Anda di halaman 1dari 52

PEMERIKSAAN SEKRESI AIR LIUR

Abstract

Pendahuluan : Sekresi air liur diatur oleh sistem saraf otonom, air liur (saliva) adalah cairan

yang diproduksi oleh kelenjar saliva yang berada di dalam rongga mulut. Kelenjar ludah rata-

rata memproduksi sekitar 0.5 L - 1.5 L liur perharinya, namun jumlah tersebut biasanya tidak

disadari karena proses menelan liur berlangsung hampir tanpa disadari. Pada saat berpuasa,

bisa jadi produksi tersebut berlangsung seperti biasa atau malah cenderung berkurang, namun

karena perhatian lebih ke arah mulut dan saluran pencernaan, maka bisa saja dipersepsikan

sebagai jumlah liur yang berlebih

Method : Penelitian ini dilakukan di ruangan praktikum fisiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Methodist Indonesia dengan menggunakan kelenjar saliva dari mahasiswa yang

bernama Elshe Yuana Conita, Orion Halasan Sitohang dan Bless Boy Hutauruk. Pemeriksaan

Kelenjar Saliva dilakukan pada 3 keadaan, yaitu dalam keadaan puasa, saat kenyang dan makan

cemilan sebelum dilakukan pemeriksaan.

Hasil Penelitian : Grup 1 didapatkan hasil pengeluaran air liur pada detik 23,65 ,pengeluaran

saat kenyang pada detik 40,84 dan pengeluaran saat makan cemilan sebelum pemeriksaan

didapatkan 34 detik.

Kesimpulan : Stimulusi asam dapat menyebabkan terjadinya peningkatan laju aliran saliva

dan peningkatan laju aliran saliva dapat mempengaruhi jumlah konsentrasi ion kalsium dalam

saliva. adanya hubungan yang lemah antara kenaikan sekresi saliva dengan jumlah sekresi ion

kalsium dalam saliva. Hal ini berarti ion kalsium dalam saliva tidak terpengaruh oleh

perubahan kecepatan sekresi saliva sesaat.

1
PEMERIKSAAN SEKRESI AIR LIUR

Abstract

Introduction: The secretion of saliva is regulated by the autonomic nervous system, saliva

(saliva) is a liquid made by saliva in the oral cavity. The average gland produces an average of

0.5 L - 1.5 L of saliva per day, but this amount is not realized because the process required by

the saliva takes place almost unconsciously. At the time of fasting, this production may

continue as usual or even increase, but because of more attention towards the mouth and

digestive tract, it can be prepared as an excessive amount of saliva

Methods: This research was conducted in the physiology practicum room of the Faculty of

Medicine, University of Indonesia using saliva from students named Elshe Yuana Conita,

Orion Halasan Sitohang and Bless Boy Hutauruk. Salivary gland examination is done in 3

conditions, namely in a state of fasting, when full and eating snacks before the examination.

Results: Group 1 obtained saliva output results at 23.65 seconds, published when satisfied at

40.84 seconds and published when eating snacks before being examined obtained 34 seconds.

Conclusion: Acid stimulation can increase the rate of saliva and an increase in the rate of saliva

can increase the amount of calcium ions in saliva. there is a weak relationship between the

increase in saliva secretion and the amount of calcium ion secretion in saliva. This means that

calcium ions in saliva are not approved by changes in salivary secretion speed for a moment.

2
PEMERIKSAAN SEKRESI AIR LIUR

PENDAHULUAN

Sekresi air liur diatur oleh sistem saraf otonom. Stimulus parasimpatis meningkatkan

sekresi air dan musin MUC5B, sedangkan rangsangan simpatik seperti latihan fisik

meningkatkan sekresi amilase dan protein lainnya. Dalam penelitian ini kami menyelidiki efek

latihan fisik, sebagai stimulus simpatik, pada laju aliran saliva dan output MUC5B, amilase,

lisozim dan protein total. Kelenjar saliva sublingual dan minor terutama dipersarafi secara

parasimpatis, dan kelenjar-kelenjar ini menghasilkan paling banyak lisozim dan MUC5B,

musin dengan berat molekul tinggi bertanggung jawab atas viskositas air liur. Latihan fisik

adalah penggerak kuat simpatik sistem saraf, yang dapat mempengaruhi air liur komposisi.

Terutama di atas ambang batas anaerob, yang intensitas latihan di atas yang konsentrasi laktat

darah meningkat secara eksponensial, konsentrasi sejumlah saliva konstituen, termasuk

elektrolit, laktat, katekolamin, amilase, lisozim, laktoferin, LL-37, defensin HNP1-3 dan

chromogranin A meningkat. Saliva juga tidak diproduksi dalam jumlah besar secara tetap,

hanya pada waktu tertentu saja sekresi saliva meningkat. Rata-rata aliran saliva 20ml/jam pada

saat istirahat, 150ml/jam pada saat makan dan 20-50ml selama tidur. Kecepatan aliran sekresi

saliva berubah-ubah pada individu atau bersifat kondisional sesuai dengan fungsi waktu, yaitu

sekresi saliva mencapai minimal pada saat tidak distimulasi dan mencapai maksimal pada saat

distimulasi. Komposisi saliva terdiri dari 94,0%-99,5% air, bahan organik dan anorganik.

Komponen anorganik saliva antara lain Na+, K+, Ca 2+, Mg 2+,Cl , SO4, H2PO4, HPO4. Secara

umum, saliva berperan dalam proses pencernaan makanan, pengaturan keseimbangan air,

menjaga integritas gigi, aktivitas antibakterial, buffer dan berperan penting bagi kesehatan

rongga mulut. Ion kalsium, salah satu komponen anorganik saliva yang berperan penting dalam

3
proses tubuh terutama dirongga mulut. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju aliran

saliva yaitu stimulus kimiawi dan mekanik, penyakit sistemik, obatobatan, irama sirkadian dan

sirkanual, derajat hidrasi, usia, dan stres. Laju aliran saliva bergantung pada lama dan intensitas

stimulus. Rangsangan rasa merupakan stimulasi yang paling efektif dalam menstimulasi saliva.

Proses menua terjadi degenerasi, penipisan mukosa, penurunan aktivitas dan massa otot,

kemunduran pada banyak fungsi tubuh dan salah satunya adalah hiposalivasi. Semua

perubahan di atas merupakan proses degenerasi yang menyebabkan menurunnya resistensi

mukosa. Semua keadaan tersebut dapat diperberat karena mulut kering akibat penurunan

produksi saliva, keadaan ini disebabkan karena terjadi atropi pada kelenjar saliva yang akan

menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya. Dampak yang terjadi akibat

pengurangan saliva pada mulut pada para lansia akan menyebabkan adanya gangguan yang

akan dialami oleh lansia tersebut. Kerusakan pada gigi dapat mempengaruhi kesehatan anggota

tubuh lainnya, sehingga akan menggangu aktivitas sehari-hari. Saliva berperan penting bagi

kesehatan rongga mulut. Fungsi saliva yang penting dan sangat jelas yaitu saat makan, untuk

mengecap dan menjadi pelumas bagi makanan dan melindungi mukosa dan gigi. Air, musin,

dan glikoprotein kaya-proline menjadi pelumas bagi makanan dan membantu proses menelan,

dan saliva juga penting untuk persepsi rasa yang normal. Dirongga mulut, ion kalsium berperan

dalam mempertahankan integritas gigi, keseimbangan cairan tubuh dan berperan dalam

mengaktivasi sel sekretorik kelenjar saliva,(Noël et al., 2008).

Saat puasa saliva adalah cairan biologis pertama yang mengalami perubahan, hal ini

mempengaruhi beberapa fungsi saliva. Karena susunan dan jumlah sekresi saliva bergantung

pada aktivitas tubuh serta adanya rangsangan. Penurunan fungsi saliva seperti kapasitas buffer,

viskositas,dan volume saliva dapat berpengaruh terhadap perkembangan bakteri di dalam

mulut. Di dalam rongga mulut terdapat berbagai jenis mikroba yang merupakan flora normal.

Hal ini disebabkan karena rongga mulut merupakan gerbang penghubung antara lingkungan

4
luar tubuh dan lingkungan dalam tubuh, sehingga mikroba dapat masuk dan berkembang biak

di dalam tubuh kita. Rongga mulut adalah pintu gerbang utama masuknya bakteri ke dalam

tubuh manusia dan merupakan jalur alami menuju saluran pernapasan, pencernaan yang pada

akhirnya ke aliran darah. Secara historis, mikroorganisme dalam rongga mulut menunjukkan

koloni yang beragam dan kompleks terdiri dari ratusan spesies bakteri. Koloni bakteri yang

merupakan sekelompok mikrorganisme dapat merupakan flora normal. Di dalam rongga mulut

berbagai macam jenis bakteri dapat ditemukan, antara lain Streptococcus, Lactobacillus,

Staphylococcus, dan Corynobacteria, serta jenis bakteri anaerob seperti Bacteroides. Bakteri

tersebut dapat bersifat komensal, namun jika keadaan rongga mulut yang menguntungkan

perkembangan bakteri maka jumlah bakteri akan meningkat, yang menjadi pencetus terjadinya

peyakit dalam rongga mulut. Perubahan jumlah koloni ini dipengaruhi oleh komposisi saliva

dan aliran saliva, pengaruh hormon, kualitas oral hygiene, penggunaan agen antimikroba, dan

diet/puasa. Pada orang-orang yang menderita penyakit-penyakit yang menimbulkan dehidrasi

seperti demam, diare yang terlalu lama, diabetes, gagal ginjal kronis dan keadaan sistemik

lainnya dapat mengalami pengurangan aliran saliva. Hal ini disebabkan karena adanya

gangguan dalam pengaturan air dan elektralit, yang diikuti dengan terjadinya keseimbangan air

yang negatif yang menyebabkan turunnya sekresi saliva. Pada penderita diabetes,

berkurangnya saliva dipengaruhi oleh faktor angiopati dan neuropati diabetik, perubahan pada

kelenjar parotis dan karena poliuria yang berat, penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan

output. Untuk menjaga agar keseimbangan cairan tetap terjaga perlu intake cairan dibatasi.

Pembatasan intake cairan akan menyebabkan menurunnya aliran saliva dan saliva menjadi

kental. Kapasitas buffer atau dapar saliva adalah kemapuan saliva untuk membuat saliva

kembali pada pH normal. Fungsi penting buffer saliva yaitu menjaga pH saliva pada level

normal. Kapasitas buffer saliva pada dasarnya bergantung pada konsentrasi bikarbonat didalam

saliva. Bikarbonat saliva (HCO3–) menetralkan keasaman saliva dengan mengikat ion

5
hidrogen (H+), sehingga pH saliva dapat kembali normal. Rendahnya konsentrasi bikarbonat

didalam saliva dapat menyebabkan waktu peningkatan pH saliva dari pH kritis kembali

menjadi normal berlangsung lebih lama. Derajat keasaman dan kapasitas buffer saliva

merupakan parameter saliva yang dapat mempengaruhi kehilangan mineral oleh karena

perubahan asam, dasar perkembangan karies dan kemungkinan perbaikan atau remineralisasi.

Hal ini dikarenakan, pH saliva merupakan faktor penting dalam pencegahan karies,

demineralisasi gigi, kelainan periodontal, dan penyakit lain di rongga mulut . Kapasitas buffer

saliva sangat dipengaruhi oleh ion bikarbonat yang merupakan hasil metabolisme sel.

Konsentrasi ion bikarbonat meningkat seiring meningkatnya laju sekresi saliva. Faktor-faktor

yang mempengaruhi laju sekresi saliva yang tidak distimulasi antara lain derajat hidrasi, posisi

tubuh, paparan terhadap cahaya, rangsangan sebelumnya, dan ritme circadian, serta konsumsi

obat-obatan. Derajat keasaman saliva yang rendah akan dinetralisir oleh buffer agar tetap dalam

keadaan konstan di dalam rongga mulut . Kapasitas buffer saliva bergantung pada konsentrasi

bikarbonat dan berhubungan dengan flow saliva. Laju sekresi saliva yang tinggi akan

menyebabkan kapasitas buffer menjadi tinggi, sehingga pH saliva pun akan meningkat. Aliran

saliva yang lambat dapat menurunkan kapasitas buffer saliva yang dapat menurunkan pH saliva

karena aliran saliva yang rendah akan menurunkan konsentrasi bikarbonat sehingga kapasitas

buffer menurun,(Aun, 1994).

Laju alir saliva mengalami perubahan karena beberapa faktor seperti derajat hidrasi

saliva. Derajat hidrasi atau cairan tubuh merupakan faktor yang paling penting karena apabila

cairan tubuh berkurang 8% maka kecepatan alir saliva berkurang hingga mencapai nol.

Sebaliknya hiperhidrasi akan meningkatkan kecepatan alir saliva. Pada keadaan dehidrasi,

saliva menurun hingga mencapai nol. Pada posisi tubuh pula posisi tubuh dalam keadaan

berdiri merupakan posisi dengan kecepatan alir saliva tertinggi bila dibandingkan dengan posisi

duduk dan berbaring. Pada posisi berdiri, laju alir saliva mencapai 100%, pada posisi duduk

6
69% dan pada posisi berbaring 25%. Paparan cahaya juga mempengaruhi laju alir saliva.

Dalam keadaan gelap, laju alir saliva mengalami penurunan sebanyak 30-40%. Laju alir saliva

pada usia lebih tua mengalami penurunan, sedangkan pada anak dan dewasa laju alir saliva

meningkat diikuti dengan efek psikis seperti berbicara tentang makanan yang disukai, melihat

makanan dan mencium makanan yang disukai dapat meningkatkan laju alir saliva. Sebaliknya,

berfikir makanan atau mencium bau yang tidak disukai dapat menurunkan sekresi saliva.

Adapun juga, laju aliran saliva pada pria lebih tinggi daripada wanita meskipun keduanya

mengalami penurunan setelah radioterapi. Perbedaan ini disebabkan oleh karena ukuran

kelenjar saliva pria lebih besar daripada kelenjar saliva wanita. Pada malam hari, kelenjar

parotis sama sekali tidak berproduksi. Jadi, sekresi saliva berasal dari kelenjar

submandibularis, yaitu lebih kurang 70% dan sisanya (30%) disekresikan oleh kelenjar

sublingualis dan kelenjar ludah minor. Proses pengeluaran air liur juga berbeda ketika makan

cemilan, Saliva mengundang sejumlah hormon seperti testosteron, kortisol, dan melatonin. Di

dalamnya juga terdapat kalsium, elektrolit, dan zat antibakteri. Air liur membawa sel manusia

dari lapisan mulut. Itulah sebabnya tes air liur dapat menganalisis DNA, serta molekul yang

bertanggung jawab untuk ekpresi gen yang dikenal sebagai RNA. Selain itu, memakan sesuatu

yang asam bisa menyebabkan produksi air liur meningkat karena merangsang kelenjar liur. Di

malam hari, produksi air liur menurun sehingga kerap merasa haus. Di dalam protein, terdapat

amylase, sebuah enzim yang memulai proses pencernaan sebelum masuk ke perut. Sehingga

sudah pasti kita akan kebanjiran air liur ketika kita makan. Ternyata, saraf yang mengontrol

produksi air liur, adalah bagian dari sistem refleks. Oleh karena itu air liur produksinya tak bisa

dikontrol oleh manusia, di mana bau, rasa dan bahkan pergerakan rahang saja bisa memicu air

liur. Bagian dari otak yang mengatur refleks adalah 'medulla oblongata', yang juga mengontrol

beberapa fungsi lain seperti bersin dan muntah. Sehingga ketika kita melihat, membau atau

memikirkan makanan, sinyal akan dikirimkan ke medulla oblongata, saraf ini mengirim

7
transmisi neuro seperti 'acetylcholine' atau 'norepinephrine,' agar kelenjar air liur memproduksi

air liur layaknya kita sedang mengunyah makanan. Saliva mengandung 2 tipe sekresi protein

yang utama yaitu : sekresi serus ( merupakan enzim untuk mencernakan serat à ptyalin) ,

sekresi mukus (untuk pelumasan dan perlindungan permukaan). Sekresi kelenjar ludah dapat

terjadi oleh beberapa faktor, yaitu : reflek saraf, rangsangan mekanis, rangsangan kimaiwi.

Bahan makanan dan zat kimia dapat memberi rangsangan langsung pada mukosa mulut. Bahan

makanan juga dapat merangsang serat saraf eferens yang berasal dari bagian thorakal. Sekresi

air ludah dapat pula timbul secara reflektoris hanya dengan jalan mencium bau makanan,

melihat makanan, atau dengan memikirkan dan membayangkan makanan saja. Pada umumnya

kelenjar ludah kaya dengan pembuluh darah. Pembuluh darah besar berjalan bersama-sama

dengan duktusnya pada jaringan ikat interlobularis dan memberi cabang-cabang mengikuti

cabang-cabang duktusnya kedalam lobuli, dimana pada akhirnya ia membentuk anyaman-

anyaman kapiler mengitari asinus dan akhirnya kembali membentuk vena yang berjalan

bersama-sama dengan pembuluh darah arterinya. Kecuali bagi perokok, barangkali lebih

bijaksana apabila frekuensi rokoknya yang dikurangi, juga orang yang sedang meminum obat-

obatan tertentu yang dapat menimbulkan kekeringan rongga mulut, dapat kembali seperti

semula apabila obat-obatan telah dihentikan pemakaiannya. (Khususnya pada penderita

diabetes/kencing manis, ada bau mulut khas yakni bau aseton). Kemudian dalam hal kualitas,

hindari makan-makanan yang terlalu banyak mengandung zat-zat kimia, seperti makanan yang

banyak mengandung zat pengawet, zat pewarna tambahan, zat penambah rasa, atau makanan

yang terlalu manis/lengket/asam, maupun minuman-minuman berkarbonasi secara terus

menerus. Sebab dengan keasaman yang terus menerus, air ludah tidak dapat menyangga kadar

keasamannya (fungsi buffer tadi) supaya pH-nya naik kembali. Jadi keasaman yang terus

menerus itu yang membuat gigi berlubang (mengalami demineralisasi email). Bila ingin

minum air bersoda, atau permen lebih baik dimakan dalam satu waktu tertentu berdekatan

8
dengan makan pagi/makan siang/makan malam dan diakhiri dengan minum air putih/sikat gigi,

daripada memakan atau meminumnya sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama.

Menyikat gigi umumnya dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi setelah makan pagi dan malam

sebelum tidur. Dengan jumlah yang 2 kali dan juga kesalahan manusiawi misalnya tidak bisa

setiap saat bisa membersihkan gigi dengan tepat dan teliti ke seluruh bagian, maka kita harus

melepaskan waktu perawatan sisanya kepada air ludah yang cukup jumlahnya dan baik

kualitasnya. Dengan cara makan makanan yang alamiah tidak banyak mengandung zat kimia,

yakni zat perasa, pewarna dan pengawet, makan makanan berserat seperti sayur dan buah-

buahan supaya saat menggigit air ludah dapat terrangsang untuk keluar (pada makanan yang

semuanya lunak/tidak berserat, gigi tidak perlu menggigit kuat, akibatnya air ludah juga tidak

banyak keluar), menghindari minuman berkarbonasi (secara berlebihan) dan juga pola

makannya diatur dengan memakan camilan/minuman manis berdekatan dengan waktu makan

makanan utama, setelah itu gigi dibersihkan, apabila tidak dapat menggosok gigi, kumur-

kumurlah atau minumlah air putih yang banyak. Itu adalah cara yang sederhana dan paling

mudah dilakukan. Terdapat beberapa kelainan dari kelenjar ludah, antara lain :

 Mucocele

Mucocele adalah Lesi pada mukosa (jaringan lunak) mulut yang diakibatkan

oleh pecahnya saluran kelenjar liur dan keluarnya mucin ke jaringan lunak di

sekitarnya. Mucocele bukan kista, karena tidak dibatasi oleh sel epitel.

Mucocele dapat terjadi pada bagian mukosa bukal, anterior lidah, dan dasar

mulut.

 Ranula

Ranula merupakan bentuk lain dari mucocele. Ranula adalah pembengkakan

dasar mulut yang berhubungan dan melibatkan glandula sublingualis, dapat juga

9
melibatkan glandula salivari minor. Ciri khas dari ranula adalah bentuknya yang

mirip perut katak (Rana= katak) ranula bersifat lunak, fluktuatif dan tidak sakit.

 Sialadenitis

Merupakan kondisi inflamasi dari kelenjar saliva yang umumnya disertai rasa

sakit atau nyeri dan pembengkakan kelenjar, paling sering disebabkan oleh

gangguan ductus dikarenakannya infeksi bakteri yang akan menurunkan aliran

saliva dan stasis dari sekresi. Proses inflamasi yang melibatkan kelenjar saliva

disebabkan oleh banyak faktor etiologi. Proses ini dapat bersifat akut dan dapat

menyebabkan pembentukan abses terutama sebagai akibat infeksi bakteri.

Keterlibatannya dapat bersifat unilateral atau bilateral seperti pada infeksi virus.

Sedangkan Sialadenitis kronis nonspesifik merupakan akibat dari obstruksi

duktus karena sialolithiasis atau radiasi eksternal atau mungkin spesifik,yang

disebabkan dari berbagai agen menular dan gangguan imunologi.

 Sialodenitis

Pembesaran kelenjar saliva mayor, kelenjar parotid yang bukan dari inflamasi

dan dapat berhubungan dengan alkolisme, diabetes mellitus, malnutrisis, dan

bulimia. Sialodenosis biasanya terjadi secara bilateral, tanpa rasa sakit, dan

berkembang perlahan seiring waktu. Secara histology terlihat perbesaran acinar

terlihat bersamaan dengan kemungkinan infiltrasi lemak.

 Xerostemia

Dalam bentuk apa keluhan mulut kering timbul, tergantung dari penyebabmya.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan mulut kering, seperti radiasi pada

daerah leher dan kepala, Sjogren sindrom, penyakit-penyakit sistemik, efek

samping obat-obatan, stress dan juga usia. Produksi saliva yang berkurang

10
selalu disertai dengan perubahan dalam komposisi saliva yang mengakibatkan

sebagian besar fungsi saliva tidak dapat berjalan dengan lancar. Hal ini

mengakibatkan timbulnya beberapa keluhan pada penderita mulut kering,

seperti kesukaran dalam mengunyah dan menelan makanan, kesukaran dalam

berbicara, kepekaan terhadap rasa berkurang, kesukaran dalam memakai gigi

palsu, mulut terasa seperti terbakar dan sebagainya.

 Sjorgen syndrome

Sjorgen syndrome merupakan suatu penyakit auto imun yang ditandai oleh

produksi abnormal dari extra antibodi dalam darah yang diarahkan terhadap

berbagai jaringan tubuh. Ini merupakan suatu penyakit autoimun peradangan

pada kelenjar saliva yang dapat menyebabkan mulut kering dan bibir kering.

Gejala dari sjorgen syndrome antara lain; mulut kering, kesulitan menelan,

kerusakan gigi, penyakit gingiva, mulut luka dan pembengkakan, dan infeksi

pada kelenjar parotis bagian dalam pipi.

 Sialorrhea.

Sialorrhea adalah suatu kondisi medIs yang detandai dengan menetesnya air liur

atau sekresi saliva yang berlebihan. Penyebab dari sialorrhea dapat bevariasi

berupa gejala dan gangguan neurologis, infeksi atau keracunan logam berat dan

insektisida serta efek samping dari obat-obatan tertentu, (Noël et al., 2008).

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Kelenjar Saliva

Kelenjar berada di segitiga submandibula dimana bagian atas berbatasan dengan tepi

bawah mandibula dan bagian bawah dibentuk oleh batas anterior dan posterior otot digastrikus.

Selain itu, kelenjar getah bening submandibula, arteri dan vena fasialis, otot milohioid dan saraf

11
lingualis, hipoglosus dan milohoid berada dalam segitiga submandibular ini. Duktus Wharton

merupakan saluran utama dari kelenjar submandibula, dengan panjang kira 4-5cm .Saliva

adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi

dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga

kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu

mencerna makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut “saliva” (ludah atau air

liur). Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 – 12 minggu) sebagai

invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan jaringan asinar. Saliva

terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan rongga mulut.

Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit sedangkan apabila

distimulasi, banyaknya air ludah normal adalah 1-2 ml/menit, (Bouckaert et al., 2012)

Menurunnya pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air ludah yang kurang

menunjukkan adanya resiko terjadinya karies yang tinggi. Dan meningkatnya pH air ludah

(basa) akan mengakibatkan pembentukan karang gigi. Ludah diproduksi secara berkala dan

susunannya sangat tergantung pada umur, jenis kelamin, makanan saat itu, intensitas dan

lamanya rangsangan, kondisi biologis, penyakit tertentu dan obat-obatan. Manusia

memproduksi sebanyak 1000-1500 cc air ludah dalam 24 jam, yang umumnya terdiri dari

99,5% air dan 0,5 % lagi terdiri dari garam-garam , zat organik dan zat anorganik. Di dalam

mulut, saliva adalah unsur penting yang dapat melindungi gigi terhadap pengaruh dari luar,

maupun dari dalam rongga mulut itu sendiri. Makanan yang kita makan dapat menyebabkan

ludah kita bersifat asam maupun basa. Saliva sebagian besar yaitu sekitar 90 persennya

dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa pengecapan dan

pengunyahan makanan. Saliva membantu pencernaan dan penelanan makanan, di samping itu

juga untuk mempertahankan integritas gigi, lidah, dan membrana mukosa mulut. Dukungan

terbesar saliva secara kuantitatif diberikan oleh kelenjar parotis, submandibularis dan

12
sublingualis. Kontribusi volume saliva di setiap kelenjar saliva dilaporkan 60-65% dari

kelenjar parotis, 20-30% dari kelenjar submandibularis, 2-5% dari kelenjar sublingualis.

Sekresi saliva normal adalah 800-1500 ml/hari. Pada orang dewasa laju aliran saliva normal

yang distimulasi mencapai 1-3 ml/menit, rata-rata terendah mencapai 0,7-1 ml/menit dimana

pada keadaan hiposalivasi ditandai dengan laju aliran saliva yang lebih rendah dari 0,7

ml/menit. Laju aliran saliva normal tanpa adanya stimulasi berkisar 0,25-0,35 ml/menit, dengan

rata-rata terendah 0,1-0,25. ml/menit dan pada keadaan hiposalivasi laju aliran saliva kurang

dari 0,1 ml/menit. Derajat keasaman saliva dalam keadaan normal antara 5,6–7,0 dengan rata-

rata pH 6,7. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada pH saliva antara

lain adalah rata-rata kecepatan aliran saliva, mikroorganisme rongga mulut, dan kapasitas

buffer saliva, (Indriana, 2010).

Kelenjar liur pada manusia terdiri dari 3 kelenjar liur mayor yang berpasangan yaitu kelenjar

kelenjar parotis, submandibular dan sublingual.

13
1. Kelenjar Parotis

Kelenjar parotis mempunyai ukuran 5,8 cm pada bagian cranio kaudal dan 3,4 cm di

bagian ventro dorsal dengan berat 14,28 gram. Merupakan kelenjar liur yang terbesar, dan

menempati ruangan di depan prosessus mastoid dan liang telinga luar. Sisi depan, kelenjar ini

terletak di lateral dari ramus mandibula dan otot maseter. Di bagian bawah, kelenjar ini

berbatasan dengan otot sternokleidomastoideus dan menutupi bagian posterior abdomen otot

digastrikus. Kelenjar ini dipisahkan dari kelenjar submandibula oleh ligamentum

stilomandibularis. Bagian dalam dari kelenjar parotis meluas ke posterior dan medial dari

ramus mandibula dan dikenal sebagai retromandibular. Bagian kelenjar inilah yang berdekatan

dengan ruang parafaringeus. Duktus parotis atau stensen duct yang keluar dari batas anterior

kelenjar parotis, diameter 1,5 m dibawah zigoma. Panjang duktus ini antara 4-6 cm berjalan

melewati anterior dari otot maseter, berbelok ke medial menembus otot businator kemudian

berlanjut ke jaringan submukosa mulut memasuki rongga mulut berhadapan dengan mahkota

gigi molar kedua atas. Secara morfologis kelenjar parotis merupakan kelenjar tubuloasinus

(tubulo-alveolar) bercabang-cabang (compound tubulo alveolar gland). Asinus-asinus murni

serus kebanyakan mempunyai bentuk agak memanjang dan kadang-kadang memperlihatkan

percabanganpercabangan. Saluran keluar utama (duktus interlobaris) disebut duktus stenon

(stenson) terdiri dari epitel berlapis semu. Kearah dalam organ duktus ini bercabang-cabang

menjadi duktus interlobularis dengan sel-sel epitel berlapis silindris. Duktus interlobularis tadi

kemudian bercabang- cabang menjadi duktus intralobularis. Kebanyakan duktus intralobularis

merupakan duktus Pfluger yang mempunyai epitel selapis silindris yang bersifat acidophil dan

menunjukkan garis-garis basal. Duktus Boll pada umumnya panjang-panjang dan

menunjukkan percabangan. Duktus Pfluger agak pendek, Sel-selnya pipih dan memanjang.

Pada jaringan ikat interlobaris dan interlobularis terlihat banyak lemak yang berhubungan

14
dengan “kumpulan lemak bichat” (Fat depat of bichat). Jaringan tersebut terlihat cabang-

cabang dari Nervus Facialis dan pembuluh darah, (Aun et al., 1994).

2. Kelenjar SubMandibula

Kelenjar dengan berat 8-10 gram, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula dan

meluas ke sisi leher melalui bagian tepi bawah mandibula. Kelenjar submandibular terletak di

bawah ramus mandibula horisontal dan dibungkus oleh lapisan jaringan penyambung yang

tipis. Kelenjar ini seluruhnya terletak di dalam segitiga submandibula yang dibatasi oleh otot

digastrikus anterior dan posterior. Kelenjar ini berbentuk seperti huruf “C “ dibagian tengah

kelenjar dibatasi oleh otot stiloglosus dan hipoglosus, dibagian depan dibatasi oleh otot

milohioid. Sebagian besar bagian medial kelenjar berhubungan erat dengan dasar mulut.

Duktus submandibula atau Warthon’s duct yang berada di permukaan medial kelenjar berjalan

di antara lateral dari otot milohioid, otot hioglosus dan di atas otot genioglosus membentuk

sudut yang tajam di bagian lateral dari otot milohioid yang merupakan tempat yang sering

terjadi pembentukan batu. Duktus ini bermuara kedalam rongga mulut, di lateral dari frenulum
15
lingualis. Panjangnya ratarata sekitar 5 cm. Sedangkan untuk inervasi nya duktus

submandibular mendapatkan dari nervus lingualis dan nervus hipoglosus yang berjalan dari

bawah dan mengikuti ductus submandibula. Bentuk sinus kebanyakan memanjang, Antara sel-sel

asinus membran basal terdapat selsel basket. Duktus Boll : pendek, sempit sehingga sukar dicari

dalam preparat bila dibandingkan glandula parotis. Selnya pipih dan memanjang. Duktus

Pfluger : lebih panjang daripada duktus pfluger kelenjar parotis dan menunjukkan banyak

percabangan sehingga dalam preparat lebih mudah dicari, (Droebner & Sandner, 2013).

3. Kelenjar Sublingual

Kelenjar sublingual terletak tepat di bawah dasar mulut bagian depan diantara

mandibula dan otot genioglosus. Dengan batas inferior otot milohioid dan merupakan kelenjar

liur minor yang cukup besar. Air liur disekresi masuk ke dasar mulut melalui beberapa ductus

yang pendek. Kelenjar sublingual dan submandibula merupakan kelenjar campuran, keduanya

terdiri dari bagian kelenjar serosa dan mukosa. Sedangkan kelenjar parotis hampir seluruhnya

terdiri dari lapisan serosa. Dalam keadaan istirahat kelenjar submandibula menghasilkan

kurang lebih 2/3 jumlah air liur dan 1/3 nya dihasilkan oleh kelenjar parotis. Respon air liur

terhadap rangsangan tergantung refleks saraf yang dibawa oleh sistem saraf parasimpatis. Saraf

16
parasimpatis kelenjar parotis pada nukleus salivatorius inferior berjalan melalui saraf

glosofaringeal dan melalui telinga tengah melintasi promontorium saraf Jacobson’s. Saraf

parasimpatis kelenjar submandibula berasal dari nucleus salivatorius superior, mengikuti saraf

fasialis memasuki korda timpani melalui telinga tengah dan bergabung dengan saraf lingualis.

Saraf simpatis yang menyokong kelenjar liur mayor berasal dari ganglion servikalis superior

melalui pleksus arteri. Rangsangan simpatis kelenjar liur mayor menyebabkan aliran air liur

meningkat diikuti penurunan aliran air liur sebagai kompensasi. Karena tidak adanya lapisan

otot dalam kelenjar maka hal ini diyakini peningkatan aliran ini mungkin oleh kontraksi dari

mioepitel atau sel – sel basket yang berhubungan dengan duktus striata. Vaskularisasi pada

kelenjar liur berasal dari cabang arteri karotis eksterna menjadi arteri temporalis superfisialis

da arteri maksilaris interna yang memperdarahi kelenjar parotis, sedangkan arteri fasialis

transversa akan memberikan aliran darah pada duktus stensen dan otot maseter. Aliran darah

pada kelenjar submandibula berasal arteri fasialis dan selain itu dari arteri lingualis. Aliran

darah pada kelenjar sublingual berasal dari arteri sublingual cabang arteri lingualis dan arteri

submental cabang arteri fasialis,(Noël et al., 2008).

Fisiologi Kelenjar Saliva

Bahan organik yang menyusun saliva terdiri dari urea, glukosa bebas, asam amino

bebas, asam lemak, dan laktat. Sementara itu, bahan anorganik saliva terdiri dari sejumlah besar

Kalsium (Ca²⁺), Klorida (Cl⁻), Bikarbonat (HCO₃⁻) , Natrium (Na⁺), Kalium (K⁺), Amonium

(NH₄⁺), dan asam fosfat (H₂PO₄⁻ dan HPO₄²⁻); serta sedikit Magnesium (Mg²⁺), sulfat, iodide,

dan fluoride (F⁻), Sedangkan makromolekul penyusun saliva terdiri dari protein, gula

glikoprotein, lemak (kolesterol,trigliserida, lesitin, dan fosfolipid), amylase, lizosim,

peroksidase, dan immunoglobulin (IgA, IgG, dan IgM). Kelenjar Saliva memiliki beberapa

fungsi ,yaitu :

17
a. Sebagai cairan pelumas. Saliva melapisi dan melindungi mukosa terhadap iritasi

mekanis, kimiawi, termis, membantu kelancaran aliran udara, dan membantu

pembicaraan dan penelanan makanan.

b. Sebagai cadangan ion-ion, karena cairannya yang jenuh terutama dengan ion kalsium

akan memfasilitasi proses remineralisasi gigi.

c. Berperan sebagai buffer yang membantu menetralkan pH plak sesudah makan,

sehingga mengurangi waktu terjadinya demineralisasi.

d. Sebagai pembersih sisa-sisa makanan dan membantu proses penelanan makanan.

e. Sebagai antimikroba dan juga mengontrol mikroorganisme rongga mulut secara

spesifik dan non spesifik.

f. Kemampuan aglutinasi dengan adanya agregasi dan mempercepat pembersihan sel-sel

bakteri.

g. Membentuk pelikel yang berfungsi sebagai barier, misalnya terhadap asam hasil

fermentasi sisa-sisa makanan.

h. Membantu pemecahan makanan dan pencernaan karena kandungan enzim amilase.

i. Berperan dalam pengecapan rasa, karena kandungan protein yang berperan dalam

interaksi antara makanan dengan kuncup perasa pada sel indera pengecap rasa terutama

pada dorsum lidah.

j. Ekskresi, mengingat rongga mulut secara teknis langsung berhubungan dengan bagian

luar tubuh, substansi yang disekresikan akan dibuang.

k. Keseimbangan air. Dalam keadaan dehidrasi aliran saliva akan menurun dan rongga

mulut akan terasa kering., orang akan merasa haus sehingga ada sinyal untuk minum.

Saliva adalah cairan yang disekresi oleh kelenjar eksokrin yang terdiri sekitar 99% air, yang

mengandung berbagai elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida, magnesium,

bikarbonat, fosfat) dan protein, beberapa jenis enzim, imunoglobulin dan faktor

18
antimikroba lainnya, glikoprotein mukosa, jejak albumin dan beberapa polipeptida dan

oligopeptida penting untuk kesehatan mulut. Kontribusi dari Kelenjar Ludah Berbeda-

beda. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah Komposisi saliva adalah kontribusi

relatif kelenjar ludah yang berbeda dan jenis sekresi. Persentase kontribusi oleh kelenjar

selama distimulasi aliran saliva adalah sebagai berikut :

1. 20% oleh kelenjar parotis

2. 65% -70% kelenjar submandibular

3. 7% sampai 8% kelenjar sublingual

4. <10% kelenjar saliva minor

Sekresi saliva bisa berasal dari serosa, mukosa, atau campuran. sekresi serosa, diproduksi

terutama oleh kelenjar parotids, kaya ion dan enzim. sekresi lendir kaya mucins (Glikoprotein)

dan sedikit atau tidak ada aktivitas enzimatik. Mereka diproduksi terutama oleh kelenjar kecil.

Dalam kelenjar campuran, seperti kelenjar submandibular dan sublingual, komponen saliva

tergantung pada proporsi antara sel serosa dan mukosa Ketika aliran saliva dirangsang, ada

perubahan dalam persentase kontribusi masing-masing kelenjar dengan parotids kontribusi

lebih dari 50% dari total sekresi saliva. Untuk Viskositas, Viskositas adalah ukuran yang

menyatakan kekentalan suatu cairan. Faktor kepekatan air ludah (viskositas saliva) sebagai

bagian dari host berpengaruh terhadap kesehatan rongga mulut karena viskositas saliva yang

lebih tinggi akan menurunkan laju aliran (flow rate) saliva yang menyebabkan penumpukkan

sisa-sisa makanan. Saliva yang encer akan memiliki efek self cleansing yang membantu saliva

secara alami membersihkan sisa makanan sehingga tidak menempel dengan erat pada

permukaan gigi. Sebaliknya, saliva yang kental dapat mengakibatkan perkembangan karies.

Saliva dengan pH rendah juga dapat menyebabkan hilangnya ion kalsium, fosfat dan hidroksil

dari kristal hidroksiapatit. Saliva dengan pH kritis yaitu 5,5 dapat mengakibatkan disolusi

hidroksiapatit yang disebut demineralisasi pada gigi. Bikarbonat saliva (HCO3–) menetralkan

19
keasaman saliva dengan mengikat ion hidrogen (H+), sehingga pH saliva dapat kembali

normal. Rendahnya konsentrasi bikarbonat didalam saliva dapat menyebabkan waktu

peningkatan pH saliva dari pH kritis kembali menjadi normal berlangsung lebih lama. Derajat

keasaman dan kapasitas buffer saliva merupakan parameter saliva yang dapat mempengaruhi

kehilangan mineral oleh karena perubahan asam, dasar perkembangan karies dan kemungkinan

perbaikan atau remineralisasi. Hal ini dikarenakan, pH saliva merupakan faktor penting dalam

pencegahan karies, demineralisasi gigi, kelainan periodontal, dan penyakit lain di rongga mulut

. Kapasitas buffer saliva sangat dipengaruhi oleh ion bikarbonat yang merupakan hasil

metabolisme sel. Konsentrasi ion bikarbonat meningkat seiring meningkatnya laju sekresi

saliva. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju sekresi saliva yang tidak distimulasi antara lain

derajat hidrasi, posisi tubuh, paparan terhadap cahaya, rangsangan sebelumnya, dan ritme

circadian, serta konsumsi obat-obatan. Derajat keasaman saliva yang rendah akan dinetralisir

oleh buffer agar tetap dalam keadaan konstan di dalam rongga mulut . Kapasitas buffer saliva

bergantung pada konsentrasi bikarbonat dan berhubungan dengan flow saliva. Laju sekresi

saliva yang tinggi akan menyebabkan kapasitas buffer menjadi tinggi, sehingga pH saliva pun

akan meningkat.12 Aliran saliva yang lambat dapat menurunkan kapasitas buffer saliva yang

dapat menurunkan pH saliva karena aliran saliva yang rendah akan menurunkan konsentrasi

bikarbonat sehingga kapasitas buffer menurun,(Syauqy & Humaryanto, 2018).

Sekresi kelenjar saliva dikontrol oleh saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis

menginervasi kelenjar parotis, submandibula, dan sublingualis. Saraf parasimpatis selain

menginervasi ketiga kelenjar di atas juga menginervasi kelenjar saliva minor yang berada

palatum. Saraf parasimpatis bertanggung jawab pada sekresi saliva yaitu volume saliva yang

dihasilkan oleh sel sekretori.12 Sekresi saliva normal adalah 800-1500 ml/hari. Pada orang

dewasa laju aliran saliva normal yang distimulasi mencapai 1-3 ml/menit, rata-rata terendah

mencapai 0,7-1 ml/menit dimana pada keadaan hiposalivasi ditandai dengan laju aliran saliva

20
yang lebih rendah dari 0,7 ml/menit. Laju aliran saliva normal tanpa adanya stimulasi berkisar

0,25-0,35 ml/menit, dengan rata-rata terendah 0,1-0,25 ml/menit dan pada keadaan hiposalivasi

laju aliran saliva kurang dari 0,1 ml/menit.12 Variasi sekresi saliva tergantung pada kondisi

kelenjar saliva tanpa stimulasi atau terstimulasi. Volume saliva tanpa stimulasi yaitu 0,3 mL

dalam 1 menit dengan pH, yang berkisar antara 6,10-6,47 dan dapat meningkat sampai 7,8 pada

saat volume saiva mencapai volume maksimal. Volume saliva terstimulasi 3,0 mL dalam 1

menit dengan pH 7,62, (Minarowska et al., 2010).

Histologi Kelenjar Saliva

Kelenjar saliva memiliki struktur yang sama yaitu kelenjar acini yang berhubungan dengan

sistem duktus, dengan komposisi acini 80% dan duktus 15% merupakan kelenjar mesenkim

yang mengandung jaringan ikat, pembuluh darah dan limfe, kelenjar limfe serta serabut saraf.

Unit sekresi terdiri dari sel asinus, duktus sekretorius dan kolektikus. Duktus sekretorius terdiri

dari duktus interkalaris dan striata yang berada di intralobular sedangkan sistem ekskresi dan

duktus kolektikus berada di ekstralobuler.

21
Kelenjar acini akan menghasilkan air liur yang mengandung enzim amilase dan sialomusin.

Berdasarkan histologi dibedakan enzim dan musin yang dihasilkan menjadi kelenjar serosa

sebagai penghasil enzim, misalnya kelenjar parotis. Kelenjar mukosa sebagai penghasil musin,

misalnya kelenjar palatina dan kelenjar campuran misalnya kelenjar submandibula dan

sublingual. Kelenjar acini termasuk dari sel mioepitel yang membentuk seperti sarang laba-

laba yang mengelilingi acinus dan dapat mengeluarkan sekresinya saat berkontraksi. Sistem

duktus kelenjar liur bukan suatu sistem transport pasif, melainkan dapat merubah sekresi dan

konsistensi dari liur. Short intercalated ducts menghasilkan musin dan meregulasi konsentrasi

elektrolit. Sedangkan striated ducts secara aktif dan cepat dapat menghasilkan sekret diikuti

oleh sistem interlobular ducts yang menghasilkan liur.

Kelenjar Ludah Minor

Kelenjar ludah minor kebanyakan merupakan kelenjar kecil-kecil yang terletak di dalam

mukosa atau submukosa (hanya menyumbangkan 5% dari pengeluaran ludah dalam 24 jam)

yang diberi nama lokasinya atau nama pakar yang menemukannya. Semua kelenjar ludah

mengeluarkan sekretnya kedalam rongga mulut.

 Kelenjar labial (glandula labialis) terdapat pada bibir atas dan bibir bawah dengan

asinus-asinus seromukus

 Kelenjar bukal (glandula bukalis) terdapat pada mukosa pipi, dengan asinusasinus

seromukus

 Kelenjar Bladin-Nuhn ( Glandula lingualis anterior) terletak pada bagian bawah ujung

lidah disebelah menyebelah garis, median, dengan asinus-asinus seromukus

 Kelenjar Von Ebner (Gustatory Gland = albuminous gland) terletak pada pangkal lidah,

dnegan asinus-asinus murni serus

22
 Kelenjar Weber yang juga terdapat pada pangkal lidah dengan asinus-asinus mukus .

Kelenjar Von Ebner dan Weber disebut juga glandula lingualis posterior Kelenjar-

kelenjar pada pallatum dengan asinus mukus .

Tiap-tiap kelenjar sebagai suatu organ terdiri dari:

 Parenkim, yaitu bagian kelenjar yang terdiri dari asinus-asinus dan duktus-duktus

bercabang. Asinus merupakan bagian-bagian sekretoris yang mengeluarkan sekret.

Sekret ini akan dialirkan melalui suatu duktus untuk menyalurkan sekret kemana

mestinya.

 Stroma / jaringan ikat interstisial yang merupakan jaringan antara asinus dan duktus

tersebut. Jaringan ikat ini membungkus organ (kapsel) dan masuk kedalam organ dan

membagi organ tersebut menjadi lobus dan lobulus. Pada jaringan ikat tersebut

ditemukan duktus kelenjar, pembuluh darah,s erat saraf dan lemak.

Kelenjar saliva mayor terdiri dari beberapa jenis sel:

1. Unit sekretori

Terdiri dari : sel-sel asinar , duktus interkalaris , duktus striata , dan main excretory

ducts. Sebagai tambahan kepada sel-sel ini yang bertanggung jawab besar untuk sekresi

dan modifikasi dari saliva, sel-sel plasma juga berkontribusi pada sekresi saliva,

setidaknya pada kelenjar minor.

2. Unit non sekretori

Terdiri dari myoepitel sel dan sel saraf.

Sel-sel asinar

Merupakan unit sekretori sel. Sel asinar mengandung olyco protein, protein dan elektrolit.

Menurut sekretnya , asinus dapat dibedakan menjadi asinus serus, mukus, dan tercampur

a. Asinus serus

23
 Sekretnya encer

 Terdapat pada kelenjar parotis

 Pengecatan HE bewarna ungu kemerahan

 Lumennya sempit

 Batas sel sukar dilihat dan antara sel terdapat kanalikuli sekretoris interseluler

 Inti sel bulat kearah basal

 Penampakan sel tergantung fase sekresi selnya, dimana pada fase istirahat,

bagian apikalnya banyak terdapat butir sekresi (zimogen) sehingga inti sel

terdesak ke basal. Dan setelah sekresi sel, maka sel menjadi mengecil.

 Terdapat sel myoepitel diantara sel kelenjar dan membran basal yang dapat

berkontraksi untuk membantu mengeluarkan sekret asinus

b. Asinus mucus

 Sekretnya kental

 Terdapat pada kelenjar saliva minor / tambahan / kecil-kecil

 Pengecatan HE berwarna jernih kebiruan

 Lumennya besar

 Batas sel lebih jelas terlihat, tidak terdapat kanalikuli interseluler sehingga

sekretnya langsung dituangkan oleh sel sekretoris kedalam lumen asinus

 Inti sel pipih kearah basal

 Pada fase istirahat, sitoplasmanya mengandung butir mucigen yang sering rusak

saat preparat fifiksasi/dicat sehingga sel menjadi lebih terang

 Terdapat sel myoepitel

 Organela selnya berbeda dengan sel serus, dimana terdapat lebih sedikit

mitokondria, RE, dan banyak apparatus golgi sehingga terdapat lebih banyak

komponen karbohidrat pada sekretnya.

24
c. Asinus campuran

 Yang dimaksud dengan kelenjar-kelenjar yang mempunyai asinus tercampur,

adalah kelenjar-kelenjar yang mempunyai baik asinus serus maupun asinus-

asinus mukus sebagai parenkimnya. Campuran tersebut dapat berupa asinus-

asinus murni mukus dengan asinus-asinus murni serus atau dapat pula satu asinus

mempunyai bagian mukus dan serus bersama-sama

 Kelenjar submandibularis (submaksilaris) memiliki sel serus lebih banyak dari

pada sel mukusnya

 Kelenjar sublingualis memiliki sel mukus lebih banyak daripada sel serusnya

 Pada asinus tercampur sel-sel mukus sering didapatkan dekat duktus sedangkan

sel-sel serus pada bagian yang jauh dari ductus

 Kadang-kadang sel mukus berasal dari melendirnya sel-sel asinus karena

terganggunay pengeluaran sekretnya. Gangguan tersebut sering terjadi pada

duktus Boll

 Bila dalam satu asinus sel-sel mukus lebih banyak lagi, maka sel-sel albumin

(serus) tadi akan terdesak kearah apikal (puncak) asinus, sehingga sel-sel serus

tadi merupakan suatu lengkungan yang pada penampang sering terlihat sebagai

bulan sabit, yangs ering disebut lanula Gianuzzi (Demilines of Haidenhain,

Crescent of Gianuzzi, serous demilunes of Gianuzzi). Bagian ini masih

mempunyai kanalikuli sekretoris interseluler yang bermuara ke lumen asinus.

Duktus

25
Saluran kelenjar ludah terdiri dari beberapa bagian yang panjangnya berbeda-beda

menurut jenis kelenjar. Jika dipandang dari segi lobulasi, ada yang letaknya intralobularis dan

ada yang interlobularis

1. Duktus intralobularis

a. Duktus interkalaris (Duktus Boll)

 Duktus yang menghubungkan asinus dengan saluran berikutnya (duktus Pfluger)

 Bersifat non sekretorius

 Terdiri dari epitel selapis pipih atau selapis kubis

 Fungsi : a. mengatur sekresi saliva asinar

b. memodifikasi komponen elektrolit

c. mengangkut komponen makromolekuler

b. Duktus sekretorius (Pfluger)

 Duktus yang lebih besar dan bersifat sekretorious, sehingga disebut juga duktus

salivatorius, terutama menghasilkan Ca dan air

 Epitelnya terdiri dari epitel selapis kubis sampai silindris dimana bagian basalnya

menunjukkan garis-garis sehingga juga disebut striated duct (duktus bergaris-garis)

 Fungsi :

a. Transport elektrolit dengan menyerap sodium dari sekresi utama diangkut keluar

melalui pembuluh darah kapiler

b. memodifikasi kompisisi elektrolit saliva

2. Duktus Interlobularis

Duktus pfluger tadi dilanjutkan oleh saluran yang lebih besar keluar dari lobulus

kelenjar tadi, masuk ke dalam jaringan ikat interlobular. Saluran ini merupakan duktus

pengeluaran atau eksretorius yang mengalirkan saliva ke dalam rongga mulut. Terdiri

26
dari epitel selapis silindris atau berlapis semu dan dekat muara duktus, epitel ini

berubah menjadi epitel berlapis pipih dan berlanjut ke epitel rongga mulut.

Penamaan duktus berdasarkan atas pakar yang menemukannya :

 Kelenjar parotis : Stensen

 Kelenjar Submandibular (submaksilaris) : Whartoni

 Kelenjar Sublingualis : Bartholini

Fungsi = Resorpsi Na dan sekresi K.

Sel Myoepitel

 Terdapat dalam asinar

 Fungsinya untuk mengatur pergerakan saliva dari asinar kesistem duktus dengan cara

kontraksi asinar

METODE PENELITIAN

Pemeriksaan sekresi menggunakan air liur dilakukan dengan keadaan yang berbeda-

beda. Air liur atau saliva adalah sebagai object untuk melihat kecepatan dari sekresi

pengeluaran getah pencernaan khususnya di fase cephalic. Komposisi saliva tadi sangat

tergantung pada keaktivan kelenjar-kelenajar ludah. Sekresi kelenjar ludah dapat terjadi oleh

beberapa faktor, yaitu : refleks saraf, rangsangan mekanis, rangsangan kimaiwi. Bahan

makanan dan zat kimia dapat memberi rangsangan langsung pada mukosa mulut. Bahan

makanan juga dapat merangsang serat saraf eferens yang berasal dari bagian thorakal. Sekresi

air ludah dapat pula timbul secara reflektoris hanya dengan jalan mencium bau makanan,

melihat makanan, atau dengan memikirkan dan membayangkan makanan saja. Saliva

mengandung 2 tipe sekresi protein yang utama yaitu : sekresi serus ( merupakan enzim untuk

mencernakan serat à ptyalin) , sekresi mukus (untuk pelumasan dan perlindungan permukaan).

27
A. Jenis penelitian

Penilitian yang dilakukan dalam praktikum Penghitungan keluarnya sekresi air liur.

Pengambilan sampel dengan cara simple random sampling. Tes ini dilakukan di

laboratorium Ilmu Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Methodist

Indonesia (UMI) Medan . Sebelum dilakukan penelitian, subjek penelitian diberi

penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan untuk menjadi subjek penelitian.

Subjek penelitian diminta puasa dan makan sampai kenyang sebelum tes, kemudian di

lanjutkan dengan subyek meelihat makanan dan menghitung berapa lama air liur nya

keluar , kemudian dihitung pada setiap kelompok berapa lama air liur nya keluar dari

kelompok yang puasa , kelompok makan kenyang dan kelompok makan cemilan.

B. Tujuan Penelitian

Pemeriksaan Sekresi Air liur dilakukan untuk :

 Menunjukkan Tahapan Pengeluaran getah pencernaan, khususnya cephalic

phase

 Menunjukkan Perbedaan waktu sekresi lapar keadaan lapar, keadaan kenyang

dan keadaan setelah makan snack.

C. Waktu dan tempat penilitian

Percobaan ini dilakukan di laboratorium Fisiologi Universitas Methodist Indonesia

pada hari senin 5 agustus 2019.

D. Alat dan Bahan :

 Sekelompok Mahasiswa Praktikan

 Makanan yang disukai

 Stopwatch

E. Cara kerja :

1. Kelompok mahasiswa dibagi dalam 3 grup :

28
 Grup 1 : Grup Puasa

 Grup 2 : Grup makan kenyang setengah jam sebelum percobaan

 Grup 3 : grup hanya makan camilan setengah jam sebelum percobaan.

2. Suasana ruangan tenang dan nyaman, kipas angin dimatikan

3. Duduk masing-masing grup berjarak minimal 2 meter

4. Dari tiap grup dua mahasiswa yang sudah menyiapkan makanan kesukaannya

disajikan. Catat saat mulai melihat makanan dan saat ia merasa air liurnya disekresi

menggunakan Stopwatch.

HASIL PENELITIAN

Grup 1 : Puasa

Nama praktikan : Elshe Yuana Conitha

Grup : A1

Tingkat/Semester : IV (Empat)

Tanggal : Senin, 05 Agustus 2019

Grup II : Grup makan kenyang setengah jam sebelum percobaan

Nama praktikan : Orion Halasan Sitohang

Grup : A2

Tingkat/Semester : IV (Empat)

Tanggal : Senin, 05 Agustus 2019

Grup III : Grup hanya makan cemilan setengah jam sebelum percobaan

Nama Praktikan : Bless Boy Hutauruk

29
Grup : A3

Tingkat/Semester : IV (Empat)

Tanggal : Senin, 05 Agustus 2019

Hasil Observasi :

30
31
Grup I , Grup II, Grup III, waktu yang di butuhkan, mulai dari penyajian sampai keluar air

liur.

Grup Praktikan Jenis Observasi Waktu yang dibutuhkan (s)

Grup 1 Puasa 23

Grup 2 Grup makan kenyang 40,84

setengah jam sebelum

percobaan

Grup 3 Grup hanya makan cemilan 34

setengah jam sebelum

percobaan

Telah dilakukan penelitian tentang Pemeriksaan Kelenjar Saliva di Universitas Methodiist

Indonesia dengan perbedaan antara ketiga Grup :

Grup 1 : Pengeluaran kelenjar saliva dengan kecepatan 23 detik. Puasa mengalami pengeluaran

air liur lebih cepat karena adanya rangsangan impuls dan rangsangan lapar yang di kirim ke

hipotalamus sehingga hipotalamus mengekskresikan kelenjar saliva lebih cepat dan banyak.

Meskipun puasa jangka pendek mengurangi aliran saliva tetapi yang terjadi tidak menyebabkan

hiposalivasi, dan aliran ini dikembalikan ke nilai normal segera setelah masa puasa berakhir.

Stimulasi aliran saliva meningkat ketika diawali dengan stimulasi pengecapan dalam waktu

kurang dari satu jam sebelum pengumpulan air liur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada

saat puasa, viskositas saliva sampel yang encer sama banyaknya. Namun, sampel yang

memiliki viskositas saliva dengan derajat normal pada saat puasa lebih banyak daripada saat

berbuka puasa, yaitu delapan orang saat puasa (50%) dan tujuh orang pada saat berbuka puasa.

Terlihat pula pada tabel, jumlah orang yang memiliki viskositas derajat kental lebih banyak

pada saat berbuka puas dibandingkan saat puasa. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

32
perbedaan viskositas saliva saat puasa dengan saat berbuka puasa. memperlihatkan hubungan

viskositas saliva, buffer saliva, dan volume saliva dengan jumlah koloni bakteri pada saat puasa

dan berbuka puasa. Terlihat pada tabel, saat puasa, tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara viskositas saliva dengan jumlah koloni bakteri (p:0,110; p>0,05). Selain itu, terlihat pula

nilai p>0,05, pada hubungan antara buffer saliva dan volume saliva. Hal ini menunjukkan

bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara buffer saliva dengan jumlah koloni

bakteri pada saat puasa (p:0,416). Demikian pula dengan volume saliva, ditemukan bahwa

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara volume saliva dengan jumlah koloni bakteri

pada kondisi tubuh saat puasa (p:0,628). Kedua variable ini memiliki koefisien korelasi

dibawah 0,4 yang berarti kekuatan korelasinya lemah. Hampir sejalan dengan kondisi saat

puasa, pada saat berbuka puasa, ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara viskositas saliva (p:0,067) dan volume saliva (p:0,987) dengan jumlah koloni bakteri

(p>0,05).

Grup 2 : Pengeluaran air liur pada detik k- 40,84. Produksi liur juga dapat meningkat ketika

seseorang mengunyah permen karet, sedang makan, ataupun saat ia sedang bahagia atau cemas.

Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan fisiologis. Pada saat

berolahraga, berbicara yang lama dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva sehingga

mulut terasa kering. Bernafas melalui mulut juga akan memberikan pengaruh mulut kering.

Seseorang yang mengalami hipersalivasi kemungkinan besar akan menghirup cairan saliva, makanan

dan minuman yang dikonsumsi ke dalam paru-paru mereka. Hal tersebut dapat meningkatkan risiko

infeksi pneumonia aspirasi. Proses menghirup tersebut lebih terjadi ketika reflek untuk muntah dan

batuk mengalami gangguan. Berkurangnya saliva menyebabkan mengeringnya selaput lendir, mukosa

mulut menjadi kering, mudah mengalami iritasi dan infeksi. Keadaan ini disebabkan oleh karena tidak

adanya daya lubrikasi infeksi dan proteksi dari saliva. Proses pengunyahan dan penelanan, apalagi

makanan yang membutuhkan pengunyahan yang banyak dan makanan kering dan kental akan sulit

dilakukan. Rasa pengecapan dan proses bicara juga akan terganggu.

33
Grup 3 : Grup hanya makan camilan setengah jam sebelum percobaan. Pengeluaran saliva

terjadi setelah 34 detik. pH pada kelenjar saliva menjadi peranan penting bagi kehidupan,

pertumbuhan dan multiplikasi bakteri pada mulut. Jumlah bakteri asidofilik meningkat ketika

pH pada saliva sangat rendah. Hal tersebut merupakan resiko tingi terjadinya karies pada gigi.

Saraf parasimpatis kelenjar submandibula berasal dari nucleus salivatorius superior, mengikuti

saraf fasialis memasuki korda timpani melalui telinga tengah dan bergabung dengan saraf

lingualis. Saraf simpatis yang menyokong kelenjar liur mayor berasal dari ganglion servikalis

superior melalui pleksus arteri.3,4 Rangsangan simpatis kelenjar liur mayor menyebabkan

aliran air liur meningkat diikuti penurunan aliran air liur sebagai kompensasi. Karena tidak

adanya lapisan otot dalam kelenjar maka hal ini diyakini peningkatan aliran ini mungkin oleh

kontraksi dari mioepitel atau sel – sel basket yang berhubungan dengan duktus striata. Dalam

sehari, orang memproduksi sekitar 700 ml hingga satu liter air liur. Aliran air liur dipengaruhi

kegiatan manusia dan rasa masakan yang dikonsumsinya. Saat mencium atau melihat makanan

enak, kelenjar-kelanjar itulah yang bekerja, penyebabnya karena otak mengirim sinyal ke

kelenjar air liur sehingga volume meningkat. Selain itu, memakan sesuatu yang asam bisa

menyebabkan produksi air liur meningkat karena merangsang kelenjar liur. Di malam hari,

produksi air liur menurun sehingga kerap merasa haus. Saliva dapat rusak karena tercemar oleh

bahan-bahan detergen dalam pasta gigi, antiseptic dalam pasta gigi, antiseptic

dalam obat kumur, dan jenis makanan modern (seperti perasa, pewarna, penyedap, penguat

rasa, dan pengawet). Untuk mendapatkan air liur yang berkualitas, kamu perlu menghindari

faktor-faktor perusak saliva yang disebutkan di atas. Untuk menghindari tiga faktor pertama

dapat dilakukan, namun faktor terakhir yaitu jenis makanan modern sangat sulit dihindari

karena kita hidup di jaman modern yang serba instan, sehingga makanan yang dikonsumsi

kebanyakan pasti mengandung zat-zat yang merusak saliva.

34
PEMBAHASAN

Pada saat berpuasa terjadi perubahan pada tubuh kita, terutama pada daerah rongga mulut.

Terjadinya pernurunan sekresi saliva dapat megakibatkan banyak hal di dalam rongga mulut

kita. Telah dilakukan penelitian mengenai kondisi saliva individu saat berpuasa dan berbuka

puasa di bulan ramadhan. Gambaran hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tabel diatas

memperlihatkan distribusi volume saliva, buffer saliva, dan jumlah koloni bakteri pada saat

berpuasa dan berbuka puasa. Pada saat puasa, volume saliva dan buffer saliva lebih rendah

dibandingkan pada saat berbuka puasa.. Rata-rata volume saliva saat puasa hanya 0,56 l/ 5

menit, setelah berbuka menjadi 0,73 l/ 5 menit. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Reyhaneh Sarir, menyatakan bahwa Laju aliran saliva berkisar 0,08-1,40 ml /

menit saat istirahat dan menunjukkan sekitar 10% penurunan dalam menanggapi puasa, serta

penelitian yang dilakukan oleh Indriana T menyatakan bahwa, Dari hasil pengamatan

didapatkan rata-rata volume saliva tertinggi didapatkan setelah mendapat stimulasi secara

kimiawi (asam) sebesar 1,71 ml/menit, sedangkan rata-rata volume saliva terendah terjadi pada

saat tanpa stimulasi/control sebesar 0,81 ml/menit. Hasil yang diperoleh pada percobaan ini

menguatkan teori bahwa dengan adanya stimulasi yang berupa asam dapat meningkatkan

sekresi saliva. Pada penelitian ini, di dapatkan bahwa selama berpuasa produksi saliva

menurun, namun masih dalam batas fisiologis. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang di

lakukan oleh Nasrul M dengan hasil penelitian menunjukkan sekresi saliva sebelum puasa

adalah 30,9677 ml/menit dan selama berpuasa adalah 26,0339ml/menit, hasil penelitian ini

masih menunjukkan angka normal secara klinis, meskipun secara bermakna mengalami

penurunan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sekresi saliva yaitu keseimbangan air dalam

tubuh, sifat dan durasi rangsangan, rangsangan sebelumnya, ukuran kelenjar, stress, penyakit,

obat-obatan,serta radiasi. Pada individu yang sehat tidak terjadi penurunan atau kenaikan

sekresi saliva yang drastis. Berdasarkan hasil penelitian, tabel diatas juga memperlihatkan

35
Rata-rata buffer saliva saat puasa hanya 7,11 mMol/L setelah berbuka meningkat menjadi 7,75

mMol/L. Pada saat berpuasa, tidak terjadi aktifitas pengunyahan yang dapat menstimulasi

kelenjar saliva sehingga aliran saliva menjadi lambat. Aliran saliva yang lambat dapat

menurunkan kapasitas buffer saliva yang dapat menurunkan pH saliva sehingga menjadi salah

satu faktor penyebab meningkatnya risiko perkembangan karies. Hal ini sejalan dengan

penilitian yang dilakukan di Universitas Methodist Indonesia menyebutkan aliran saliva yang

rendah akan menurunkan konsentrasi bikarbonat sehingga kapasitas buffer menurun yang akan

meningkatkan risiko karies. Rendahnya volume bakteri dan buffer saliva menyebabkan

tingginya jumlah koloni pada saat puasa dibandingkan pada saat berbuka puasa, terlihat jumlah

koloni pada saat puasa mencapai 24,19 CFU/ml melalui menurun menjadi 9,62 CFU/ml setelah

buka puasa. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Semiyari H yang menyatakan

bahwa Perbedaan antara frekuensi cocci gram positif pada orang berpuasa dan tidak berpuasa

adalah signifikan (p = 0 ,005). Perbedaan antara frekuensi cocci gram negativ pada orang

berpuasa dan tidak berpuasa adalah signifikan (p = 0,39) Perbedaan antara frekuensi bacilli

gram positif pada orang berpuasa dan tidak berpuasa adalah signifikan (p = 0,01 <0,005).

Banyaknya jumlah bakteri bacillus negativ pada saat berpuasa lebih banyak daripada saat tidak

berpuasa.. Perbedaan antara frekuensi bakteri gram negatif yang berbentuk spindle atau

gelondong pada orang berpuasa dan tidak berpuasa adalah signifikan (p = 0,03). Berdasarkan

hasil penelitian, Tabel 5.2 menunjukkan distribusi viskositas saliva berdasarkan status puasa

sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat puasa, viskositas saliva

sampel yang encer sama banyaknya dengan pada saat berbuka puasa, yakni masing-masing

sebanyak lima orang (31,3%). Namun, sampel yang memiliki viskositas saliva dengan derajat

normal pada saat puasa lebih banyak daripada saat berbuka puasa, yaitu delapan orang saat

puasa (50%) dan tujuh orang pada saat berbuka puasa. Terlihat pula pada tabel, jumlah orang

yang memiliki viskositas derajat kental lebih banyak pada saat berbuka puasa dibandingkan

36
saat puasa, yakni empat orang (25%) pada saat berbuka puasa, sedangkan pada saat puasa

hanya tiga orang (18,8%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendari, 64%

responden memiliki masalah pada viskositas. Hal ini dipengaruhi oleh Lingkungan, termasuk

tingkat pendidikan, tidak ada pekerjaan tetap, tidak cukup pendapatan, tidak tersedianya klinik

gigi di sekitar tempat kerja, air yang layak untuk dikonsumsi setiap hari, kondisi air liur, indeks

plak, dan genetika. Pada penelitian ini hasil yang ada dipengaruhi oleh penilaian kekentalan

saliva, yang dilakukan hanya berdasarkan persepsi dari pemeriksaan visual terhadap kondisi

saliva. Pemeriksaan yang dilakukan secara visual berdasarkan persepsi seseorang akan

memberikan hasil yang kurang valid. Pada pemeriksaan ini, penulis dibantu oleh beberapa

rekan, sehingga persepsi bisa memberikan hasil yang berbeda walaupun sebelumnya sudah

dilakukan kalibrasi. Hal ini bisa terjadi karena tidak menggunakan alat ukur yang baku. Hasil

penelitian mungkin memberikan hasil yang berbeda jika menggunakan alat ukur yang baku

seperti Viscometer (alat untuk mengukur kekentalan). Penelitian ini memiliki keterbatasan

karena penulis sulit memperoleh alat ukur yang baku untuk mengukur kekentalan, sehingga

alat ukur yang digunakan berupa persepsi penulis terhadap kekentalan yang sudah

dideskripsikan. Namun, penelitian pada bakteri di lakukan di lab dengan alat yang valid,

sehingga diperoleh hasil yang valid. Tabel 5.3 menunjukkan Perbedaan jumlah koloni bakteri

berdasarkan viskositas saliva pada saat puasa dan berbuka puasa. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa, kelompok sampel dengan viskositas saliva derajat kental, mempunyai

rata-rata jumlah koloni saat puasa 14,67 CFU/ml setelah berbuka meningkat menjadi 16,25

CFU/ml. kelompok sampel dengan viskositas saliva derajat normal, mempunyai rata-rata

jumlah koloni saat puasa 27 CFU/ml setelah berbuka menurun menjadi 8,57 CFU/ml.

kelompok sampel dengan viskositas saliva derajat encer, mempunyai rata-rata jumlah koloni

saat puasa 25,4 CFU/ml setelah berbuka menurun menjadi 5,80 CFU/ml. Hasil uji statistik

dengan uji t berpasangan menunjukkan bahwa ada perbedaan jumlah koloni bakteri pada

37
responden dengan viskositas kental dan normal saat berpuasa dengan berbuka (p<0,05). tetapi

tidak ada perbedaan jumlah koloni bakteri pada responden dengan viskositas encer saat puasa

maupun berbuka puasa. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendari, hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa penyakit jaringan pulpa semakin parah ketika usia semakin

menua. Penyebab utama adalah viskositas saliva. viskositas saliva dianggap menyebabkan

kemampuan diri dari saliva untuk membersihkan rongga mulut berkurang. Kekentalan saliva

berperan dalam kemampuan saliva membersihkan sisa- sisa makanan dari dalam rongga mulut.

Saliva yang encer akan memiliki efek self cleansing yang membantu saliva secara alami

membersihkan sisa makanan sehingga tidak menempel dengan erat pada permukaan gigi.

Sebaliknya saliva yang kental akan menyebabkan terjadinya retensi sisa makanan pada

permukaan gigi, sehingga meningkatkan risiko karies.Penyebab kedua adalah pH saliva rendah

atau dalam kondisi asam yang dapat menyebabkan demineralisasi gigi dan jika semakin parah

akan mengakibatkan penyakit jaringan pulpa. hubungan viskositas saliva, buffer saliva, dan

volume saliva dengan jumlah koloni bakteri pada saat puasa dan berbuka puasa. Tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara viskositas saliva dengan jumlah koloni bakteri (p:0,110;

p>0,05). Selain itu, terlihat pula nilai p>0,05, pada hubungan antara buffer saliva dan volume

saliva. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara buffer

saliva dengan jumlah koloni bakteri pada saat puasa (p:0,416). Demikian pula dengan volume

saliva, ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara volume saliva dengan

jumlah koloni bakteri pada kondisi tubuh saat puasa (p:0,628). Kedua variable ini memiliki

koefisien korelasi dibawah 0,4 yang berarti kekuatan korelasinya lemah. Hampir sejalan

dengan kondisi saat puasa, pada saat berbuka puasa, ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara viskositas saliva (p:0,067) dan volume saliva (p:0,987) dengan jumlah

koloni bakteri (p>0,05). Hanya variabel buffer saliva yang menunjukkan adanya hubungan

yang signifikan dengan jumlah koloni bakteri (p:0,033; p<0,05). Hanya variabel buffer saliva

38
yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan jumlah koloni bakteri (p:0,033;

p<0,05) peningkatan jumlah koloni bakteri sebesar 28,5%. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Senawa I menyatakan bahwa kapasitas buffer saliva tergantung pada

konsentrasi bikarbonat dan berhubungan dengan laju aliran saliva. Laju aliran saliva yang

tinggi akan menyebabkan kapasitas buffer menjadi tinggi, sehingga pH saliva pun akan

meningkat. Derajat keasaman dan kapasitas buffer saliva merupakan parameter saliva yang

dapat mempengaruhi kehilangan mineral oleh karena perubahan asam, dasar perkembangan

karies dan kemungkinan perbaikan atau remineralisasi. Hal ini dikarenakan, pH saliva

merupakan faktor penting dalam pencegahan karies, demineralisasi gigi, kelainan periodontal,

dan penyakit lain di rongga mulut.

Faktor yang mempengaruhi sekresi saliva :

 Irama siang malam

 Sifat dan besar stimulus

 Tipe kelenjar

 Diet

 Umur, jenis kelamin dan fisiologi seseorang

 Kadar hormone

 Elektrolit

 Kapasitas buffer

 Obat-obatan

 Gerak badan

Air liur terdiri dari komponen organik dan anorganik secara terus menerus akan menghasilkan

air liur. Komponen anorganik terdiri dari sebagian besar elektrolit seperti natrium, kalium,

kalsium, magnesium, bikarbonat, fosfat, urea dan amonia . Komponen organik terdiri dari

beberapa macam protein seperti imunoglobulin, enzim dan musin. Apabila terdapat stimulus

39
dari luar maupun dalam seperti mengunyah makanan, mencium bau-bauan hal ini dapat

menyebabkan peningkatan produksi air liur. Dalam sehari kelenjar air liur menghasilkan liur

sebanyak 500 -1000ml. Untuk produksi air liur ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

iklim, nutrisi, umur dan jenis kelamin.

Pada penelitian ini didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara pH saliva

mahasiswa yang merokok dengan mahasiswa yang tidak merokok. Hasil ini yang melakukan

penelitian mengenai derajat keasaaman (pH) pada kelompok perokok dan non perokok dengan

jumlah sampel 20 orang pada masing-masing kelompok dan didapatkan hasil bahwa pH air liur

pada kelompok perokok lebih rendah dibandingkan kelompok non perokok. Hal itu dapat

terjadi karena bahwa asap rokok yang menyebar ke seluruh bagian rongga mulut dan reseptor

rasa terkena paparan terus-menerus. Jika hal tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang

lama akan menyebabkan kurangnya sensitivitas dan perubahan reseptor dari indra perasa dan

lama-kelamaan akan menyebabkan supresi pada refleks saliva. Perubahan respon reseptor rasa

dapat berdampak pada perubahan laju aliran saliva.13 Laju aliran saliva yang telah dijelaskan

sebelumnya sangat berpengaruh pada nilai pH saliva. Penurunan laju aliran saliva akan

menyebabkan komponen anorganik juga akan menurun sehingga mengakibatkan turunnya pH

saliva. Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara

aktivitas enzim amilase mahasiswa yang merokok dengan mahasiswa yang tidak merokok.

Perubahan pH pada saliva perokok pada akhirnya akan berpengaruh pada aktivitas enzim

amilase yang terkandung di dalamnya. Aktivitas enzim amilase yang optimal berada pada pH

6.8. pH dapat mempengaruhi aktivitas. enzim dengan mengubah struktur enzim tersebut.9 pH

berpengaruh terhadap kecepatan aktivitas enzim dalam mengkatalis suatu reaksi. Hal ini

disebabkan konsentrasi ion hidrogen mempengaruhi struktur dimensi enzim dan aktivitasnya.

Setiap enzim memiliki pH optimum di mana pada pH tersebut struktur tiga dimensinya paling

kondusif dalam mengikat substrat. Bila konsentrasi ion hidrogen berubah dari konsentrasi

40
optimal, aktivitas enzim secara progresif hilang sampai pada akhirnya enzim menjadi tidak

fungsional.10 Teori lain juga menjelaskan bahwa radikal bebas yang terdapat pada rokok yaitu

radikal hidroksil (OH) dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi molekul dalam

saliva. Hal ini disebabkan oleh ion Fe3+ yang terdapat dalam saliva dan berperan dalam proses

terbentuknya OH. Hidroksil (OH) dapat merusak tiga jenis senyawa yang penting untuk

mempertahankan integritas sel. Salah satu senyawa yang rusak yaitu asam amino penyusun

protein yang ada dalam saliva. Asam amino yang paling rawan yaitu sistein. Sistein

mengandung gugus sulfhidril (-SH) yang sangat peka terhadap serangan radikal hidroksil.

Pembentukan ikatan disulfide (S-S) menimbulkan ikatan intra atau antar molekul sehingga

protein (saliva) kehilangan fungsi biologisnya, dan bila protein tersebut adalah enzim maka

enzim tersebut akan kehilangan aktifitas katalitiknya.15 Dari hasil penelitian ini dapat

diketahui bahwa merokok dapat berpengaruh pada pH saliva dan juga berpengaruh pada

aktivitas enzim amilase seseorang.

Terdapat juga kelainan-kelainan pada kelenjar ludah, antara lain :

1. Inflamasi Parotitis

Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus. Penyakit ini

merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering. Kejadian parotitis saat

ini berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens parotitis tertinggi pada anak-anak

berusia antara 4-6 tahun. Onset penyakit ini diawali dengan adanya rasa nyeri dan

bengkak pada daerah sekitar kelenjar parotis. Masa inkubasi berkisar antara 2 hingga 3

minggu. Gejala lainnya berupa demam, malaise, mialgia, serta sakit kepala

2. Penyakit infeksi virus lainnya Penyakit kelenjar saliva dapat disebabkan oleh adanya

infeksi cytomegalovirus, yang sering terjadi pada bayi baru lahir dan dapat

menyebabkan mental retardasi serta kelainan fisik, hepatosplenomegali, ikterik, dan

trombositopenia purpura. Virus lain yang dapat menginfeksi kelenjar saliva bisa berupa

41
Coxackievirus A, Echovirus, virus Influenza A serta virus Lymphocytic

chorimeningitis. Terapi pada penyakit yang disebabkan karena infeksi virus berupa

terapi simtomatis

3. Tuberkulosis primer kelenjar saliva Penyakit ini biasanya unilateral. Kelenjar saliva

yang paling sering terkena adalah kelenjar parotis. Kebanyakan penyakit ini merupakan

penyebaran dari fokus infeksi tuberkulosis pada tonsil atau gigi. Penyakit ini biasanya

terlihat dalam dua jenis yaitu dalam bentuk lesi inflamasi akut atau lesi berbentuk tumor

yang kronis. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan acid fast salivary stain dan

purified proteine derivative skin test. Terapi terhadap penyakit ini sama dengan terapi

pada infeksi tuberkulosis akut.

4. Sialadenitis supuratif akut Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1828.

Sebagian besar penyakit ini melibatkan kelenjar parotis, dan terkadang juga melibatkan

kelenjar submandibula. Seringnya terjadi keterlibatan kelenjar parotis dibandingkan

dengan kelenjar saliva lainnya disebabkan karena aktivitas bakteriostatis pada kelenjar

parotis lebih rendah dibandingkan pada kelenjar saliva lainnya. Kemungkinan penyakit

ini disebabkan karena adanya stasis saliva, akibat adanya obstruksi atau berkurangnya

produksi saliva. Faktor predisposisi lain terjadinya penyakit ini adalah striktur duktus

atau kalkuli. Berkurangnya produksi kelenjar saliva bisa disebabkan karena konsumsi

beberapa obat. Pasien pasca operasi juga dapat menderita penyakit ini akibat produksi

saliva yang kurang yang diikuti dengan higiene oral yang buruk. Gejala yang sering

dirasakan pada penderita penyakit ini adalah adanya pembengkakan yang disertai

dengan rasa nyeri. Bisa didapatkan adanya saliva yang purulen pada orifisium duktus

saliva, yang mudah didapatkan dengan sedikit pemijatan di sekitar kelenjar. Organisme

penyebab infeksi dapat berupa Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia,

Eschericia coli, serta Haemophylus influenzae. Bakteri anaerob penyebab yang paling

42
sering adalah Bacteroides melaninogenicus dan Streptocccus micros. Terapi pertama

yang harus dilakukan adalah hidrasi secara adekuat, perbaikan higiene oral, pemijatan

secara berulang pada daerah sekitar kelenjar, serta antibiotik intravena. Pemberian

antibiotik secara empiris perlu dilakukan sambil menunggu hasil kultur resistensi.

5. Sialadenitis kronis

Etiologi dari sialadenitis kronis adalah sekresi saliva yang sedikit dan adanya stasis

saliva. Kelainan ini lebih sering terjadi pada kelenjar parotis. Beberapa pasien dengan

sialadenitis kronis merupakan rekurensi dari parotitis yang diderita saat masih kecil.

Sebagian besar penderita menunjukkan adanya kerusakan yang permanen pada kelenjar

yang disebabkan infeksi supuratif akut. Penyakit ini dapat memudahkan terjadinya

sialektasis, ductal ectasia, serta destruksi asinar yang progresif.

6. Sialolitiasis Salah satu penyakit pada kelenjar saliva adalah terdapatnya batu pada

kelenjar saliva. Angka kejadian terdapatnya batu pada kelenjar submandibula lebih

besar dibandingkan dengan kelenjar saliva lainnya, yaitu sekitar 80%. Juga 20% terjadi

pada kelenjar parotis, dan 1% terjadi pada kelenjar sublingualis. Salah satu penyakit

sistemik yang bisa menyebabkan terbentuknya batu adalah penyakit gout, dengan batu

yang terbentuk mengandung asam urat. Kebanyakan, batu pada kelenjar saliva

mengandung kalsium fosfat, sedikit mengandung magnesium, amonium dan karbonat.

Batu kelenjar saliva juga dapat berupa matriks organik, yang mengandung campuran

antara karbohidrat dan asam amino.1,6 Duktus pada kelenjar submandibula lebih

mudah mengalami pembentukan batu karena saliva yang terbentuk lebih bersifat alkali,

memiliki konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi, serta kandungan sekret yang

mukoid. Disamping itu, duktus kelenjar submandibula ukurannya lebih panjang, dan

aliran sekretnya tidak tergantung gravitasi. Batu pada kelenjar submandiula biasanya

terjadi di dalam duktus, sedangkan batu pada kelenjar parotis lebih sering terbentuk di

43
hilum atau di dalam parenkim. Gejala yang dirasakan pasien adalah terdapat bengkak

yang hilang timbul disertai dengan rasa nyeri. Dapat teraba batu pada kelenjar yang

terlibat.\

7. Sarkoidosis

Sarkoidsis merupakan penyakit granulomatosa dengan etiologi yang belum jelas.

Secara klinis, manifestasi penyakit ini ke kelenjar saliva hanya sekitar 6%, namun

secara histologi, keterlibatan pada kelenjar saliva dapat mencapai 33%. Salah satu

contoh dari penyakit ini adalah sindroma Heerfordt dengan gejala berupa uveitis,

pembesaran kelenjar parotis, serta paralisis fasialis. Gejala awal yang dialami dapat

berupa demam, malaise, kelemahan, mual, serta keringat di malam hari.

8. Penyakit autoimun Sindroma Sjogren

Sindroma Sjogren dapat ditandai dengan adanya destruksi kelenjar eksokrin yang

dimediasi oleh limfosit. Hal ini menyebabkan terjadinya xerostomia dan

keratokonjuntivitis sika. Penyakit ini merupakan penyakit autoimun yang terbanyak

setelah artritis rematoid. Sembilan puluh persen sindrom ini terjadi pada wanita dewasa

namun dapat juga diderita oleh anak-anak. Kebanyakan penderita berusia sekitar 50

tahun. Sindroma ini diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu primer dan sekunder. Pada

tipe primer penyakit ini hanya melibatkan kelenjar eksokrin saja, sedangkan pada tipe

sekunder berhubungan dengan penyakit autoimun seperti rematoid artritis. Gejala yang

ada meliputi rasa terbakar pada mulut, rasa ada pasir pada mata, xerostomia,

pembengkakan pada kelenjar saliva (pada tipe primer terjadi sekitar 80% dan pada tipe

sekunder antara 30-40%). Pembengkakan bisa terjadi secara intermiten ataupun

permanen.

9. Sialadenosis

44
Kelainan ini merupakan istilah nonspesifik untuk mendeskripsikan suatu pembesaran

kelenjar saliva yang bukan merupakan reaksi inflamasi maupun neoplasma.

Patofisiologi penyakit ini masih belum jelas. Pembesaran kelenjar saliva biasanya

terjadi asimtomatik. Pada penderita obesitas dapat terjadi pembengkakan kelenjar

parotis bilateral karena hipertrofi lemak. Namun perlu dilakukan pemeriksaan endokrin

dan metabolik yang lengkap sebelum menegakkan diagnosis tersebut karena obesitas

dapat berkaitan dengan berbagai macam penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi,

hiperlipidemia dan menopause.

Terdapat juga Pemeriksaan Penunjang yang digunakan dalam pemeriksaan Kelenjar

Saliva, yaitu :

1. SIALOENDOSKOPI

Sialoendoskopi diagnostik Pada penanganan pasien dengan kecurigaan obstruksi

kelenjar saliva harus dilakukan anamnesis secara seksama. Biasanya pada pasien

dengan pembengkakan pada kelenjar saliva akan mengalami kesulitan dalam

asupan makanannya. Pada pemeriksaan fisik dilakukan inspeksi dan palpasi. Pada

kebanyakan kasus, perencanaan terapi pada kelainan kelenjar saliva dapat

ditentukan dengan terlebih dahulu melakukan anamnesis yang baik dan

pemeriksaan ultrasonografi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait

dengan perencanaan terapi, antara lain pada batu yang nonechoic dan striktur sulit

dibedakan, sehingga perlu dilakukan sialoendoskopi untuk memastikan dugaan.

Alat ini bermanfaat dalam menentukan ukuran batu secara tiga dimensi begitu juga

dengan struktur stenosisnya. Selain itu, penting juga untuk mengetahui diameter

bagian distal obstruksi untuk memastikan bahwa duktusnya cukup lebar dan lurus

sehingga memungkinkan untuk masuknya instrumen. Penting juga untuk

mengetahui apakah fragmen yang dihasilkan dari litotripsi gelombang

45
extracorporeal mudah dikeluarkan oleh saliva dari duktus. Sialoendoskopi

memungkinkan pemeriksa untuk melihat kondisi patologi duktus secara langsung.

Pemeriksaan sialoendoskopi memungkinkan untuk mengubah dari tindakan

diagnostik menjadi tindakan terapeutik seketika itu juga.

2. Sialoendoskopi terapeutik

Sialoendoskopi berperan dalam memutus siklus inflamasi dengan dua cara, yaitu

melalui dilatasi duktus saat insersi endoskop serta membersihkan debris di dalam

duktus dengan irigasi. Fragmentasi dan ekstraksi batu Obstruksi kelenjar saliva

sering disebabkan oleh sialolitiasis. Tujuan dari terapi pada sialolitiasis adalah

pengambilan batu secara keseluruhan. Teknik endoskopi merupakan salah satu cara

dalam penatalaksanannya. Dimungkinkan juga untuk dilakukan terapi kombinasi

(multimodal therapy). Perlu informasi yang cukup dalam penegakan diagnosis

untuk menentukan terapi. Parameter yang sangat penting adalah keluhan pasien dan

komplikasinya, posisi, ukuran serta jumlah batu, serta diameter duktus di antara

batu dan papila. Ada beberapa parameter yang harus dipenuhi untuk terapi dengan

menggunakan sialoendoskopi. Diameter duktus submandibula dan parotis yang

normal sekitar 1,5 mm dengan penyempitan sekitar 0,5 mm pada papila. Diameter

rata-rata batu bervariasi antara 3-8 mm. Apabila digunakan teknik fragmentasi,

maka diameter maksimal batu tidak boleh lebih dari 150% dari diameter duktus

anterior dan diameter absolutnya tidak melebihi 3-5 mm untuk duktus Stensen dan

4-7 mm untuk duktus Wharton. Kemungkinan pengeluaran batu yang melekat pada

duktus akan lebih sulit daripada batu yang mobile. Aplikasi baru pada batu kelenjar

saliva adalah dengan menentukan lokalisasi batu menggunakan skin

transillumination. 4 Endoskopi pada penanganan batu memerlukan perlengkapan

seperti forsep, grasper, suction, basket serta balon. Fragmentasi dapat dilakukan

46
dengan menggunakan forsep, bor, serta laser. Suction digunakan untuk

mengeluaran fragmen batu yang tipis. Balon juga digunakan untuk mengeluarkan

batu yang kecil (berdiameter 2-3 mm). Balon diletakkan di belakang batu kemudian

dikembangkan dan ditarik keluar bersama dengan batu yang ada di depannya.

3. Dilatasi stenosis dan striktur Striktur yang panjang memiliki prognosis yang lebih

buruk daripada stenosis yang pendek. Banyak pilihan teknik yang dapat digunakan

untuk dilatasi striktur atau stenosis. Prosedur endoskopi akan sangat membantu

untuk penatalaksanaan stenosis yang pendek atau pada stenosis yang berada pada

permulaan cabang duktus. Untuk kondisi yang terakhir ini sulit diatasi dengan

fluoroskopi atau sonografi. Kerugian dari penggunaan dilatasi balon dengan

endoskopi adalah pelebaran duktus yang dibuat dengan dilatasi balon dapat dilihat

setelah balon dikempeskan tetapi terkadang mengalami kesulitan dalam

menentukan posisi ujung balon.4 Penatalaksanaan juga dapat berupa multimodal

therapy, yang menggunakan kombinasi dengan teknik imaging lain. Teknik

endoskopi pada penatalaksanaan kasus stenosis atau striktur yang sulit dapat

menggunakan guidewire. Guidewire ditinggalkan pada lokasi striktur atau stenosis,

kemudian endoskopnya dikeluarkan. Selanjutnya balon atau dilatator ditempatkan

melalui guidewire dan prosedur dilatasi dilanjutkan di bawah kontrol ultrasonografi

atau fluoroskopi.5,7,13, 22 Pada penatalaksanaan striktur dapat digunakan balon,

forsep, bor serta stent. Bor putar digunakan untuk membuka filiform yang

menyempit sehingga instrumen lainnya dapat masuk. Penggunaan bor lebih baik

daripada laser karena laser dapat menyebabkan jaringan sekitar menjadi menyusut

disebabkan oleh koagulasi. Balon digunakan untuk mendilatasi bagian yang

menyempit. Balon didorong ke daerah yang menyempit kemudian dikembangkan.

Terkadang perlu untuk mengembangkan dan mengempiskan kembali balon

47
beberapa kali sampai sriktur cukup terbuka Selain itu dapat pula digunakan forsep

sehingga proses dilatasi akan lebih terkontrol dan instrumennya dapat digunakan

kembali. Penggunaan stent dapat digunakan sebagai salah satu alternatif. Stent juga

berguna dalam mencegah kekambuhan

Kontraindikasi

Kontraindikasi absolut sialendoskopi adalah sialadenitis akut karena dinding duktus

yang membengkak menjadi lebih rapuh sehingga rawan terjadi perforasi bila dilakukan

sialendoskopi. Selain itu, pemeriksaan sialadenitis pada fase akut juga akan lebih sulit

karena terhalang oleh debris mukopurulen

Komplikasi

Komplikasi penggunaan sialendoskopi antara lain pembengkakan sementara

selama 2-3 hari akibat proses irigasi (100%), terhalangnya wire-basket (6%), perforasi

dinding kanal (0,3- 6%), rekurensi gejala (1-6%), parestesia nervus lingualis temporal

(0,5%), ranula (1%), infeksi pascaoperasi (2%), serta striktur pada duktus (0,3-3,5%).

Jenis Sialoendoskop

Pada pemeriksaan sialoendoskopi terdapat 3 jenis endoskop yaitu serat optik

lentur, kaku, serta sialendoskop semifleksibel (semikaku).

Sialendoskop serat optik lentur

Endoskop jenis serat optik lentur akan lebih mudah melewati lekukan pada

duktus serta lebih sedikit menimbulkan trauma. Namun penggunaannya relatif lebih

sulit daripada endoskop kaku maupun semirigid. Pada penatalaksanaan kasus

sialolitiasis, keberhasilannya lebih rendah daripada jika menggunakan semikaku.

Endoskopi serat optik lentur lebih rapuh dan lebih mudah rusak daripada endoskop

kaku, serta tidak dapat disterilkan dengan autoklav.

Sialendoskop kaku

48
Sialoendoskop jenis kaku menggunakan sistem lensa dengan kualitas

superoptikal dan resolusinya lebih baik. Endoskop ini memiliki diameter yang lebih

besar sehingga lebih stabil dan dapat disterilkan dengan autoklav. Kameranya terletak

pada perlekatan okular dengan endoskop sehingga penggunaannya agak kurang praktis.

Sialendoskop semikaku Merupakan gabungan antara serat optik lentur dan kaku.

Bagian yang panjang merupakan fleksibel yang menggunakan serat optik untuk

transmisi cahaya. Penggunaan endoskop semikaku akan memudahkan pergerakan dan

membutuhkan kekuatan yang minimal untuk mengambil gambar dengan presisi yang

tepat.

Sialoendoskop semikaku compact

Sialoendoskop jenis ini merupakan sialoendoskop untuk terapeutik, merupakan

kombinasi antara serat transmisi cahaya, serat transmisi gambar, working channel serta

channel untuk irigasi dalam sebuah instrumen yang padat (compact).

Sialoendoskop semikaku modular

Serat optik yang digunakan untuk transmisi cahaya dan gambar terdapat dalam

satu komponen seperti probe tunggal. Endoskop jenis ini digunakan untuk diagnostik.

Jarak antara sistem optik dengan dinding selubung luar digunakan sebagai channel

irigasi. Jika dibandingkan dengan tipe compact, perbandingan antara working channel

dengan diameter endoskop secara keseluruhan lebih kecil pada jenis modular. Udara

sering terperangkap pada selubung luar endoskop modular sehingga dapat menghalangi

pandangan. Sistem modular ini memiliki beberapa keuntungan antara lain endoskop

jenis ini lebih ekonomis, karena hanya membutuhkan satu sistem optikal untuk

beberapa prosedur.

49
KESIMPULAN

Kesimpulan pada penelitian ini adalah stimulusi asam dapat menyebabkan terjadinya

peningkatan laju aliran saliva dan peningkatan laju aliran saliva dapat mempengaruhi jumlah

konsentrasi ion kalsium dalam saliva. adanya hubungan yang lemah antara kenaikan sekresi

saliva dengan jumlah sekresi ion kalsium dalam saliva. Hal ini berarti ion kalsium dalam saliva

tidak terpengaruh oleh perubahan kecepatan sekresi saliva sesaat.

50
DAFTAR PUSTAKA

Aun, C. S. (1994). Preoperative fasting in children. Annals of the Academy of

Medicine, Singapore, 23(4), 572–578. https://doi.org/10.1093/bjaed/mkx021

Bouckaert, C., Noel, S., Palem, A., Lebecque, P., Wallemacq, P., & Leal, T. (2012).

41 Corrector effect of resveratrol on refractory adrenergic pathway in saliva

secretion of cystic fibrosis mice. Journal of Cystic Fibrosis, 11, S66.

https://doi.org/10.1016/s1569-1993(12)60210-0

Droebner, K., & Sandner, P. (2013). Modification of the salivary secretion assay in

F508del mice - The murine equivalent of the human sweat test. Journal of Cystic

Fibrosis, 12(6), 630–637. https://doi.org/10.1016/j.jcf.2013.05.001

Indriana, T. (2010). The Relationship between Salivary Flow Rate and Calcium Ion

Secretion in Saliva. J.K.G. Unej, 7(2), 129–131. Retrieved from

https://jurnal.unej.ac.id/index.php/STOMA/article/download/2059/1666/

Minarowska, A., Minarowski, L., Sands, D., Karwowska, A., Knas, M., & Szajda, S.

(2010). The activity of components of macromolecular complex cathepsin C–

cathepsin A–neuraminidase–beta-galactosidase in mixed saliva of cystic fibrosis

patients. Journal of Cystic Fibrosis, 9, S19. https://doi.org/10.1016/s1569-

1993(10)60072-0

Noël, S., Strale, P. O., Dannhoffer, L., Wilke, M., DeJonge, H., Rogier, C., … Becq,

F. (2008). Stimulation of salivary secretion in vivo by CFTR potentiators in

Cftr+/+ and Cftr-/- mice. Journal of Cystic Fibrosis, 7(2), 128–133.

https://doi.org/10.1016/j.jcf.2007.06.005

Syauqy, A., & Humaryanto, H. (2018). PERBEDAAN ANTARA pH SALIVA DAN

51
AKTIVITAS ENZIM AMILASE MAHASISWA YANG MEROKOK DENGAN

MAHASISWA YANG TIDAK MEROKOK. JAMBI MEDICAL JOURNAL

“Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan,” 6(1), 1–9.

https://doi.org/10.22437/jmj.v6i1.4816

52

Anda mungkin juga menyukai