat menyerang setiap organ tubuh tetapi organ yang sering terkena
adalah saluran nafas,kulit,saluran pencernaan (syamsuridjal,1994)
 Diperkirakan sekitar 50 juta penduduk Amerika dipengaruhi oleh kondisi-kondisi
alergi.
 Biaya dari alergi di Amerika adalah lebih dari US$ 10 milyar setiap tahunnya.
 Alergi rhinitis (alergi hidung) mempengaruhi sekitar 35 juta penduduk Amerika, 6
juta darinya adalah anak-anak.
 Asma mempengaruhi 15 juta penduduk Amerika, 5 juta darinya adalah anak-anak.
 Angka dari kasus-kasus asma berlipat ganda selama 20 tahun terakhir.
3. Etiologi
Alergi menunjuk pada reaksi berlebihan oleh sistem imun kita sebagai tanda penolakan
dari bahan-bahan asing tertentu. Tubuh dari orang-orang yang alergi mengenali bahan
asing itu dan sebagian dari sistem imun diaktifkan. Bahan-bahan alergi tersebut disebut
allergens. Contoh allergens yaitu serbuk sari, tungau, jamur-jamur, dan makanan-
makanan.
Zat yang paling sering menyebabkan alergi adalah serbuk tanaman (jenis rumput tertentu,
jenis pohon yang berkulit halus dan tipis, serbuk spora, penisilin), seafood, telur, kacang
1
(kacang panjang, kacang tanah, kacang kedelai dan kacang-kacangan lainnya), susu,
jagung dan tepung jagung, sengatan serangga (bulu binatang kecoa dan kutu) dan
debu dan kutu. Yang juga tidak kalah sering adalah zat aditif pada makanan, penyedap,
pewarna dan pengawet.
Selain bahan-bahan tersebut penyebab alergi yang sering dijumpai yaitu
penggunaan obat-obatan dan zat-zat kimia.
Secara umum penyebab dari terjadinya alergi belum dapat dijabarkan secara jelas namun
adapun beberapa factor yang menyebabkan adalah:
a. Jenis makanan tertentu, vaksin dan obat-obatan, bahan berbahan dasar karet, aspirin,
debu, bulu binatang, dan lain sebagainya.
b. Sengatan lebah, gigitan semut api, penisilin’ kacang-kacangan. Biasanya reaksi yang
ditimbulkan akan berlebihan dan bisa mengakibatkan rius di sekujur tubuh.
c. Penyebab minor; suhu udara panas ataupun dingin, dan kadar emosi yang berlebihan.
Sering kali, allergen secara spesifik sukar untuk diidentifikasi meskipun di masa
lampau pernah mengalami gejala serupa.
Cara lain pengelompokan jenis allergen dapat sebagai berikut :
a. Didalam Udara Yang Kita Napas
- Serbuk sari: pohon-pohon, rumput-rumput, dan/atau rumput-rumput liar
- Tungau
- Protein-protein binatang: dander, kulit, dan/atau urin
- Spora-spora jamur
- Bagian-bagian serangga: kacoa-kacoa
b. Didalam Apa Yang Kita Makan
- Makanan: Makanan yang paling umum yang menyebabkan reaksi-reaksi alergi
adalah susu sapi, ikan, kerang-kerangan, telur-telur, kacang-kacangan, kacang-
kacang tumbuhan, kedele, dan gandum.
- Obat-obatan (ketika diminum): contohnya, antibiotik-antibiotik dan aspirin
c. Menyentuh kulit Kita
- Latex (menyebabkan reaksi-reaksi IgE dan non-IgE)
- Tumbuh-tumbuhan (poison ivy and oak)
- Zat pewarna (Dyes)
- Bahan-bahan kimia
- Logam-logam (nickel)
- Kosmetik-Kosmetik
d. Yang Disuntikkan Kedalam Tubuh
- Racun serangga
- Obat-obatan
- Vaksin-vaksin (termasuk suntikan alergi)
- Hormon-hormon (contohnya, insulin)
4. Klasifikasi
Terdapat empat jenis reaksi alergi atau yang biasa disebut dengan reaksi hipersensitifitas.
Berikut jenis – jenis Reaksi Hipersensitifitas :
a. Reaksi Hipersensitifitas tipe I ( reaksi atopik atau anafilatik )
Ini merupakan reaksi alergi yang diperantarai oleh antibodi IgE. Pada reaksi tipe I,
antigen terikat ke antibodi IgE. Kompleks IgE – Antigen menyebabkan degranulasi
sel mast dan pelepasan histamin, serta mediator peradangan lainnya. Mediator ini
menyebabkan vasodilatasi perifer dan pembengkakan ruang interstisium. Gejala –
gejala bersifat spesifik bergantung pada dimana respon alergi tersebut berlangsung.
Pengikatan antigen di saluran hidung menyebabkan rinitis alergi disertai kongesti
hidung dan peradangan jaringan, sementara pengikatan antigen disaluran cerna
mungkin menimbulkan diare atau muntah.
Suatu reaksi hipersnsitivitas tipe I yang parah adalah reaksi anafilaktik. Anafilaktik
melibatkan respon cepat IgE. Sel mast setelah perjalanan ke suatu antigen dimana
individu sangat peka terhadapnya. Dapat terjadi dilatasi seluruh sistem pembuluh
akibat histamin sehingga tekanan darah kolaps. Penurunan hebat tekanan darah
selama reaksi anafilaktik disebut syok anafilaktik. Karena histamin adalah konstriktor
kuat bagi otot polos bronkiolus, maka anafilaksisjuga merupakan penutupan saluran
napas. Anafilaksis sebagai respon terhadap obat misalnya penisilin atau sebagi respon
terhadap sengatan lebah dan bersifat fatal pada orang yang sangat peka.
2
b. Reaksi Hipersensitifitas tipe II ( reaksi sitotoksik atau sitolitik )
Hal ini terjadi sewaktu antibodi IgG atau IgM menyerang antigen – antigen jaringan.
Reaksi tipe II terjadi akibat hilangnya toleransi diri dan dianggap suatu reaksi
autoimun, sel – sel sasaran biasanya dihancurkan. Pada reaksi tipe II, pengikatan
antibodi – antigen menyebabkan pengaktifan komplemen, degranulasi sel mast,
oedema, kerusakan jaringan, dan lisis sel. Reaksi tipe II menyebabkan fagositosis sel
– sel penjamu oleh makrofag.
Contoh – contoh penyakit autoimun tipe II :
- Penyakit grave dimana terjadi pembentukan antibodi terhadap kelenjar tiroid.
- Anemia hemolitik autoimun dimana antibodi dibentuk terhadap sel darah merah.
- Reaksi tranfusi yang melibatkan pembentukan antibodi terhadap sel darah kotor.
- Purpura trombositopenik autoimun dimana terjadi pembentukan antibodi
terhadap trombosit.
c. Reaksi Hipersensitifitas tipe III ( reaksi Arthus atau komplek toksik )
Terjadi sewaktu komplek antigen – antibodi yang bersirkulasi dalam darah
mengendap di pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi disini biasanya
jenis IgG. Antibodi tidak ditunjukan kepada jaringan tersebut tetapi terperangkap di
dalam jaringan kapilernya. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen yang kemudian
melepaskan macrophage chemotaktik factor. Macrophage yang dikerahkan ke tempat
tersebut akan merusak jaringan sekitar tempat tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah
tersebut dan mulai memfagositosis sel – sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan
enzim – enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan
berlanjut.
Antigen dapat berasal dari infeksi kuman patogen yang persisten ( malaria ), bahan
yang terhirup ( spora jamur yang menimbulkan alveolitis ekstrinsik alergi ) atau dari
jaringan sendiri ( penyakit autoimun ) infeksi tersebut disertai dengan antigen dalam
jumlah yang berlebihan tetapi tidak disertai dengan respon antibodi yang efektif.
Pembentukan kompleks imun dalam pembuluh darah menjadikan antigen ( Ag ) dan
antibodi ( Ab ) bersatu membentuk komplek imun mengaktifkan komplemen ( C )
dan melepas C3a dan C5a yang merangsang leukosit basofil dan trombosit untuk
melepas berbagai mediator antara lain histamin yang menimbulkan pengerutan sel
endotil sehingga permeabilitas vaskuler meninggi.
