PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-spesifik
dan imunitas spesifik. Imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang secara aktif
diperankan oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam imunoglobulin (IgG, IgA,
IgM, IgD dan IgE) dan sistem imunitas seluler yang dihantarkan oleh sel limfosit T, yang
bila mana ketemu dengan antigen lalu mengadakan differensiasi dan menghasilkan zat
limfokin, yang mengatur sel-sel lain untuk menghancurkan antigen tersebut.
Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan respon.
Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang menguntungkan,
sehingga yang terjadi ialah keadaan imun. Tetapi, bilamana merugikan, jaringan tubuh
menjadi rusak, maka terjadilah reaksi hipersensitivitas atau alergi.
Mekanisme reaksi alergi adalah berdasar pada reaksi hipersensitivitas, yaitu
timbulnya respon IgE yang berlebihan terhadap bahan yang dianggap sebagai alergen,
sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator penyebab reaksi alergi, walaupun pada
orang normal reaksi ini tidak terjadi. Apabila reaksi alergi ini berlangsung sangat
berlebihan, dapat timbul syok anafilaktik.
Histamin yang dilepaskan menimbulkan berbagai efek. Vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler yang terjadi menyebabkan pindahnya plasma dan sel-
sel leukosit ke jaringan, sehingga menimbulkan bintul-bintul berwarna merah di
permukaan kulit. Sementara rasa gatal timbul akibat penekanan ujung-ujung serabut saraf
bebas oleh histamin. Kemudian kerusakan jaringan yang terjadi akibat proses inflamasi
menyebabkan sekresi protease, sehingga menimbulkan rasa nyeri akibat perubahan
fungsi. Efek lain histamin, yaitu kontraksi otot polos dan perangsangan sekresi asam
lambung, menyebabkan timbulnya kolik abdomen dan diare.
Selain itu, sekresi enzim untuk mencerna zat gizi dan pertahanan tubuh pada
kondisi lingkungan (suhu, debu dan udara) yang tidak sesuai (ekstrem), belum dapat
bekerja maksimal, sehingga terjadi alergi pada makanan tertentu, terutama makanan
berprotein. Ada alergi yang dapat membaik, karena maturitas enzim dan barier yang
berjalan seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini juga dapat terjadi akibat faktor
polimorfisme genetik antibodi yang aktif pada waktu tertentu, sehingga menentukan
kepekaan terhadap alergen tertentu.
Secara umum, hasil pemeriksaan laboratorium normal. Terjadi eosinofilia relatif,
karena disertai dengan penurunan basofil akibat banyaknya terjadi degranulasi. Eosinofil
sendiri menghasilkan histaminase dan aril sulfatase. Histaminase yang dihasilkan
ini berperan dalam mekanisme pembatasan atau regulasi histamin, sehingga pada pasien
dengan kasus alergi yang berat, jumlah eosinofil akan sangat meningkat melebihi normal.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa defenisi penyakit hipersensitivitas?
2. Etiologi penyakit hipersensitivitas?
3. Patofisiologi penyakit hipersensitivitas?
4. Berapa klasifikasi penyakit hipersensitivitas?
5. Apa tanda dan gejala penyakit hipersensitivitas?
6. Bagaimana cara pemeriksaan fisik hipersensitivitas?
7. Bagaimana cara pemeriksaan penunjang hipersensitivitas?
8. Bagaimana diagnostik hipersensitivitas?
9. Bagaimana penanganan atau terapi penyakit hipersensitivitas?
10. Apa salah satu contoh penyakit hipersensitivitas?
C. TUJUAN
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan
lebih dalam mengenai malfungsi sistem imun pada gangguan imunologi khususnya
penyakit hipersensitifitas (alergi) serta untuk memenuhi tugas mata kuliah Imunologi.
