Anda di halaman 1dari 9

BAB I

TUJUAN

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memahami dan mempelajari pengaruh temperatur
terhadap aktivitas dan keaktifan kerja enzim juga untuk mengetahui suhu optimum dari aktivitas
dan keaktifan suatu enzim yang terdapat dalam saliva

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Enzim adalah molekul biopolimer yang tersusun dari serangkaian asam amino dalam
komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim memegang peranan penting dalam
berbagai reaksi di dalam sel. Sebagai protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup
untuk mengkatalisis reaksi, antara lain konversi energi dan metabolisme pertahanan sel.Enzim
bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan
demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi
pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi.
Enzim adalah golongan protein yang merupakan unit fungsional dalam metabolisme sel.
Enzim merupakan biokatalisator pada reaksi-reaksi yang terjadi pada makhluk hidup. Sebagai
biokatalisator, enzim memiliki spesifitas yang sanagat tinggi baik terhadap reaktan maupun jenis
reaksi yang dikatalisnya. Pada umumnya suatu enzim hanya mengkatalis satu jenis reaksi dan
bekerja pada suatu substrat tertentu. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang
bersifat tetap.
Fungsi yang terdapat pada enzim adalah sebagai katalis yang sangat efisien, disamping
itu mempunyai derajat kekhasan yang sangat tinggi. Seperti juga katalis lainnya, maka enzim
dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia. Reaksi kimia ada yang membutuhkan
energi (endergonik) dan ada pula yang menghasilkan energi atau mengeluarkan energi
(eksergonik). Dengan adanya katalis atau enzim, harga energi aktivasi diperkecil atau
diturunkan. Dengan demikian akan dapat memudahkan atau mempercepat terjadinya suatu
reaksi (Poedjiadi, 1994).
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: suhu, pH,
konsentrasi enzim, dan konsentrasi substrat. Keberadaan inhibitor juga dapat mempengaruhi
aktifitas enzim.Tiap enzim memerlukan suhu dan PH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-
beda karena enzim adalahprotein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan
keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal
atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan
fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh kofaktor dan inhibitor (Patong, 2009).
Setiap enzim memiliki suhu optimum, yaitu suhu dimana enzim memiliki aktivitas
maksimal. Enzim yang terdapat di dalam tubuh manusia mempunyai suhu optimum sekitar 37 C.
Di bawah atau di atas suhu optimum, aktivitas enzim menurun. Pada suhu mendekati nol, enzim
menjadi tidak aktif, tetapi secara stuktural enzim tersebut tidak rusak. Jika suhu dinaikan
aktivitas enzim kembali meningkat. Namun demikian kenaikan suhu yang cukup besar dapat
menyebabkan enzim mengalami denaturasi sehingga aktivitas katalitiknya hilang.

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 ALAT DAN BAHAN
3.1.1 ALAT
- Beaker glass
- Plat penates
- Tabungreaksi
- Waterbath
- Pipet tetes
- Lampuspritus
- Stopwatch

3.1.2 BAHAN
- Saliva (Air ludah)
- Aquadest
- LarutanAmylum
- Larutan J2KJ
- Es batu
- Larutan Buffer Phosphat
3.2 PROSEDUR PERCOBAAN

1. (air ludah) diencerkan 1 : 500 dengan aquadest (dalam beaker glass).

G.1 Pengambilan sample saliva G.2 Sample Saliva G.3 Proses menuangaquadest (50ml) G.4 Saliva setelahdiencerkan

2. Kemudian, pada plat penetes dituliskan angka 1,2,3 dan seterusnya di setiap ruangnya.
Lalu, teteskan larutan J2-KJ sebanyak 1 tetes pada setiap ruang tersebut.

G.5 Proses meneteskan J2-KJ padasetiapruang plat tetes

3. . Pada ruang pertama diteteskan 1 tetes larutan Amylum untuk melihat terbentuknya
warna biru (sebagai kontrol).

G.6 Diteteskan Amylum pada ruang pertama


4. Untuk menentukan temperatur optimal enzym Ptyalin pada pH 6,8 maka harus
disediakan 4 tabung reaksi dimana pada masing-masing tabung dituliskan 0oC, TK
(temperatur kamar), 50oC dan 70oC.