Dalam keadaan normal komplek imun dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear
terutama dalam hati, limpa, paru tanpa bantuan komplemen. Dalam proses tersebut
ukuran kompleks merupakan faktor penting. Pada umumnya kompleks yang besar,
mudah dan cepat dimusnahkan dalam hati, kompleks kecil sulit untuk dimusnahkan,
oleh karena itu dapat lebih lama ada dalam sirkulasi. Diduga bahwa gangguan fungsi
fagosit merupakan sebab mengapa komleks sulit dimusnahkan. Kompleks imun yang
ada dalam sirkulasi meskipun untuk jangka waktu lama, biasanya tidak berbahaya.
Permasalahan akan timbul bila kompleks imun mengendap di jaringan
Contoh – contoh reaksi hipersensitifitas tipe III :
- Penyakit Serum dimana terbentuknya antibodi terhadap darah asing, seiring
sebagai respon terhadap penggunaan obat IV, kompleks antigen – antibodi
mengendap di sistem pembuluh, sendi, ginjal, dan lain – lain.
- Glomerulonefritis dimana terbentuk kompleks antigen – antibodi sebagai respon
terhadap suatu infeksi, sering oleh bakteri streptokokus dan mengendap di kapiler
glomerolus ginjal.
- Eritematosus Sistemik dimana terbentuk kompleks antigen – antibodi terhadap
kolagen dan DNA sel dan mengendap di berbagai tempat di seluruh tubuh.
d. Reaksi Hipersensitifitas tipe IV ( reaksi seluler atau hipersensitifitas tipe lambat )
Reaksi tipe IV yang juga disebut reaksi hipersensitifitas lambat, timbul lebih dari 24
jam setelah tubuh terpapar oleh antigen. Reaksi terjadi karena respon sel T yang
sudah disensitasi bereaksi spesifik dengan suatu antigen tertentu sehingga
menimbulkan reaksi makrofag. Serta membentuk indurasi jaringan pada daerah
tempat antigen tersebut. Reaksi ini sama sekali tidak memerlukan antibodi seperti
pada ketiga tipe terdahulu, bahkan tidak memerlukan aktivasi komplemen.
5. Patofisiologi
Alergi merupakan suatu reaksi abnormal dalam tubuh yang disebabkan oleh zat-zat yang
tidak berbahaya, namun berbahaya bagi orang yang menderita alergi. Alergi timbul bila
3
ada kontak terhadap zat tertentu yang biasanya tidak menimbulkan reaksi pada orang
normal.
Zat penyebab alergi ini disebut allergen. Allergen bisa berasal dari berbagai jenis dan
masuk ke tubuh dengan berbagai cara. Bisa melalui saluran pernapasan, berasal dari
makanan, melalui suntikan atau bisa juga timbul akibat adanya kontak dengan kulit
seperti kosmetik, logam perhiasan dan jam tangan, dll.
Alergi merujuk pada reaksi berlebihan oleh sistim imun kita sebagai tanggapan pada
kontak badan dengan bahan-bahan asing tertentu. Berlebihan karena bahan-bahan asing
ini umumnya dipandang oleh tubuh sebagai sessuatu yang tidak membahayakan dan tidak
terjadi tanggapan pada orang-orang yang tidak alergi. Tubuh-tubuh dari orang-orang
yang alergi mengenali bahan asing itu dan sebagian dari sistim imun diaktifkan.
Terjadinya alergi:
1) Pada paparan awal, alergen dikenali oleh sel penyaji antigen untuk selanjutnya
mengekspresikan pada sel-T. Sel-T tersensitisasi dan akan merangsang sel-B
menghasilkan antibodi dari berbagai subtipe.
2) Alergen yang intak diserap oleh usus dalam jumlah cukup banyak dan mencapai sel-
sel pembentuk antibodi di dalam mukosa usus dan organ limfoid usus,yang pada
anak atopi cenderung terbentuk IgE lebih banyak.Selanjutnya terjadi sensitisai sel
mast pada saluran cerna, saluran nafas dan kulit. Kombinasi alergen dengan IgE pada
sel mast bisa terjadi pada IgE yang telah melekat pada sel mast atau komplek IgE-
Alergen terjadi ketika IgE masih belum melekat pada sel mast atau IgE yang telah
melekat pada sel mast diaktifasi oleh pasangan non spesifik, akan menimbulkan
degranulasi mediator. Pembuatan antibodi IgE dimulai sejak paparan awal dan
berlanjut walaupun dilakukan diet eliminasi. Komplemen akan mulai mengalami
aktivasi oleh kompleks antigen antibodi
3) Pada paparan selanjutnya mulai terjadi produksi sitokin oleh sel-T. Sitokin
mempunyai berbagai efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel-sel
radang misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi
peradangan. Aktifasi komplemen dan terjadinya komplek imun akan menarik
netrofil.