BAB II
ALERGI YANG DISEBABKAN OLEH FAKTOR ANORGANIK
A. DEFINISI
B. MEKANISME ALERGI
2. Tahap Elisitasi
Fase elisitasi terjadi jika terdapat pajanan ulang. Ketika terpajan dengan makanan
(penyebab alergi) yang sama, protein akan mengikat molekul di sel mediator (sel basofil
dan sel mast). Tahap elisitasi ini menyebabkan tubuh mengeluarkan molekul yang
menyebabkan inflamasi (seperti leukotrien dan histamin). Efek yang timbul serta
keparahan alergi dipengaruhi oleh konsentrasi dan tipe alergen, rute pajanan, dan sistem
organ yang terlibat (misalnya kulit, saluran cerna, saluran pernapasan, dan darah).
Antibodi melampirkan ke bentuk sel darah yang disebut sel mast. sel Mast dapat
ditemukan di saluran udara, di usus, dan di tempat lain. Kehadiran sel mast dalam saluran
udara dan saluran pencernaan membuat daerah ini lebih rentan terhadap paparan alergen.
Mengikat alergen ke IgE, yang melekat pada sel mast. Hal ini menyebabkan sel mast
untuk melepaskan berbagai bahan kimia ke dalam darah. Histamin, senyawa kimia
utama, menyebabkan sebagian besar gejala reaksi alergi.
Skema mekanisme alergi (fda.gov)
Gejala alergi dapat mulai dari yang ringan hingga yang berat. Gejala alergi yang
ringan dapat berupa bersin – bersin, hidung meler, gatal – gatal baik bersifat lokal atau
seluruh tubuh, hidung mampet dan gejala alergi lainnya. Gejala alergi dapat dapat terlihat
pada kulit, mata, hidung, paru-paru dan perut, tergantung pada jenis alerginya. Gejala-gejala
alergi bisa mulai dari ringan ke sangat serius adalah :
1. Hives atau welts, ruam, blisters, atau masalah kulit disebut eksim. Ini adalah yang paling
umum gejala alergi obat.
2. Batuk, wheezing, Hidung, dan kesulitan bernapas.
3. demam.
4. Kulit melepuh dan mengelupas. Masalah ini disebut racun berhubung dgn kulit
necrolysis, dan dapat membawa maut jika tidak dirawat.
5. Anaphylaxis, yang merupakan reaksi paling berbahaya. Dapat membawa maut, dan Anda
akan memerlukan perawatan darurat. Gejala, seperti hives dan kesulitan bernapas,
biasanya muncul dalam waktu 1 jam setelah minum obat, reaksi cepat tanpa perawatan,
Anda dapat masuk ke shock.
Gambaran lain yang menandakan adanya alergi adalah :
1. Adanya penonjolan kemerahan, seperti orang terkena cacar
2. Adanya biduran
3. Adanya kemerahan pada kulit yang disertai dengan sisik kulit.
4. Adanya perdarahan dalam kulit, seperti kemerahan pada penderita demam berdarah
dengue.
5. Adanya radang pada pembulih darah (vaskulitis)
6. Adanya rekasi kemerahan karena kontak dengan sinar matahari
7. Adanya penonjolan bernanah seperti jerawat.
8. Kelainan lain gawat darurat, seperti kulit seperti terbakar yang dalam klinik disebut
nekrolisis epidermal toksik.
Gejala alergi yang berbahaya meliputi rekasi anafilaksis. Reaksi alergi yang sangat
berbahaya adalah gejala anafilaksis, gejalanya dapat berupa shock berupa tekanan darah
secara tiba – tiba dan cepat sehingga membahayakan nyawa si penderita, kepala pusing dan
sang penderita terlihat sangat cemas sehingga perlu penanganan yang cepat dan harus segera
di bawa ke klinik atau RS. Gejala alergi anafilaksis paling sering terjadi pada gigitan
serangga dan alergi obat tertentu namun reaksi anafilaksis akibat minum obat tersangat
jarang terjadi.