5. Tabung 0oC dimasukan kedalam beaker glass yang berisi es yang sedang mencair, tabung
TK dibiarkan pada rak tabung, tabung 50oC diletakan dalam Waterbath dengan
temperatur 50oC dan tabung 70oC pada waterbath dengan temperatur 70oC atau pada
beaker glass yang temperaturnya diusahakan konstan 70oC dengan bantuan lampu
spiritus. Kedalam tiap tabung reaksi tersebut dipipetkan 1 ml larutan Amylum dan 2 ml
larutan Buffer Phosphat (pH 6,8).

G.7 Tabung reaksi berisi 1 ml Amylum+ 2 ml Buffer Phosphat

6. Setelah 5 menit, dimasukan kedalam setiap tabung 2 ml larutan saliva serta dicampur
dengan baik. Pada saat yang bersamaan stopwatch ditekan. Larutan dalam tabung reaksi
tersebut diambil setiap sebanyak satu tetes pada plat penetes yang berisi dengan larutan
J2-KJ dan dicatat waktu pada mana warna biru menghilang untuk setiap tabung. Jika
warna biru masih tampak meskipun sesudah 30 menit, maka percobaan/penetesan
dihentikan. Dari berbagai waktu yang diperoleh pada temperatur yang berbeda-beda
diatas, dibuat grafik dan ditentukan temperatur optimal dari grafik tersebut.

G.8 Dimasukkan 2 ml saliva ke dalam tabung reaksi


Temperature OoC :
Tabung reaksi yang berisi 1 ml larutan Amylum dan 2 ml larutan Buffer Phosphat (pH
6,8) dimasukan kedalam beaker glass yang berisi es yang sedang mencair bersuhu 0selama 5
menit. Kemudian, dimasukkan ke dalam tabung 2 ml larutan saliva serta dicampur dengan
baik.Pada saat yang bersamaan stopwatch ditekan. Larutan dalam tabung reaksi tersebut diambil
dan diteteskan sebanyak satu tetes pada setiap ruang plat penetes yang berisi dengan larutan J2-
KJ. ruang plat penetes pertama yang berisi larutan J2-KJ ditambah larutan Amylum satu tetes.
Penetesan larutan tabung reaksi pada setiap ruang dilakukan setiap 1 menit (60 detik) dan
berhenti setelah warna biru menghilang pada setiap ruang.Dicatat waktu pada mana warna biru
menghilang untuk setiap tabung.
Pada menit pertama, penetesan larutan saliva pada ruang plat penetes yang berisi larutan
J2-KJ dan larutan Amylum bereaksi dan menghasilkan warna biru. Pada menit kedua, diteteskan
larutan saliva pada ruang plat penetes yang berisi larutan J2-KJ dan bereaksi masih
menghasilkan warna biru. Pada menit selanjutnya sampai menit terakhir, diteteskan kembali
larutan saliva pada ruang plat penetes yang berisi larutan J2-KJ dan bereaksi tetap menghasilkan
warna biru.

Temperature Kamar ( 25oC ) :


Tabung reaksi yang berisi 1 ml larutan Amylum dan 2 ml larutan Buffer Phosphat (pH 6,8) di
diamkan di rak tabung selama 5 menit. Kemudian, dimasukkan ke dalam tabung 2 ml larutan
saliva serta dicampur dengan baik. Pada saat yang bersamaan stopwatch ditekan. Larutan dalam
tabung reaksi tersebut diambil dan diteteskan sebanyak satu tetes pada setiap ruang plat penetes
yang berisi dengan larutan J2-KJ. Penetesan pada setiap ruang dilakukan setiap 1 menit (60
detik) dan berhenti setelah warna biru menghilang pada setiap ruang. Dicatat waktu pada mana
warna biru menghilang untuk setiap tabung.
Pada menit pertama, penetesan larutan saliva pada ruang plat penetes yang berisi larutan J2-KJ
bereaksi dan menghasilkan warna biru kekuningan. Pada menit kedua, diteteskan larutan saliva
pada ruang plat penetes yang berisi larutan J2-KJ dan bereaksi menghasilkan warna kuning
pekat, namun masih terdapat warna biru yang belum menghilang sepenuhnya. Pada menit ketiga
dan menit selanjutnya, diteteskan kembali larutan saliva pada ruang plat penetes yang berisi
larutan J2-KJ dan bereaksi menghasilkan warna kuning, warna biru sudah sepenuhnya
menghilang.

G.9 Penetesan Amylum pada ruang pertama sebagai kontrol

G.10 Menit pertama penetesan larutan saliva pada ruang kedua

G.11 Menit kedua penetesan larutan saliva pada ruang ketiga

G.12 Menit ketiga penetesan larutan saliva pada ruang keempat

Temperature 37oC :
Tabung reaksi yang berisi 1 ml larutan Amylum, 2 ml larutan Buffer Phosphat (pH 6,8) dan 2 ml
Saliva yang telah dicampurkan diinkubasi di dalam waterbath bersuhu 37°c, selama 5 menit,
setelah 5 menit, keluarkan tabung reaksi dari waterbath kemudian teteskan 1 tetes larutan
tersebut keatas plat penetes yang telah diberi angka 1, kemudian amati perubahan warnanya.
Hasil 37°C : pada uji coba yang kami lakukan dengan temperatur 37°C, perubahan warna
menjadi biru tidak lagi terjadi pada penetesan pertama yakni pada penetesan pada ruang 1 di plat
penetes, warnanya tetap orange, kemudian kami memasukkan kembali tabung reaksi kedalam
waterbath selama 1 menit. Setelah itu kami meneteskan kembali larutan tersebut kedalam plat
penetes pada ruang yang bertuliskan angka 2 dan kami temui perubahan warna orange menjadi
kuning hampir mendekati bening.

Temperature 70oC :
Tabung reaksi yang berisi1 ml larutan Amylum, 2 ml larutan Buffer Phosphat (pH 6,8) dan 2 ml
Saliva yang telah dicampurkan diinkubasi di dalamwaterbath bersuhu 70°c, selama 5 menit,
setelah 5 menit, keluarkan tabung reaksi dari waterbath kemudian teteskan 1 tetes larutan
tersebut keatas plat penetes yang telah diberi angka 1, kemudian amati perubahan warnanya.
Lakukan hal itu berulang sampai menit yang ke 12 dan plat penetes penuh.
HASIL 70:
Untuk ujicoba yang kami lakukan dengan temperatur70°C, perubahan warna menjadi biru
menjadi kuning tidak terjadi. Setelah menunggu selama 12 menit dimana tiap semenenit sekali
plat penetes di tetesi larutan tidak terjadi perubahan. Warna yang ditunjukan selalu warna biru.
7. Untuk menentukan pH optimal dari enzym Ptyalin pada temperatur 37oC, harus
disediakan
6 buah tabung reaksi dan setiap tabung ditulis dengan angka 1 hingga 6. kedalam setiap
tabung dipipetkan 1 ml larutan Amylum dan Buffer Phosphat 0,1 mol sebanyak 2 ml,
yang
pH nya masing-masing 5,3; 5,9; 6,5; 7,2; 7,7 dan 8,3. (Pada setiap tabung yang
digunakan,
pipet harus dicuci terlebih dahulu). Setelah itu, dipipetkan secepat mungkin berturut-turut
pada setiap tabung 2 ml larutan saliva dan dicampurkan dengan baik, serta semua tabung
dimasukan kedalam Waterbath pada 37oC. Bersamaan dengan hal tersebut, stopwatch
ditekan untuk memulai perhitungan waktu. Selanjutnya setiap 2 menit diteteskan satu
tetes
dari setiap larutan (No. 1 s/d 6) pada plat penetes, dan ini dilakukan hingga warna biru
yang terbentuk menghilang, penetesan diberhentikan bila setelah 30 menit warna biru
masih tetap. Dari hasil pengamatan ini dibuat grafik pH dan waktu serta ditentukan pH
optimal dari grafik tersebut.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
Berdasarkan perobaan yang kami lakukan kami memperoleh bahwa pengaruh temperatur
terhadap kerja enzim berbeda – beda, dimana kami memperoleh hasil

MENIT PERUBAHAN WARNA LARUTAAN


SUHU 0o SUHU 25o SUHU 37o SUHU70o
0 BIRU BIRU BIRU BIRU
2 BIRU BIRU KUNING BIRU
KEKUNINGAN KECOKLATAAN
4 BIRU KUNING JERNIH KUNING ERNIH BIRU
6 BIRU BIRU
8 BIRU BIRU
10 BIRU BIRU
12 BIRU BIRU
14 BIRU BIRU

Dari tabel terseut dapat dilihat pada bagian suhu 0o dan suhu 70o tidak terjadi perubahan dimana
mulai dari menit 0 hingga menit 14, warna yang ditunjukkan warna biru. Sedangkan pada suhu
25o dan 37o menunjukkan perubahan warna dari biru ke warna kuning jernih.

4.2 PEMBAHASAN
Pada percobaan ini saliva digunakan untuk menguji aktivitas enzim amilase pada
suhu tertentu dengan menggunakan indikator J2kJ atau sering disebut Lugol. Dimana Lugol
merupakan indikator untuk menunjukkan ada atau tidaknya kandungan amilum pada suatu
makanan. Lugol akan berubah warna menjadi biru jika mendektesi adanya amilum.
Setiap suhu yang di uji ada percobaan ini memiliki perubahan warna yang
berbeda yang menunjukkan aktivitas enzim pada tiap suhu juga berbeda. Dipercobaan ini ada 4
suhu yang di uji coba yaitu 0o , 25o , 37o , 70o
Pada suhu 0o mulai dari menit 0-12 tidak tampak perubahan warna. Warna yang
ditunjukkan warna biru, berarti enzim tidak bekerja memecahkan polisakarida yang ada di
amilum menjadi disakarida, sehingga Lugol bereaksi membiru
Pada suhu 25o terjadi perubahan dimana pada menit 0 enzim belum bekerja
sehingga warna yang ditunjukkan biru. Pada menit ke 2 enzim mulai bekerja walaupun belum
sepenuhnya sehingga terjadi perubahan menajdi biru kekuningan, hingga menit ke 4 enzim
benar-benar bekerja memecahkan amilum sehingga warna yang ditunjukkan menjadi kuning
Pada suhu 37o terjadi perubahan dimana. Pada menit pertama enzim sudah bekerja
memecahkan amilum sehingga warna berubah menjadi orange. Sehingga pada menit berikutnya
warna yang ditunjukkan menjadi bening karena enzim bekerja optimal. Memecahkan Amilum
yang ada sehingga tidak terdektesi oleh J2Kj
Pada suhu 70o sama dengan 0o yaitu mulai dari menit 0-12 tidak tampak perbahan
warna. Warna yang ditunjukkan warna biru, berarti enzim tidak bekerja memecahkan plisakarida
yang ada di amilum menjadi disakarida, sehingga Lugol bereaksi membiru.

Sehingga enzim Amilase bekerja optimal di 37o dan tak dapat bekerja di suhu 0o dan 70o .

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Enzim pada umumnya memiliki pH opti mum atau sekitarnya sehingga kerja enziim
optimum karena suasana yang terlalu asam atau alkalis menyebabkan denaturasi protein dan
hilangnya secara total aktivitas enzim.
Suhu optimum enzim yaitu 37C, pada suhu 50C enzim menjadi inaktif karena protein
terdanuturasi, dan pada suhu 100C enzim rusak.
Larutan Buffer digunakan untuk menjaga aktivitas enzim agar tidak rusak dan mengalami
aktivasi saat penambahan enzim
Nilai absorbansi pada percobaan ini dapat menunjukkan nili aktivitas enzim yang
dipengaruhi oleh pH dan suhu tertentu

5.2 SARAN
Percobaan yang telah dilakukan sudah cukup baik dan praktikan mengerti dalam
mengerjakannya. Walaupun ada beberapa bagian yang mengalami kesalahan. Sebaiknya lebih
berhati-hati dan lebih teliti dalam mengerjakan kegiatan pratikum agar tidak terjadi kesalahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pratama, A. P., Anggraeni, M., LFH, J. I., Amin, M., Amelia, R., & Jannah, A. R.
(2012). Pengaruh suhu dan pH terhadap aktivitas enzim. Jurnal Kimia Indonesia,
1(1), 22-27.
2. Bahri, S., Mirzan, M., Hasan, M., 2012, Karakterisasi Enzim Amilase dari Kecambah
Biji Jagung Ketan, Journal Natural Science, 1(12), 1-12.
3. Poedjiadi, A., 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai