MULTIFORME
KELOMPOK 8
TUTORIAL SKENARIO 2
BLOK 11
PEMBIMBING : drg. Rima Permatasari.
ANGGOTA KEL0MPOK
1. Gina Maulida Riani Al-Syams 1711111120009
2. Anandita Ahmad 1711111310005
3. Mery Novita 1711111320016
4. Laili Nurul Islami 1711111220016
5. Akhmad Farhansyah I. 1711111210004
6. Rosyaningsi 1711111120020
7. Aliffia Azizah K 1711111320004
8. A. M. Della Namira Aghnina 1711111320001
9. Rizky Yoga Wardana 1711111310024
“Pasien laki-laki usia 35 tahun datang ke RSUD Ulin dengan keluhan
sariawan dan luka-luka pada tangan dan wajah. Sariawan terasa perih
dan susah yang menyebabkan pasien susah makan. Luka-luka di
wajahnya juga terasa gatal, perih, dan sakit. Sariawan keluar sejak 3
hari yang lalu setelah meminum obat paracetamol 500 mg 3 kali sehari.
Pemeriksaan ekstra oral tampak lesi vesikula dan ulser, multiple, krusta
kemerahan, sakit, dan agak gatal pada wajah. Adanya lesi target pada
telapak tangan dan lengan. Pada mata tampak kemerahan, gatal, dan
tidak nyaman. Pemeriksaan intra oral tampak lesi erosi, ulserasi, krusta
kemerahan, sakit pada mukosa bukal kanan dan kiri serta bibir atas
dan bawah. Pasien diminta dirujuk ke spesialis kulit kelamin dan
spesialis mata. Akhirnya pasien dinyatakan harus Masuk Rumah Sakit
(MRS) karena akan terjadi komplikasi yang prognosisnya bisa fatal
karena menyebabkan kematian.”
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH
• Bagaimana patogenesisnya ?
• Jawab: Hipersensitivitas ini termasuk tipe 3 yaitu melibatkan kompleks imun. Ikatan antigen
antibodi kemudian bereaksi dengan protein tubuh dan menyebabkan inflamasi.
• Apa saja komplikasi yang menyebabkan kematian ?
• Jawab: Jika lesi tidak ditangani akan menyebabkan keganasan.
• Apa saja diagnosis bandingnya ?
• Jawab: Stomatitis Herpetika Primer, Behcet Syndrome.
• Apa saja etiologinya ?
• Jawab: Alergi terhadap obat yang menyebabkan reaksi imun.
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH
• Bagaimana penanganannnya ?
• Jawab: Pemberian antibiotik, prednison, methilpenisolon, kumur-kumur
antimikroba berupa chlorexidine gluconate atau povidone iodine serta pemberian
kortikosteroid.
• Apa saja faktor predisposisinya ?
• Jawab: Infeksi lain, OH buruk.
PROBLEM Hipersensitifitas
Obat Pada
TREE Rongga Mulut
Erythema
Multiforme
Manifestasi
Definisi Penanganan Epidemiologi
Klinis
SASARAN BELAJAR
• Menjelaskan hipersensitivitas
• Menjelaskan definisi erythema multiforme
• Menjelaskan etiologi erythema multiforme
• Menjelaskan epidemiologi erythema
multiforme
• Menjelaskan klasifikasi erythema multiforme
• Menjelaskan manifestasi erythema multiforme
• Menjelaskan patogenesis erythema
multiforme
• Menjelaskan diagnosis banding erythema
multiforme
• Menjelaskan pemeriksaan dan penanganan
erythema multiforme
• Menjelaskan prognosis erythema multiforme
• Menjelaskan obat-obatan pemicu
hipersensitivitas
Hipersensitivitas adalah aktivasi
berlebihan oleh antigen atau gangguan
mekanisme yang akan menimbulkan
suatu keadaan immunopatologik. Pada
keadaan normal, mekanisme
pertahanan tubuh baik humoral
maupun seluler tergantung pada
aktivasi sel B dan sel T
(Harti, 2013).
