Anda di halaman 1dari 16

HIPERSENSITIVITAS

1. Angeli Rolanda N (203410001)

2. Astia Mandani (203410002)

3. Ayu Wulandari (203410003)

4. Rosalia (203410012)
DEFINISI HIPERSENSITIVITAS
o Hipersensitivitas merupakan peningkatan aktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal
sebelumnya. Respon imun baik berupa respon spesifik maupun respon nonspesifik biasanya menguntungkan bagi tubuh
sebagai protektif terhadap infeksi atau pertumbuhan kanker, tetapi dapat pula menimbulkan kejadian-kejadian yang tidak
menguntungkan bagi tubuh seperti reaksi hipersensitivitas. Komponen–komponen sistem imun yang berperan pada fungsi
proteksi adalah sama dengan yang menimbulkan reaksi hipersensitivitas

o Berdasarkan mekanismenya dan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi-reaksi hipersensitivitas dibagi menjadi 4 tipe yaitu
hipersensitivitas tipe I, II, III dan IV

o Hipersensitivitas dapat terjadi pada dua situasi.

 Pertama, respon terhadap antigen asing seperti mikroba dan antigen lingkungan non-infeksius yang dapat menyebabkan
kerusakan jaringan khususnya bila terjadi reaksi berulang dan tidak terkontrol.

 Kedua, respon imun dapat bekerja langsung terhadap antigen sendiri sebagai akibat kegagalan toleransi diri
Kategori hipersensitivitas
PEMBAHASAN
o Faktor Risiko Reaksi
Hipersensitivitas Faktor
risiko
o Hipersensitivitas tipe I
o Hipersensitivitas tipe II Tipe 1 Tipe 2
o Hipersensitivitas tipe III Hipersensitivitas

o Hipersensitivitas tipe IV

Tipe 3 Tipe 4
Faktor risiko
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya reaksi hipersensitivitas adalah :

Faktor genetik Riwayat atopi


Suatu studi epidemiologi menyatakan bahwa Atopi merupakan kecenderungan genetik untuk
faktor genetik berpengaruh pada keluarga memproduksi IgE antibodi terpapar alergen.
atopi. Bila salah satu orang tua memiliki Adanya riwayat atopi meningkatkan risiko
penyakit alergi, maka 25 – 40% anak akan terjadinya reaksi hipersensitivitas. Sebagian
menderita alergi. Bila kedua orang tua besar penderita anafilaksis idiopatik memiliki
memiliki alergi maka risiko pada anak adalah riwayat atopi
50 – 70%.
Faktor risiko
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya reaksi hipersensitivitas adalah :

Sifat alergen Alur pemberian obat


Beberapa zat tertentu lebih sering Pemberian obat secara parenteral lebih
menyebabkan reaksi hipersensitivitas (obat cenderung menimbulkan reaksi
golongan Penisilin, pelemas otot, media hipersensitivitas dibandingkan pemberian
kontras radiografis, aspirin, lateks, kacang- peroral, namun reaksi hipersensitivitas dapat
kacangan, kerang). terjadi melalui berbagai jalur pemberian.
Faktor risiko
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya reaksi hipersensitivitas adalah :

Kesinambungan (constancy) paparan Pemberian imunoterapi


allergen Pemberian imunoterapi berupa injeksi ekstrak

Pemakaian obat yang sering terputus dapat alergen pada penderita yang penyakit alerginya

meningkatkan risiko terjadinya reaksi sedang tidak terkendali (misalnya injeksi

hipersensitivitas ekstrak alergen pada penderita asma yang


belum terkendali akan meningkatkan risiko
terjadinya anafilaksis).
Hipersensitivitas tipe I
o Reaksi hipersensitivitas tipe I juga sering Sumber alergen pemicu hipersensitivitas tipe I
disebut sebagai immediate hypersensitivity
karena memiliki kemampuan yang cepat
untuk membentuk reaksi yang dapat terjadi
dalam hitungan menit setelah terjadi
kombinasi antigen dengan antibodi yang
terikat pada sel mast pada individu yang
telah tersensitisasi terhadap antigen. Jenis
penyakit hipersensitivitas tipe I yang paling
umum biasa disebut sebagai gangguan alergi
atau atopik

Ilustrasi lingkungan alergi pemicu


hipersensitivitas tipe I
Hipersensitivitas tipe I
Mekanisme terjadinya Hipersensitivitas
Tipe I

Pada reaksi hipersensitivitas tipe I antibodi IgE


mengikat sel mast dan basofil yang
mengandung butiran histamin yang dilepaskan
dalam reaksi dan menyebabkan peradangan.
Mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe I
dimulai dari masuknya alergen ke dalam tubuh.
Respon Imunologis hipersensitivitas tipe I
Hipersensitivitas tipe I
o Efek yang disebabkan oleh hipersensitivitas Reaksi anafilaktik ini memiliki tiga tahapan
tipe I dapat terjadi dalam 5 sampai 30 menit utama berupa :
sesudah eksposure dan akan menghilang
dalam 60 menit.  fase sensitisasi
o Pada kasus alergi serbuk bunga dan asma  fase aktivasi
bronkial, dapat terjadi reaksi fase lambat
yang terjadi dalam 2-24 jam kemudian,  fase efektor.
tanpa ada tambahan eksposure antigen dan
dapat bertahan dalam beberapa hari.
o Fase ini ditandai dengan infiltrasi jaringan
oleh eosinofil, netrofil, basofil, monosit, dan
sel T CD4+ serta kerusakan jaringan yang
seringkali bermanifestasi sebagai kerusakan
epitel mukosa.
Hipersensitivitas tipe II
o Reaksi hipersensitivitas Tipe II disebut juga
reaksi sitotoksik atau sitolitik, terjadi karena
dibentuknya antibodi jenis IgG atau IgM
terhadap antigen yang merupakan bagian sel
pejamu.
o Reaksi diawali oleh reaksi antara antibodi dan
determinan antigen yang merupakan bagian dari
membran sel tergantung apakah komplemen atau
molekul aksesori dan metabolisme sel dilibatkan.
o Istilah sitolitik lebih tepat mengingat reaksi yang
terjadi disebabkan lisis dan bukan efek toksik.
Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang
memiliki reseptor Fcγ-R dan juga sel NK yang
dapat berperan sebagai sel efektor dan
menimbulkan kerusakan melalui ADCC. Reaksi
Tipe II dapat menunjukkan berbagai manifestasi
klinik.
Respon Imunologis hipersensitivitas tipe II
Hipersensitivitas tipe II
o Beberapa antibodi dapat menyebabkan
penyakit tanpa secara langsung menyebabkan
jejas jaringan. Misalnya pada antibodi
terhadap reseptor hormon yang dapat
menghambat fungsi reseptor; pada beberapa
kasus myasthenia gravis, antibodi terhadap
reseptor asetilkolin menghambat transmisi
neuromuskular dan menyebabkan paralisis.
o Antibodi lainnya dapat mengaktivasi reseptor
tanpa adanya hormon fisiologis; seperti pada
Graves’disease dimana antibodi terhadap
reseptor TSH menstimulasi sel tiroid bahkan
tanpa keberadaan hormon tiroid. Banyak
kelainan hipersensitivitas kronik pada manusia
yang terkait dengan antibodi antijaringan.
Hipersensitivitas tipe III
o Reaksi hipersensitivitas tipe 3 terjadi karena o Gangguan yang sering terjadi pada reaksi
pengendapan kompleks imun (antigen- hipersensitivitas III, menurut Baratawidjaja
antibodi) yang susah difagosit sehingga et al (2012) adalah :
akan mengaktivasi komplemen dan
mengakumulasi leukosit polimorfonuklear  Kompleks imun mengendap di dinding
di jaringan. pembuluh darah.
o Reaksi ini juga dapat disebut reaksi yang  Kompleks imun mengendap di jaringan
diperantarai kompleks imun. Reaksi ini
terdiri dari 2 bentuk reaksi, yaitu : reaksi
Kompleks Imun Sistemik (Serum Sickness)
dan reaksi Sistem Imun Lokal (Arthus).
Hipersensitivitas tipe IV
o Reaksi hipersensitivitas tipe 4 disebut
sebagai reaksi hipersensitivitas tipe
lambat, karena reaksinya relatif lebih
lama dibandingkan dengan tipe Sel Th 1 yang disensitasi
hipersensitivitas lain. Pada tipe melepas sitokin yang
hipersensitivitas 4, yang berperan dalam mengaktifkan makrofag
menyebabkan reaksi alergi adalah atau sel Tc yang berperan
sejenis sel darah putih yang disebut sel dalam kerusakan jaringan.
T. Sel Th2 dan Tc
menimbulkan respon yang
o Contoh hipersensitivitas tipe 4 adalah sama.
dermatitis kontak, berbagai bentuk
reaksi hipersensitivitas akibat obat-
obatan, dan sindrom Stevens-Johnson.
Hipersensitivitas tipe IV

o Reaksi ini dapat disebabkan oleh antigen ekstrinsik dan intrinsic/internal (“self”). Reaksi ini
melibatkan sel-sel imunokompeten, seperti makrofag dan sel T. Ekstrinsik : nikel, bhn kimia
Intrinsik: Insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM or Type I diabetes), Multiple sclerosis (MS),
Rheumatoid arthritis, TBC.
Sekian dan terimakasih

Anda mungkin juga menyukai