Kerasnya reaksi alergi, gejala dapat sangat bervariasi. Gejala ringan mungkin tidak
begitu terlihat, hanya membuat tubuh merasa sedikit sakit. Gejala sedang dapat membuat
tubuh merasa sakit, seolah-olah mendapat flu atau bahkan dingin.sedangkan gejala parah
dari reaksi alergi akan menimbulkan rasa yang sangat tidak nyaman, bahkan melumpuhkan.
Kebanyakan gejala reaksi alergi menghilang tak lama setelah berhenti eksposur. Reaksi
alergi yang paling parah disebut anafilaksis. Anafilaksis dapat mengancam jiwa dan
memerlukan perhatian medis segera. Penanganan cepat sangat penting untuk anafilaksis.
Jika tidak ditangani secara cepat, anafilaksis dapat menyebabkan koma atau kematian Gejala
dapat berkembang pesat. Dalam anafilaksis, alergen menyebabkan reaksi alergi seluruh
tubuh yang dapat mencakup:
1. Gatal-gatal dan gatal-gatal di seluruh (bukan hanya di daerah terbuka)
2. Mengi atau sesak napas
3. Suara serak atau sesak di tenggorokan
4. Kesemutan di tangan, kaki, bibir, atau kulit kepala
Tidak, tidak semua orang memiliki alergi. Orang-orang mewarisi kecenderungan
untuk menjadi alergi, meskipun tidak ke alergen tertentu. Bila salah satu orangtua alergi,
anak mereka memiliki kesempatan 50% memiliki alergi. risiko itu melompat hingga 75%
jika kedua orang tua memiliki alergi.
D. MACAM-MACAM ALERGI
1. Alergi makanan
Alergi makanan adalah merupakan respon alamiah imun tubuh yang bersifat
negatif terhadap protein dari makanan yang kita konsumsi. Intolerance atau alergi
terhadap jenis makanan, umumnya dapat berpengaruh pada siapa saja serta dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda pada tiap individunya. Maka tidak semua intolerance
atau alergi makanan itu nantinya dapat menyebabkan terganggunya sistem imunitas tubuh
manusia. makanan yang paling banyak menyebabkan reaksi alergi yaitu makanan yang
berasal dari laut, seperti udang, lobster, kepiting, ikan dan telur, kacang polong Pada
anak-anak, penyebab alergi makanan yang paling sering yaitu telur, susu, kacang, dan
2. Alergi obat-obatan
Jenis alergi ini disebabkan oleh penggunaan obat-obatan tertentu. Reaksi alergi obat
merupakan reaksi alergi di mana system kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan
terhadap obat-obatan tertentu yang dikonsumsi oleh seseorang. yang diberikan tubuh
pun sangat keras. Contohnya dapat menyebabkan gatal-gatal, terdapat bercak-bercak
merah pada kulit, mual dan muntah. Obat yang berpotensi menimbulkan alergi antara
lain antibiotic alergi (sulfonamid), vaksin , dan obat non alergik ( kontras x-ray, aspirin,
antibiotic, dan obat tekanan darah tinggi.
3. Alergi debu
Alergi debu disebabkan ketidakbiasaan tubuh dalam menerima kehadiran debu. Hal ini
dapat menimbulkan penderita dapat mengalami bersin-bersin dalam frekuensi yang
sering, flu, rasa gatal, dan hidung tersumbat.
E. ETIOLOGI
b. Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai
masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan
setempat. Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita.
Bila ada orang tua, keluarga atau kakek/nenek yang menederita alergi kita harus
mewaspadai tanda alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang
menderita gejala alergi, maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar 17 –
40%, Bila ke dua orang tua alergi maka resiko pada anak meningkat menjadi 53 –
70%.
c. Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan
alergen bertambah.
2. Fakor Eksternal
a. Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau
beban latihan (lari, olah raga).
b. Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya: ikan
15,4%; telur 12,7%; susu 12,2%; kacang 5,3% dll.
c. Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan
reaksi alergi.