4) Gejala klinis yang timbul adalah hasil interaksi mediator, sitokin dan kerusakan
jaringan yang ditimbulkannya
Faktor yang berperan dalam alergi :
- Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung,
enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA
sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi
kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.
- Genetik berperan dalam alergi . Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa bayi
dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat.
- Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau
beban latihan (lari, olah raga).
6. Manifestasi klinis
Gejala klinis alergi biasanya mengenai berbagai organ sasaran seperti kulit, saluran nafas,
saluran cerna, mata, telinga, saluran vaskuler. Organ sasaran bisa berpindah-pindah,
gejala sering kali sudah dijumpai pada masa bayi. Makanan dan obat-obatan tertentu bisa
menyebabkan gejala tertentu pada seseorang anak, tetapi pada anak lain bisa
menimbulkan gejala lain. Pada seseorang makanan atau obat yang satu bisa mempunyai
organ sasaran yang lain dengan factor yang lain, misalnya udang menyebabkan urtikaria,
sedangkan kacang tanah menyebabkan sesak nafas. Susu sapi bisa menimbulkan gejala
alergi pada saluran nafas, saluran cerna, kulit dan anafilaksis. Bischop (1990)
mendapatkan pada penderita yang alergi susu sapi : 40% dengan gejala asma, 21%
eksema, 43% dengan rinitis. Peneliti lain mendapatkan gejala alergi susu sapi berupa :
urtikaria, angionerotik udema, pucat, muntah, diare, eksema dan asma.
Berikut gejala umum dari suatu reaksi alergi terhadap alergen yang terhirup atau kulit
meliputi:
- Gatal
- mata berair
- Bersin
- hidung beringus
4
- Ruam
- Merasa lelah atau sakit
- Hives (gatal-gatal dengan bercak merah dibangkitkan)
7. Kelainan – kelainan umum alergi
a. Alergi Rhinitis
Alergi Rhinitis ("hay fever") adalah yang paling umum dari penyakit-penyakit alergi
dan merujuk pada gejala-gejala hidung musiman yang disebabkan oleh serbuk sari.
Alergi rhinitis sepanjang tahun atau alergi rhinitis abadi (perennial) umumnya
disebabkan oleh allergen-allergen didalam rumah/ruangan, seperti tungau (dust
mites), dander binatang, atau jamur-jamur. Juga dapat disebabkan oleh serbuk sari.
Gejala-gejala berasal dari peradangan dari jaringan yang melapisi bagian
dalam hidung (mucus lining or membranes) setelah allergens dihirup. Area-area yang
berdekatan, sepertitelinga-telinga, sinus-sinus, dan tenggorokan dapat juga terlibat.
Gejala-gejala yang paling umum termasuk:
- Hidung meler
- Hidung mampet
- Bersin
- Hidung gatal
- Telinga-telinga dan tenggorokan yang gatal
- Post nasal drip (throat clearing)
8. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang biasa dilakukan pada kasus alergi yaitu:
- Inspeksi : liha adanya kemerahan, terdapat bentol-bentol
- Palpasi : ada nyeri pada kemerahan
- Perkusi : mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan
- Auskultasi : mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus.
9. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan secara akademis dipastikan dengan ”Double Blind
Placebo Controlled Food Challenge”. Secara klinis bisa dilakukan uji eliminasi dan
provokasi terbuka ”Open Challenge”. Pertama-tama dilakukan eliminasi dengan
makanan yang dikemukakan sendiri oleh penderita atau orangtuanya atau dari hasil uji
kulit. Kalau tidak ada perbaikan maka dipakai regimem diet tertentu. pemerikasaan
penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu
kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
10. Diagnosa banding
Berikut beberapa diagnose yang dapat menjadi pembanding kasus alergi:
a. Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah, misalnya : stenosis
pilorik, Hirschsprung, defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan dengan obstruksi,
cystic fibrosis, peptic disease dan sebagainya.
b. Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna dan
pengawet, sodium metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine, toksin,
fungi (aflatoxin), fish related (scombroid, ciguatera), bakteri (Salmonella,
Escherichia coli, Shigella), virus (rotavirus, enterovirus), parasit (Giardia, Akis
simplex), logam berat, pestisida, kafein, glycosidal alkaloid solanine, histamin (pada
ikan), serotonin (pisang, tomat), triptamin (tomat), tiramin (keju) dan sebagainya.
c. Reaksi psikologis.
11. Penatalaksanaan
- Terapi ideal adalah menghindari kontak dengan allergen penyebab dan eliminasi.
- Terapi simtomatis dilakukan melalui pemberian antihistamin dengan atau tanpa
vasokonstriktor atau kortikosteroid per oral atau local.
12. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan dari reaksi alergi yaitu:
- Polip hidung
- Otitis media
- Sinusitis paranasal
- Anafilaksi
- Pruritus
- Mengi
- Edema
5
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Alergi
1. Pengkajian
a. Data Subjektif
- Kaji keluhan pasien:
 Pasien mengatakan merasa gatal
 Pasien mengatakan merasa sesak dan susah untuk bernafas
 Pasien mengatakan merasa mual-mual
b. Data Objektif
- Kaji tanda-tanda vital
- Kaji status neurology, perubahan kesadaran, meningkatnya fatigue, perubahan
tingkah laku
- Kulit kemerahan
- Ada bentol-bentol
- Pasien muntah-muntah
- Pasien terlihat susah bernapas
- Pasien terlihat pucat
2. Diagnosa
Masalah keperawatan :
- Respon alergi terhadap latex
- Risiko respon alergi terhadap latex
- Bersihan jalan nafas tidak efektif
- Kurang pengetahuan
- Gangguan citra tubuh
- Kerusakan integritas kulit
- Gg.rasa nyaman
- Kerusakan integritas jaringan
- Gangguan pola tidur
- Risiko infeksi
- PK Pruritus
- Risiko cedera
- Risiko deficit volume cairan
- Nyeri akut

6
DIAGNOSA Tujuan /Kriteria Hasil Intervensi
Respon Alergi NOC : Immune Hypersensitivity NIC : Medical Administration
Terhadap Response 1. Periksa catatan medis dan riwayat alergi pasien
Latex Setelah diberikan asuhan2. Tentukan dan kaji kondisi kulit pasien yang akan
keperawatan selama … X 24 diberikan obat topical
jam, diharapkan tidak terdapat 3. Oleskan agen topical yang telah ditentukan
respon alergi pada pasien 4. Monitor efek lokal, sistemik serta efek samping dari
dengan criteria hasil : pengobatan
1. Tidak ada perubahan pada 5. Pantau dan ajarkan pada pasien cara penggunaan obat
kulit ( skala 5) mandiri yang sesuai
2. Tidak ada perubahan pada 6. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
mukosa ( skala 5 )
3. Tidak ada reaksi alergi ( skala
5)
4. Tidak ada rasa gatal ( skala 5 )
Resiko Respon NOC : Risk Kontrol NIC : Latex Precaution
Alergi Setelah diberikan asuhan1. Kaji pasien tentang riwayat reaksi sistemik terhadap
Terhadap keperawatan selama .. x 24 karet/ natural latex
Latex jam diharapkan pasien dapat
2. Kaji pasien tentang riwayat alergi terhadap makanan
mengontrol factor resiko yang mengandung getah seperti pisang, kiwi, avocado,
alergi dengan kriteria hasil : dan mangga
1. Pasien mampu menjelaskan 3. Catat resiko serta riwayat alergi pasien pada catatan
cara/metode untuk mencegah medis pasien
alergi ( skala 5 ) 4. Mengkaji lingkungan serta menjauhkan pasien dari
2. Pasien mampu menjelaskan produk-produk latex
factor resiko dari 5. Fasilitasi pasien dengan pengobatan yang sesuai
lingkungan/perilaku personal 6. Monitor pasien mengenai tanda-tanda serta gejala
( skala 5 ) sistemik
3. Mampu memodifikasi gaya 7. Informasikan kepada pasien dan keluarha tentang factor
hidup untuk mencegah alergi resiko yang dapat menyebabkan alergi late
( skala 5 )
4. Mampu mengenali perubahan
position kesehatan ( skala 5 )
Bersihan Jalan NOC : Respiratory status : NIC : Airway suction
Nafas Tidak Airway Patency 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
Efektif b/d Setelah diberikan asuhan 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
sekresi mukus, keperawatan selama ...X 24 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
penyempitan jam , diharapkan bersihan jalan4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
jalan nafas dan nafas pasien normal dengan 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
edema saluran kriteria hasil : memfasilitasi suksion nasotrakeal
nafas 1. Frekuensi respirasi normal 6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
( Skala 5 ) 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah
2. Irama respirasi normal ( skala kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
5) 8. Monitor position oksigen pasien
3. Kemampuan menarik nafas 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
dalam normal ( skala 5 ) 10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
4. Kemampuan untuk menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
mengeluarkan sekret/ sputum NIC : Airway Management
normal ( skala 5 ) 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau utter
thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi pappa jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan position O2

7
DIAGNOSA Tujuan /Kriteria Hasil Intervensi
Kurang NOC Label NIC Label
Pengetahuan Knowledge : Disease Process Teaching Disease Process :
Tentang Proses Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi pengetahuan pasien terkait dengan proses
Penyakit b/d keperawatan selama …x24 jam, perjalanan penyakit yang dialam
Kurangnya diharapkan pasien mengetahui 2. Jelaskan proses perjalanan penyakit yang berhubungan
Informasi proses perjalanan penyakit dengan fungsi dan anatomi tubuh pasien.
dengan criteria hasil : 3. Jelaskan pada keluarga informasi yang behubungan
1. Mengetahui proses perjalanan dengan perkembangan kondisi pasien
penyakit secara spesifik (skala 4. Diskusikan pilihan terapi atau latihan yang akan dijalani
4) pasien.
2. Mampu menyebutkan
penyebab dan factor yang
berhubungan dengan timbulnya
penyakit (skala 5)
3. Mampu menyebutkan tanda
dan gejala dari penyakit yang
dialami (skala 4)
4. Mampu menyebutkan efek dari
penyakit yang dialami pasien.
(skala 4)
Gangguan Setelah dilakukan asuhan NIC: Body Image Enhancement
Citra Tubuh keperawatan selama...x 24 jam,1. Tentukan harapan citra tubuh klien berdasarkan tingakat
b/d Perubahan diharapkan gangguan citra perkembangan
Penampilan tubuh klien teratasi dengan 2. Monitor frekuensi kalimat yang mengkritik diri sendiri
Diri kriteria hasil: 3. Bantu klien untuk mengenali tindakan yang akan
NOC: Body Image meningkatkan penampilannya
Puas dengan penampilan 4. Fasilitasi hubungan klien dengan individu yang
tubuh (skala 4 dari 1 – 5) mengalami perubahan citra tubuh yang serupa
Mampu menyesuaikan 5. Identifikasi dukungan kelompok yang tersedia untuk
dengan perubahan fungsi tubuh klien
(skala 4 dari 1 – 5) NIC: Self Esteem Enhancement
NOC: Self Esteem 1. Anjurkan klien untik menilai kekuatan pribadinya
Menerima keterbatasan diri 2. Anjurkan kontak mata dalam berkomunikasi dengan
(skala 4 dari 1 – 5) orang lain
Merasa dirinya berharga3. Bantu klien menerima ketergantungan terhadap orang
(skala 4 dari 1 – 5) lain dengan tepat
4. Anjurkan klien untuk mengevaluasi kebiasaannya
5. Bantu klien menerima perubahan baru tersebut
6. Fasilitasi lingkungan dan aktifitas yang akan
meningkatkan harga diri klien
7. Monitor tingkat harga diri klien dari waktu ke waktu
dengan tepat
8. Buat pernyataan positif tentang klien
Kerusakan NOC : Tissue Integrity: Skin NIC : Skin Surveillance
Integritas Kulit and Mucous Membranes 1. Observasi ekstremitas, warna, suhu kulit, bengkak, nadi,
b/d lesi dan Setelah dilakukan intervensi tekstur, edema dan ulkus
cedera selama ...x24 jam diharapkan 2. monitor area kulit yang mengalami kemerahan dan
mekanik ( luka kondisi integritas kulit klien kerusakan
akibat membaik dengan KH: 3. monitor adanya ruam dan abrasi kulit
garukan ) 1. Temperatur kulit normal (skala NIC : Wound Care
5) 1. Lepaskan balutan dan plester perekat secara berkala
2. Tidak ada lesi pada kulit (skala2. Monitor karakteristik luka meliputi pengeringan luka,
5) warna, ukuran dan bau
3. Tidak nampak jaringan
3. Bersihkan menggunakan NS/NaCl atau larutan nontoksik
nekrosis (skala 5) 4. Ganti balutan
5. Dokumentasi letak, ukuran dan penampakan luka
Kerusakan NOC:Tissue integrity : skin and NIC :Pressure ulcer prevention Wound care
Integritas mucous membranes 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
jaringan b/d Setelah dilakukan tindakan longgar
lesi dan cedera keperawatan selama …. X 24 2. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
mekanik jam kerusakan integritas 3. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
( tekanan, jaringan sekali

8
DIAGNOSA Tujuan /Kriteria Hasil Intervensi
gesekan , dan pasien teratasi dengan kriteria 4. Monitor kulit akan adanya kemerahan
luka akibat hasil: 5. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang
garukan ) 1. Perfusi jaringan normal tertekan
2. Tidak ada tanda-tanda infeksi 6. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
3. Ketebalan dan tekstur jaringan7. Monitor status nutrisi pasien
normal 8. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
4. Menunjukkan pemahaman 9. Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan
dalam proses perbaikan kulit tekanan
dan mencegah terjadinya cidera 10. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
berulang karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
5. Menunjukkan terjadinya tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
proses penyembuhan luka 11. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
12. Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP, vitamin
13. Cegah kontaminasi feses dan urin
14. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
15. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
16. Hindari kerutan pada tempat tidur
Gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Instruksikan pada pasien dan keluarga pasien agar tidak
Rasa Nyaman keperawatan selama x 24 jam menggaruk kulit dengan kuku.
b/d reaksi diharapkan pasien merasa 2. Instruksikan jika menggaruk menggunakan ujung jari dan
fisiologis nyaman dengan criteria hasil : bukan menggunakan kuku.
( Pruritus yang Pasien melaporkan merasa 3. Instruksikan agar pasien tetap memiliki kuku yang
Dialami Pasien nyaman pendek.
) Rasa gatal pada kulit pasien 4. Istrusikan pasien mandi sekali atau 2 kali dalam
dapat berkurang seminggu sesuai kebutuhan.
Klien tidak gelisah serta 5. Kolaborasi antihistamin topical atau oral sesuai
meringis. kebutuhan.

Gangguan Pola NOC :Sleep : Extent ang NIC :Sleep Enhancement


Tidur b/d Pattern 1. Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
reaksi Setelah dilakukan tindakan 2. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
fisiologis keperawatan selama 3. Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur
( Pruritus yang …. gangguan pola tidur pasien (membaca)
Dialami Pasien teratasi dengan kriteria hasil: 4. Ciptakan lingkungan yang nyaman
) Jumlah jam tidur dalam batas5. Kolaburasi pemberian obat tidur
normal
Pola tidur,kualitas dalam
batas normal
Perasaan fresh sesudah
tidur/istirahat
4. Mampu mengidentifikasi hal-
hal yang meningkatkan tidur

Resiko Infeksi NOC : Knowledge : Infection NIC Label : Infection Protection


b/d Management 1. Monitor untuk tanda sistemik dan lokal dan gejala infeksi
Berkurangnya Setelah diberikan asuhan 2. Memonitor kerentanan infeksi
Fungsi Barrier keperawatan selama … X 24 3. Memantau hasil granulosit, danhasil WBC
pada kulit jam diharapkan pasien memiliki
4. Mengikuti tindakan pencegahanyang sesuai
pengetahuan tentang 5. Membatasi jumlah pengunjung
pengendalian resiko infeksi 6. Mempertahankan asepsis untuk pasien berisiko
dengan criteria hasil : 7. Memberikan perawatan kulityang sesuai
1. Mengetahui faktor yang untuk daerahedema
berkontribusi untuk 8. Memeriksa kulit dan membranmukosa jika muncul
transmisiinfeksi tanda-tanda kemerahan, akral hangatatau drainase
2. Cara yang mengurangi 9. Memeriksa kondisi setiap luka
penularaninfeksi 10. Memantau perubahan tingkat energi / malaise
3. Mengetahui tanda dan gejala 11. Mendorong peningkatan mobilitas dan exercise
infeksi 12. Menginstruksikan pasien untukminum antibiotik yang di
4. Mengetahui tindakan untuk anjurkan oleh dokter
meningkatkan ketahanan 13. Mengajarkan pasien dankeluarga tentang tanda
terhadap infeksi dangejala infeksi dan kapan harusmelaporkannya ke
penyedialayanan kesehatan

9
DIAGNOSA Tujuan /Kriteria Hasil Intervensi
14. Mengajarkan anggota keluarga bagaimana pasien
dan untuk menghindari infeksi
15. Laporkan infeksi kepada personil pengendalian infeksi

Resiko Cedera NOC : Risk Kontrol NIC : Environment Management


b/d Pusing Setelah diberikan asuhan
1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
yang keperawatan selama .. x 24a. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan
Disebabkan jam diharapkan pasien dapat kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan
oleh mengontrol factor riwayat penyakit terdahulu pasien
Penekanan resiko dengan kriteria hasil : b. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya
Serabut Saraf 5. Pasien mampu menjelaskan memindahkan perabotan)
cara/metode untuk mencegah c. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
injury/cedera ( skala 5 ) d. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
6. Klien mampu menjelaskan 2. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau
factor resiko dari pengunjung adanya perubahan position kesehatan dan
lingkungan/perilaku personal penyebab penyakit.
( skala 5 )
7. Mampu memodifikasi gaya
hidup untuk mencegah injury
( skala 5 )
8. Mampu mengenali perubahan
position kesehatan ( skala 5 )
PK : Pruritus Setelah diberikan asuhan
1. observasi kondisi kulit pasien pasca pemberian terapi
b/d agen keperawatan selama … x … 2. kolaborasi pemberian Amoksisilin 4x500 mg dapat
cedera fisik jam diharapkan pruritus tidak diberikan setelah makan. Dosis anak 25-50mg/kgBB/hari
( lesi dan terjadi dengan kriteria hasil: dibagi dalam 3 dosis.
garukan ) 1. Gatal pasien berkurang di 3. Kolaborasi pemberian Garam fusidat 2%
daerah wajah, leher, kaki dan 4. Pantau reaksi alergi pasien setelah pemberian terapi
tangannya.
2. Tidak adanya luka terbuka
3. Pasien tampak nyaman
Resiko Defisit NOC Label : Fluid Balance NIC : Fluid Management
Volume Cairan Setelah diberikan suhan 1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b/d Muntah keperawatan selama …X 24 2. Monitor position hidrasi ( kelembaban membran
dan Diare yang jam diharapkan keseimbangan mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika
Dialami Pasien cairan pasien normal dengan diperlukan
criteria hasil : 3. Monitor vital sign
1. Urine output normal sesuai 4. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
dengan BB intake kalori harian
2. Vital sign dalam rentang 5. Lakukan terapi IV
normal 6. Monitor position nutrisi
3. Tidak adanya tanda-tanda 7. Berikan cairan
dehidrasi (Elastisitas turgor 8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
kulit baik, membran mukosa 9. Dorong intake cairan oral
lembab, tidak ada rasa haus 10. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
yang berlebihan ) 11. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
12. Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
muncul meburuk
Nyeri Akut b/d NOC: Pain Control NIC: Pain Management
Pelepasan Setelah diberikan asuhan 1. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Gunakan
mediator nyeri keperawatan selama .. x 24 skala nyeri dengan pasien dari 0 (tidak ada nyeri) – 10
seperti jam diharapkan persepsi (nyeri paling buruk).
prostaglandin subjektif pasien tentang nyeri 2. Observasi tanda-tanda vital
dan leukotrin menurun,dengan kriteria hasil :3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
- Pasien tidak meringis pengalaman nyeri pasien
-Skala nyeri 5 4. Ajarkan dan bantu pasien
5. teknik relaksasi dan distraksi
6. Bantu posisi pasien untuk kenyamanan optimal
7. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
8. Kolaborasi : pemberian analgetik

10
11

Anda mungkin juga menyukai