Abstract
Pendahuluan : Sekresi air liur diatur oleh sistem saraf otonom, air liur (saliva) adalah cairan
yang diproduksi oleh kelenjar saliva yang berada di dalam rongga mulut. Kelenjar ludah rata-
rata memproduksi sekitar 0.5 L - 1.5 L liur perharinya, namun jumlah tersebut biasanya tidak
disadari karena proses menelan liur berlangsung hampir tanpa disadari. Pada saat berpuasa,
bisa jadi produksi tersebut berlangsung seperti biasa atau malah cenderung berkurang, namun
karena perhatian lebih ke arah mulut dan saluran pencernaan, maka bisa saja dipersepsikan
Universitas Methodist Indonesia dengan menggunakan kelenjar saliva dari mahasiswa yang
bernama Elshe Yuana Conita, Orion Halasan Sitohang dan Bless Boy Hutauruk. Pemeriksaan
Kelenjar Saliva dilakukan pada 3 keadaan, yaitu dalam keadaan puasa, saat kenyang dan makan
Hasil Penelitian : Grup 1 didapatkan hasil pengeluaran air liur pada detik 23,65 ,pengeluaran
saat kenyang pada detik 40,84 dan pengeluaran saat makan cemilan sebelum pemeriksaan
didapatkan 34 detik.
Kesimpulan : Stimulusi asam dapat menyebabkan terjadinya peningkatan laju aliran saliva
dan peningkatan laju aliran saliva dapat mempengaruhi jumlah konsentrasi ion kalsium dalam
saliva. adanya hubungan yang lemah antara kenaikan sekresi saliva dengan jumlah sekresi ion
kalsium dalam saliva. Hal ini berarti ion kalsium dalam saliva tidak terpengaruh oleh
1
PEMERIKSAAN SEKRESI AIR LIUR
Abstract
Introduction: The secretion of saliva is regulated by the autonomic nervous system, saliva
(saliva) is a liquid made by saliva in the oral cavity. The average gland produces an average of
0.5 L - 1.5 L of saliva per day, but this amount is not realized because the process required by
the saliva takes place almost unconsciously. At the time of fasting, this production may
continue as usual or even increase, but because of more attention towards the mouth and
Methods: This research was conducted in the physiology practicum room of the Faculty of
Medicine, University of Indonesia using saliva from students named Elshe Yuana Conita,
Orion Halasan Sitohang and Bless Boy Hutauruk. Salivary gland examination is done in 3
conditions, namely in a state of fasting, when full and eating snacks before the examination.
Results: Group 1 obtained saliva output results at 23.65 seconds, published when satisfied at
40.84 seconds and published when eating snacks before being examined obtained 34 seconds.
Conclusion: Acid stimulation can increase the rate of saliva and an increase in the rate of saliva
can increase the amount of calcium ions in saliva. there is a weak relationship between the
increase in saliva secretion and the amount of calcium ion secretion in saliva. This means that
calcium ions in saliva are not approved by changes in salivary secretion speed for a moment.
2
PEMERIKSAAN SEKRESI AIR LIUR
PENDAHULUAN
Sekresi air liur diatur oleh sistem saraf otonom. Stimulus parasimpatis meningkatkan
sekresi air dan musin MUC5B, sedangkan rangsangan simpatik seperti latihan fisik
meningkatkan sekresi amilase dan protein lainnya. Dalam penelitian ini kami menyelidiki efek
latihan fisik, sebagai stimulus simpatik, pada laju aliran saliva dan output MUC5B, amilase,
lisozim dan protein total. Kelenjar saliva sublingual dan minor terutama dipersarafi secara
parasimpatis, dan kelenjar-kelenjar ini menghasilkan paling banyak lisozim dan MUC5B,
musin dengan berat molekul tinggi bertanggung jawab atas viskositas air liur. Latihan fisik
adalah penggerak kuat simpatik sistem saraf, yang dapat mempengaruhi air liur komposisi.
Terutama di atas ambang batas anaerob, yang intensitas latihan di atas yang konsentrasi laktat
elektrolit, laktat, katekolamin, amilase, lisozim, laktoferin, LL-37, defensin HNP1-3 dan
chromogranin A meningkat. Saliva juga tidak diproduksi dalam jumlah besar secara tetap,
hanya pada waktu tertentu saja sekresi saliva meningkat. Rata-rata aliran saliva 20ml/jam pada
saat istirahat, 150ml/jam pada saat makan dan 20-50ml selama tidur. Kecepatan aliran sekresi
saliva berubah-ubah pada individu atau bersifat kondisional sesuai dengan fungsi waktu, yaitu
sekresi saliva mencapai minimal pada saat tidak distimulasi dan mencapai maksimal pada saat
distimulasi. Komposisi saliva terdiri dari 94,0%-99,5% air, bahan organik dan anorganik.
Komponen anorganik saliva antara lain Na+, K+, Ca 2+, Mg 2+,Cl , SO4, H2PO4, HPO4. Secara
umum, saliva berperan dalam proses pencernaan makanan, pengaturan keseimbangan air,
menjaga integritas gigi, aktivitas antibakterial, buffer dan berperan penting bagi kesehatan
rongga mulut. Ion kalsium, salah satu komponen anorganik saliva yang berperan penting dalam
3
proses tubuh terutama dirongga mulut. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju aliran
saliva yaitu stimulus kimiawi dan mekanik, penyakit sistemik, obatobatan, irama sirkadian dan
sirkanual, derajat hidrasi, usia, dan stres. Laju aliran saliva bergantung pada lama dan intensitas
stimulus. Rangsangan rasa merupakan stimulasi yang paling efektif dalam menstimulasi saliva.
Proses menua terjadi degenerasi, penipisan mukosa, penurunan aktivitas dan massa otot,
kemunduran pada banyak fungsi tubuh dan salah satunya adalah hiposalivasi. Semua
mukosa. Semua keadaan tersebut dapat diperberat karena mulut kering akibat penurunan
produksi saliva, keadaan ini disebabkan karena terjadi atropi pada kelenjar saliva yang akan
menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya. Dampak yang terjadi akibat
pengurangan saliva pada mulut pada para lansia akan menyebabkan adanya gangguan yang
akan dialami oleh lansia tersebut. Kerusakan pada gigi dapat mempengaruhi kesehatan anggota
tubuh lainnya, sehingga akan menggangu aktivitas sehari-hari. Saliva berperan penting bagi
kesehatan rongga mulut. Fungsi saliva yang penting dan sangat jelas yaitu saat makan, untuk
mengecap dan menjadi pelumas bagi makanan dan melindungi mukosa dan gigi. Air, musin,
dan glikoprotein kaya-proline menjadi pelumas bagi makanan dan membantu proses menelan,
dan saliva juga penting untuk persepsi rasa yang normal. Dirongga mulut, ion kalsium berperan
dalam mempertahankan integritas gigi, keseimbangan cairan tubuh dan berperan dalam
Saat puasa saliva adalah cairan biologis pertama yang mengalami perubahan, hal ini
mempengaruhi beberapa fungsi saliva. Karena susunan dan jumlah sekresi saliva bergantung
pada aktivitas tubuh serta adanya rangsangan. Penurunan fungsi saliva seperti kapasitas buffer,
mulut. Di dalam rongga mulut terdapat berbagai jenis mikroba yang merupakan flora normal.
Hal ini disebabkan karena rongga mulut merupakan gerbang penghubung antara lingkungan
4
luar tubuh dan lingkungan dalam tubuh, sehingga mikroba dapat masuk dan berkembang biak
di dalam tubuh kita. Rongga mulut adalah pintu gerbang utama masuknya bakteri ke dalam
tubuh manusia dan merupakan jalur alami menuju saluran pernapasan, pencernaan yang pada
akhirnya ke aliran darah. Secara historis, mikroorganisme dalam rongga mulut menunjukkan
koloni yang beragam dan kompleks terdiri dari ratusan spesies bakteri. Koloni bakteri yang
merupakan sekelompok mikrorganisme dapat merupakan flora normal. Di dalam rongga mulut
berbagai macam jenis bakteri dapat ditemukan, antara lain Streptococcus, Lactobacillus,
Staphylococcus, dan Corynobacteria, serta jenis bakteri anaerob seperti Bacteroides. Bakteri
tersebut dapat bersifat komensal, namun jika keadaan rongga mulut yang menguntungkan
perkembangan bakteri maka jumlah bakteri akan meningkat, yang menjadi pencetus terjadinya
peyakit dalam rongga mulut. Perubahan jumlah koloni ini dipengaruhi oleh komposisi saliva
dan aliran saliva, pengaruh hormon, kualitas oral hygiene, penggunaan agen antimikroba, dan
seperti demam, diare yang terlalu lama, diabetes, gagal ginjal kronis dan keadaan sistemik
lainnya dapat mengalami pengurangan aliran saliva. Hal ini disebabkan karena adanya
gangguan dalam pengaturan air dan elektralit, yang diikuti dengan terjadinya keseimbangan air
yang negatif yang menyebabkan turunnya sekresi saliva. Pada penderita diabetes,
berkurangnya saliva dipengaruhi oleh faktor angiopati dan neuropati diabetik, perubahan pada
kelenjar parotis dan karena poliuria yang berat, penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan
output. Untuk menjaga agar keseimbangan cairan tetap terjaga perlu intake cairan dibatasi.
Pembatasan intake cairan akan menyebabkan menurunnya aliran saliva dan saliva menjadi
kental. Kapasitas buffer atau dapar saliva adalah kemapuan saliva untuk membuat saliva
kembali pada pH normal. Fungsi penting buffer saliva yaitu menjaga pH saliva pada level
normal. Kapasitas buffer saliva pada dasarnya bergantung pada konsentrasi bikarbonat didalam
saliva. Bikarbonat saliva (HCO3–) menetralkan keasaman saliva dengan mengikat ion
5
hidrogen (H+), sehingga pH saliva dapat kembali normal. Rendahnya konsentrasi bikarbonat
didalam saliva dapat menyebabkan waktu peningkatan pH saliva dari pH kritis kembali
menjadi normal berlangsung lebih lama. Derajat keasaman dan kapasitas buffer saliva
merupakan parameter saliva yang dapat mempengaruhi kehilangan mineral oleh karena
perubahan asam, dasar perkembangan karies dan kemungkinan perbaikan atau remineralisasi.
Hal ini dikarenakan, pH saliva merupakan faktor penting dalam pencegahan karies,
demineralisasi gigi, kelainan periodontal, dan penyakit lain di rongga mulut . Kapasitas buffer
saliva sangat dipengaruhi oleh ion bikarbonat yang merupakan hasil metabolisme sel.
Konsentrasi ion bikarbonat meningkat seiring meningkatnya laju sekresi saliva. Faktor-faktor
yang mempengaruhi laju sekresi saliva yang tidak distimulasi antara lain derajat hidrasi, posisi
tubuh, paparan terhadap cahaya, rangsangan sebelumnya, dan ritme circadian, serta konsumsi
obat-obatan. Derajat keasaman saliva yang rendah akan dinetralisir oleh buffer agar tetap dalam
keadaan konstan di dalam rongga mulut . Kapasitas buffer saliva bergantung pada konsentrasi
bikarbonat dan berhubungan dengan flow saliva. Laju sekresi saliva yang tinggi akan
menyebabkan kapasitas buffer menjadi tinggi, sehingga pH saliva pun akan meningkat. Aliran
saliva yang lambat dapat menurunkan kapasitas buffer saliva yang dapat menurunkan pH saliva
karena aliran saliva yang rendah akan menurunkan konsentrasi bikarbonat sehingga kapasitas
Laju alir saliva mengalami perubahan karena beberapa faktor seperti derajat hidrasi
saliva. Derajat hidrasi atau cairan tubuh merupakan faktor yang paling penting karena apabila
cairan tubuh berkurang 8% maka kecepatan alir saliva berkurang hingga mencapai nol.
Sebaliknya hiperhidrasi akan meningkatkan kecepatan alir saliva. Pada keadaan dehidrasi,
saliva menurun hingga mencapai nol. Pada posisi tubuh pula posisi tubuh dalam keadaan
berdiri merupakan posisi dengan kecepatan alir saliva tertinggi bila dibandingkan dengan posisi
duduk dan berbaring. Pada posisi berdiri, laju alir saliva mencapai 100%, pada posisi duduk
6
69% dan pada posisi berbaring 25%. Paparan cahaya juga mempengaruhi laju alir saliva.
Dalam keadaan gelap, laju alir saliva mengalami penurunan sebanyak 30-40%. Laju alir saliva
pada usia lebih tua mengalami penurunan, sedangkan pada anak dan dewasa laju alir saliva
meningkat diikuti dengan efek psikis seperti berbicara tentang makanan yang disukai, melihat
makanan dan mencium makanan yang disukai dapat meningkatkan laju alir saliva. Sebaliknya,
berfikir makanan atau mencium bau yang tidak disukai dapat menurunkan sekresi saliva.
