Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN

HIPERSENSITIVITAS

KELAS B
KELOMPOK 4
ASYULNI ALMAIDA ADJID 841419075
SRI AIN CLARADIKA MOHAMAD 841419077
WAHYUDIN S. HUDJUALA 841419073

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, dan atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah II ”ASUHAN KEPERAWATAN HIPERSENSITIVITAS ”.
Dalam penulisan laporan ini kami menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak
yang membantu dalam menyelesaikan laporan ini. Dalam penulisan laporan ini kami
merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun
materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan.

Gorontalo, 27 Mei 2021

Kelompok 4
A. Definisi
Reaksi imun tubuh yang dapat menimbulkan cedera disebut hipersensitivitas.
Hipersensitivitas merupakan dasar dari patologi yang terkait dengan penyakit imunologi.
Istilah ini muncul dari individu yang sebelumnya pernah terpapar antigen
memanifestasikan reaksi yang dapat dideteksi terhadap antigen tersebut dan karena itu
disebut tersensitisasi atau menjadi peka atau menjadi sensitif. Hipersensitivitas
berdampak pada sesuatu yang berlebihan atau reaksi berbahaya terhadap antigen. (Sastra,
2017)
B. Etiologi
Ada beberapa hal penyebab gangguan hipersensitivitas secara umum yaitu :
 Reaksi hipersensitivitas dapat ditimbulkan secara eksogen oleh antigen lingkungan
(mikroba dan non mikroba) atau secara endogen oleh antigen diri (self). Manusia
hidup di lingkungan yang penuh dengan zat-zat yang mampu menimbulkan respons
imun. Antigen eksogen meliputi yang ada di debu, serbuk sari, makanan, obat-
obatan, mikroba, dan berbagai bahan kimia. Respon imun akibat antigen eksogen
dapat terjadi pada berbagai bentuk, mulai dari gangguan ringan, seperti gatal-gatal
kulit, hingga penyakit yang berpotensi fatal, seperti asma bronkial dan anafilaksis.
Beberapa reaksi yang umum pada antigen lingkungan menyebabkan kelompok
penyakit dikenal sebagai alergi. Respon imun terhadap diri sendiri atau autologous,
antigen, mengakibatkan penyakit autoimun.
 Hipersensitivitas biasanya diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara mekanisme
efektor respon imun dan mekanisme kontrol yang berfungsi membatasi respon-
respon secara normal. Faktanya banyak hipersensitivitas diduga penyebab utamanya
adalah kegagalan regulasi normal. Kita akan kembali ke konsep ini saat kita
mempertimbangkan autoimmunitas.
 Perkembangan penyakit hipersensitivitas (alergi dan autoimun) sering dikaitkan
dengan pewarisan gen kepekaan tertentu. Gen HLA dan banyak gen non-HLA telah
terlibat dalam berbagai penyakit, contoh spesifik akan dijelaskan dalam konteks
penyakitnya.
 Mekanisme cedera jaringan pada reaksi hipersensitivitas sama dengan mekanisme
efektor pertahanan terhadap infeksi patogen. Masalah pada hipersensitivitas adalah
karena reaksi-reaksi ini kurang terkontrol, berlebihan, atau tidak tepat (misalnya
secara normal berlawanan terhadap antigen lingkungan dan antigen diri). (Sastra,
2017)
C. Manifestasi
Reaksi alergi bisa bersifat ringan atau berat. Kebanyakan reaksi terdiri dari mata
berair,mata terasa gatal dan kadang bersin. Pada reaksi yang esktrim bisa terjadi
gangguan pernafasan, kelainan fungsi jantung dan tekanan darah yang sangat rendah,
yang menyebabkan syok. Reaksi jenis ini disebut anafilaksis, yang bisa terjadi pada
orang-orang yang sangat sensitif, misalnya segera setelah makan makanan atau obat-
obatan tertentu atau setelah disengat lebah, dengan segera menimbulkan gejala (Hikmah
& Dewanti, 2010)
D. Patofisiologi
Istilah reaksi alergi digunakan untuk menunjukkan adanya reaksi yang melibatkan
antibodi IgE (immunoglobulin E). Ig E terikat pada sel khusus, termasuk basofil yang
berada di dalam sirkulasi darah dan juga sel mast yang ditemukan di dalam jaringan. Jika
antibodi IgE yang terikat dengan sel-sel tersebut berhadapan dengan antigen (dalam hal
ini disebut alergen), maka sel-sel tersebut didorong untuk melepaskan zat-zat atau
mediator kimia yang dapat merusak atau melukai jaringan di sekitarnya. Alergen bisa
berupa partikel debu, serbuk tanaman, obat atau makanan, yang bertindak sebagai antigen
yang merangsang terajdinya respon kekebalan. Kadang istilah penyakit atopik digunakan
untuk menggambarkan sekumpulan penyakit keturunan yang berhubungan dengan IgE,
seperti rinitis alergika dan asma alergika. Penyakit atopik ditandai dengan kecenderungan
untuk menghasilkan antibodi IgE terhadap inhalan (benda-benda yang terhirup, seperti
serbuk bunga, bulu binatang dan partikel-partikel debu) yang tidak berbahaya bagi tubuh.