3. Faktor Risiko
a. Riwayat keluarga. Terdapat potensi menderita alergi makanan, jika banyak keluarga
yang mengalami gangguan ini.
b. Alergi makanan masa lalu. Pada masaanak-anak mungkin seseorang dapat mengatasi
gangguan alergi makanan, namun dalam beberapa kasus, gangguan ini kembali di
kemudian hari.
c. Alergi lain. Jika sudah alergi terhadap satu makanan, mungkin mempunyai risiko
alergi terhadap makanan lainnya. Demikian juga, jika memiliki jenis reaksi alergi
yang lain,seperti demam atau eksim, risiko mengalami alergi makanan lebih besar.
d. Usia. Alergi makanan yang palingumum terjadi pada anak-anak, terutama balita dan
bayi. Ketika bertambah tua, tubuh cenderung untuk menyerap komponen makanan
atau makanan yang memicu alergi. Untungnya, anak-anak biasanya dapat mengatasi
alergi terhadap susu, gandum kedelai, dan telur. Alergi parah dan alergi terhadap
kacang-kacangan dan kerang mungkin dapat diderita seumur hidup.
e. Asma. Asma dan alergi makanan biasanya terjadi bersama-sama. Ketika terjadi, baik
alergi makanan dan atau gejala asma, bisa menjadi lebih parah
G. PATOFISIOLOGI
Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh seseorang yang
mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk kedua
kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak gejala-gejala
timbulnya alergi pada kulit orang tersebut. Setelah tanda-tanda itu muncul maka antigen akan
mengenali alergen yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T, dimana sel T tersebut yang
akan merangsang sel B untuk mengaktifkan antibodi (Ig E). Proses ini mengakibatkan
melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang
mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2 hal
yaitu,:
1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek terhadap
berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil dan eosinofil,
sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang sel
mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak, kemudian histamin
tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit,
alergen akan menyebabkan terjadinya gatal, prutitus, angioderma, urtikaria, kemerahan
pada kulit dan dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru paru, alergen dapat
mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling ditakutkan dikenal dengan nama
anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran
menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian
H. KLASIFIKASI ALERGI
1. Hipersensitifitas tipe I
Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau
anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan
bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala
yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi berkisar
antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga dapat mengalami
keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I diperantarai oleh
imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit atau
basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan eosinofil.
Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I
adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE total dan
antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu penyebab alergi) yang
dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu penanda terjadinya alergi akibat
hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung oleh alergen). Namun,
peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa penyakit non-atopik seperti infeksi
cacing, mieloma, dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi hipersensitivitas
tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor histamin, penggunaan
Imunoglobulin G (IgG), hyposensitization (imunoterapi atau desensitization) untuk
beberapa alergi tertentu.
1. Hipersensitifitas tipe II
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G (IgG)
dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks
ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan yang langsung
berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung
berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan
kerusakan pada target sel.
Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang) yang
berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan.
Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II adalah:
a. Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel epidermal),
b. Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat menempel
pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk produksi antibodi
kemudian berikatan dengan permukaan sel darah merah dan menyebabkan lisis sel
darah merah), dan
c. Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus sehingga
menyebabkan kerusakan ginjal).
1. Hipersensitifitas tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel
atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan
oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi ini untuk aktivasi
dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan
leukosit lain pada daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari
hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak
(kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type
hipersensitivity, DTH).
Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan
waktu awal timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis. Ketiga kategori
tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Waktu Penampakan
Tipe Histologi Antigen dan situs
reaksi klinis
Epidermal (senyawa
Limfosit, diikuti
48-72 organik, jelatang atau
Kontak Eksim (ekzema) makrofag; edema
jam poison ivy, logam
epidermidis
berat , dll.)
Intraderma
48-72 Pengerasan Limfosit, monosit,
Tuberkulin (tuberkulin, lepromin,
jam (indurasi) lokal makrofag
dll.)
Manifestasi klinis hipersensitivitas tipe IV, dapat berupa reaksi paru akut seperti
demam, sesak, batuk dan efusi pleura. Obat yang tersering menyebabkan reaksi ini yaitu
nitrofuratonin, nefritis intestisial, ensafalomielitis. hepatitis juga dapat merupakan
manifestasi reaksi obat. Adapun Gejala klinis umumnya :
I. PEMERIKSAAN FISIK
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Uji kulit: sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau,
kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu,
telur, kacang, ikan).
