A. Definisi
Alergi adalah suatu perubahan daya reaksi tubuh terhadap kontak pada
suatu zat (alergen) yang memberi reaksi terbentuknya antigen dan
antibodi.Namun, sebagian besar para pakar lebih suka menggunakan istilah
alergi dalam kaitannya dengan respon imun berlebihan yang menimbulkan
penyakit atau yang disebut reaksi hipersensitivitas. Hal ini bergantung pada
berbagai keadaan, termasuk pemaparan antigen, predisposisi genetik,
kecenderungan untuk membentuk IgE dan faktor-faktor lain, misalnya adanya
infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi virus, penurunan jumlah sel Tsupresor dan defisensi IgA.
Alergi ialah reaksi imunologis berlebihan dalam tubuh yang timbul
segera atau dalam rentan waktu tertentu setelah eksposisi atau kontak
dengan zat yang tertentu (alergen) (Judarwanto, 2005).
Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di
mana tubuh
seseorang
menjadi
hipersensitif
dalam
bereaksi
secara
yang
oleh
tubuh
dianggap
asing
dan berbahaya,
padahal
sebenarnya tidak untuk orang-orang yang tidak bersifat atopik. Bahanbahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut alergen.
Alergi adalah suatu reaksi sistem kekebalan tubuh (imunitas) terhadap
suatu bahan / zat asing (alergen). Bentuk reaksi itu macam-macam, bisa
berbentuk ruam kemerahan, penyumbatan (kongesti), pilek, bersin, radang
mata, asma, shock atau bahkan kematian (jarang terjadi). Alergi dapat
berasal dari makanan atau obat. Sebagian besar penyebab alergi makanan
adalah zat-zat protein tertentu dalam susu sapi, putih telur, gandum, kedelai,
udang, dll. Sedangkan dari obat, penisilin dan turunannya yang paling banyak
menimbulkan reaksi alergi. Jenis obat dengan kecenderungan besar
menimbulkan reaksialergi adalah jenis sul!a, barbiturat, antikon"ulsi, insulin
dan anestesi lokal
B. Epidemiologi
Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri atau luar negeri
menunjukkan bahwa angka kejadian alergi terus meningkat tajam beberapa
tahun terahkir. Tampaknya alergi merupakan kasus yang cukup mendominasi
kunjungan penderita di klinik rawat jalan Pelayanan Kesehatan Anak. Menurut
survey rumah tangga dari beberapa negara menunjukkan penyakit alergi
adalah adalah satu dari tiga penyebab yang paling sering kenapa pasien
berobat ke dokter keluarga. Penyakit pernapasan dijumpai sekitar 25% dari
semua kunjungan ke dokter umum dan sekitar 80% diantaranya menunjukkan
gangguan
C. Klasifikasi
Secara umum penyakit alergi digolongkan dalam beberapa golongan, yaitu:
1. Alergi atopik : reaksi hipersensitivitas I pada individu yang secara genetik
menunjukkan kepekaan terhadap alergen dengan memproduksi IgE secara
berlebihan.
2. Alergi obat reaksi imunologi yang berlebihan atau tidak tepat terhadap obat
tertentu.
3. Dermatitis kontak : reaksi hipersensitivitas IV yang disebabkan oleh zat
antibodi
jenis
IgE
antigen/alergen,
(proses
sensibilisasi).
di
tubuh
Pada
akan
kontak
bronkopulmonari,
dan
saluran
gastrointestinal.
Reaksi
ini
dapat
penggunaan
Imunoglobulin
(IgG),
hyposensitization
leukopeni,
Seseorang yang terkena sindrom ini bila terus menerus terkena maka
perlu dilakukan proses dialisis darah dan yang paling parah adalah
transplantasi ginjal
fenomena Arthus,
fagosit.