Hipersensitivitas tipe 6
Hipersensitivitas tipe 3
(Harti, 2013).
• HIPERSENSIITIFITAS
TIPE 1
(Harti, 2013).
• HIPERSENSIITIFITAS
TIPE 2
Disebut juga Hipersensitivitas sitotoksik. Hipersensitivitas
ini melibatkan berbagai organ dang jaringan. Antigen
biasanya endogen meskipun ada juga yang eksogen.
Hipersensitivitas ini melibatkan IgM atau IgG, komplemen,
fagosit, dan sel K.
(Harti, 2013).
• HIPERSENSIITIFITAS
TIPE 4
(Harti, 2013).
• HIPERSENSIITIFITAS
TIPE 5
(Rebel, 2018).
• HIPERSENSIITIFITAS
TIPE 6
(Rebel, 2018).
ERYTHEMA MULTIFORME
suatu penyakit akut yang terjadi pada
mukokutaneus dengan gambaran klinis berupa
erupsi polymorphous yang terdiri dari makula,
papula bula, krusta dan dapat disertai dengan
adanya lesi target.
Faktor genetik juga menjadi faktor predisposisi EM. HLA DQ3 yang terdeteksi pada EM genetik
menjadi bukti dan membedakan etiologi ini dengan EM yang disebabkan oleh virus herpes. Infeksi
virus memicu EM minor atau mayor, namun reaksi obat cenderung memicu Steven Johnson Syndrom
(SJS) atau Toxic Epidermal Necrolysis (TEN
(Longe, 2015; Sokumbi dan Wetter, 2012)(Lamoreux et al., 2006; Shah et al., 2014).
Epidemiologi Erythema Multiforme
EM major
Lesi berupa lesi target/bull’s eye. Muncul
dengan cepat.
Lesi pada kulit: awalnya kecil, merah
kehitaman, macula bulat dari 0,5-2 cm.
Makula membesar dan mengembang.
Kemudian lesi menjadi vesikula dan bula
KLASIFIKASI EM (Langlais et al., 2017).
(Laskaris, 2014).
•MANIFESTASI ERYTHEMA MULTIFORME
Ciri khas lesi di kulit berupa lesi target atau lesi mata sapi
yaitu terdapat makula putih sepertu cincin, merah putih dan
onsentrik yang terdiri dari bagian tengah berupa esikel/eritema
yang keungu-ungan yang dikelilingi oleh lingkaran konsentris
yang pucat atau putih dan kemudian lingkaran merah yang
timbul dengan cepat di permukaan lengan dan kaki, lutut, dan
telapak tangan. Kadang-kadang ada bula pada kulit.
(Laskaris, 2014).
Patogenesis Erythema Multiforme
(Issrani et al., 2017).
antigen memasuki tubuh maka antibody spesifik akan di produksi untuk melawan antigen
Kemudian dalam sirkulasi keduanya membentuk kompleks antigen-antibodi. Antigen dan kompleks
imun akan berada dalam sirkulasi untuk waktu yang lama lalu mengendap dan dapat menyebabkan
vaskulitis.
Komplek imun yang meninggalkan sirkulasi akan mengendap didalam atau luar dinding pembuluh
darah, akan mengakibatkan terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah
Bahan vasoaktif yang dihasilkan sel mast dan trombosit menimbulkan vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas vaskuler dan inflamasi.
Patogenesis LANJUTAN......
(Issrani et al., 2017).
Neutrofil seharusnya berperan dalam mengeliminasi komplek imun tersebut, namun jika
neutrofil terekpung dijaringan sulit untuk memakan kompleks, akibatnya neutrfil akan
mengeluarkan granulnya yang makin meningkatkan kerusakan jaringan.
Saat kondisi kompleks imun mengendap di jaringan, terjadilah reaksi radang pada tahap
ketiga, pada tahap tersebut timbul hejala seperti demam, artralgia, pembesaran kelenjar
getah bening.
Hal ini lah yang menandakan terjadinya Erythema Multiforme pada pasien dan makin
lama manifestasinya semakin muncul dengan cepat
Patogenesis Erythema Multiforme
Pada infeksi HSV
Makrofag dan sel progenitor langerhans CD3+ memfagositosis virus dalam darah perifer yang memiliki DNA HSV
kemudian dibawa ke epidermis yang berupa fragmen. Gen HSV dalam fragmen DNA yang di endapkan pada kulit
akan ditanggapi oleh MHC II kemudian ke CD4+ dan menginduksi Th1 spesifik HSV yang merespon antigen virus
kemudian akan meinduksi produksi IFN-γ kemudian memulai kaskade inflamasi sehingga meningkatkan sel-sel
leukosit, monosit, NK sel, dan sel T autoreaktif sehingga menyebabkan lisis sel
3. Bulous phempigoid
(David, 2012).
Pemeriksaan dan Penanganan Erythema Multiforme
3. Kortikosteroid topikal
Antihistamin digunakan bila perlu yaitu
apabila lesi terasa gatal. Setirizin untuk
Tergantung kelainan kulit apakah kering atau basah.
dosis anak-anak 2-5 tahun yaitu 2,5
Untuk kelainan kulit yang kering maka dapat
mg/dosis 1 kali sehari, kemudian umur 6
digunakan bedak salisilat 2%. SedangkanI hope
untuk
and I believe that this
tahun yaitu 5-10 mg/dosis 1 kali sehari.
Template will your Time, Money
kelainan kulit yang basah maka dapat digunakan
and Reputation.
(Adrian, 2009).
Pengobatan pada 7. Perawatan lebih lanjut
Erythema Multiforme
Erythema multiforme (EM) mayor dapat membutuhkan
5. Konsultasi rawat inap untuk pengobatan komplikasi. Acyclovir dosis
rendah (200 mg qd sampai 400 mg bid) dapat efektif.
Dermatologist – Untuk diagnosis dan manajemen Untuk mencegah kekambuhan HAEM, bahkan pada
Spesialis penyakit dalam atau spesialis anak – infeksi HSV subklinis. Untuk anak-anak, 10 mg/kg/hari
dapat dipertimbangkan. Jika unresponsive,
Untuk evaluasi dasar penyebab gangguan dan
I hope and I believe that this
terapicontinuous
Template will your Time, Money dengan valacyclovir (500 mg bid) telah
sekuelae pada sistemik and Reputation.
dilaporkan keefektifannya.
Konsultasi dengan spesialis mata – Evaluasi dan
manajemen adanya gangguan pada mata
6) Follow-up
(Adrian, 2009).
Prognosis Erythema Multiforme
Tingkat kesembuhan pasien yang mengalami erythema multiforme sangat dipengaruhi oleh luas
permukaan tubuh yang terpapar. Masa penyembuhan untuk pasien yang mengalami EM minor berkisar 2-3
minggu dan untuk pasien yang mengalami EM mayor berkisar antara 4-6 minggu. Pada permukaan mukosa
yang terpapar selalu memerlukan waktu lebih lama untuk mengalami penyembuhan. Penyembuhan untuk lesi
pada mukosa sendiri biasanya tidak meninggalkan jaringann parut namun biasanya berupa hiperpigmentasi.
Pasien yang mengalami EM jarang mengalami kekambuhan, kerus. Pada kasus yang parah kerusakan yang
mengenai bagian mata dapat menimbulkan kebutaan begitu juga dengan kerusakan yang terjadi pada organ
genital yang dapat mengganggu fungsi reproduksi dan ekskresi. Perlu diwaspadai apabila terjadi keterlibatan
mukosa yang parah dan ditemukannya infeksi bakteri
(Hafsi, 2019).
Obat-Obatan Pemicu
(Oliveira et al., 2008).
Hipersensitifitas
a. Antibiotics: d. Lain-lain:
a. Antipiretik/analgesik:
DAFTAR PUSTAKA
Adrian T. 2009. Carbamazepine (Anti Konvulsi) dalam Terapi Epilepsi sebagai Penyebab Erythema
Multiforme Mayor. Skripsi. Meda: USU.
Bashir T, et al. 2014. Erythema Multiforme: A Case Report. International Journal of Scientific Study; 2(7):
249-255.
Boras VV, et al. 2015. Oral and Skin Lichen Planus Pemphigoides. Research Journal of Pharmaceutical,
Biological and Chemical Sciences; 6(3): 1785-1788.
David A, Wetter MD, Olayemi SMD. 2012. Clinical Features, Diagnosis, and Treatment of Erythema
Multiforme ; a Review for The Practicing dermatologist. International Journal of Dermatology; 1(1): 1365-
1370.
Djuanda, Adhi, et al. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. ed. ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hafsi W, Badri T. 2019. Erythema Multiforme. Tresasure Island: StarPearls Publishing.
Harti AS. 2013. Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Hidayat LH. 2018. Herpes Assoclated Erithema Multiforme (HAEM) In Young Adult. Odonto Dental
Journal. Desember; 5(2): 152.
Isik, et al.2007. Multidrug-Induced Erythema Multiforme. J Investig Allergol Clin Immunol; 17(3): 196-198
Issraini R, Prabhu N. 2017. Etiopathogenesis of Erythema Multiforme-A Concile Damage of Epidermal-
Dermal Junction. Journal of Indian Academy of Oral Medicine and Radiology; 10(1): 69.
Issrani R, Prabhu N. 2017. Etiopathogenesis of Erythema Multiforme – A Concise Review. Advances in
Dentistry & Oral Health; 5(4): 1-4.
DAFTAR PUSTAKA
Lamoreux, et al. 2006. Erythema Multiforme. Am Fam Physician. American Academy of Family
Physicians; 74: 1883-1888.
Langlais, R., Miller, CN, Gehring J. 2017. Atlas Berwarna Lesi Mulut Sering Ditemukan 4th ed. Jakarta:
EGC.
Laskaris G. 2014. Atlas Saku Penyakit Mulut. Ed 2. Jakarta: EGC.
Longe JL. 2015. The Gale Encyclopedia of Medicine - 5th Edition. USA : Gale Cengage Learning.
Lukman LH. 2018. Herpes Associated-Erythema Multiforme (HAEM) In Young Adult. ODONTO Dental
Journal; 5(2): 152.
Mitchell L et al. 2017. Kedokteran Gigi Klinik Semua Bidang Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC.
Nelis S. 2016. Phempigus Vulgaris Oral Terkait Infeksi Virus Herpes Simpleks. Jurnal Kedokteran Gigi;
3(1).
Oliveira LR, Zucoloto S. 2008. Erythema Multiforme Minor: A Revision. American Journal of Infectious
Diseases; 4(4): 224-231.
Rakhi I, Prabhu N. 2017. Etiopathogenesis of Erythema Multiforme - A Concise Review. Etiopathogenesis
of Erythema Multiforme - A Concise Review; 5(4): 555669.
Sanders WJ. 2017. A Brief Review of Pemphigus Vulgaris. Sanders Biomedical Dermatology;1(7): 1-3.
Shah, et al. 2014. Drug Induced Erythema Multiforme: Two Cases Series with Review of Literature.
Journal of Clinical and Diagnostic Research; 8(8): ZH01-ZH04.
DAFTAR PUSTAKA
Shrihari JG, Shetty SR. 2018. Erythema Multiforme: A Mysterious Lession. Indian J Med Paediatric Oncol;
39(3): 363-364.
Sokumbi ODA, Wetter. 2012. Clinical Features, Diagnosis, and Treatment of Erythema Multiforme: A
Review for The Practicing Dermatologist. The International Society of Dermatology; 51: 889-902.
Turton M. 2017. A Case Report on Symptomatic Primary Herpetic Gingivostomatitis. Journal of Dental
Health Oral Disorder & Therapy; 8(8): 1-3.
Yuliwulandari R, et al. 2015. Pengembangan Metode in-House HLA-Typing Gen HLA Kelas I (HLA-A,
HLA-B, HLA-C) Menggunakan Next Generation Sequencing Illumina Miseq. MKB; 47(3): 153.
Thank you
Ada pertanyaan?