Eksim (dermatitis atopik) juga merupakan suatu penyakit atopik meskipun sampai saat
ini peran IgE dalam penyakit ini masih belum diketahui atau tidak begitu jelas. Meskipun
demikian, seseorang yang menderita penyakit atopik tidak memiliki resiko membentuk
antibodi IgE terhadap alergen yang disuntikkan (misalnya obat atau racun serangga)
gejala (Hikmah & Dewanti, 2010)
E. Klasifikasi
Penyakit hipersensitivitas dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme imunologi yang
memperantarai penyakit. Klasifikasi ini berguna dalam membedakan mekanisme respon
imun menyebabkan cedera jaringan dan penyakit, dan manifestasi patologis dan klinis
yang menyertainya. Namun, sekarang semakin disadari bahwa beberapa mekanisme
mungkin terjadi pada setiap penyakit hipersensitivitas.
Beberapa tipe reaksi hipersensitivitas adalah sebagai berikut:
 Pada hipersensitivitas segera (hipersensitivitas tipe I), cedera disebabkan oleh sel
TH2, antibodi IgE dan sel-sel mast dan leukosit lainnya. Sel mast akan dipicu untuk
melepas mediator yang bekerja pada pembuluh darah dan otot polos dan sitokin
proinflamasi yang merekrut sel inflamasi.
 Pada gangguan yang diperantarai antibodi (hipersensitivitas tipe II), antibodi IgG dan
IgM yang disekresikan menyebabkan cedera sel dengan melalui fagositosis atau lisis
dan cedera jaringan dengan merangsang inflamasi. Antibodi juga bisa mengganggu
fungsi seluler dan menyebabkan penyakit tanpa adanya cedera jaringan
 Pada kelainan yang diperantarai kompleks imun (hipersensitivitas tipe III), antibodi
IgG dan IgM biasanya mengikat antigen di sirkulasi dan penyimpanan kompleks
antigen-antibodi dalam jaringan dan merangsang inflamasi. Leukosit yang dipanggil
(neutrofil dan monosit) menghasilkan kerusakan jaringan dengan melepaskan enzim
lysosomal dan generasi radikal-radikal bebas yang toksik.
 Pada kelainan imun yang diperantari oleh sel (hipersensitivitas tipe IV), sensitisasi
oleh limfosit T (sel TH1 dan sel TH17 sel dan CTLs), menyebabkan cedera jaringan.
Sel TH2 menginduksi lesi yang merupakan bagian dari reaksi hipersensitivitas segera
dan bukan bentuk hipersensitivitas tipe IV. (Sastra, 2017)
F. Prognosis
Serum sickness merupakan penyakit self limited dan sembuh dalam beberapa hari.
Prognosa serum sickness baik, jika tidak terdapat keterlibatan organ. Namun jika
terdapat glomerulonepritis yang progresif dan kompliksi neurologi yang berat maka,
mortalitas akan tinggi. Beberapa komplikasi serum sikness sebagai berikut : vaskulitis,
neuropati, acute renal failure, glomerulonepritis, anapilaksis dan shok (Alissa, 2014)
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium hitung eosinophil darah tepi dapat normal ataupun meingkat,
demikian halnya dengan IgE total sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan
secara invivo dengan uji kulit (skin prick test/SPT) untuk mencari faktor pencetus yang
disebabkan allergen hirup dan makanan dapat dilakukan setelah pasiennya sehat.(Surbakt
& Sturti, 2017)
H. Penatalaksanaan
Pada reaksi hipersensitivitas akut penatalaksanaan yang dilakukan adalah : Evaluasi
ABC-Airway, Breathing dan Circulation. Selanjutnya apabila ABC stabil kita dapat
memberikan antihistamin dapat berupa dypenhhidramin 10 mg secara intramuskular,
selanjutnya pasien dapat diobservasi selama 4 sampai 6 jam. Apabila keluhan pasien
membaik pasien dapat dipulangkan dan diberi obat oral berupa ceterizine 1x1.
Algoritma Penanganan Syok Anafilaktik Apabila keluhan pasien tidak membaik maka
pasien dapat dirawat opname kemudian diberikan steroid dan diobservasi selama 4 jam
apabila kondisi membaik maka pasien boleh dipulangkan. Sedangkan apabila keluhan
belum kunjung hilang maka dicari tau apa penyebabnya, atau apabila terjadi syok
anafilaktik maka dilakukan injeksi epinefrin dengan dosis 0,01 ml/kg/BB sampai
mencapai maksimal 0,3 ml subkutan dan diberikan setiap 15-20 menit sampai 3-4 kali.
Seandainnya kondisi semakin memburuk atau memang kondisinya sudah buruk, suntikan
dapat diberikan secara intramuskuler dan bisa dinaikan sampai 0,5 ml selama pasien
diketahui tidak mengidap penyakit jantung Dosis maksimal epinefrin untuk orang dewasa
adalah 0,5 miligram dan pada anak-anak 0,01 mg/kgBB dimana pemberian epinefrin
harus dimonitor secara ketat pada pasien dengan gangguan jantung serta pasien geriatri.
Pencegahan terhadap paparan alergen merupakan penatalaksanaan terbaik. Untuk
mengetahui secara pasti alergen yang berpotensi menyebabkan hipersensitivitas dapat
dilakukan uji cukit (Skin Prick Test) agar dapat menghindari paparan alergen yang
berpotensi tersebut. (Surbakt & Sturti, 2017)

I. Komplikasi
Hipersensitivitas, terutama tipe I, dapat menyebabkan syok anafilaktik yang mengancam
nyawa. Syok anafilaktik atau anafilaksis adalah syok yang disebabkan oleh reaksi alergi
yang berat. Reaksi ini akan mengakibatkan penurunan tekanan darah secara drastis
sehingga aliran darah ke seluruh jaringan tubuh terganggu. Selain itu, dapat juga
mendorong terjadinya asma, eksim, infeksi telinga atau paru-paru, sinusitis, nasal polip,
dan migrain (Mustafa, 2018)

J. Pencegahan
Pencegahan terhadap paparan alergen merupakan penatalaksanaan terbaik. Untuk
mengetahui secara pasti alergen yang berpotensi menyebabkan hipersensitivitas dapat
dilakukan uji cukit (Skin Prick Test) agar dapat menghindari paparan alergen yang
berpotensi tersebut.8 Pencegahan merupakan faktor yang tidak kalah penting dalam
tatalaksana reaksi anafilaksis. Pencegahan dapat berupa :8 1) Riwayat penyakit : apakah
ada reaksi alergi sebelumnya. Pemberian antibiotic dan obat-obatan lainnya secara
rasional (tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan cara pemberian, serta
waspada efek samping). Pemberian oral lebih dianjurkan daripada parenteral. 2) Informed
consent / persetujuan keluarga 3) Bila terjadi reaksi, berikan penjelasan dasar kepada
pasien dan keluarga agar tidak terulangnya kejadian tersebut. (Surbakt & Sturti, 2017)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, perkerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, no register dan diagnose medis.
2. Keluhan Utama
Biasanya terdapat kemerahan dan bengkak pada kulit dan terasa gatal.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri perut, sesak nafas, demam, bibirnya bengkak, timbul kemerahan
pada kulit, mual muntah dan terasa gatal.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami nyeri perut, sesak nafas,
demam, bibirnya bengkak, timbul kemerahan pada kulit, mual, muntah, dan terasa
gatal, dan pernah menjalani perawatan di RS atau pengobatan tertentu.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit yang
sama.
6. Riwayat Psikososial
Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga, dampak penyakit
pasien terhadapt keluarga, masalah yang mempengaruhi pasien, mekanisme koping
terhadap stress, presepsi pasien terhadapt penyakitnya, tugas perkembangan menurut
usia saat ini, dan system nilai kepercayaan.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit, seluruh kulit harus diperhatikan apakah ada peradangan kronik, bekas
garukan terutama daerah pipi dan lipatan kulit daeraah fleksor.
b. Mata, diperika terhadapt hiperemia, edema, sekret mata yang berlebihan dan
katarak yang sering dihubungkan dengan penyakit atropi.
c. Telinga, telinga tengah dapat merupakan penyakit rhinitis alergi
d. Hidung, beberapa tanda yang sudah baku missal : salute, allergic,crease, allergic
shiners, allergic facies.
e. Mulut dan Orofaring pada rhinitis alergik, sering terlihat mukosa orofaring
kemerahan, edema. Paluturn yang cekung kedalam, dagu yang kecil serta tulang
maksila yang menonjol kadang-kadang disebabkan alergi kronik.
f. Dada, diperiksa secara infeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. Pada waktu serangan
asma kelainan dapat berupa hiperinflasi, penggunaan otot bantu pernafasan.
g. Periksa tanda-tanda vital terutama tekanan darah
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan pada jumlah leukosit dan hitung jenis sel.
b. Pemeriksaan sel eosinophil pada sekret konjungtiva, hidung, sputum.
c. Pemeriksaan serum Ig E total dan Ig G spesifik.
Daftar Pustaka

Nuzulul, H. & I Dewa A. 2010. Seputar reaksi hipersensitivitas (alergi). (J.K.J Uneg) Vol. 7 no.
2 2010; 108-12

Anda mungkin juga menyukai