Namun,
kadang-kadang,
kehadiran
bakteri,
virus,
lingkungan, atau antigen (spora fungi, bahan sayuran, atau hewan) yang
persisten akan membuat tubuh secara otomatis memproduksi antibodi
terhadap senyawa asing tersebut sehingga terjadi pengendapan kompleks
antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini juga terjadi pada penderita
penyakit autoimun. Pengendapan kompleks antigen-antibodi tersebut akan
menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam saluran kecil sehingga
dapat memengaruhi beberapa organ, seperti kulit, ginjal, paru-paru, sendi,
atau dalam bagian koroid pleksus otak.
Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks
imun karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan
antibodi. Kelebihan antigen kronis akan menimbulkan sakit serum (serum
sickness) yang dapat memicu terjadinya artritis atau glomerulonefritis.
Kompleks imun karena kelebihan antibodi disebut juga sebagai reaksi
Arthus, diakibatkan oleh paparan antigen dalam dosis rendah yang terjadi
dalam waktu lama sehingga menginduksi timbulnya kompleks dan
kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit yang diakibatkan reaksi Arthus
adalah spora Aspergillus clavatus dan A. fumigatus yang menimbulkan
sakit pada paru-paru pekerja lahan gandum (malt) dan spora Penicillium
casei pada paru-paru pembuat keju.
Pada reaksi hipersensitivitas tipe III terdapat dua bentuk reaksi, yaitu :
1. Reaksi Arthus
Maurice Arthus menemukan bahwa penyuntikan larutan antigen secara
intradermal pada kelinci yang telah dibuat hiperimun dengan antibodi
konsentrasi tinggi akan menghasilkan reaksi eritema dan edema, yang
mencapai puncak setelah 3-8 jam dan kemudian menghilang. Lesi
bercirikan adanya peningkatan infiltrasi leukosit-leukosit PMN. Hal ini
disebut fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi kompleks
Istilah ini berasal dari pirquet dan Schick yang menemukannya sebagai
konsekuensi imunisasi pasif pada pengobatan infeksi seperti difteri dan
tetanus dengan antiserum asal kuda. Penyuntikan serum asing dalam
jumlah besar digunakan untuk bermacam-macam tujuan pengobatan.
Hal ini biasanya akan menimbulkan keadaan yang dikenal sebagai
penyakit serum kira-kira 8 hari setelah penyuntikan. Pada keadaan ini
dapat dijumpai kenaikan suhu, pembengkakan kelenjar-kelenjar limpa,
ruam urtika yang tersebar luas, sendi-sendi yang bengkak dan sakit
yang dihubungkan dengan konsentrasi komplemen serum rendah, dan
mungkin juga ditemui albuminaria sementara. Pada berbagai infeksi,
atas dasar yang belum jelas, dibentuk Ig yang kemudian memberikan
reaksi silang dengan beberapa bahan jaringan normal. Hal ini
kemudian yang menimbulkan reaksi disertai dengan komplek imun.
Contoh dari reaksi ini adalah :
1. Demam reuma
Demam
rheuma
adalah
p e n ya k t i
sistemik
ya n g
b e r i s f a t s u b a k u t a t a u k h r o n i k ya n g d a l a m perjalanan
penyakit selanjutnya dapat sembuh dengan sednririnya (self
limited) atau menjurus pada deformitas katup jantung. Penyakit ini
banyak terjadi di negara-negara y a n g s e d a n g berkembang di
mana insiden infeksi Streptokokus Hemolitikus masih tinggi.
minggu
setelah
t e r j a d i n ya
infeksi
dengan
S t r e p t o k o k u s H e m o l i t i k u s g r u p A misalnya : tonsillitis
nasofaringitis atau otitis media.
2. Artritis rheumatoid
Merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat
tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang
mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi.
Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak
sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan
struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang.