2. Darah tepi: bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml
disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
3. IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun.
Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi,
atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
4. Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
5. Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
6. Biopsi usus: sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge
didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM.
IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
7. Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
8. Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti
H. DIAGNOSTIK
1. Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah, misalnya : stenosis pilorik,
Hirschsprung, defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan dengan obstruksi, cystic
fibrosis, peptic disease dan sebagainya.
2. Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna dan
pengawet, sodium metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine, toksin, fungi
(aflatoxin), fish related (scombroid, ciguatera), bakteri (Salmonella, Escherichia coli,
Shigella), virus (rotavirus, enterovirus), parasit (Giardia, Akis simplex), logam berat,
pestisida, kafein, glycosidal alkaloid solanine, histamin (pada ikan), serotonin (pisang,
tomat), triptamin (tomat), tiramin (keju) dan sebagainya.
3. Reaksi psikologi
I. TERAPI
1. Menghindari allergen
2. Terapi farmakologis
a. Adrenergik
Yang termasuk obat-obat adrenergik adalah katelokamin ( epinefrin, isoetarin,
isoproterenol, bitolterol ) dan nonkatelomin ( efedrin, albuterol, metaproterenol,
salmeterol, terbutalin, pributerol, prokaterol dan fenoterol ). Inhalasi dosis tunggal
salmeterol dapat menimbulkan bronkodilatasi sedikitnya selam 12 jam, menghambat
reaksi fase cepat maupun lambat terhadap alergen inhalen, dan menghambat
hiperesponsivitas bronkial akibat alergen selama 34 jam.
b. Antihistamin
Obat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan histamin pada
reseptor di berbagai jaringan. Karena antihistamin berperan sebagai antagonis
kompetitif mereka lebih efektif dalam mencegah daripada melawan kerja histamine.
c. Kromolin Sodium
Kromolin sodium adalah garam disodium 1,3-bis-2-hidroksipropan. Zat ini
merupakan analog kimia obat khellin yang mempunyai sifat merelaksasikan otot
polos. Obat ini tidak mempunyai sifat bronkodilator karenanya obat ini tidak efektif
unutk pengobatan asma akut. Kromolin paling bermanfaat pada asma alergika atau
ekstrinsik.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah obat paling kuat yang tersedia untuk pengobatan alergi.
Beberapa pengaruh prednison nyata dalam 2 jam sesudah pemberian peroral atau
intravena yaitu penurunan eosinofil serta limfosit prrimer. Steroid topikal mempunyai
pengaruh lokal langsung yang meliputi pengurangan radang, edema, produksi mukus,
permeabilitas vaskuler, dan kadar Ig E mukosa.
1. Imunoterapi
Imunoterapi diindikasikan pada penderita rhinitis alergika, asma yang diperantarai
Ig E atau alergi terhadap serangga. Imunoterapi dapat menghambat pelepasan
histamin dari basofil pada tantangan dengan antigen E ragweed in vitro. Leukosit
individu yang diobati memerlukan pemaparan terhadap jumlah antigen E yang lebih
banyak dalam upaya melepaskan histamin dalam jumlah yang sama seperti yang
mereka lepaskan sebelum terapi. Preparat leukosit dari beberapa penderita yang
diobati bereaksi seolah-olah mereka telah terdesensitisasisecara sempurna dan tidak
melepaskan histamin pada tantangan dengan antigen E ragweed pada kadar
berapapun
1. Profilaksis
B. SARAN
Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Untuk mencegah alergi ini kembali,. Merubah
pola hidup menjadi dasar perbaikan seluruh kondisi alergi. Prinsip utama dalam menangani
reaksi alergi adalah menghindari pencetusnya, dan bukan memberinya obat-obatan. Jadi,
perhatikan faktor lingkungan di sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA