Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

GANGGUAN SISTEM IMMUNOLOGI (HIPERSENSITIVITAS)

Disusun Guna Melengkapi Tugas Matakuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu: Ns. Ali Akbar, M. Kep

Anggota kelompok:

Fery Kusmana Kilby (821201009)

Meli Piatun Khatifah (821201013)

Oktaviana Nelly (821201016)

Yuli Hartika (821201025)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM


PONTIANAK

2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah gangguan imunologi (Hipersensitivitas)
pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang dibimbing oleh dosen kami yaitu
Bapak Ns. Ali Akbar, M. Kep dan Bapak Ns. Mimi Amaluddin, M. Kep tanpa suatu
halangan apapun. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah tersebut,
disamping itu kelompok berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok dan
pembacanya dapat mengetahui tentang Hipersensitivitas.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu kami berharap kritik dan saran dari pembaca sehingga dalam
pembuatan makalah lainnya dapat lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bernanfaat bagi
kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin.

Pontianak, 22 April 2022

Kelompok 5
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya, tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-
spesifik. Imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang secara aktif
diperankan oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam imunoglobulin yaitu IgG,
IgA, IgM, IgD dan IgE. Sistem imunitas seluler yang dihantarkan oleh sel limfosit T
bila mana bertemu dengan antigen lalu mengadakan diferensiasi dan menghasilkan zat
limfokin, yang mengatur sel-sel lain untuk menghancurkan antigen tersebut. Tubuh
akan memberikan respon ketika suatu alergen masuk ke tubuh, jika alergen tersebut
hancur, maka ini merupakan hal yang menguntungkan, sehingga yang terjadi ialah
keadaan imun. Reaksi hipersensitivitas atau alergi akan terjadi ketika jaringan tubuh
menjadi rusak.
Hipersensitivitas adalah suatu respon antigenik yang berlebihan, yang terjadi
pada individu yang sebelumnya telah mengalami suatu sensitisasi dengan antigen atau
alergen tertentu. Zat asing yang memicu kondisi ini dikenal sebagai antigen atau
alergen. Antigen adalah zat yang sering kali berupa protein dan merangsang
pembentukan antibodi oleh tubuh. Alergen merupakan antigen yang lebih spesifik dan
menyebabkan reaksi alergi, misalnya makanan, gigitan hewan, dan benda di sekitar
lingkungan.
Fokus respon imun adalah dalam berfungsi secara fisiologis yaitu pertahanan
terhadap infeksi. Terdapat dua mekanisme yang dilakukan oleh sistem imun alami/
non spesifik yaitu peradangan (inflamasi) serta mekanisme anti viral. Peradangan,
dipicu oleh semua jenis mikroba, mekanismenya adalah pengerahan leukosit dari
sirkulasi darah (misalnya fagosit dan limfosit) dan berbagai protein plasma (misalnya:
komplemen, antibodi, fibrinogen) ke lokasi infeksi, semua komponen imun alami itu
menjalankan fungsinya yaitu menghancurkan mikroba dan memperbaiki jaringan yang
rusak. Beberapa macam sitokin juga terlibat dalam respons peradangan, dikeluarkan
oleh sel imun alami.
B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum
a. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan teoritis
pada pasien dengan hipersensitivitas
2. Tujuan khusus
a. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi hipersensitivitas
b. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami klasifikasi hipersensitivitas
c. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi hipersensitivitas
d. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami patofisiologi hipersensitivitas
e. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pengobatan hipersensitivitas

C. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan hipersensitivitas?


2. Bagaimana klasifikasi hipersensitivitas?
3. Apakah etiologi hipersensitivitas?
4. Bagaimana patofisiologi hipersensitivitas?
5. Bsgsimana pengobatan hipersensitivitas?

D. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada BAB ini terdiri dari latar belakang,tujuan penulisan, rumusan masalah,
dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada BAB ini terdiri dari definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, serta
pengobatan hipersensitivitas.

BAB III PEMBAHASAN

Pada BAB ini terdiri dari Asuhan keperawatan teoritis pada pasien dengan
hipersensitivitas dan Evidence Based Practice (EBP).

BAB IV PENUTUP

Pada BAB ini terdiri dari kesimpulan dan saran.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit

1. Definisi

Hipersensitivitas adalah reaksi berlebihan, tidak diinginkan karena terlalu


sensitifnya respons imun yang dihasilkan oleh sistem kekebalan normal, dengan
keluaran yang merusak, menghasilkan ketidaknyamanan, dan kadang berakibat fatal
(Endaryanto, 2015). Hipersensitivitas adalah respon abnormal dari sistem kekebalan
tubuh, dimana orang yang alergi memiliki sistem kekebalan tubuh yang bereaksi
terhadap suatu zat biasanya tidak berbahaya di lingkungan (Yuningsih, 2022). Reaksi
Alergi (Reaksi Hipersensitivitas) adalah reaksi-reaksi dari sistem kekebalan yang
terjadi ketika jaringan tubuh yang normal mengalami cedera atau terluka (Riwayati,
2015).

Hipersensitivitas adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh bereaksi secara


berlebihan terhadap benda atau zat tertentu (Agustin, 2021). Reaksi hipersensitivitas
adalah reaksi abnormal dari sistem imun yang terjadi sebagai respon akibat terpapar
dengan substansi yang membahayakan sehingga tingkat respon reaksinya bervariasi
dari ringan sampai mematikan (Lelyana, 2020).

2. Klasifikasi
Reaksi hipersensitivitas terbagi menjadi 4 golongan, yaitu (Riwayati, 2015).

a. Tipe I (reaksi anafilatik)

Reaksi anafilatik merupakan reaksi hipersensitivitas tipe cepat klasik.


Anafilaksis dipengaruhi oleh regain misalnya anafilaksis, atropi dan lain-lain.
Pada reaksi hipersensitivitas tipe I turut berperan serta IgG, IgE, dan Histamin.
Etiologi reaksi hipersensitivitas tipe ini yaitu respon jaringan yang terjadi karena
adanya ikatan silang antara alergen dan IgE. (Riwayati, 2015). Reaksi ini dapat
mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan hingga
kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen,
namun terkadang juga hingga 10-12 jam (Endaryanto, 2015).

b. Tipe II (reaksi sitotoksik)

Reaksi hipersensitivitas tipe II terjadi karena dibentuknya IgG dan IgM


terhadap antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu. Etiologi reaksi ini pada
umumnya adalah adanya aktifasi dari sistem komplemen setelah mendapat
rangsangan dari adanya komlpeks antigen antibody (Riwayati, 2015).
Hipersensitivitas tipe II terjadi saat sel-sel yang sehat mati akibat dari sistem
kekebalan tubuh yang merespons antigen (Purwoko, 2021).

c. Tipe III (reaksi kompleks imun)

Reaksi hipersensitivitas tipe III adalah kerusakan yang disebabkan oleh


kompleks antigen antibody. Pada reaksi ini berperan IgG, IgM, dan komplemen
(Riwayati, 2015).

d. Tipe IV (reaksi tipe lambat).

Hipersensitivitas tipe lambat atau yang dipengaruhi oleh sel merupakan salah
satu aspek imunitas yang dipengaruhi oleh sel (Riwayati, 2015). Reaksi ini terjadi
karena aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag (Endaryanto, 2015).

3. Etiologi
Beberapa etiologi atau penyebab hipersensitivitas di setiap tipe yaitu (Tajuwijaya,
2020).
a. Hipersensitivitas tipe I
Hipersensitivitas tipe ini disebabkan oleh antigen bebas yang dapat berasal
dari reaksi transfusi darah, reaksi obat (seperti penisilin), alergi makanan (seperti
kacang, kerang, laktosa), alergi racun serangga (gigitan nyamuk, lebah), dan
alergen dari lingkungan yang terhirup (seperti debu, serbuk sari).
b. Hipersensitivitas tipe II
Hipersensitivitas tipe ini disebabkan oleh reaksi antibodi IgG atau IgM yang
berikatan dengan sel normal, tetapi menganggap sel tersebut sebagai antigen.
Ikatan antibodi akan memanggil sel natural killer (NK cell) dan merusak pada sel
yang terikat.
c. Hipersensitivitas tipe III
Hipersensitivitas tipe ini disebabkan oleh endapan kompleks imun (IgG yang
berikatan dengan antigen) pada jaringan tertentu sehingga memanggil netrofil dan
memfagosit sel jaringan tersebut. Antigen dapat berasal dari obat (umumnya
antibiotik, seperti penicilin, amoksilin, trimetoprim-sulfametoksazol), infeksi
virus (seperti hepatitis B), dan antivenom atau antitoxin yang mengandung
protein hewan.
d. Hipersensitivitas tipe IV
Hipersensitivitas tipe ini disebabkan sensitisasi dari kontak pertama dengan
suatu agen, lalu terangsang dengan kontak berulang dari agen tersebut. Agen tersebut
umumnya berupa urushiol-induced (cairan minyak tanaman), seperti poison ivy,
poison oak, dan poison sumac. Agen lainnya adalah logam, seperti nikel, kobalt,
kromium; parfum, sabun, dan kosmetik; benda berbahan latex atau sarung tangan
karet, dan obat topikal, seperti hidrokortison, benzokain, dan neomisin.

4. Patofisiologi
Berikut ini adalah beberapa patofisiologi pada setiap klasifikasi hipersensitivitas
(Tajuwijaya, 2020).
a. Hipersensitivitas tipe I
Hipersensitivitas tipe I disebabkan karena antibodi IgE yang melapisi sel mast
dan basofil berikatan dengan antigen bebas. Akibatnya, terjadi degranulasi sel dan
pelepasan histamin serta mediator inflamasi lainnya, seperti prostaglandin,
leukotrien, triptase, platelet-activating factor, dll.). Pelepasan histamin
meningkatkan kontraksi otot sehingga dapat terjadi bronkospasm, kram, rhinitis,
hingga hypovolemi dan hypoxia.
b. Hipersensitivitas tipe I
Hipersensitivitas tipe II disebabkan oleh IgM atau IgG yang berikatan dengan
antigen sel normal pada jaringan tertentu. Kemudian, sistem komplemen akan
teraktivasi untuk merangsang fagositosis dan lisis pada sel yang berikatan. Sistem
komplemen merupakan protein yang bersirkulasi di dalam darah namun hanya
sebagai prekursor inaktif. Komplemen akan teraktivasi dan merangsang aktivasi
antibodi saat ada stimulasi, seperti tautan IgM atau IgG dengan sel. Fungsi normal
sel terikat akan terganggu saat fungsi antibodi aktif.
c. Hipersensitivitas tipe III
Hipersensitivitas tipe III disebabkan karena IgG antibodi yang bertautan
dengan antigen membentuk kompleks imun sehingga membentuk endapan di
jaringan tertentu. Kompleks imun tersebut kemudian mengendap pada jaringan
(umumnya pembuluh darah) sehingga menimbulkan kaskade komplemen untuk
melepaskan enzim lisosom dari netrofil guna membunuh sel-sel yang terdapat di
endapan kompleks imun tersebut. Akibat yang dapat ditimbulkan dari hal tersebut
yaitu inflamasi hingga vaskulitis (peradangan dinding pembuluh darah).
d. Hipersensitivitas tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV merupakan reaksi hipersensitivitas yang tertunda,
atau tidak langsung terjadi pada saat kontak pertama dengan agen, dan dimediasi
oleh sel limfosit T. Hipersensitivitas tipe IV disebabkan oleh sensitisasi pada
kontak pertama yang tertangkap oleh sel Langerhans sehingga merangsang
limfosit T menjadi sensitif terhadap agen tersebut. Sel T akan langsung
merangsang sekresi limfokin dan sitokin (IFN-γ, TNF-α) ketika limfosit T
terpapar kembali, kemudian makrofag akan teraktivasi dan terjadilah reaksi
inflamasi pada jaringan.

5. Pengobatan
6. Pathway
BAB III

PEMBAHASAN

A. Asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem immunologi: Hipersensitivitas

B. Evidence Based Practice


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, S. (2021). Mengenal Lebih Jauh Seputar Kondisi Hipersensitivitas. Kementerian


Kesehatan RI.

Endaryanto, A. (2015). Implikasi klinis imunologi alergi dalam manajemen anak alergi.
Airlangga University Press.

Lelyana, S. (2020). Hypersensitivity in Dentistry. Vol 5 No 2.


https://doi.org/https://doi.org/10.28932/sod.v5i2.2861

Purwoko, S. A. (2021). Hipersensitivitas, Reaksi Sistem Imun Saat Tubuh Terpapar Zat
Asing.

Riwayati. (2015). REAKSI HIPERSENSITIVITAS ATAU ALERGI. Jurnal Keluarga Sehat


Sejahtera, 13.

Tajuwijaya, K. (2020). HIPERSENSITIVITAS. Media Aesculapius.

Yuningsih. (2022). BAHAN MATA AJAR KMB II (A. Masruroh (ed.)). WIDINA BHAKTI
PERSADA BANDUNG (Grup CV. Widina Media Utama).

Anda mungkin juga menyukai