Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri atau luar negeri menunjukkan bahwa
angka kejadian alergi terus meningkat tajam beberapa tahun terahkir. Tampaknya alergi
merupakan kasus yang cukup mendominasi kunjungan penderita di klinik rawat jalan
Pelayanan Kesehatan Anak. Menurut survey rumah tangga dari beberapa negara
menunjukkan penyakit alergi adalah adalah satu dari tiga penyebab yang paling sering
kenapa pasien berobat ke dokter keluarga. Penyakit pernapasan dijumpai sekitar 25% dari
semua kunjungan ke dokter umum dan sekitar 80% diantaranya menunjukkan gangguan
berulang yang menjurus pada kelainan alergi. BBC beberapa waktu yang lalu melaporkan
penderita alergi di Eropa ada kecenderungan meningkat pesat.Angka kejadian alergi
meningkat tajam dalam 20 tahun terakhir. Setiap saat 30% orang berkembang menjadi
alergi. Anak usia sekolah lebih 40% mempunyai 1 gejala alergi, 20% mempunyai astma,
6 juta orang mempunyai dermatitis (alergi kulit). Penderita Hay Fever lebih dari 9 juta
orang (Judarwanto, 2005).

Alergi merupakan suatu reaksi abnormal dalam tubuh yang disebabkan zat-zat yang
tidak berbahaya. Alergi timbul bila ada kontak terhadap zat tertentu yang biasanya, pada
orang normal tidak menimbulkan reaksi. Zat penyebab alergi ini disebut allergen.
Allergen bisa berasal dari berbagai jenis dan masuk ke tubuh dengan berbagai cara. Bisa
saja melalui saluran pernapasan, berasal dari makanan, melalui suntikan atau bisa juga
timbul akibat adanya kontak dengan kulit seperti; kosmetik, logam perhiasan atau jam
tangan, dan lain- lain. Zat yang paling sering menyebabkan alergi: Serbuk tanaman jenis
rumput tertentu, jenis pohon yang berkulit halus dan tipis, serbuk spora, penisilin,
seafood, telur, kacang panjang, kacang tanah, kacang kedelai dan kacang-kacangan
lainnya susu, jagung dan tepung jagung, sengatan insekta, bulu binatang, kecoa, debu dan
kutu. Yang juga tidak kalah sering adalah zat aditif pada makanan, penyedap, pewarna
dan pengawet.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dari alergi?
1.2.2 Bagaimana klasifikasi dari alergi?
1.2.3 Bagaimana etiologi dan patofisiologi alergi?
1.2.4 Faktor apa saja yang mendukung terjadinya alergi?
1.2.5 Bagaimana pencegahan atau pengobatan terhadap alergi?
BAB II

PEMBAHASAN

1.2.1 Definisi Alergi

Alergi ialah reaksi imunologis berlebihan dalam tubuh yang timbul segera
atau dalam rentan waktu tertentu setelah eksposisi atau kontak dengan zat yang
tertentu (alergen).

Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana


tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap
bahan-bahan yang umumnya imunogenik (antigenik)atau dikatakan orang yang
bersangkutan bersifat atopik. Dengan kata lain, tubuh manusia berkasi berlebihan
terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing dan
berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang yang tidak bersifat atopik.
Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut allergen.

Secara umum penyakit alergi digolongkan dalam beberapa golongan, yaitu:

1. Alergi atopik : reaksi hipersensitivitas I pada individu yang secara genetik


menunjukkan kepekaan terhadap alergen dengan memproduksi IgE secara
berlebihan.
2. Alergi obat reaksi imunologi yang berlebihan atau tidak tepat terhadap obat
tertentu.
3. Dermatitiskontak : reaksi hipersensitivitas IV yang disebabkan oleh zat kimia,
atau substansi lain misalnya kosmetik, makanan, dan lain-lain.
1.2.2 Klasifikasi Alergi

Alergi dibagi menjadi 4 macam, macam I s/d IV berhubungan dengan


antibodi humoral, sedangkan macam ke IV mencakup reaksi alergi lambat oleh
antibodi seluler.

1. Macam/Type I (reaksi anafilaktis dini)

Setelah kontak pertama dengan antigen/alergen, di tubuh akan dibentuk


antibodi jenis IgE (proses sensibilisasi). Pada kontak selanjutnya, akan
terbentuk kompleks antigen-antibodi. Dalam proses ini zat-zat mediator
(histamin, serotonin, brdikinin, SRS= slow reacting substances of
anaphylaxis) akan dilepaskan (released) ke sirkulasi tubuh. Jaringan yang
terutama bereaksi terhadap zat-zat tersebut ialah otot-otot polos (smooth
muscles) yang akan mengerut (berkontraksi). Juga terjadi peningkatan
permeabilitas (ketembusan) dari kapiler endotelial, sehingga cairan plasma
darah akan meresap keluar dari pembuluh ke jaringan. Hal ini mengakibatkan
pengentalan darah dengan efek klinisnya hipovolemia berat. Gejala-gejala
atau tanda-tanda dari reaksi dini anafilaktis ialah: - shok anafilaktis - urtikaria,
edema Quincke - kambuhnya/eksaserbasi asthma bronchiale - rinitis
vasomotorica

2. Macam/type II (reaksi imu sitotoksis)


Reaksi ini terjadi antara antibodi dari kelas IgG dan IgM dengan bagian-
bagian membran sel yang bersifat antigen, sehingga mengakibatkan
terbentuknya senyawa komplementer. Contoh: reaksi setelah transfusi darah,
morbus hemolitikus neonatorum, anemia hemolitis, leukopeni, trombopeni
dan penyakit-penyakit autoimun.

3. Macam/Type III (reaksi berlebihan oleh kompleks imun = immune complex =


precipitate):
Reaksi ini merupakan reaksi inflamasi atau peradangan lokal/setempat
(Type Arthus) setelah penyuntikan intrakutan atau subkutan ke dua dari
sebuah alergen. Proses ini berlangsung di dinding pembuluh darah. Dalam
reaksi ini terbentuk komplemen-komplemen intravasal yang mengakibatkan
terjadinya kematian atau nekrosis jaringan. Contoh: fenomena Arthus, serum
sickness, lupus eritematodes, periarteriitis nodosa, artritis rematoida.

4. Macam/Type IV (Reaksi lambat type tuberkulin)

Reaksi ini baru mulai beberapa jam atau sampai beberapa hari setelah
terjadinya kontak, dan merupakan reaksi dari t-limfosit yang telah
tersensibilisasi. Prosesnya merupakan proses inflamatoris atau peradangan
seluler dengan nekrosis jaringan dan pengubahan fibrinoid pembuluh-
pembuluh yang bersangkutan. Contoh: reaksi tuberkulin (pada tes kulit
tuberkulosa), contact eczema, contact dermatitis, penyakit autoimun
(poliarthritis, colitis ulcerosa) dll.).

1.2.3 Etiologi dan Patofisiologi Alergi


a. Etiologi

Ada beberapa jenis penyebab alergi yaitu :

1. Defisiensi limfosit T yang mengakibatkan kelebihan IgE.


2. Kelainan pada mekanisme umpan balik mediator.
3. Faktor genetik.
4. Faktor lingkungan : debu, tepung sari, tungau, bulu binatang, berbagai jenis
makanan dan zat lain.
b. Patofisiologi
Reaksi alergi yang kompleks dapat digambarkan sebagai berikut: reaksi
diawali dengan pajanan terhadap alergen yang ditangkap oleh Antigen
Presenting Cell (APC), dipecah menjadi peptida-peptida kecil, diikat molekul
HLA (MHC II), bergerak ke permukaan sel dan dipresentasikan ke sel Th-2 .
Sel Th-2 diaktifkan dan memproduksi sitokin-sitokin antara lain IL-4 dan IL-
13 yang memacu switching produksi IgG ke IgE oleh sel B, terjadi sensitisasi
sel mast dan basofil, sedangkan IL-5 mengaktifkan eosinofil yang merupakan
sel inflamasi utama dalam reaksi alergi. Antibodi IgE (antibody tersensitisasi)
melekat pada sel mast dan basofil. Bila ada alergen masuk dalam tubuh maka
akan terbentuk ikatan kompleks alergen dengan IgE. Ikatan tersebut
menyebabkan masuknya ion Ca++ ke dalam sel mast dan terjadi perubahan
pada membran sel mast dan basofil. Akibatnya terjadi degranulasi sel mast
yang kemudian menimbulkan pelepasan histamin serta mediator peradangan
lainnya. Selain itu sel residen juga melepas mediator dan sitokin yang juga
menimbulkan gejala alergi.
Mediator-mediator ini menyebabkan vasodilatasi perifer dan
pembengkakan ruang intestinum sehingga permeabilitas kapiler meningkat dan
terjadi perembesan cairan dan protein plasma ke jaringan yang pada akhirnya
menimbulkan oedem dan hipovolemik.
Pada sistem pernafasan histamin menyebabkan bronkokonstriksi yang
menyebabkan dispnoe. Pada saluran pencernaan pengeluaran histamin pada
fundus lambung mengaktifkan sel parietas yang meningkatkan produksi asam
lambung dan menyebabkan mual muntah dan diare. Reseptor histamin juga
terdapat di ujung saraf sensori yang dapat menimbulkan rasa nyeri dan gatal,
sedangkan pada mata menyebabkan mata gatal dan kemerahan.
Reaksi alergi yang berat dapat menyebabkan penurunan tekanan darah,
keadaan ini biasa disebut syok anafilaktik yang ditandai dengan gatal, kram
abdomen, kulit kemerahan, gangguan saluran cerna dan sulit bernafas.

1.2.4 Faktor –faktor alergi


1. Kesediaan atau kecenderungan sebuah organisem untuk berreaksi secara
berlebihan terhadap zat-zat asing akibat kemampuan organisme itu untuk
memproduksi antibodi dengan berlebihan. Juga kelabilan struktur pembuluh
ikut mendukung hal ini.
2. Sebuah organisme yang normal (dalam arti tidak mempunyai sifat-sifat
tersebut dalam a bisa juga berreaksi berlebihan jika terjadi kontak dengan
antigen dalam jumlah tinggi sekali (extreme exposure).
3. Belakangan ini dikemukakan sebuah teori, bahwa kecenderungan untuk
menjaga kebersihan secara berlebih-lebihan bisa mendukung juga
terbentuknya penyakit alergi, karena kemungkinan tubuh tidak terbiasa lagi
kontak dengan antigen sebagai akibat disingkirkannya antigen-antigen tersebut
(yang biasanya dikandung dalam “kotoran” sehari-hari) secara “mutlak”.

1.2.5 Pencegahan atau pengobatan untuk alergi

Pengobatan alergi dilakukan dengan farmakoterapi yang memperhitungkan


keamanan, efektifitas dan kemudahan dalam pemberiannya ; imunoterapi serta
edukasi pasien. Salah satu farmakoterapi yang dianjurkan dalam pengobatan
alergi adalah dengan obat anti histamin dari generasi terbaru seperti cetirizin.
Berbeda dengan antihistamin klasik / generasi pertama (misalnya
chlorpheniramine, cyproheptadine, dexclorpheniramine, dll), antihistamin
generasi kedua / terbaru umumnya memiliki efek sedatif yang rendah (efek
mengantuk rendah), efektif dan sebagian bersifat anti - inflamasi ringan. Saat ini
salah satu obat anti histamin, yaitu cetirizin telah masuk ke dalam kategori obat
wajib apotek dari Badan POM sehingga dapat dibeli di apotek dalam jumlah
tertentu dengan melalui resep dokter.

Ada pun beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
alergi:

1. Jagalah kebersihan lingkungan, baik di dalam maupun di luar rumah. Hal ini
termasuk tidak menumpuk banyak barang di dalam rumah ataupun kamar
tidur yang dapat menjadi sarang bertumpuknya debu sebagai rangsangan
timbulnya reaksi alergi. Usahakan jangan memelihara binatang di dalam
rumah ataupun meletakkan kandang hewan peliharaan di sekitar rumah anda.
2. Kebersihan diri juga harus diperhatikan, untuk menghindari tertumpuknya
daki yang dapat pula menjadi sumber rangsangan terjadinya reaksi alergi.
Untuk mandi, haruslah menggunakan air hangat seumur hidup, dan usahakan
mandi sore sebelum PK.17.00'. Sabun dan shampoo yang digunakan
sebaiknya adalah sabun dan shampoo untuk bayi. Dilarang menggunakan cat
rambut.
3. Jangan menggunakan pewangi ruangan ataupun parfum, obat-obat anti
nyamuk. Jika di rumah terdapat banyak nyamuk, gunakanlah raket anti
nyamuk.
4. Gunakan kasur atau bantal dari bahan busa, bukan kapuk.
5. Gunakan sprei dari bahan katun dan cucilah minimal seminggu sekali dengan
air hangat akan efektif.
6. Hindari menggunakan pakaian dari bahan wool, gunakanlah pakaian dari
bahan katun.
7. Pendingin udara (AC) dapat digunakan, tetapi tidak boleh terlalu dingin dan
tidak boleh lebih dari PK.24.00'
8. Awasi setiap makanan atau minuman maupun obat yang menimbulkan reaksi
alergi. Hindari bahan makanan, minuman, maupun obat-obatan tersebut.
Harus mematuhi aturan diet alergi.
9. Konsultasikan dengan spesialis. Alergi yang muncul membutuhkan
perawatan yang berbeda-beda pada masing-masing penderita alergi. Mintalah
dokter anda untuk melakukan imunoterapi untuk menurunkan kepekaan anda
terhadap bahan-bahan pemicu reaksi alergi, misalnya: dengan melakukan
suntikan menggunakan ekstrak debu rumah atau dengan melakukan imunisasi
Baccillus Calmette Guirine (BCG) minimal sebanyak 3 kali (1 kali sebulan)
berturut-turut, dan diulang setiap 6 bulan sekali.

Anda mungkin juga menyukai