Umumnya penyakit ini menyerang pada sendi-sendi bagian jari,
pergelangan tangan, bahu, lutut, dan kaki. Pada penderita stadium
lanjut akan membuat si penderita tidak dapat melakukan aktivitas
sehari-hari dan kualitas hidupnya menurun. Gejala yang lain yaitu
berupa demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
lemah dan kurang darah. Namun kadang kala si penderita tidak
merasakan gejalanya. Diperkirakan kasus Rheumatoid Arthritis
3. Infeksi lain
4. Farmers lung
Adalah sebuah hipersensitivitas pneumonitis yang disebabkan oleh
penghisapan debu biologis yang berasal dari debu jerami atau
produk pertanian lainnya. Ini menghasilkan respon inflamasi
hipersensitivitas tipe III dan menjadi kondisi kronis yang berbahaya.
Prosesnya
merupakan
proses
inflamatoris
atau
tuberkulosa), contact
eczema, contact
dermatitis, penyakit
Tipe
Waktu
Penampakan
reaksi
klinis
Histologi
Kontak
Tuberkulin
48-72
jam
Limfosit, diikuti
Eksim (ekzema) makrofag; edema
epidermidis
48-72
Pengerasan
jam
Epidermal (senyawa
organik, jelatang atau
poison ivy, logam berat
, dll.)
Granuloma
21-28
hari
(tuberkulosis, kusta,
etc.)
3. Reaksi Tuberkulin
Reaksi tuberculin adalah reaksi dermal yang berbeda dengan reaksi
dermatitis kontak dan terjadi 20 jam setelah terpajan dengan antigen.
Reaksi terdiri atas infiltrasi sel mononuklier (50% limfosit dan sisanya
monosit). Setelah 48 jam timbul infiltrasi limfosit dalam jumlah besar di
sekitar pembuluh darah yang merusak hubungan serat-serat kolagen
kulit. Dalam beberapa hal antigen dimusnahkan dengan cepat sehinga
menimbulkan kerusakan. Dilain hal terjadi hal-hal seperti yang terlihat
sebagai konsekuensi CMI. Kelainan kulit yang khas pada penyakit cacar,
campak, dan herpes ditimbulkan oleh karena CMI terhadap virus
ditambah dengan kerusakan sel yang diinfektif virus oleh sel-Tc.
4. Reaksi Granuloma
Menyusul respon akut terjadi influks monosit, neutrofil dan limfosit ke
jaringan. Bila keadaan menjadi terkontrol, neutrofil tidak dikerahkan lagi
berdegenerasi. Selanjutnya dikerahkan sel mononuklier. Pada stadium
ini, dikerahkan monosit, makrofak, limfosit dan sel plasma yang
memberikan gambaran patologik dari inflamasi kronik.
Mekanisme Imun
Gangguan Prototipe
Tipe
Anafilaksis, beberapa
Anafilaksis
bentuk asma
bronchial
Antibodi
Anemia hemolitik
terhadap
autoimun,
antigen
eritroblastosis fetalis,
jaringan
penyakit
tertentu
Goodpasture,
pemfigus vulgaris
antibodi
3
Penyakit
Kompleks antigen-antibodi
Kompleks
mengaktifkan komplemen
sickness, lupus
Imun
eritematosus sistemik,
bentuk tertentu
glumerulonefritis akut
dll
4
Tuberkulosis,
Selular
dermatitis kontak,
(Lambat)
penolakan transplant
oleh sel T
D. Etiologi
Ada beberapa jenis penyebab alergi yaitu :
1. Defisiensi limfosit T yang mengakibatkan kelebihan IgE.
2. Kelainan pada mekanisme umpan balik mediator.
3. Faktor genetik.
P ad a d a sa rn ya si ste m ke ke b al a n tu b uh me ru p a kan be n te n g
p e rta ha n a n te rh a d ap benda asing yang masuk ke dalam tubuh yang dapat
menyebabkan penyakit. Bila terdapat benda yang membahayakan yang disebut
dengan antigen masuk, maka sistem kekebalan tubuh akan bereaksi dengan
cara mendatangi antigen tersebut dan menghasilkan antibodi ya n g d i seb u t
i mu no g lo b u li n (Ig G, Ig A, Ig M, Ig D ,d an Ig E ). Im un o g lo b ul i n ya n g
d a pa t menimbulkan reaksi alergi adalah IgE. Pada orang alergi, produksi IgE
sangat berlebihan. Imunoglobulin E yang terbentuk ini akan mendekati antigen
yang masuk ke dalam tubuh da n m en em pe l d i p e rm uka a nn ya .
S el a nj u tn ya
ini
E. Faktor Resiko
Faktor genetik.
Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita.
Bila ada orang tua, keluarga atau kakek/nenek yang menederita alergi kita
harus mewaspadai tanda alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu
orang tua yang menderita gejala alergi, maka dapat menurunkan resiko
pada anak sekitar 17 40%, Bila ke dua orang tua alergi maka resiko pada
anak meningkat menjadi 53 70%.
Pajanan alergi .
Pajanan alergi yang merangsang produksi IgE spesifik sudah dapat terjadi
sejak bayi dalam kandungan. Diketahui adanya IgE spesifik pada janin
terhadap penisilin, gandum, telur dan susu. Pajanan juga terjadi pada
masa bayi.
Faktor yang berperan dalam alergi makanan yaitu :
1. Faktor Internal
a. Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam
lambung,
enzym-enzym
usus,
glycocalyx)
maupun
fungsi-fungsi
F. Jenis-jenis Alergen
1. Alergen inhalatif atau alergen yang masuk melalui saluran pernafasan.
a. Manifestasi umum
1. Serum sickness
pertama
memasuki
organisme
tersebut
belum
seluruhnya
tereliminasi, tetapi jumlahnya jauh lebih sedikit dari pada waktu permulaan.
Sehingga reaksi yang terjadi pun hanya meliputi sejumlah kecil alergen
dengan antibodi saja.
0,5 cm sampai
kulit di sekelilingnya
mirip
seperti
diiringi rasa gatal dan bisa mengenai rongga mulut, di mana eksantem itu
Reaksi lokal biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas pada tempat
tertentu sesuai jalur pemajanannya, seperti di kulit (kontak, menyebabkan
urtikaria), traktus gastrointestinal (ingesti,menyebabkan diare), atau paru
(inhalasi, menyebabkan bronkokonstriksi).
2. Reaksi tipe II umumnya berupa kelainan darah, seperti anemia hemolitik,
trombositopenia, eosinofilia dan granulositopenia.
3. Manifestasi klinik hipersensivitas tipe III dapat berupa:
Urtikaria, angioedema, eritema, makulopapula, eritema multiforme dan
lain-lain. gejala sering disertai pruritis
Demam
Kelainan sendi, artralgia dan efusi sendi
Limfadenopati
a. kejang perut, mual
b. neuritis optic
c. glomerulonefritis
d. sindrom lupus eritematosus sistemik
e. gejala vaskulitis lain
3. Manifestasi klinis hipersensitivitas tipe IV
Dapat berupa reaksi paru akut seperti demam, sesak, batuk dan efusi
pleura. Obat yang tersering menyebabkan reaksi ini yaitu nitrofuratonin,
nefritis intestisial, ensafalomielitis. hepatitis juga dapat merupakan
manifestasi reaksi obat.
Adapun Gejala klinis umumnya :
Pada saluran pernafasan : asma
Gejala alergi timbul apabila reagin atau IgE yang melekat pada
permukaan mastosit atau basophil bereaksi dengan alergen yang sesuai.
Interaksi antara alergen dengan IgE yang menyebabkan ikat-silang antara 2
reseptor-Fc mengakibatkan degranulasi sel dan penglepasan substansisubstansi tertentu misalnya histamin, vasoactive amine, prostaglandin,
tromboksan, bradikinin. Degranulasi dapat terjadi kalau terbentuk ikat-silang
akibat reaksi antara IgE pada permukaan sel dengan anti-IgE.
Histamin melebarkan dan meningkatkan permeabilitas vaskular serta
merangsang kontraksi otot polos dan kelenjar eksokrin. Di saluran nafas,
histamin
merangsang
kontraksi
otot
polos
sehingga
menyebabkan
Permeabilit
as kapiler
Edema
sal.
nafas
Edema
mukosa
bronkial
asm
a
gastrointestinal
sekre
eritem
Muntah,dia
si
re
muku
anoreksia
Produk
si
mukus gg.
Deficit
pola
volume
nutrisi cairan
dermatitis atopic
gat
al
urtikari
Pelebara
n
pembulu
h darah
Permeabili
tas
pembuluh
darah
gg.
integrit
as kulit
gg.
rasa
nyam
an
gg. pola
nafas
I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan terdapat gejala
adanya urtikaria,angioderma,pruritus dan pembengkakan pada bibir
Palpasi: ada nyeri tekan pada kemerahan
Perkusi: mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan
Auskultasi:
mendengarkan
suara
napas,
bunyi
jantung,
bunyi
usus( karena pada oarng yang menderita alergi bunyi usunya cencerung
lebih meningkat)
2. Pemeriksaan Penunjang
Uji kulit: sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup
seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau
alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
Darah tepi: bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung
leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi
makanan.
IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur
20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan
bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau
keadaan depresi imun seluler.
Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
waktunya
pada
tempat-tempat
yang
terpisah
dengan
Radioalergosorben
radioimmunoassay
(RAST)
merupakan
pemeriksaan
yang
berlabel-radio
aktif.setelah
pemeriksaan
radio-
J. Komplikasi
Komplikasinya berupa reaksi alergi yang hebat,yang dapat menyebabkan
anfilaksis.Tanda dan gejala anafilaksis dapat digolongkan menjadi menjadi
reaksi sistemik ringan,sedang dan berat.
Ringan
Pada reaksi ini ditandai dengan rasa kesemutan serta hangat pada bagian
perifer
dan
dapat
tenggorokan.Terjadi
disertai
kongesti
dengan
rasa
nasal,
kurang
nyaman
pembengkakan
pada
periorbital,
Sedang
Pada reaksi sedang ditandai dengan bronkospasme dan edema saluran
napas atau laring dengan dispnea,batuk serta mengi.
Berat
Pada reaksi berat memiliki onset mendadak dengan tanda-tandadan gejala
yang sama pada reaksi sistemik sedang,namun pada reaksi berat dapat
terjadi sianosis,disfagia (kesulitan menelan),kram abdomen,vomitus,diare
dan serangan kejang-kejang serta kadang-kadang dapat terjadi syok
kardiovaskuler yang menyebabkan hipoksia,koma bahkan terjadi kematian.
mengendalikan
gejala
alergi
dengan
bantuan
medis.
Untuk
gejala
ringan
mungkin
hanya
seluruhnya. Kemudian
b. Terapi lain
Penanganan gangguan alergi berlandaskan pada empat dasar:
1. Menghindari allergen
2. Terapi farmakologis
a. Adrenergik
otot
polos.
Obat
ini
tidak
mempunyai
sifat
adalah
obat
paling
kuat
yang
tersedia
untuk
bereaksi
seolah-olah
mereka
telah
terdesensitisasisecara
M. Pencegahan
a. Hindari pemicu seperti makanan atau obat-obatan yang dapat
menimbulkan reaksi alergi walaupun obat atau makanan tersebut hanya
menyebabkan reaksi ringan.
b. Bila anda memiliki anak dengan alergi terhadap makanan tertentu
perkenalkan makanan yang baru satu persatu agar bisa diketahui mana
yangmenyebabkan alergi.
c. Bila anda pernah memiliki riwayat reaksi alergi yang serius, bawa obatobatan darurat (seperti difenhidramin (anti alergi) dan suntikan
epinefrin atau obat sengatan lebah) sesuai dengan anjuran dari dokter.
N. Askep Alergi
Pengkajian
a. Data Demografi
Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber
biaya, dan sumber informasi)
Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan
dengan pasien).
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien, meliputi:
1) Alasan masuk rumah sakit:
Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul
kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa gatal
2) Keluhan utama
a) Pasien mengeluh sesak nafas
b) Pasien mengeluh bibirnya bengkak
c) Pasien mengaku tidak ada nafsu makan, mual dan muntah
d) Pasien mengeluh nyeri di bagian perut
e) Pasien
tubuhnya
f) Pasien mengeluh diare
g) Pasien mengeluh demam
3) Kronologis keluhan
penyakit
pasien
terhadap
keluarga,
masalah
yang
apakah
pasien
mengalami
gangguan/keluhan
dalam
(dikaji
dengan
PQRST
faktor
penyebabnya,
Pengetahuan
Rekreasi
Spiritual
Terlihat pucat
Pembengkakan pada bibir
Demam ( suhu tubuh diatas 37,50C)
Diagnosa Keperawatan
Intervensi Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terpajan allergen
Tujuan : setelah diberikan askep selama 1.x15 menit. diharapkan pasien
menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman rentang
normal.
Kriteria hasil :
Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)
Pasien tidak merasa sesak lagi
Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan
dan
Suhu
ruangan/jumlah
selimut
harus
diubah
untuk
makanan).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
diharapkan nyeri pasien teratasi
Kriteria hasil :
6.
7.
8.
Skala nyeri 0
9.
: 140-90/90-60 mmHg
: 60-100 kali/menit
Pernapasan
: 16-20 kali/menit
Suhu
: Oral (36,1-37,50C)
Rektal (36,7-38,10C)
Axilla (35,5-36,40C)
Intervensi :
1. Ukur TTV
Rasional : untuk mengetahui kondisi umum pasien
2. Kaji tingkat nyeri (PQRST)
Rasional : Untuk mengetahui faktor pencetus nyeri
3. Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan
Rasional : memberikan rasa nyaman kepada pasien
5. Ciptakan suasana yang tenang
Rasional : membantu pasien lebih relaks
6. Bantu pasien melakukan teknik relaksasi
Rasional
membantu
dalam
penurunan
persepsi/respon
nyeri.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan adalah :
1. Memperlihatkan pola pernapasan yang normal
a. Paru-paru bersih pada aulkultasi
b. Tidak menunjukkan suara pernapasan tambahan(krepitasi,ronkhi,mengi)
pengetahuan
tentang
alergi
dan
strategi
untuk
mengendalikan gejala.
a. Mengenali allergen penyebab jika diketahui
b. Menyatakan metode untuk menghindari allergen dan cara mengendalikan
faktor-faktor pemicu didalam maupun luar rumah.
a. Menguraikan aktivitas yang mungkin menyebabkan reaksi alergi dan
bagaimana keterlibatannya dapat dimaksimalkan tanpa mengaktifkan
reaksi alergi tersebut.
3. Tanda-tanda vital normal
4. Klien menyatakan tidak terdapatnya gejala anafilaksis (gatal-gatal, mual,
diare,bersin-bersin-kesemutan pada bagian perifer,kesulitan menelan,sakit
tenggorokan)
5. Klien mampu mengekspresikan diri dan perasaannya sehubungan dengan
alergi
6. Klien tidak terlihat cemas,dan mengalami peredaan gannguan rasa nyaman
dan beradaptasi dengan ketidaknyamanan karena alergi.
a. Menghilangkan barang-barang yang menahan debu dari lingkungan
b. Meminum antihistamin menurut resep dokter turut serta didalam program
desensitasi jika dapat dilakukan
c. Menghindari ruangan yang penuh asap dan debu atau tempat-tempat
yang baru saja disemprot
DAFTAR PUSTAKA
Kresno,
Siti
Boedina.
1996.
IMUNOLOGI
Diagnosis
dan
Prosedur
MIMS
Indonesia
petunjuk
konsultasi.Jakarta.CMP MEDIKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3,
Jakarta:EGC
Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta:
EGC.
Price & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 2.Edisi
6.Jakarta:EGC.