Anda di halaman 1dari 44

ERYTHEMA

MULTIFORME

KELOMPOK 8

TUTORIAL SKENARIO 2
BLOK 11
PEMBIMBING : drg. Rima Permatasari.
ANGGOTA KEL0MPOK
1. Gina Maulida Riani Al-Syams 1711111120009
2. Anandita Ahmad 1711111310005
3. Mery Novita 1711111320016
4. Laili Nurul Islami 1711111220016
5. Akhmad Farhansyah I. 1711111210004
6. Rosyaningsi 1711111120020
7. Aliffia Azizah K 1711111320004
8. A. M. Della Namira Aghnina 1711111320001
9. Rizky Yoga Wardana 1711111310024
“Pasien laki-laki usia 35 tahun datang ke RSUD Ulin dengan keluhan
sariawan dan luka-luka pada tangan dan wajah. Sariawan terasa perih
dan susah yang menyebabkan pasien susah makan. Luka-luka di
wajahnya juga terasa gatal, perih, dan sakit. Sariawan keluar sejak 3
hari yang lalu setelah meminum obat paracetamol 500 mg 3 kali sehari.
Pemeriksaan ekstra oral tampak lesi vesikula dan ulser, multiple, krusta
kemerahan, sakit, dan agak gatal pada wajah. Adanya lesi target pada
telapak tangan dan lengan. Pada mata tampak kemerahan, gatal, dan
tidak nyaman. Pemeriksaan intra oral tampak lesi erosi, ulserasi, krusta
kemerahan, sakit pada mukosa bukal kanan dan kiri serta bibir atas
dan bawah. Pasien diminta dirujuk ke spesialis kulit kelamin dan
spesialis mata. Akhirnya pasien dinyatakan harus Masuk Rumah Sakit
(MRS) karena akan terjadi komplikasi yang prognosisnya bisa fatal
karena menyebabkan kematian.”
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH

• Apa hubungan sariawan dengan obat paracetamol ?


Jawab: Sariawan pada skenario disebabkan karena reaksi alergi akibat
mengonsumsi obat paracetamol.
• Apa diagnosis pada skenario ?
Jawab: Hipersensitivitas terhadap obat dan manifestasi klinisnya Erythema
Multiforme.
• Bagaimana pemeriksaan ekstra oral dan intra oral pada skenario ?
Jawab: Pemeriksaan ekstra oral berupa memeriksa wajah simetris apa tidak,
palpasi lesi. Pemeriksaan intra oral berupa memeriksa seluruh mukosa rongga
mulut, melihat lokasi dan bentuk lesi serta jenis lesi.
• Apa hubungan penyakit dengan dirujuk ke spesialis mata ?
Jawab: Karena manifestasi klinisnya telah menyerang bagian mata.
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH

• Bagaimana patogenesisnya ?
• Jawab: Hipersensitivitas ini termasuk tipe 3 yaitu melibatkan kompleks imun. Ikatan antigen
antibodi kemudian bereaksi dengan protein tubuh dan menyebabkan inflamasi.
• Apa saja komplikasi yang menyebabkan kematian ?
• Jawab: Jika lesi tidak ditangani akan menyebabkan keganasan.
• Apa saja diagnosis bandingnya ?
• Jawab: Stomatitis Herpetika Primer, Behcet Syndrome.
• Apa saja etiologinya ?
• Jawab: Alergi terhadap obat yang menyebabkan reaksi imun.
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH

• Bagaimana penanganannnya ?
• Jawab: Pemberian antibiotik, prednison, methilpenisolon, kumur-kumur
antimikroba berupa chlorexidine gluconate atau povidone iodine serta pemberian
kortikosteroid.
• Apa saja faktor predisposisinya ?
• Jawab: Infeksi lain, OH buruk.
PROBLEM Hipersensitifitas
Obat Pada
TREE Rongga Mulut

Erythema
Multiforme

Etiologi Klasifikasi Patogenesis Pemerriksaan Prognosis

Manifestasi
Definisi Penanganan Epidemiologi
Klinis
SASARAN BELAJAR
• Menjelaskan hipersensitivitas
• Menjelaskan definisi erythema multiforme
• Menjelaskan etiologi erythema multiforme
• Menjelaskan epidemiologi erythema
multiforme
• Menjelaskan klasifikasi erythema multiforme
• Menjelaskan manifestasi erythema multiforme
• Menjelaskan patogenesis erythema
multiforme
• Menjelaskan diagnosis banding erythema
multiforme
• Menjelaskan pemeriksaan dan penanganan
erythema multiforme
• Menjelaskan prognosis erythema multiforme
• Menjelaskan obat-obatan pemicu
hipersensitivitas
Hipersensitivitas adalah aktivasi
berlebihan oleh antigen atau gangguan
mekanisme yang akan menimbulkan
suatu keadaan immunopatologik. Pada
keadaan normal, mekanisme
pertahanan tubuh baik humoral
maupun seluler tergantung pada
aktivasi sel B dan sel T

(Harti, 2013).
Hipersensitivitas tipe 6

Hipersensitivitas tipe I 1 5 Hipersensitivitas tipe 5

Hipersensitivitas tipe 2 2 4 Hipersensitivitas tipe 4

Hipersensitivitas tipe 3

(Harti, 2013).
• HIPERSENSIITIFITAS
TIPE 1

disebut juga dengan hipersensitivitas segera atau


anafilaktik. Hipersensitivitas ini tumbul segera setelah
badan terpajan dengan alergen. Melibatkan kulit (urtikaria
dan eksema), mata (konjungtivitis), nasofaring (rhinitis),
jaringan bronkhopolmuner (asthma) dan saluran
pencernaan (gastroenteritis).

Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut:


• Fase Sensitisasi
• Fase Aktivasi
• Fase Efektor

(Harti, 2013).
• HIPERSENSIITIFITAS
TIPE 2
Disebut juga Hipersensitivitas sitotoksik. Hipersensitivitas
ini melibatkan berbagai organ dang jaringan. Antigen
biasanya endogen meskipun ada juga yang eksogen.
Hipersensitivitas ini melibatkan IgM atau IgG, komplemen,
fagosit, dan sel K.

Mekanisme terjadinya adalah sebagai berikut:


• Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau
immune adherence
• Reaksi sitotoksik ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang
mempunyai reseptor untuk Fc
• Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen
(Harti, 2013).
• HIPERSENSIITIFITAS
TIPE 3 Disebut juga hipersensitivitas kompleks imun. Reaksi
biasanya sistemik atau melibatkan berbagai organ antara
lain kulit, ginjal, paru, pembuluh darah, sendi, serta organ
lainnya..

Immunopatologi disebut reaksi kompleks imun. Reskai


kompleks imun adalah reaksi yang terjadi bila kompleks antigen-
antibodi ditemukan dalam jaringan atau sirkulasi/dinding
pembuluh darah dan mengaktifkan komplemen.

(Harti, 2013).
• HIPERSENSIITIFITAS
TIPE 4

Disebut juta hipersensitivitas diperantarai sel yaitu


hipersensntivitas tipe lambat. Merupakan reaksi
hipersensitivitas yang dipicu oleh terbentuknya kompleks
antigen dan antibodi.

Immunopatologi reaksi ini disebut juga reaksi hipensitivitas


lambat, sell mediatif immunity (CMI), Delayed Type
Hypersensitivity (DTH) atau reaksi tuberculin yang timbul lebih
dari 24 jam setelah tubuh terpajan dengan antigen.

(Harti, 2013).
• HIPERSENSIITIFITAS
TIPE 5

Merupakan reaksi hipersensitifitas yang jarang terjadi jika


dilihat dari 4 tipe sebelumnya. Pada hipersensitifitas tipe 5
ini merupakan reaksi hipersensitifitas granuloma dengan
reaksi kinetik yang berbeda dari tipe IV dan dalam micrology
mempunyai bagian microscopic dan macroscopic yang
spesifik

(Rebel, 2018).
• HIPERSENSIITIFITAS
TIPE 6

Merupakan tipe reaksi hipersensitifitas yang jarang terjadi


samaseperti tipe 5. Merupakan reaksi hipersensitifitas
dikenal dengan hipersensitifitas yang merangsang dan
menetralkan, dimana antibodiberperan seperti hormon
melalui interaksi spesifik dengan reseptor mulai dari sel
target yang mengkode atau memberikan sinyal lurus tanpa
memperkuat peradangan

(Rebel, 2018).
ERYTHEMA MULTIFORME
suatu penyakit akut yang terjadi pada
mukokutaneus dengan gambaran klinis berupa
erupsi polymorphous yang terdiri dari makula,
papula bula, krusta dan dapat disertai dengan
adanya lesi target.

Eritema multiforme merupakan suatu erupsi


mendadak (akut) dan rekuren pada kulit dan
kadang-kadang pada selaput lendir dengan
gambaran bermacam-macam spektrum dan
gambaran khas bentuk iris

(Lukman, 2018). (Isik et al., 2007).


•ETIOLOGI ERYTHEMA MULTIFORME
Kebanyakan penyakit Erythema Multiforme disebabkan oleh obat-obatan seperti
Penicilin, Sulfonamides, beberapa obat epilepsy, aspirin, dan acetaminophen (Biasa
juga disebut dangan Paracetamol). Selain dari obat, penyakit juga dapat menyebabkan
terjadinya Erythema Multiforme seperti HPV dan mycoplasma pneumonia.

Faktor genetik juga menjadi faktor predisposisi EM. HLA DQ3 yang terdeteksi pada EM genetik
menjadi bukti dan membedakan etiologi ini dengan EM yang disebabkan oleh virus herpes. Infeksi
virus memicu EM minor atau mayor, namun reaksi obat cenderung memicu Steven Johnson Syndrom
(SJS) atau Toxic Epidermal Necrolysis (TEN

(Longe, 2015; Sokumbi dan Wetter, 2012)(Lamoreux et al., 2006; Shah et al., 2014).
Epidemiologi Erythema Multiforme

EM minor lebih sering terjadi pada pasien 20-40


tahun. >20% memengaruhi anak- anak usia 3
tahun ke atas dan usia remaja. Prevalensi EM
minor oral bervariasi dari 35%- 65% di antara
pasien dengan lesi kulit sedangkan pasien den
gan lesi oral 25%-35%. Lebih banyak terjadi
pada perempuan daripada laki-laki. Hal ini
disebabkan pengaruh hormon pada perempuan.

(Shrihari et al., 2018; Hidayat, 2018).


KLASIFIKASI EM (Langlais et al., 2017).
Berdasarkan spektrum luas bagian yang terkena EM diklasifikasikan menjadi :
EM minor
Manifestasi umum: berbatas pada
gingiva, lesi bervariasi. Mukosa
lidah dan bibir menunjukkan
bercak merah, ulserasi.
Gejala:
anoreksia, malaise, demam ringan
(bisa iya, bisa tidak)

EM major
Lesi berupa lesi target/bull’s eye. Muncul
dengan cepat.
Lesi pada kulit: awalnya kecil, merah
kehitaman, macula bulat dari 0,5-2 cm.
Makula membesar dan mengembang.
Kemudian lesi menjadi vesikula dan bula
KLASIFIKASI EM (Langlais et al., 2017).

Berdasarkan spektrum luas bagian yang terkena EM diklasifikasikan menjadi :

SJS (Steve’s TEN (Toxic Epidermal


Johnson Syndrome) Necrolysis)

Bentuh parahnya Bentuk paling parah


dari EM. dari EM. Pelepasan
Gejala: bisa malaise, kulit > 30%. Lebih
sakit kepala, nyeri sering orangtua
dada, diare dan terutama wanita.
muntah. Lesi ulserasi Paling sering
yang luas pada bibir mempengaruhi kulit
dan daerah mukosa mata dan mukosa
mulut. Sangat nyeri mulut.. Penyakit ini
sehingga pasien bisa permanen
tidak bisa merusak mata
makan/menelan.
TEN (Toxic
Epidermal
Necrolysis)
KLASIFIKASI EM (Oliveira et al., 2008)
Berdasarkan gejala klinis eritema multiforme dibedakan menjadi tipe makula -
eritema dan vesikulobulosa

Tipe makula – eritema Tipe vesikulobulosa

Erupsi timbul mendadak,simetris dengan tempat


predileksi di punggung tangan,telapak tangan,bagian
ekstensor ekstremitas,dan terjadi 2-3 minggu. Gejala Lesi mula-mula berupa macula,papul,dan urtika
khas ialah bentuk iris (lesi target) yang terdiri dari 3 yang kemudaian timbul lesi vesikobulosa
bagian,yaitu bagian tengah berupa vesikel atau eritema ditengahnya.Bentuk ini dapat juga mengenai
yang berwarna keungu-unguan, dikelilingi oleh lingkaran selaput lendir (mukosa
konsentris yang pucat dan kemudian ada juga lingkaran
yang merah
MANIFESTASI ERYTHEMA MULTIFORME
PADA RONGGA MULUT
Manifestasi klinisnya berupa lesi oral tampak sebagai
beberapa vesikel kecil yang menyatu kemudian pecah dalam
2-3 hari. Meninggalkan erosi nyeri dengan tepi tidak beraturan
yang tertutup oleh pseudomembran nekrotik. Daerah umum
yang terlibat yaitu bibir, mukosa bukal, lidah, palatum molle,
dan sadar mulut. Lesi terdiri dari makula, papula/plak bulat,
datar, dan eritematus.

(Laskaris, 2014).
•MANIFESTASI ERYTHEMA MULTIFORME

Ciri khas lesi di kulit berupa lesi target atau lesi mata sapi
yaitu terdapat makula putih sepertu cincin, merah putih dan
onsentrik yang terdiri dari bagian tengah berupa esikel/eritema
yang keungu-ungan yang dikelilingi oleh lingkaran konsentris
yang pucat atau putih dan kemudian lingkaran merah yang
timbul dengan cepat di permukaan lengan dan kaki, lutut, dan
telapak tangan. Kadang-kadang ada bula pada kulit.

(Laskaris, 2014).
Patogenesis Erythema Multiforme
(Issrani et al., 2017).

antigen memasuki tubuh maka antibody spesifik akan di produksi untuk melawan antigen

Kemudian dalam sirkulasi keduanya membentuk kompleks antigen-antibodi. Antigen dan kompleks
imun akan berada dalam sirkulasi untuk waktu yang lama lalu mengendap dan dapat menyebabkan
vaskulitis.

Komplek imun yang meninggalkan sirkulasi akan mengendap didalam atau luar dinding pembuluh
darah, akan mengakibatkan terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah

Bahan vasoaktif yang dihasilkan sel mast dan trombosit menimbulkan vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas vaskuler dan inflamasi.
Patogenesis LANJUTAN......
(Issrani et al., 2017).
Neutrofil seharusnya berperan dalam mengeliminasi komplek imun tersebut, namun jika
neutrofil terekpung dijaringan sulit untuk memakan kompleks, akibatnya neutrfil akan
mengeluarkan granulnya yang makin meningkatkan kerusakan jaringan.

Saat kondisi kompleks imun mengendap di jaringan, terjadilah reaksi radang pada tahap
ketiga, pada tahap tersebut timbul hejala seperti demam, artralgia, pembesaran kelenjar
getah bening.

Hal ini lah yang menandakan terjadinya Erythema Multiforme pada pasien dan makin
lama manifestasinya semakin muncul dengan cepat
Patogenesis Erythema Multiforme
Pada infeksi HSV
Makrofag dan sel progenitor langerhans CD3+ memfagositosis virus dalam darah perifer yang memiliki DNA HSV
kemudian dibawa ke epidermis yang berupa fragmen. Gen HSV dalam fragmen DNA yang di endapkan pada kulit
akan ditanggapi oleh MHC II kemudian ke CD4+ dan menginduksi Th1 spesifik HSV yang merespon antigen virus
kemudian akan meinduksi produksi IFN-γ kemudian memulai kaskade inflamasi sehingga meningkatkan sel-sel
leukosit, monosit, NK sel, dan sel T autoreaktif sehingga menyebabkan lisis sel

Pada infeksi alergi obat-obatan


Pada infeksi ini meibatkan ekspresi faktor TNF-α. Keratinosit adalah target akhir kemudian akan
menyebabkan nekrosis keratinosit berupa destruksi epidermal yang merupakan patologi paling awal.
Respon dapat berubah-ubah tergantung obat. Hapten mengikat secara kovalen pada protein di
permukaan sel epitel kemudian menginduksi respon imun untuk apoptosis dan menyebabkan reaksi

(Issrani et al., 2017).


Patogenesis Erythema Multiforme

•EM terjadi karena adanya peningkatan kadar kompleks antigen-


antibodi (imun) yang menyebabkan vaskulitis. Faktor-faktor
spesifik penyebab vaskulitis kompleks imun adalah alergi
makanan, reaksi terhadap mikroorganisme, radioterapi, penyakit
sistemik, dan keganasan Beberapa penelitian melaporkan
keterlibatan beberapa mikroorganisme sebagai pencetus EM
termasuk virus dan terutama herpes simplex virus (HSV) pada
kasus-kasus yang rekuren.

(Kumar et al., 2008).


• Diagnosis Banding Erythema Multiforme

Primary Herpetic Gingivostomatitis

peradangan pada marginal gingival dan attached gingiva


yang ditandai oleh eritema, edema, proliferasi kapiler, dan
erupsi vesikuler luas yang memengaruhi vermllion border
dan mukosa labial, lidah, mukosa bukal dan mukosa
vestibular, palatum durum, palatum molle, tonsil dan
mukosa faring. Perbedaannya: EM selalu terdapat ulserasi
dengan pseudomembran putih (berupa fibrin akibat
pendarahan vasculitis) pada mukosa rongga mulut.

(Turton, 2017; Apriasari, 2013; Nelis, 2016).


• Diagnosis Banding Erythema Multiforme
Penyakit Autoimun vesiculobullous (Pemphigus dan pemphigoid)
1. Pemphigus vulgaris

yaitu suatu kelainan autoimun yang timbul dengan


keadaan lepuh dan erosi pada mukosa kulit yang terasa
menyakitkan. Gambaran klinisnya berupa ulserasi pada
bagian mukosa bukal atau palatum. Lesi bula pada
mukosa rongga mulut yang mempunyai dinding tipis,
mudah pecah bila terkena trauma menjadi ulser multiple
kronis dan lesi erosive bila telat atau tidak dirawat.
Perbedaannya: lesi terdapat dimukosa dan bisa
merambat ke gingiva, kalo erythema tidak di gingiva

(Sanders, 2017; Apriasari, 2013; Nelis, 2016)


• Diagnosis Banding Erythema Multiforme
Penyakit Autoimun vesiculobullous (Pemphigus dan pemphigoid)

2. Lichen Planus Pemphigoid

Suatu kelainan autoimun yang biasanya bermanifestasi


pada kult sebagai area eritematosa pada tubuh yang
lepuh. Lesi di rongga mulut biasanya digambarkan
sebagai bentuk bula atau erosi pada mukosa
eritematosa. Biasanya lebih sering pada mukosa bukal

(Boras et al., 2015).


• Diagnosis Banding Erythema Multiforme
Penyakit Autoimun vesiculobullous (Pemphigus dan pemphigoid)

3. Bulous phempigoid

Merupakan kelainan yang biasanya ditandai dengan bula


dan vesikle yang besar pada bagian mulut, mata, dan
permukaan mukosa yang lain, namun yang dapat
membedakannya dengan penyakit Erythema Multiforme
adalah ketika dilakukan pemeriksaan immunofloresence
pada EM tidak ditemukan adanya antibodi yang
terdeteksi

(David, 2012).
Pemeriksaan dan Penanganan Erythema Multiforme

1) Cytosmear merupakan pemeriksaan sitologi. Biasanya pada


hasilnya akan memperlihatkan banyal sel acantholytic yang
Pemeriksaan tampaknya normal secara sitomorfologis dengan neutrophil
yang tersebar. (Bashir et al., 2014).
pada Erythema
2) Biopsi Kulit, dapat mengonfirmasi munculnya Erythema

Multiforme Multiforme dan dapat mengeliminasi penyakit lain yang mirip


dengan Erythema Multiforme (Mitchell, 2017).
3) Tes Darah, untuk mengidentifikasi keberadaan antigen dan
Ada beberapa peningkatan frekuensi antigen HLA tertentu
terkait erythema multiforme. HLA (Human Leukocyte antibody untuk memastikan keberadaan virus atau bakteri yang
Antigen) adalah gen yang berada di kromososm 6p21 yang dapat memicu Erythema Multiforme (Mitchell, 2017).
menjadi penanda terkait Erythema Multiforme
4) Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi HSV tipe 1 dan 2 serta
(Hidayat, 2018). (Yuliwulandari et al., 2015; untuk mendteksi adanya antibodi spesifik IgM dan IgG
Issraini et al., 2017). (Hidayat, 2018).
Pengobatan pada (Adrian, 2009).
Erythema Multiforme
1. Perawatan medik 2. Kortikosteroid sistemik
Penyebab erythema multiforme (EM) harus diidentifikasi Prednison 30-50 mg 3 hari sekali dengan cara
terlebih dahulu, jika memungkinkan. Jika ada suatu obat- tappering off (dari dosis awal lalu dikurangi
obatan yang dicurigai, maka harus dihentikan sesegera perlahan). Pada keadaan umum,
mungkin. Infeksi harus diobati menurutI hope
penyakitnya
and I believe that this deksamethason dan methisprednison intravena
Template will your Time, Money
masing-masing setelah dilaksanakan kulturanddan/atau
Reputation.tes
dengan dosis permulaan 5 mg, 4-6 kali sehari.
serologic.
Pengobatan pada
Erythema Multiforme 4. Antihistamin

3. Kortikosteroid topikal
Antihistamin digunakan bila perlu yaitu
apabila lesi terasa gatal. Setirizin untuk
Tergantung kelainan kulit apakah kering atau basah.
dosis anak-anak 2-5 tahun yaitu 2,5
Untuk kelainan kulit yang kering maka dapat
mg/dosis 1 kali sehari, kemudian umur 6
digunakan bedak salisilat 2%. SedangkanI hope
untuk
and I believe that this
tahun yaitu 5-10 mg/dosis 1 kali sehari.
Template will your Time, Money
kelainan kulit yang basah maka dapat digunakan
and Reputation.

kompres salin 1%. Kostikosteroid topikal tidak dapat


digunakan pada kulit basah.

(Adrian, 2009).
Pengobatan pada 7. Perawatan lebih lanjut

Erythema Multiforme
Erythema multiforme (EM) mayor dapat membutuhkan
5. Konsultasi rawat inap untuk pengobatan komplikasi. Acyclovir dosis
rendah (200 mg qd sampai 400 mg bid) dapat efektif.
Dermatologist – Untuk diagnosis dan manajemen Untuk mencegah kekambuhan HAEM, bahkan pada
Spesialis penyakit dalam atau spesialis anak – infeksi HSV subklinis. Untuk anak-anak, 10 mg/kg/hari
dapat dipertimbangkan. Jika unresponsive,
Untuk evaluasi dasar penyebab gangguan dan
I hope and I believe that this
terapicontinuous
Template will your Time, Money dengan valacyclovir (500 mg bid) telah
sekuelae pada sistemik and Reputation.
dilaporkan keefektifannya.
Konsultasi dengan spesialis mata – Evaluasi dan
manajemen adanya gangguan pada mata

6) Follow-up
(Adrian, 2009).
Prognosis Erythema Multiforme

Tingkat kesembuhan pasien yang mengalami erythema multiforme sangat dipengaruhi oleh luas
permukaan tubuh yang terpapar. Masa penyembuhan untuk pasien yang mengalami EM minor berkisar 2-3
minggu dan untuk pasien yang mengalami EM mayor berkisar antara 4-6 minggu. Pada permukaan mukosa
yang terpapar selalu memerlukan waktu lebih lama untuk mengalami penyembuhan. Penyembuhan untuk lesi
pada mukosa sendiri biasanya tidak meninggalkan jaringann parut namun biasanya berupa hiperpigmentasi.
Pasien yang mengalami EM jarang mengalami kekambuhan, kerus. Pada kasus yang parah kerusakan yang
mengenai bagian mata dapat menimbulkan kebutaan begitu juga dengan kerusakan yang terjadi pada organ
genital yang dapat mengganggu fungsi reproduksi dan ekskresi. Perlu diwaspadai apabila terjadi keterlibatan
mukosa yang parah dan ditemukannya infeksi bakteri

(Hafsi, 2019).
Obat-Obatan Pemicu
(Oliveira et al., 2008).
Hipersensitifitas
a. Antibiotics: d. Lain-lain:

Penicillin, ampicillin, tetracyclines, amoxicillin, Rifampicin, isoniazid, thiacetazone, pyrazinamide,


cefotaxime,cefaclor, cephalexin, ciprofloxacin, albendazole, allopurinol, arsenic, bromofluorene, quinine,
erythromycin, minocycline, sulfonamides,trimethoprim- cimetidine, corticosteroids, diclofenac,
sulfamethoxazole, vancomycin. didanosine,dideoxycytidine, diphosphonate, estrogen,
etretinate, fluconazole, griseofulvin, gabapentin,
a. Antikonvulsan:
granulocyte-macrophage colony-stimulating factor,
Golongan barbiturat, carbamazepine, hydantoin,
hydralazine,indapamide, Dan masih banyak lagi
phenytoin, asam valproat .

a. Antipiretik/analgesik:
DAFTAR PUSTAKA
Adrian T. 2009. Carbamazepine (Anti Konvulsi) dalam Terapi Epilepsi sebagai Penyebab Erythema
Multiforme Mayor. Skripsi. Meda: USU.
Bashir T, et al. 2014. Erythema Multiforme: A Case Report. International Journal of Scientific Study; 2(7):
249-255.
Boras VV, et al. 2015. Oral and Skin Lichen Planus Pemphigoides. Research Journal of Pharmaceutical,
Biological and Chemical Sciences; 6(3): 1785-1788.
David A, Wetter MD, Olayemi SMD. 2012. Clinical Features, Diagnosis, and Treatment of Erythema
Multiforme ; a Review for The Practicing dermatologist. International Journal of Dermatology; 1(1): 1365-
1370.
Djuanda, Adhi, et al. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. ed. ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hafsi W, Badri T. 2019. Erythema Multiforme. Tresasure Island: StarPearls Publishing.
Harti AS. 2013. Imunologi Dasar dan Imunologi Klinis. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Hidayat LH. 2018. Herpes Assoclated Erithema Multiforme (HAEM) In Young Adult. Odonto Dental
Journal. Desember; 5(2): 152.
Isik, et al.2007. Multidrug-Induced Erythema Multiforme. J Investig Allergol Clin Immunol; 17(3): 196-198
Issraini R, Prabhu N. 2017. Etiopathogenesis of Erythema Multiforme-A Concile Damage of Epidermal-
Dermal Junction. Journal of Indian Academy of Oral Medicine and Radiology; 10(1): 69.
Issrani R, Prabhu N. 2017. Etiopathogenesis of Erythema Multiforme – A Concise Review. Advances in
Dentistry & Oral Health; 5(4): 1-4.
DAFTAR PUSTAKA
Lamoreux, et al. 2006. Erythema Multiforme. Am Fam Physician. American Academy of Family
Physicians; 74: 1883-1888.
Langlais, R., Miller, CN, Gehring J. 2017. Atlas Berwarna Lesi Mulut Sering Ditemukan 4th ed. Jakarta:
EGC.
Laskaris G. 2014. Atlas Saku Penyakit Mulut. Ed 2. Jakarta: EGC.
Longe JL. 2015. The Gale Encyclopedia of Medicine - 5th Edition. USA : Gale Cengage Learning.
Lukman LH. 2018. Herpes Associated-Erythema Multiforme (HAEM) In Young Adult. ODONTO Dental
Journal; 5(2): 152.
Mitchell L et al. 2017. Kedokteran Gigi Klinik Semua Bidang Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC.
Nelis S. 2016. Phempigus Vulgaris Oral Terkait Infeksi Virus Herpes Simpleks. Jurnal Kedokteran Gigi;
3(1).
Oliveira LR, Zucoloto S. 2008. Erythema Multiforme Minor: A Revision. American Journal of Infectious
Diseases; 4(4): 224-231.
Rakhi I, Prabhu N. 2017. Etiopathogenesis of Erythema Multiforme - A Concise Review. Etiopathogenesis
of Erythema Multiforme - A Concise Review; 5(4): 555669.
Sanders WJ. 2017. A Brief Review of Pemphigus Vulgaris. Sanders Biomedical Dermatology;1(7): 1-3.
Shah, et al. 2014. Drug Induced Erythema Multiforme: Two Cases Series with Review of Literature.
Journal of Clinical and Diagnostic Research; 8(8): ZH01-ZH04.
DAFTAR PUSTAKA
Shrihari JG, Shetty SR. 2018. Erythema Multiforme: A Mysterious Lession. Indian J Med Paediatric Oncol;
39(3): 363-364.
Sokumbi ODA, Wetter. 2012. Clinical Features, Diagnosis, and Treatment of Erythema Multiforme: A
Review for The Practicing Dermatologist. The International Society of Dermatology; 51: 889-902.
Turton M. 2017. A Case Report on Symptomatic Primary Herpetic Gingivostomatitis. Journal of Dental
Health Oral Disorder & Therapy; 8(8): 1-3.
Yuliwulandari R, et al. 2015. Pengembangan Metode in-House HLA-Typing Gen HLA Kelas I (HLA-A,
HLA-B, HLA-C) Menggunakan Next Generation Sequencing Illumina Miseq. MKB; 47(3): 153.
Thank you
Ada pertanyaan?

Anda mungkin juga menyukai