Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PEMICU 1 BLOK 9

“Dampak Radiasi”

DISUSUN OLEH:

Hanna Elfrida Renita

190600215

Kelompok 12

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Radiologi adalah ilmu kedokteran yang menggunakan radiasi untuk diagnosis dan
pengobatan penyakit. Pelayanan radiologi merupakan pelayanan kesehatan yang
menggunakan sinar peng-ion ataupun bahan radioaktif sehingga penggunaan bahan tersebut
mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu dapat sangat berguna bagi penegakan
diagnosa dan terapi penyakit dan di sisi lain akan sangat berbahaya bila penggunaannya tidak
tepat dan tidak terkontrol.
Radiografer adalah tenaga kesehatan yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab oleh
pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan radiografi dan imejing di unit Pelayanan
Kesehatan.
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna. Berbagai unit pelayanan yang tersedia di rumah sakit
antara lain unit gawat darurat, rawat jalan (poli umum dan poli spesialis), rawat inap (ICU,
rawatan umum, rawatan isolasi), penunjang (teknik, farmasi, hemodialisa, fisioterapi,
laboratorium dan radiologi).

1.2 Deskripsi Pemicu


Nama Pemicu : Dampak Radiasi
Narasumber : Dr.Trelia Boel,drg.,M.Kes., Sp.RKG (K) ; dr. Nindia Sugih Arto,
M.Ked(ClinPath),Sp.PK, Ramadhani Banurea, S.Si, M.Si
Kasus :
Seorang operator Radiologi Kedokteran Gigi perempuan, berumur 56 tahun yang sudah
bekerja selama 32 tahun pada suatu hari mengalami keluhan seperti mual, lemas dan
pusing sejak 6 bulan yang lalu. Kondisi ruangan radiologi tempat bekerja sudah berlapisi
Pb (plumbum)=Timah hitam.
Hasil pemeriksaan darah rutin Hb: 8.3 g/dl, MCV 85 fL, MCH 28 pg dan MCHC 35 gr/dL,

Lekosit : 2.100/mm3 dengan hitung jenis sel 1/0/0/46/12/13 dan sel muda 28%, Trombosit
105.000/mm3. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya suatu keganasan.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Interpretasikan hasil pemeriksaan laboratorium tersebut!


Dalam pemeriksaan indeks eritrosit biasanya digunakan untuk melihat jenis anemia.
Indeks eritrosit terdiri dari MCV (volume eritrosit rerata), dan MCH (hemoglobin eritrosit
rerata). Nilai indeks eritrosit di dapat dari hasil pemeriksaan hemoglobin, hematokrit dan
jumlah eritrosit.1
Hemoglobin merupakan zat protein yang terdapat dalam eritrosit yang memberi
warna merah pada darah dan merupakan pengangkut oksigen utama dalam tubuh.2 Nilai
rujukan kadar hemoglobin ditentukan berdasarkan umur dan jenis kelamin, sebagai berikut:
Pada bayi baru lahir 16 ± 3,0 g/dl ; Bayi 3 bulan 11,5 ± 2,0 g/dl ; Anak usia 1 tahun 12,0 ±
1,5 g/dl ; Anak usia 10- 12 tahun 13,0 ± 1,5 g/dl.2 Nilai rujukan kadar hemoglobin pada pria
13-16 g/dl dan wanita 12-14 g/dl.1
MCV (Mean Corpuscular Volume) adalah volume rata-rata sebuah eritrosit yang
dinyatakan dengan satuan femtoliter. Nilai normal MCV = 82 - 92 fl.3 Berdasarkan kasus,
nilai MCV operator tersebut berada dalam rentang nilai normal. (85 fL)
MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) adalah jumlah hemoglobin per-eritrosit yang
dinyatakan dengan satuan pikogram (pg). Nilai normal MCH= 27-31 pg.3 Berdasarkan kasus,
nilai MCH operator tersebut berada dalam rentang nilai normal. (28 pg)
MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) adalah konsentrasi
hemoglobin yang didapat per-eritrosit yang dinyatakan dengan satuan gram per desiliter
(gr/dl). Nilai normal MHCH adalah 30-35 gram perdesiliter (gr/dl).3 Berdasarkan kasus, nilai
MCHC operator tersebut berada dalam rentang nilai normal. (35 gr/dL)
Sel darah putih atau leukosit berperan sebagai sistem imunitas atau membunuh
kuman dan penyakit yang berada dialiran darah manusia. Jumlah normal sel leukosit dalam
darah adalah 4-11 ribu/mm3. Berdasarkan kasus, operator tersebut mempunyai jumlah sel
leukosit 2.100/mm3. Pasien mengalami leukopenia yaitu berkurangnya jumlah leukosit
dibawah 4.000/mm. Leukopenia dapat diakibatkan karena penyakit keganasan, radiasi sinar-
X atau gamma dan status gizi yang buruk.2
Hitung jenis lekosit yang dihitung adalah jenis-jenis lekosit normal sekaligus
memperhatikan kemungkinan adanya sel lekosit abnormal dalam darah tepi atau perifer.
Nilai basofil, Eosinofil, N.Segmen berada di rentang nilai normal sedangkan nilai
Neutrofil batang, Limfosit berada di bawah nilai rujukan normal dan nilai Monosit berada di
atas nilai rujukan normal.
Penurunan jumlah netrofil (disebut netropenia) dijumpai pada penyakit virus,
leukemia (limfositik dan monositik), agranolositosis, anemia defisiensi besi (ADB), anemia
aplastik, pengaruh obat (antibiotic, agen imunosupresif). Penurunan jumlah limfosit dijumpai
pada kanker, leukemia, hiperfungsi adrenokortikal, agranulositosis, anemia aplastik, sklerosis
multiple, gagal ginjal, sindrom nefrotik, SLE. Peningkatan persentase jumlah monosit pada
hitung jenis leukosit mengindikasikan terjadinya inflamasi.
Trombosit berfungsi dalam mekanisme pembekuan darah. Jumlah trombosit dalam
keadaan normal adalah 200.000-500.000/mm3. Berdasarkan kasus, pasien memiliki jumlah
trombosit 105/ mm3 dimana jumlah tersebut berada di bawah jumlah normal yang disebut
Trombositopenia, suatu kondisi dimana jumlah trombosit kurang dari normal yang
disebabkan oleh reaksi awal obat-obatan, malignansi sumsum tulang, atau radiasi pengion
yang merusak sumsum tulang.3

2. Kelainan darah apa yang mungkin terjadi akibat pekerjaannya sebagai operator di
intalasi radiologi dental?
Risiko bahaya yang mungkin terjadi pada pekerja radiasi yaitu efek deterministik dan
efek stokastik. Pengaruh sinar X dapat menyebabkan kerusakan haemopoetik (kelainan
darah) seperti: anemia, leukimia, dan leukopeni yaitu menurunnya jumlah leukosit. Selain itu,
efek determinisitik yang dapat ditimbulkan pada organ reproduksi atau gonad adalah
strerilitas atau kemandulan serta menyebabkan menopause dini sebagai akibat dari gangguan
hormonal system reproduksi (Dwipayana, 2015) 4

Pengaruh radiasi pada organ tubuh manusia dapat bermacam-macam bergantung pada
jumlah dosis dan luas lapangan radiasi yang diterima. Pada tahun 1950 Komisi Internasional
untuk perlindungan terhadap penyinaran menetapkan bahwa pengaruh sinar X adalah sebagai
berikut:

1. “Luka permukaan yang dangkal seperti: Kerusakan kulit (skin damage); Epilasi
(epilation); Kuku rapuh (brittleness of nails). Reaksi luka permukaan yang dangkal
dapat timbul segera atau setelah beberapa lama. Reaksi yang segera timbul dapat
menyerupai luka bakar. Dosis maksimal untuk kulit yang masih dapat diberikan tidak
diketahui, tetapi bagi para pekerja yang setiap harinya berhubungan dengan sinar X
diperkirakan dosisnya kurang dari 1R per hari. Radiasi sinar X yang berlangsung lama
(kronis) atau bertahun- tahun telah terbukti dapat menimbulkan karsinoma kulit.
2. Kerusakan hemopoetik: Limfopeni; Leukopeni; Anemi; Leukemi; dan Kehilangan
respons terhadap daya tahan spesifik (loss of specific immune response).
3. Induksi keganasan (induction of malignancy): Leukemi; Karsinoma kulit; Sarkoma.
4. Berkurangnya "kemungkinan hidup" (reduction of life span).
5. Aberasi genetik (genetic aberrations) seperti: Mutasi gen langsung; Perubahan
kromosom (chromosomal alteration).
6. Efek-efek lainnya (other deleterious effects) seperti:Katarak lentikuler; Obesitas;
Sterilitas sementara (temporary) maupun tetap (permanent).5

3. Jelaskan patogenesis terjadinya kelainan pada sel darah akibat radiasi!


Penggunaan radiasi ionisasi dapat menimbulkan kerusakan pada tubuh, terutama
melalui proses ionisasi atom-atom pembentuk jaringan. Interaksi radiasi dengan jaringan
tubuh pada tingkat atom akan menimbulkan perubahan pada tingkat molekul, yang kemudian
akan menimbulkan kerusakan selular, dan selanjutnya dapat menimbulkan fungsi sel
abnormal atau kehilangan fungsinya. Radiasi menimbulkan kerusakan pada sel tergantung
dari dosis, lama radiasi dan jenis sel yang terpapar. Perubahan jumlah darah merupakan
contoh klasik dari kerusakan organik akibat radiasi ionisasi.
Radiasi jika mengenai manusia, dapat menimbulkan 2 efek, yaitu efek stokastik dan
efek determenistik. Efek stokastik adalah efek yang munculannya merupakan suatu
kemungkinan (probabilitas) dan tidak punya nilai ambang. (seperti: kanker, katarak) Efek
deterministik adalah efek yang akan selalu muncul apabila dosis yang diterima melebihi
ambang dan mempengaruhi tingkat severity. (seperti: muntah)
Radiasi ionisasi dapat mengurangi jumlah sel darah dalam sirkulasi perifer. Radiasi
mengurangi jumlah sel darah immatur (batang tubuh atau bakal sel darah) yang terbentuk dan
mengurangi jumlah sel darah matur dalam aliran darah.
Eritrosit termasuk sel yang kurang sensitif terhadap penyinaran radiasi daripada sel
darah lain. Bila eritrosit makin matur, radiosensivitas makin berkurang. Sel-sel darah ini
mulai menbentuk populasi ulang, satu bulan setelah radiasi. Pembelahan eritrosit karena
penyinaran radiasi dapat menimbulkan anemia yang memburuk dengan adanya pendarahan di
seluruh tubuh.
Darah putih merupakan komponen selular darah yang tercepat mengalami perubahan
akibat radiasi. Efek pada jaringan ini berupa penurunan jumlah sel. Komponen selular darah
yang lain butir pembeku dan darah merah menyusul setelah sel darah putih.
Sel sumsung tulang termasuk sel yang aktif berproliferasi sehingga sel sumsum tulang
termasuk sel yang rentan terhadap kerusakan akibat paparan radiasi pengion. Sel leukosit dan
trombosit merupakan sel darah yang paling sensitif terhadap radiasi, jumlah leukosit dan
trombosit antara sebelum pemberian radioterapi dan sesudah pemberian dosis fraksinasi
radioterapi memiliki perbedaan yang signifikan, sedangkan sel eritrosit dan Hb tergolong
resisten terhadap radiasi.
Radiasi yang mengenai sumsum tulang akan me- nyebabkan depresi jumlah sel darah
karena destruksi sel punca hematopoetik dan sel progenitor yang sangat sensitif radiasi.
Dengan meningkatnya dosis radiasi yang diabsorbsi, semakin banyak sel punca dan sel
prekursor hematopoetik yang mati, dan semakin sedikit atau bahkan tidak ada lagi
pembentukan sel matur fungsional.6

4. Bagaimana standar ruangan radiologi yang benar dalam pemakaian/pengunaan Pb


di bilik tersebut.
Persyaratan ruangan pemeriksaan menurut PERMENKES No. 1014 MENKES
/SK/XI/2008 adalah : Persyaratan ruang diantaranya adalah (1) Letak ruangan radiologi
hendaknya mudah dijangkau dari ruang gawat darurat, perawatan intensive care, kamar bedah
dan ruang lainya, (2) Setiap ruangan radiologi dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran
dan alarm sesuai dengan kebutuhan, (3) Suhu ruangan pemeriksaan antara 200-240C dan
kelembaban 40-60%, (4) Suhu untuk alat disesuaikan dengan suhu yang telah direferensikan
oleh pabrik tersebut.
Persyaratan ruangan meliputi jenis, kelengkapan dan ukuran/ luas ruangan yang
dibutuhkan sebagai berikut : (1) Ketebalan dinding. Bata merah dengan ketebalan 25 cm dan
kerapatan jenis 2,3 g/cm3 atau beton dengan ketebalan 20 cm atau setara dengan 2 mm timah
hitam (Pb) sehingga tingkat radiasi di sekitar ruangan pesawat sinar-X tidak melampaui Nilai
Batas dosis 1 mSv/tahun. (2) Pintu ruangan pesawat sinar-X dilapisi dengan timah hitam
dengan ketebalan tertentu sehingga tingkat radiasi di sekitar ruangan pesawat sinar-X tidak
melampaui Nilai Batas Dosis 1 mSv/tahun, ventilasi setinggi 2 meter dari lantai sebelah luar
agar orang di luar tidak terkena paparan radiasi. Di atas pintu masuk ruang pemeriksaan
dipasang lampu merah yang menyala pada saat pesawat dihidupkan sebagai tanda sedang
dilakukan penyinaran (lampu peringatan tanda bahaya radiasi). (3)Ruangan dilengkapi
dengan sistem pengaturan udara sesuai dengan kebutuhan. (4)Pada tiap-tiap sambungan Pb,
dibuat tumpang tindih/overlapping.7

5. Jelaskan sikap dan upaya kesehatan seorang radiografer dalam menjaga


keselamatan dalam bekerja .
Radiografer adalah tenaga kesehatan yang diberi tugas, wewenang dan tanggung
jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan radiografi dan imejing di unit
pelayanan kesehatan. Radiografer merupakan tenaga kesehatan yang memberi kontribusi
bidang radiografi dan imejing dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.8

Keselamatan radiasi atau yang lazim disebut proteksi radiasi merupakan suatu cabang
ilmu pengetahuan atau teknik yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun
lingkungan dan berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok
orang ataupun kepada keturunananya. Tujuan dari keselamatan radiasi ini adalah mencegah
terjadinya efek deterministic yang merupakan efek radiasi yang mempunyai tingkat
keparahan bergantung pada dosis radiasi yang diterima dengan suatu nilai ambang, dan
mengurangi terjadinya efek stokastik yang merupakan efek radiasi dosis radiasi yang diterima
oleh seseorang tanpa suatu nilai ambang serendah mungkin.
Petugas yang berkontaminasi terhadap pasien akan mempengaruhi kesehatan dan
keselamatan kerja. Agar tidak terpengaruh kesehatan dan keselamatan kerjanya maka
berkontaminasi menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung berupa fasilitas
dan konsultasi kesehatan, artinya ketika petugas melakukan kontak terhadap pasien maka
diperlukan faktor pendukung misalnya handscoon (sarung tangan), masker (penutup mulut)
dan alas kaki, sehingga dapat menghindari kontak langsung dengan terbuka terhadap pasien.9

6. Jelaskan efek radiasi pengion dan non pengion. Apa satuan dosis radiasi
Berdasarkan efek radiasi yang ditimbulkannya, maka radiasi dapat dikelompokan
menjadi radiasi pengion dan radiasi non-pengion. Adapun yang temasuk ke dalam kelompok
radiasi pengion adalah cahaya matahari, sinar-x dan radiasi dari bahan radioaktif, sedangkan
radiasi yang termasuk radiasi non-pengion adalah seperti sinar ultraviolet, radiasi panas,
gelombang radio dan microwave.
Sinar radiasi pengion adalah sinar yang mempunyai sifat tidak dapat dilihat, tidak
berwarna, tidak dapat dirasakan, namun mempunyai sifat yang dapat merusak sel-sel tubuh
manusia dengan jalan bila mengenai dan menembus tubuh manusia, dalam besar dosis
tertentu serta periode jangka waktu tertentu dapat mengakibatkan terjadinya proses ionisasi
sel-sel tubuh manusia, dengan cara energi penyinaran yang diabsorpsi di dalam tubuh akan
membebaskan elektronelektron dari atom, dan atom yang telah mengalami ionisasi akan
menjadi unsur radikal bebas yang akan merusak materi genetik DNA. Proses ini seiring
dengan berjalannya waktu dapat mengakibatkan perubahan atau mutasi sel atau gen yang
kemudian dapat mempengaruhi sistem kerja biokimia enzim tubuh atau pun sistem tubuh
lainnya. Sedangkan radiasi sinar non pengion adalah jenis radiasi yang apabila melewati
bahan atau jaringan biologi tidak akan mengionkan bahan atau jaringan tersebut.

United States Nuclear Regulatory Commision (NRC) adalah salah satu sumber
informasi resmi yang dijadikan standar dibeberapa negara untuk penetapan garis pedoman
pada proteksi radiasi. NRC telah menyatakan bahwa dosis individu terpapar radiasi maksimal
adalah 0.05Sv atau 5 rem / tahun. Beberapa efek yang merugikan dari radiasi hanya
berlangsung singkat, sedangkan efek lainnya bisa menyebabkan penyakit menahun. Efek dini
dari dosis radiasi tinggai akan tampak jelas dalam waktu beberapa menit atau beberapa hari.
Efek lanjut mungkin baru tampak beberapa minggu, bulan atau bahkan bertahun tahun
kemudian Mutasi (pergeseran) bahan genetika dari sel-sel organ kelamin akan tampak jelas
pada keturunannya dengan adanya kelainan genetika pada keturunannya. Efek akut
menghasilkan kerusakan sel parenkim akibat disi yang besar dari radiasi ionisasi, dengan
ditandai adanya eritema, desquamasi kering, desquamasi lembab dan pengelupasan
kulit.Pemaparan terhadap organ radiosensitif lainnya seperti kelenjar tyroid, organ lymphoid,
usus dan ginjal dapat menyebabkan hilangnya sel parenkim yang mengarah pada gagal organ
dan disfungsi. Efek akut terhadap tubuh dapat mengakibatkan kerusakan yang berbeda
;Sindrom susm tulang belakang, jika terpapar dengan dosis 2.5 – 5 Gy, Sindrom
Gastrointestinal jika terpapar 5 – 12 Gy, Sindrom otak jika terpapar total radiasi sangat tinggi
> 20 Gy, dengan gejala mual dan muntah, lalu diikuti oleh ngantuk, lelah dan kandang koma.
Efek kronis akibat pemaparan berulang atau pemaparan jangka panjang oleh dosis rendah,
yang dapat berakibat terhentinya menstruasi (Amenore), berkurangnya kesuburan pada pria
dan wanita, berkurangnya gairah seksual (libido) pada wanita, katarak dan berkurangnya
jumlah sel darah merah (anemia), sel darah putih (leukopenia) dan trombosit
(trombositopenia).5
7. Bagaimana peraturan perundang-undangan keselamatan kerja radiasi untuk dokter,
pasien, operator dan lingkungan?
Pemerintah sebelumnya telah menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 63 Tahun
2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion sebagai
pelaksanaan ketentuan Pasal 16 Undang-Undang No.10 tahun 2000 tentang
Ketenaganukliran.
Namun berdasarkan pertimbangan pemerintah RI, peraturan tersebut sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi saat ini yang
semakin menuntut adanya jaminan keselamatan pekerja, masyarakat serta perlindungan
terhadap lingkungan hidup dan keamanan sumber radioaktif, maka ditetapkan Peraturan
Pemerintah RI Nomor 33 tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan
Sumber Radioaktif. Berdasarkan peraturan tersebut setiap instansi yang menggunakan radiasi
pengion wajib menerapkan Keselamatan Radiasi sebagai usaha pencegahan dan
penanggulangan kecelakaan radiasi.10

8. Pemeriksaan kesehatan apa saja yang wajib di lakukan oleh seorang radiografer
setiap tahunnya?
Pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi diperlukan untuk mengetahui arah perkembangan
kesehatan pekerja dan kalau memungkinkan mencari hubungan kausal antara radiasi pengion
dengan gangguan yang bersifat patologik. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
kondisi kesehatan pekerja radiasi baik sebelum, selama maupun sesudah masa kerja minimal
hingga 30 tahun data kesehatan disimpan. Ini akan berguna untuk mengetahui apakah
penyakit yang diderita oleh pekerja radiasi adalah penyakit akibat kerja di medan radiasi atau
bukan. Di samping itu juga berguna untuk menyesuaikan penempatan pekerja dengan kondisi
kesehatannya, membantu menegakkan diagnosis dan menentukan tindakan pengobatan
terhadap kecelakaan radiasi

Pemeriksaan kesehatan meliputi anamnesis riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan pendukung antara lain rontgen dan pemeriksaan laboratorium. Riwayat
kesehatan meliputi riwayat penyakit keluarga, penyakit pekerja radiasi itu sendiri dan riwayat
pekerjaan. Pemeriksaan fisik mencakup keadaan umum seperti tekanan darah, nadi,
pernafasan, kesadaran, kulit, mata, mulut, THT, kelenjar tiroid, paru-paru, jantung, saluran
pencernaan, hati, ginjal, sistem genital serta pemeriksaan syaraf dan jiwa. Sedangkan
pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah rutin, kimiawi darah yang bertujuan
untuk mengetahui keadaan umum dan khusus dari metabolisme tubuh terutama yang
berhubungan dengan paparan radiasi. Selain itu pemeriksaan laboratorium juga mencakup
pemeriksan kromosom, analisis sperma.

Uji kesehatan mental pekerja juga dilakukan. Dalam uji medis, dokter harus memfokuskan
diri pada uji fisik pekerja yang berhubungan dengan tugas yang akan diemban, dan
menentukan kondisi sebelum bekerja yang berhubungan dengan efek radiasi seperti
dermatitis kronis, katarak, penyakit hematologik, antara lain keganasan sel darah atau pada
sistem limfe. Saat uji kulit, dokter harus melihat tanda- tanda radiodermatitis kronis seperti
atropi kulit, hiperkeratosis dan telangiectasia. Untuk pekerjaan yang berhubungan dengan
penanganan radioisotop, penggunaan rutin sarung tangan dan pencucian tangan mungkin
menjadi masalah bagi pekerja yang memiliki eksim atau alergi kulit lainnya. Lensa mata
harus diuji untuk memastikan ada tidaknya katarak dengan peralatan optalmoskop, dan jika
ada didukung dengan uji slit-lamp. Palpasi nodul limfe perifer, hati dan limpa serta uji fungsi
kelenjar tiroid juga dilakukan. Uji darah meliputi hemoglobin, hitung sel darah merah, hitung
sel darah putih, hitung diferensial dan hitung trombosit. Adanya ketidak normalan atau
jumlah berlebih dari sel darah muda (immature) harus dicatat. Leukemia mungkin diawali
dengan anemia, neutropenia dan trombositopenia. Harus dicatat juga hitung sel darah sangat
bervariasi baik oleh kondisi fisiologis, adanya penyakit atau proses di dalam laboratorium.11

9. Bagaimana peraturan yang berlaku jika ada tuntutan pekerja tersebut?


Berdasarkan kasus diatas, wanita operator Radiologi Kedokteran Gigi yang sudah bekerja
selama 32 tahun dan dalam dalam masa kerjanya terkena penyakit tersebut penanganannya
sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2007 Tentang
Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif. Berdasarkan peraturan
tersebut pengusaha instalasi atau pemegang izin membiayai pengobatan apabila penyakit
tersebut terjadi akibat pekerjaannya.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Radiografer merupakan tenaga kesehatan yang memberi kontribusi bidang radiografi dan
imejing dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
Pengaruh radiasi pada organ tubuh manusia dapat bermacam-macam bergantung pada jumlah
dosis dan luas lapangan radiasi yang diterima.
Penggunaan radiasi ionisasi dapat menimbulkan kerusakan pada tubuh, terutama melalui
proses ionisasi atom-atom pembentuk jaringan. Perubahan jumlah darah merupakan contoh
klasik dari kerusakan organik akibat radiasi ionisasi.
Keselamatan radiasi atau yang lazim disebut proteksi radiasi merupakan suatu cabang ilmu
pengetahuan atau teknik yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan
dan berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang
ataupun kepada keturunananya.
Sinar radiasi pengion adalah sinar yang mempunyai sifat yang dapat merusak sel-sel tubuh
manusia dengan jalan bila mengenai dan menembus tubuh manusia, akan membebaskan
elektronelektron dari atom, dan atom yang telah mengalami ionisasi akan menjadi unsur
radikal bebas yang akan merusak materi genetik DNA. Sedangkan radiasi sinar non pengion
adalah jenis radiasi yang apabila melewati bahan atau jaringan biologi tidak akan
mengionkan bahan atau jaringan tersebut.
Untuk keselamatan kerja radiasi untuk dokter, pasien, operator dan lingkungan, pemerintah
memebentuk Peraturan Pemerintah RI Nomor 33 tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi
Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif. Berdasarkan peraturan tersebut setiap instansi
yang menggunakan radiasi pengion wajib menerapkan Keselamatan Radiasi sebagai usaha
pencegahan dan penanggulangan kecelakaan radiasi.
Pemeriksaan kesehatan meliputi anamnesis riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan pendukung antara lain rontgen dan pemeriksaan laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gandasoebrata R. “Penuntun Laboratorium Klinis.” Jakarta: Dian Rakyat 2013.


2. Prastanti AD, Wahyuni S, Masrochah S. “Efek Radiasi terhadap Radiasi terhadap
Perubahan Jumlah Leukosit dan Eritrosit pada Pasien Kanker Payudara Sebelum dan Setelah
Radioterapi.” Jurnal Imejing Diagnostik 2016: 2(1): 124-128.
3. Campbell AN, Reece JB, Mitchell LG. “Biologi, Jilid 3 Edisi 5.” Jakarta, Erlangga: 2004.
4. Dianasari T, Koesyanto H. “Penerapan Manajemen Keselamatan Radiasi di Instalasi
Radiologi Rumah Sakit.” Unnes Journal of Public Health. 2017: 6(3): 174-183.
5. Supriyono P. “Keamanan Peralatan Radiasi Pengion Dikaitkan Dengan Perlindungan
Hukum Bagi Tenaga Kesehatan di Bidang Radiologi Diagnostik.” SOEPRA Jurnal Hukum
Kesehatan. 2011: 1(1).
6. Setyawan A. “Efek Dasar Radiasi pada Jaringan.” Radioterapi dan Onkologi Indonesia.
2014: 5(1): 25-33.
7. Bonifilio APUTB, Garus S. “Analisis Kebocoran Ruang Pemeriksaan Satu di Instalasi
Radiologi RSUD Panembahan Senopati Bantul.” Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah
Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir. Yogyakarta: 24 Juli 2018: 338.
8. Batan. “Petugas Proteksi Radiasi Radiodiagnostik.” Jakarta: Pusdiklat. 2009.
9. Finzia PZ, Ichwanisa N. “GAMBARAN PENGETAHUAN RADIO GRAFER TENTANG
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD dr.
ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH.” Jurnal Aceh Medika 2017: 1(2): 67-73.
10. Simanjuntak J, dkk. “Penerapan Keselamatan Radiasi Pada Instalasi Radiologi di Rumah
Sakit Khusus (RSK) Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013.” Jurnal Ilmu Kesehtan
Masyarakat 2013: 4(3): 245-253.
11. Tetriana D, Evalisa M. “Sangat Penting, Pemeriksaan Kesehatan Pekerja Radiasi.”
BULETIN ALARA. 2006: 7(3): 93-101.

Anda mungkin juga menyukai