Adapun juga, laju aliran saliva pada pria lebih tinggi daripada wanita meskipun keduanya
mengalami penurunan setelah radioterapi. Perbedaan ini disebabkan oleh karena ukuran
kelenjar saliva pria lebih besar daripada kelenjar saliva wanita. Pada malam hari, kelenjar
parotis sama sekali tidak berproduksi. Jadi, sekresi saliva berasal dari kelenjar
submandibularis, yaitu lebih kurang 70% dan sisanya (30%) disekresikan oleh kelenjar
sublingualis dan kelenjar ludah minor. Proses pengeluaran air liur juga berbeda ketika makan
cemilan, Saliva mengundang sejumlah hormon seperti testosteron, kortisol, dan melatonin. Di
dalamnya juga terdapat kalsium, elektrolit, dan zat antibakteri. Air liur membawa sel manusia
dari lapisan mulut. Itulah sebabnya tes air liur dapat menganalisis DNA, serta molekul yang
bertanggung jawab untuk ekpresi gen yang dikenal sebagai RNA. Selain itu, memakan sesuatu
yang asam bisa menyebabkan produksi air liur meningkat karena merangsang kelenjar liur. Di
malam hari, produksi air liur menurun sehingga kerap merasa haus. Di dalam protein, terdapat
amylase, sebuah enzim yang memulai proses pencernaan sebelum masuk ke perut. Sehingga
sudah pasti kita akan kebanjiran air liur ketika kita makan. Ternyata, saraf yang mengontrol
produksi air liur, adalah bagian dari sistem refleks. Oleh karena itu air liur produksinya tak bisa
dikontrol oleh manusia, di mana bau, rasa dan bahkan pergerakan rahang saja bisa memicu air
liur. Bagian dari otak yang mengatur refleks adalah 'medulla oblongata', yang juga mengontrol
beberapa fungsi lain seperti bersin dan muntah. Sehingga ketika kita melihat, membau atau
memikirkan makanan, sinyal akan dikirimkan ke medulla oblongata, saraf ini mengirim
7
transmisi neuro seperti 'acetylcholine' atau 'norepinephrine,' agar kelenjar air liur memproduksi
air liur layaknya kita sedang mengunyah makanan. Saliva mengandung 2 tipe sekresi protein
yang utama yaitu : sekresi serus ( merupakan enzim untuk mencernakan serat à ptyalin) ,
sekresi mukus (untuk pelumasan dan perlindungan permukaan). Sekresi kelenjar ludah dapat
terjadi oleh beberapa faktor, yaitu : reflek saraf, rangsangan mekanis, rangsangan kimaiwi.
Bahan makanan dan zat kimia dapat memberi rangsangan langsung pada mukosa mulut. Bahan
makanan juga dapat merangsang serat saraf eferens yang berasal dari bagian thorakal. Sekresi
air ludah dapat pula timbul secara reflektoris hanya dengan jalan mencium bau makanan,
melihat makanan, atau dengan memikirkan dan membayangkan makanan saja. Pada umumnya
kelenjar ludah kaya dengan pembuluh darah. Pembuluh darah besar berjalan bersama-sama
dengan duktusnya pada jaringan ikat interlobularis dan memberi cabang-cabang mengikuti
anyaman kapiler mengitari asinus dan akhirnya kembali membentuk vena yang berjalan
bersama-sama dengan pembuluh darah arterinya. Kecuali bagi perokok, barangkali lebih
bijaksana apabila frekuensi rokoknya yang dikurangi, juga orang yang sedang meminum obat-
obatan tertentu yang dapat menimbulkan kekeringan rongga mulut, dapat kembali seperti
diabetes/kencing manis, ada bau mulut khas yakni bau aseton). Kemudian dalam hal kualitas,
hindari makan-makanan yang terlalu banyak mengandung zat-zat kimia, seperti makanan yang
banyak mengandung zat pengawet, zat pewarna tambahan, zat penambah rasa, atau makanan
menerus. Sebab dengan keasaman yang terus menerus, air ludah tidak dapat menyangga kadar
keasamannya (fungsi buffer tadi) supaya pH-nya naik kembali. Jadi keasaman yang terus
menerus itu yang membuat gigi berlubang (mengalami demineralisasi email). Bila ingin
minum air bersoda, atau permen lebih baik dimakan dalam satu waktu tertentu berdekatan
8
dengan makan pagi/makan siang/makan malam dan diakhiri dengan minum air putih/sikat gigi,
daripada memakan atau meminumnya sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama.
Menyikat gigi umumnya dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi setelah makan pagi dan malam
sebelum tidur. Dengan jumlah yang 2 kali dan juga kesalahan manusiawi misalnya tidak bisa
setiap saat bisa membersihkan gigi dengan tepat dan teliti ke seluruh bagian, maka kita harus
melepaskan waktu perawatan sisanya kepada air ludah yang cukup jumlahnya dan baik
kualitasnya. Dengan cara makan makanan yang alamiah tidak banyak mengandung zat kimia,
yakni zat perasa, pewarna dan pengawet, makan makanan berserat seperti sayur dan buah-
buahan supaya saat menggigit air ludah dapat terrangsang untuk keluar (pada makanan yang
semuanya lunak/tidak berserat, gigi tidak perlu menggigit kuat, akibatnya air ludah juga tidak
banyak keluar), menghindari minuman berkarbonasi (secara berlebihan) dan juga pola
makannya diatur dengan memakan camilan/minuman manis berdekatan dengan waktu makan
makanan utama, setelah itu gigi dibersihkan, apabila tidak dapat menggosok gigi, kumur-
kumurlah atau minumlah air putih yang banyak. Itu adalah cara yang sederhana dan paling
mudah dilakukan. Terdapat beberapa kelainan dari kelenjar ludah, antara lain :
Mucocele
Mucocele adalah Lesi pada mukosa (jaringan lunak) mulut yang diakibatkan
oleh pecahnya saluran kelenjar liur dan keluarnya mucin ke jaringan lunak di
sekitarnya. Mucocele bukan kista, karena tidak dibatasi oleh sel epitel.
Mucocele dapat terjadi pada bagian mukosa bukal, anterior lidah, dan dasar
mulut.
Ranula
dasar mulut yang berhubungan dan melibatkan glandula sublingualis, dapat juga
9
melibatkan glandula salivari minor. Ciri khas dari ranula adalah bentuknya yang
mirip perut katak (Rana= katak) ranula bersifat lunak, fluktuatif dan tidak sakit.
Sialadenitis
Merupakan kondisi inflamasi dari kelenjar saliva yang umumnya disertai rasa
sakit atau nyeri dan pembengkakan kelenjar, paling sering disebabkan oleh
saliva dan stasis dari sekresi. Proses inflamasi yang melibatkan kelenjar saliva
disebabkan oleh banyak faktor etiologi. Proses ini dapat bersifat akut dan dapat
Keterlibatannya dapat bersifat unilateral atau bilateral seperti pada infeksi virus.
Sialodenitis
Pembesaran kelenjar saliva mayor, kelenjar parotid yang bukan dari inflamasi
bulimia. Sialodenosis biasanya terjadi secara bilateral, tanpa rasa sakit, dan
Xerostemia
Dalam bentuk apa keluhan mulut kering timbul, tergantung dari penyebabmya.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan mulut kering, seperti radiasi pada
samping obat-obatan, stress dan juga usia. Produksi saliva yang berkurang
10
selalu disertai dengan perubahan dalam komposisi saliva yang mengakibatkan
sebagian besar fungsi saliva tidak dapat berjalan dengan lancar. Hal ini
Sjorgen syndrome
Sjorgen syndrome merupakan suatu penyakit auto imun yang ditandai oleh
produksi abnormal dari extra antibodi dalam darah yang diarahkan terhadap
pada kelenjar saliva yang dapat menyebabkan mulut kering dan bibir kering.
Gejala dari sjorgen syndrome antara lain; mulut kering, kesulitan menelan,
kerusakan gigi, penyakit gingiva, mulut luka dan pembengkakan, dan infeksi
Sialorrhea.
Sialorrhea adalah suatu kondisi medIs yang detandai dengan menetesnya air liur
atau sekresi saliva yang berlebihan. Penyebab dari sialorrhea dapat bevariasi
berupa gejala dan gangguan neurologis, infeksi atau keracunan logam berat dan
insektisida serta efek samping dari obat-obatan tertentu, (Noël et al., 2008).
TINJAUAN PUSTAKA
Kelenjar berada di segitiga submandibula dimana bagian atas berbatasan dengan tepi
bawah mandibula dan bagian bawah dibentuk oleh batas anterior dan posterior otot digastrikus.
Selain itu, kelenjar getah bening submandibula, arteri dan vena fasialis, otot milohioid dan saraf
11
lingualis, hipoglosus dan milohoid berada dalam segitiga submandibular ini. Duktus Wharton
merupakan saluran utama dari kelenjar submandibula, dengan panjang kira 4-5cm .Saliva
adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi
dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga
kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu
mencerna makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut “saliva” (ludah atau air
liur). Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 – 12 minggu) sebagai
invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan jaringan asinar. Saliva
terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan rongga mulut.
Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit sedangkan apabila
distimulasi, banyaknya air ludah normal adalah 1-2 ml/menit, (Bouckaert et al., 2012)
Menurunnya pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air ludah yang kurang
menunjukkan adanya resiko terjadinya karies yang tinggi. Dan meningkatnya pH air ludah
(basa) akan mengakibatkan pembentukan karang gigi. Ludah diproduksi secara berkala dan
susunannya sangat tergantung pada umur, jenis kelamin, makanan saat itu, intensitas dan
memproduksi sebanyak 1000-1500 cc air ludah dalam 24 jam, yang umumnya terdiri dari
99,5% air dan 0,5 % lagi terdiri dari garam-garam , zat organik dan zat anorganik. Di dalam
mulut, saliva adalah unsur penting yang dapat melindungi gigi terhadap pengaruh dari luar,
maupun dari dalam rongga mulut itu sendiri. Makanan yang kita makan dapat menyebabkan
ludah kita bersifat asam maupun basa. Saliva sebagian besar yaitu sekitar 90 persennya
dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa pengecapan dan
pengunyahan makanan. Saliva membantu pencernaan dan penelanan makanan, di samping itu
juga untuk mempertahankan integritas gigi, lidah, dan membrana mukosa mulut. Dukungan
terbesar saliva secara kuantitatif diberikan oleh kelenjar parotis, submandibularis dan
12
sublingualis. Kontribusi volume saliva di setiap kelenjar saliva dilaporkan 60-65% dari
kelenjar parotis, 20-30% dari kelenjar submandibularis, 2-5% dari kelenjar sublingualis.
Sekresi saliva normal adalah 800-1500 ml/hari. Pada orang dewasa laju aliran saliva normal
yang distimulasi mencapai 1-3 ml/menit, rata-rata terendah mencapai 0,7-1 ml/menit dimana
pada keadaan hiposalivasi ditandai dengan laju aliran saliva yang lebih rendah dari 0,7
ml/menit. Laju aliran saliva normal tanpa adanya stimulasi berkisar 0,25-0,35 ml/menit, dengan
rata-rata terendah 0,1-0,25. ml/menit dan pada keadaan hiposalivasi laju aliran saliva kurang
dari 0,1 ml/menit. Derajat keasaman saliva dalam keadaan normal antara 5,6–7,0 dengan rata-
rata pH 6,7. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada pH saliva antara
lain adalah rata-rata kecepatan aliran saliva, mikroorganisme rongga mulut, dan kapasitas
Kelenjar liur pada manusia terdiri dari 3 kelenjar liur mayor yang berpasangan yaitu kelenjar
13
1. Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis mempunyai ukuran 5,8 cm pada bagian cranio kaudal dan 3,4 cm di
bagian ventro dorsal dengan berat 14,28 gram. Merupakan kelenjar liur yang terbesar, dan
menempati ruangan di depan prosessus mastoid dan liang telinga luar. Sisi depan, kelenjar ini
terletak di lateral dari ramus mandibula dan otot maseter. Di bagian bawah, kelenjar ini
berbatasan dengan otot sternokleidomastoideus dan menutupi bagian posterior abdomen otot
stilomandibularis. Bagian dalam dari kelenjar parotis meluas ke posterior dan medial dari
ramus mandibula dan dikenal sebagai retromandibular. Bagian kelenjar inilah yang berdekatan
dengan ruang parafaringeus. Duktus parotis atau stensen duct yang keluar dari batas anterior
kelenjar parotis, diameter 1,5 m dibawah zigoma. Panjang duktus ini antara 4-6 cm berjalan
melewati anterior dari otot maseter, berbelok ke medial menembus otot businator kemudian
berlanjut ke jaringan submukosa mulut memasuki rongga mulut berhadapan dengan mahkota
gigi molar kedua atas. Secara morfologis kelenjar parotis merupakan kelenjar tubuloasinus
(stenson) terdiri dari epitel berlapis semu. Kearah dalam organ duktus ini bercabang-cabang
menjadi duktus interlobularis dengan sel-sel epitel berlapis silindris. Duktus interlobularis tadi
merupakan duktus Pfluger yang mempunyai epitel selapis silindris yang bersifat acidophil dan
menunjukkan percabangan. Duktus Pfluger agak pendek, Sel-selnya pipih dan memanjang.
Pada jaringan ikat interlobaris dan interlobularis terlihat banyak lemak yang berhubungan
14
dengan “kumpulan lemak bichat” (Fat depat of bichat). Jaringan tersebut terlihat cabang-
cabang dari Nervus Facialis dan pembuluh darah, (Aun et al., 1994).
2. Kelenjar SubMandibula
Kelenjar dengan berat 8-10 gram, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula dan
meluas ke sisi leher melalui bagian tepi bawah mandibula. Kelenjar submandibular terletak di
bawah ramus mandibula horisontal dan dibungkus oleh lapisan jaringan penyambung yang
tipis. Kelenjar ini seluruhnya terletak di dalam segitiga submandibula yang dibatasi oleh otot
digastrikus anterior dan posterior. Kelenjar ini berbentuk seperti huruf “C “ dibagian tengah
kelenjar dibatasi oleh otot stiloglosus dan hipoglosus, dibagian depan dibatasi oleh otot
milohioid. Sebagian besar bagian medial kelenjar berhubungan erat dengan dasar mulut.
Duktus submandibula atau Warthon’s duct yang berada di permukaan medial kelenjar berjalan
di antara lateral dari otot milohioid, otot hioglosus dan di atas otot genioglosus membentuk
sudut yang tajam di bagian lateral dari otot milohioid yang merupakan tempat yang sering
terjadi pembentukan batu. Duktus ini bermuara kedalam rongga mulut, di lateral dari frenulum
15
lingualis. Panjangnya ratarata sekitar 5 cm. Sedangkan untuk inervasi nya duktus
submandibular mendapatkan dari nervus lingualis dan nervus hipoglosus yang berjalan dari
bawah dan mengikuti ductus submandibula. Bentuk sinus kebanyakan memanjang, Antara sel-sel
asinus membran basal terdapat selsel basket. Duktus Boll : pendek, sempit sehingga sukar dicari
dalam preparat bila dibandingkan glandula parotis. Selnya pipih dan memanjang. Duktus
Pfluger : lebih panjang daripada duktus pfluger kelenjar parotis dan menunjukkan banyak
percabangan sehingga dalam preparat lebih mudah dicari, (Droebner & Sandner, 2013).
3. Kelenjar Sublingual
Kelenjar sublingual terletak tepat di bawah dasar mulut bagian depan diantara
mandibula dan otot genioglosus. Dengan batas inferior otot milohioid dan merupakan kelenjar
liur minor yang cukup besar. Air liur disekresi masuk ke dasar mulut melalui beberapa ductus
yang pendek. Kelenjar sublingual dan submandibula merupakan kelenjar campuran, keduanya
terdiri dari bagian kelenjar serosa dan mukosa. Sedangkan kelenjar parotis hampir seluruhnya
terdiri dari lapisan serosa. Dalam keadaan istirahat kelenjar submandibula menghasilkan
kurang lebih 2/3 jumlah air liur dan 1/3 nya dihasilkan oleh kelenjar parotis. Respon air liur
terhadap rangsangan tergantung refleks saraf yang dibawa oleh sistem saraf parasimpatis. Saraf
16
parasimpatis kelenjar parotis pada nukleus salivatorius inferior berjalan melalui saraf
glosofaringeal dan melalui telinga tengah melintasi promontorium saraf Jacobson’s. Saraf
parasimpatis kelenjar submandibula berasal dari nucleus salivatorius superior, mengikuti saraf
fasialis memasuki korda timpani melalui telinga tengah dan bergabung dengan saraf lingualis.
Saraf simpatis yang menyokong kelenjar liur mayor berasal dari ganglion servikalis superior
melalui pleksus arteri. Rangsangan simpatis kelenjar liur mayor menyebabkan aliran air liur
meningkat diikuti penurunan aliran air liur sebagai kompensasi. Karena tidak adanya lapisan
otot dalam kelenjar maka hal ini diyakini peningkatan aliran ini mungkin oleh kontraksi dari
mioepitel atau sel – sel basket yang berhubungan dengan duktus striata. Vaskularisasi pada
kelenjar liur berasal dari cabang arteri karotis eksterna menjadi arteri temporalis superfisialis
da arteri maksilaris interna yang memperdarahi kelenjar parotis, sedangkan arteri fasialis
transversa akan memberikan aliran darah pada duktus stensen dan otot maseter. Aliran darah
pada kelenjar submandibula berasal arteri fasialis dan selain itu dari arteri lingualis. Aliran
darah pada kelenjar sublingual berasal dari arteri sublingual cabang arteri lingualis dan arteri
Bahan organik yang menyusun saliva terdiri dari urea, glukosa bebas, asam amino
bebas, asam lemak, dan laktat. Sementara itu, bahan anorganik saliva terdiri dari sejumlah besar
Kalsium (Ca²⁺), Klorida (Cl⁻), Bikarbonat (HCO₃⁻) , Natrium (Na⁺), Kalium (K⁺), Amonium
(NH₄⁺), dan asam fosfat (H₂PO₄⁻ dan HPO₄²⁻); serta sedikit Magnesium (Mg²⁺), sulfat, iodide,
dan fluoride (F⁻), Sedangkan makromolekul penyusun saliva terdiri dari protein, gula
peroksidase, dan immunoglobulin (IgA, IgG, dan IgM). Kelenjar Saliva memiliki beberapa
fungsi ,yaitu :
17
a. Sebagai cairan pelumas. Saliva melapisi dan melindungi mukosa terhadap iritasi
b. Sebagai cadangan ion-ion, karena cairannya yang jenuh terutama dengan ion kalsium
bakteri.
g. Membentuk pelikel yang berfungsi sebagai barier, misalnya terhadap asam hasil
i. Berperan dalam pengecapan rasa, karena kandungan protein yang berperan dalam
interaksi antara makanan dengan kuncup perasa pada sel indera pengecap rasa terutama
j. Ekskresi, mengingat rongga mulut secara teknis langsung berhubungan dengan bagian
k. Keseimbangan air. Dalam keadaan dehidrasi aliran saliva akan menurun dan rongga
mulut akan terasa kering., orang akan merasa haus sehingga ada sinyal untuk minum.
Saliva adalah cairan yang disekresi oleh kelenjar eksokrin yang terdiri sekitar 99% air, yang
bikarbonat, fosfat) dan protein, beberapa jenis enzim, imunoglobulin dan faktor
18
antimikroba lainnya, glikoprotein mukosa, jejak albumin dan beberapa polipeptida dan
oligopeptida penting untuk kesehatan mulut. Kontribusi dari Kelenjar Ludah Berbeda-
beda. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah Komposisi saliva adalah kontribusi
relatif kelenjar ludah yang berbeda dan jenis sekresi. Persentase kontribusi oleh kelenjar
Sekresi saliva bisa berasal dari serosa, mukosa, atau campuran. sekresi serosa, diproduksi
terutama oleh kelenjar parotids, kaya ion dan enzim. sekresi lendir kaya mucins (Glikoprotein)
dan sedikit atau tidak ada aktivitas enzimatik. Mereka diproduksi terutama oleh kelenjar kecil.
Dalam kelenjar campuran, seperti kelenjar submandibular dan sublingual, komponen saliva
tergantung pada proporsi antara sel serosa dan mukosa Ketika aliran saliva dirangsang, ada
lebih dari 50% dari total sekresi saliva. Untuk Viskositas, Viskositas adalah ukuran yang
menyatakan kekentalan suatu cairan. Faktor kepekatan air ludah (viskositas saliva) sebagai
bagian dari host berpengaruh terhadap kesehatan rongga mulut karena viskositas saliva yang
lebih tinggi akan menurunkan laju aliran (flow rate) saliva yang menyebabkan penumpukkan
sisa-sisa makanan. Saliva yang encer akan memiliki efek self cleansing yang membantu saliva
secara alami membersihkan sisa makanan sehingga tidak menempel dengan erat pada
permukaan gigi. Sebaliknya, saliva yang kental dapat mengakibatkan perkembangan karies.
Saliva dengan pH rendah juga dapat menyebabkan hilangnya ion kalsium, fosfat dan hidroksil
dari kristal hidroksiapatit. Saliva dengan pH kritis yaitu 5,5 dapat mengakibatkan disolusi
hidroksiapatit yang disebut demineralisasi pada gigi. Bikarbonat saliva (HCO3–) menetralkan
19
keasaman saliva dengan mengikat ion hidrogen (H+), sehingga pH saliva dapat kembali
peningkatan pH saliva dari pH kritis kembali menjadi normal berlangsung lebih lama. Derajat
keasaman dan kapasitas buffer saliva merupakan parameter saliva yang dapat mempengaruhi
kehilangan mineral oleh karena perubahan asam, dasar perkembangan karies dan kemungkinan
perbaikan atau remineralisasi. Hal ini dikarenakan, pH saliva merupakan faktor penting dalam
pencegahan karies, demineralisasi gigi, kelainan periodontal, dan penyakit lain di rongga mulut
. Kapasitas buffer saliva sangat dipengaruhi oleh ion bikarbonat yang merupakan hasil
metabolisme sel. Konsentrasi ion bikarbonat meningkat seiring meningkatnya laju sekresi
saliva. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju sekresi saliva yang tidak distimulasi antara lain
derajat hidrasi, posisi tubuh, paparan terhadap cahaya, rangsangan sebelumnya, dan ritme
circadian, serta konsumsi obat-obatan. Derajat keasaman saliva yang rendah akan dinetralisir
oleh buffer agar tetap dalam keadaan konstan di dalam rongga mulut . Kapasitas buffer saliva
bergantung pada konsentrasi bikarbonat dan berhubungan dengan flow saliva. Laju sekresi
saliva yang tinggi akan menyebabkan kapasitas buffer menjadi tinggi, sehingga pH saliva pun
akan meningkat.12 Aliran saliva yang lambat dapat menurunkan kapasitas buffer saliva yang
dapat menurunkan pH saliva karena aliran saliva yang rendah akan menurunkan konsentrasi
Sekresi kelenjar saliva dikontrol oleh saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis
menginervasi ketiga kelenjar di atas juga menginervasi kelenjar saliva minor yang berada
palatum. Saraf parasimpatis bertanggung jawab pada sekresi saliva yaitu volume saliva yang
dihasilkan oleh sel sekretori.12 Sekresi saliva normal adalah 800-1500 ml/hari. Pada orang
dewasa laju aliran saliva normal yang distimulasi mencapai 1-3 ml/menit, rata-rata terendah
mencapai 0,7-1 ml/menit dimana pada keadaan hiposalivasi ditandai dengan laju aliran saliva
20
yang lebih rendah dari 0,7 ml/menit. Laju aliran saliva normal tanpa adanya stimulasi berkisar
0,25-0,35 ml/menit, dengan rata-rata terendah 0,1-0,25 ml/menit dan pada keadaan hiposalivasi
laju aliran saliva kurang dari 0,1 ml/menit.12 Variasi sekresi saliva tergantung pada kondisi
kelenjar saliva tanpa stimulasi atau terstimulasi. Volume saliva tanpa stimulasi yaitu 0,3 mL
dalam 1 menit dengan pH, yang berkisar antara 6,10-6,47 dan dapat meningkat sampai 7,8 pada
saat volume saiva mencapai volume maksimal. Volume saliva terstimulasi 3,0 mL dalam 1
Kelenjar saliva memiliki struktur yang sama yaitu kelenjar acini yang berhubungan dengan
sistem duktus, dengan komposisi acini 80% dan duktus 15% merupakan kelenjar mesenkim
yang mengandung jaringan ikat, pembuluh darah dan limfe, kelenjar limfe serta serabut saraf.
Unit sekresi terdiri dari sel asinus, duktus sekretorius dan kolektikus. Duktus sekretorius terdiri
dari duktus interkalaris dan striata yang berada di intralobular sedangkan sistem ekskresi dan
21
Kelenjar acini akan menghasilkan air liur yang mengandung enzim amilase dan sialomusin.
Berdasarkan histologi dibedakan enzim dan musin yang dihasilkan menjadi kelenjar serosa
sebagai penghasil enzim, misalnya kelenjar parotis. Kelenjar mukosa sebagai penghasil musin,
misalnya kelenjar palatina dan kelenjar campuran misalnya kelenjar submandibula dan
sublingual. Kelenjar acini termasuk dari sel mioepitel yang membentuk seperti sarang laba-
laba yang mengelilingi acinus dan dapat mengeluarkan sekresinya saat berkontraksi. Sistem
duktus kelenjar liur bukan suatu sistem transport pasif, melainkan dapat merubah sekresi dan
konsistensi dari liur. Short intercalated ducts menghasilkan musin dan meregulasi konsentrasi
elektrolit. Sedangkan striated ducts secara aktif dan cepat dapat menghasilkan sekret diikuti
Kelenjar ludah minor kebanyakan merupakan kelenjar kecil-kecil yang terletak di dalam
mukosa atau submukosa (hanya menyumbangkan 5% dari pengeluaran ludah dalam 24 jam)
yang diberi nama lokasinya atau nama pakar yang menemukannya. Semua kelenjar ludah
Kelenjar labial (glandula labialis) terdapat pada bibir atas dan bibir bawah dengan
asinus-asinus seromukus
Kelenjar bukal (glandula bukalis) terdapat pada mukosa pipi, dengan asinusasinus
seromukus
Kelenjar Bladin-Nuhn ( Glandula lingualis anterior) terletak pada bagian bawah ujung
Kelenjar Von Ebner (Gustatory Gland = albuminous gland) terletak pada pangkal lidah,
22
Kelenjar Weber yang juga terdapat pada pangkal lidah dengan asinus-asinus mukus .
Kelenjar Von Ebner dan Weber disebut juga glandula lingualis posterior Kelenjar-
Parenkim, yaitu bagian kelenjar yang terdiri dari asinus-asinus dan duktus-duktus
Sekret ini akan dialirkan melalui suatu duktus untuk menyalurkan sekret kemana
mestinya.
Stroma / jaringan ikat interstisial yang merupakan jaringan antara asinus dan duktus
tersebut. Jaringan ikat ini membungkus organ (kapsel) dan masuk kedalam organ dan
membagi organ tersebut menjadi lobus dan lobulus. Pada jaringan ikat tersebut
1. Unit sekretori
Terdiri dari : sel-sel asinar , duktus interkalaris , duktus striata , dan main excretory
ducts. Sebagai tambahan kepada sel-sel ini yang bertanggung jawab besar untuk sekresi
dan modifikasi dari saliva, sel-sel plasma juga berkontribusi pada sekresi saliva,
Sel-sel asinar
Merupakan unit sekretori sel. Sel asinar mengandung olyco protein, protein dan elektrolit.
Menurut sekretnya , asinus dapat dibedakan menjadi asinus serus, mukus, dan tercampur
a. Asinus serus
23
Sekretnya encer
Lumennya sempit
Batas sel sukar dilihat dan antara sel terdapat kanalikuli sekretoris interseluler
Penampakan sel tergantung fase sekresi selnya, dimana pada fase istirahat,
bagian apikalnya banyak terdapat butir sekresi (zimogen) sehingga inti sel
terdesak ke basal. Dan setelah sekresi sel, maka sel menjadi mengecil.
Terdapat sel myoepitel diantara sel kelenjar dan membran basal yang dapat
b. Asinus mucus
Sekretnya kental
Lumennya besar
Batas sel lebih jelas terlihat, tidak terdapat kanalikuli interseluler sehingga
Pada fase istirahat, sitoplasmanya mengandung butir mucigen yang sering rusak
Organela selnya berbeda dengan sel serus, dimana terdapat lebih sedikit
mitokondria, RE, dan banyak apparatus golgi sehingga terdapat lebih banyak
24
c. Asinus campuran
asinus murni mukus dengan asinus-asinus murni serus atau dapat pula satu asinus
Kelenjar sublingualis memiliki sel mukus lebih banyak daripada sel serusnya
Pada asinus tercampur sel-sel mukus sering didapatkan dekat duktus sedangkan
duktus Boll
Bila dalam satu asinus sel-sel mukus lebih banyak lagi, maka sel-sel albumin
(serus) tadi akan terdesak kearah apikal (puncak) asinus, sehingga sel-sel serus
tadi merupakan suatu lengkungan yang pada penampang sering terlihat sebagai
Duktus
25
Saluran kelenjar ludah terdiri dari beberapa bagian yang panjangnya berbeda-beda
menurut jenis kelenjar. Jika dipandang dari segi lobulasi, ada yang letaknya intralobularis dan
1. Duktus intralobularis
Duktus yang lebih besar dan bersifat sekretorious, sehingga disebut juga duktus
Epitelnya terdiri dari epitel selapis kubis sampai silindris dimana bagian basalnya
Fungsi :
a. Transport elektrolit dengan menyerap sodium dari sekresi utama diangkut keluar
2. Duktus Interlobularis
Duktus pfluger tadi dilanjutkan oleh saluran yang lebih besar keluar dari lobulus
kelenjar tadi, masuk ke dalam jaringan ikat interlobular. Saluran ini merupakan duktus
pengeluaran atau eksretorius yang mengalirkan saliva ke dalam rongga mulut. Terdiri
26
dari epitel selapis silindris atau berlapis semu dan dekat muara duktus, epitel ini
berubah menjadi epitel berlapis pipih dan berlanjut ke epitel rongga mulut.
Sel Myoepitel
Fungsinya untuk mengatur pergerakan saliva dari asinar kesistem duktus dengan cara
kontraksi asinar
METODE PENELITIAN
Pemeriksaan sekresi menggunakan air liur dilakukan dengan keadaan yang berbeda-
beda. Air liur atau saliva adalah sebagai object untuk melihat kecepatan dari sekresi
pengeluaran getah pencernaan khususnya di fase cephalic. Komposisi saliva tadi sangat
tergantung pada keaktivan kelenjar-kelenajar ludah. Sekresi kelenjar ludah dapat terjadi oleh
beberapa faktor, yaitu : refleks saraf, rangsangan mekanis, rangsangan kimaiwi. Bahan
makanan dan zat kimia dapat memberi rangsangan langsung pada mukosa mulut. Bahan
makanan juga dapat merangsang serat saraf eferens yang berasal dari bagian thorakal. Sekresi
air ludah dapat pula timbul secara reflektoris hanya dengan jalan mencium bau makanan,
melihat makanan, atau dengan memikirkan dan membayangkan makanan saja. Saliva
mengandung 2 tipe sekresi protein yang utama yaitu : sekresi serus ( merupakan enzim untuk
mencernakan serat à ptyalin) , sekresi mukus (untuk pelumasan dan perlindungan permukaan).
27
A. Jenis penelitian
Penilitian yang dilakukan dalam praktikum Penghitungan keluarnya sekresi air liur.
Pengambilan sampel dengan cara simple random sampling. Tes ini dilakukan di
penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan untuk menjadi subjek penelitian.
Subjek penelitian diminta puasa dan makan sampai kenyang sebelum tes, kemudian di
lanjutkan dengan subyek meelihat makanan dan menghitung berapa lama air liur nya
keluar , kemudian dihitung pada setiap kelompok berapa lama air liur nya keluar dari
kelompok yang puasa , kelompok makan kenyang dan kelompok makan cemilan.
B. Tujuan Penelitian
phase
Stopwatch
E. Cara kerja :
28
Grup 1 : Grup Puasa
4. Dari tiap grup dua mahasiswa yang sudah menyiapkan makanan kesukaannya
disajikan. Catat saat mulai melihat makanan dan saat ia merasa air liurnya disekresi
menggunakan Stopwatch.
HASIL PENELITIAN
Grup 1 : Puasa
Grup : A1
Tingkat/Semester : IV (Empat)
Grup : A2
Tingkat/Semester : IV (Empat)
Grup III : Grup hanya makan cemilan setengah jam sebelum percobaan
29
Grup : A3
Tingkat/Semester : IV (Empat)
Hasil Observasi :
30
31
Grup I , Grup II, Grup III, waktu yang di butuhkan, mulai dari penyajian sampai keluar air
liur.
Grup 1 Puasa 23
percobaan
percobaan
Grup 1 : Pengeluaran kelenjar saliva dengan kecepatan 23 detik. Puasa mengalami pengeluaran
air liur lebih cepat karena adanya rangsangan impuls dan rangsangan lapar yang di kirim ke
hipotalamus sehingga hipotalamus mengekskresikan kelenjar saliva lebih cepat dan banyak.
Meskipun puasa jangka pendek mengurangi aliran saliva tetapi yang terjadi tidak menyebabkan
hiposalivasi, dan aliran ini dikembalikan ke nilai normal segera setelah masa puasa berakhir.
Stimulasi aliran saliva meningkat ketika diawali dengan stimulasi pengecapan dalam waktu
kurang dari satu jam sebelum pengumpulan air liur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
saat puasa, viskositas saliva sampel yang encer sama banyaknya. Namun, sampel yang
memiliki viskositas saliva dengan derajat normal pada saat puasa lebih banyak daripada saat
berbuka puasa, yaitu delapan orang saat puasa (50%) dan tujuh orang pada saat berbuka puasa.
Terlihat pula pada tabel, jumlah orang yang memiliki viskositas derajat kental lebih banyak
pada saat berbuka puas dibandingkan saat puasa. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
32
perbedaan viskositas saliva saat puasa dengan saat berbuka puasa. memperlihatkan hubungan
viskositas saliva, buffer saliva, dan volume saliva dengan jumlah koloni bakteri pada saat puasa
dan berbuka puasa. Terlihat pada tabel, saat puasa, tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara viskositas saliva dengan jumlah koloni bakteri (p:0,110; p>0,05). Selain itu, terlihat pula
nilai p>0,05, pada hubungan antara buffer saliva dan volume saliva. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara buffer saliva dengan jumlah koloni
bakteri pada saat puasa (p:0,416). Demikian pula dengan volume saliva, ditemukan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara volume saliva dengan jumlah koloni bakteri
pada kondisi tubuh saat puasa (p:0,628). Kedua variable ini memiliki koefisien korelasi
dibawah 0,4 yang berarti kekuatan korelasinya lemah. Hampir sejalan dengan kondisi saat
puasa, pada saat berbuka puasa, ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara viskositas saliva (p:0,067) dan volume saliva (p:0,987) dengan jumlah koloni bakteri
(p>0,05).
Grup 2 : Pengeluaran air liur pada detik k- 40,84. Produksi liur juga dapat meningkat ketika
seseorang mengunyah permen karet, sedang makan, ataupun saat ia sedang bahagia atau cemas.
Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan fisiologis. Pada saat
berolahraga, berbicara yang lama dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva sehingga
mulut terasa kering. Bernafas melalui mulut juga akan memberikan pengaruh mulut kering.
Seseorang yang mengalami hipersalivasi kemungkinan besar akan menghirup cairan saliva, makanan
dan minuman yang dikonsumsi ke dalam paru-paru mereka. Hal tersebut dapat meningkatkan risiko
infeksi pneumonia aspirasi. Proses menghirup tersebut lebih terjadi ketika reflek untuk muntah dan
batuk mengalami gangguan. Berkurangnya saliva menyebabkan mengeringnya selaput lendir, mukosa
mulut menjadi kering, mudah mengalami iritasi dan infeksi. Keadaan ini disebabkan oleh karena tidak
adanya daya lubrikasi infeksi dan proteksi dari saliva. Proses pengunyahan dan penelanan, apalagi
makanan yang membutuhkan pengunyahan yang banyak dan makanan kering dan kental akan sulit
33
Grup 3 : Grup hanya makan camilan setengah jam sebelum percobaan. Pengeluaran saliva
terjadi setelah 34 detik. pH pada kelenjar saliva menjadi peranan penting bagi kehidupan,
pertumbuhan dan multiplikasi bakteri pada mulut. Jumlah bakteri asidofilik meningkat ketika
pH pada saliva sangat rendah. Hal tersebut merupakan resiko tingi terjadinya karies pada gigi.
Saraf parasimpatis kelenjar submandibula berasal dari nucleus salivatorius superior, mengikuti
saraf fasialis memasuki korda timpani melalui telinga tengah dan bergabung dengan saraf
lingualis. Saraf simpatis yang menyokong kelenjar liur mayor berasal dari ganglion servikalis
superior melalui pleksus arteri.3,4 Rangsangan simpatis kelenjar liur mayor menyebabkan
aliran air liur meningkat diikuti penurunan aliran air liur sebagai kompensasi. Karena tidak
adanya lapisan otot dalam kelenjar maka hal ini diyakini peningkatan aliran ini mungkin oleh
kontraksi dari mioepitel atau sel – sel basket yang berhubungan dengan duktus striata. Dalam
sehari, orang memproduksi sekitar 700 ml hingga satu liter air liur. Aliran air liur dipengaruhi
kegiatan manusia dan rasa masakan yang dikonsumsinya. Saat mencium atau melihat makanan
enak, kelenjar-kelanjar itulah yang bekerja, penyebabnya karena otak mengirim sinyal ke
kelenjar air liur sehingga volume meningkat. Selain itu, memakan sesuatu yang asam bisa
menyebabkan produksi air liur meningkat karena merangsang kelenjar liur. Di malam hari,
produksi air liur menurun sehingga kerap merasa haus. Saliva dapat rusak karena tercemar oleh
bahan-bahan detergen dalam pasta gigi, antiseptic dalam pasta gigi, antiseptic
dalam obat kumur, dan jenis makanan modern (seperti perasa, pewarna, penyedap, penguat
rasa, dan pengawet). Untuk mendapatkan air liur yang berkualitas, kamu perlu menghindari
faktor-faktor perusak saliva yang disebutkan di atas. Untuk menghindari tiga faktor pertama
dapat dilakukan, namun faktor terakhir yaitu jenis makanan modern sangat sulit dihindari
karena kita hidup di jaman modern yang serba instan, sehingga makanan yang dikonsumsi
34
PEMBAHASAN
Pada saat berpuasa terjadi perubahan pada tubuh kita, terutama pada daerah rongga mulut.
Terjadinya pernurunan sekresi saliva dapat megakibatkan banyak hal di dalam rongga mulut
kita. Telah dilakukan penelitian mengenai kondisi saliva individu saat berpuasa dan berbuka
puasa di bulan ramadhan. Gambaran hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tabel diatas
memperlihatkan distribusi volume saliva, buffer saliva, dan jumlah koloni bakteri pada saat
berpuasa dan berbuka puasa. Pada saat puasa, volume saliva dan buffer saliva lebih rendah
dibandingkan pada saat berbuka puasa.. Rata-rata volume saliva saat puasa hanya 0,56 l/ 5
menit, setelah berbuka menjadi 0,73 l/ 5 menit. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Reyhaneh Sarir, menyatakan bahwa Laju aliran saliva berkisar 0,08-1,40 ml /
menit saat istirahat dan menunjukkan sekitar 10% penurunan dalam menanggapi puasa, serta
penelitian yang dilakukan oleh Indriana T menyatakan bahwa, Dari hasil pengamatan
didapatkan rata-rata volume saliva tertinggi didapatkan setelah mendapat stimulasi secara
kimiawi (asam) sebesar 1,71 ml/menit, sedangkan rata-rata volume saliva terendah terjadi pada
saat tanpa stimulasi/control sebesar 0,81 ml/menit. Hasil yang diperoleh pada percobaan ini
menguatkan teori bahwa dengan adanya stimulasi yang berupa asam dapat meningkatkan
sekresi saliva. Pada penelitian ini, di dapatkan bahwa selama berpuasa produksi saliva
menurun, namun masih dalam batas fisiologis. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang di
lakukan oleh Nasrul M dengan hasil penelitian menunjukkan sekresi saliva sebelum puasa
adalah 30,9677 ml/menit dan selama berpuasa adalah 26,0339ml/menit, hasil penelitian ini
masih menunjukkan angka normal secara klinis, meskipun secara bermakna mengalami
penurunan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sekresi saliva yaitu keseimbangan air dalam
tubuh, sifat dan durasi rangsangan, rangsangan sebelumnya, ukuran kelenjar, stress, penyakit,
obat-obatan,serta radiasi. Pada individu yang sehat tidak terjadi penurunan atau kenaikan
sekresi saliva yang drastis. Berdasarkan hasil penelitian, tabel diatas juga memperlihatkan
35
Rata-rata buffer saliva saat puasa hanya 7,11 mMol/L setelah berbuka meningkat menjadi 7,75
mMol/L. Pada saat berpuasa, tidak terjadi aktifitas pengunyahan yang dapat menstimulasi
kelenjar saliva sehingga aliran saliva menjadi lambat. Aliran saliva yang lambat dapat
menurunkan kapasitas buffer saliva yang dapat menurunkan pH saliva sehingga menjadi salah
satu faktor penyebab meningkatnya risiko perkembangan karies. Hal ini sejalan dengan
penilitian yang dilakukan di Universitas Methodist Indonesia menyebutkan aliran saliva yang
rendah akan menurunkan konsentrasi bikarbonat sehingga kapasitas buffer menurun yang akan
meningkatkan risiko karies. Rendahnya volume bakteri dan buffer saliva menyebabkan
tingginya jumlah koloni pada saat puasa dibandingkan pada saat berbuka puasa, terlihat jumlah
koloni pada saat puasa mencapai 24,19 CFU/ml melalui menurun menjadi 9,62 CFU/ml setelah
buka puasa. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Semiyari H yang menyatakan
bahwa Perbedaan antara frekuensi cocci gram positif pada orang berpuasa dan tidak berpuasa
adalah signifikan (p = 0 ,005). Perbedaan antara frekuensi cocci gram negativ pada orang
berpuasa dan tidak berpuasa adalah signifikan (p = 0,39) Perbedaan antara frekuensi bacilli
gram positif pada orang berpuasa dan tidak berpuasa adalah signifikan (p = 0,01 <0,005).
Banyaknya jumlah bakteri bacillus negativ pada saat berpuasa lebih banyak daripada saat tidak
berpuasa.. Perbedaan antara frekuensi bakteri gram negatif yang berbentuk spindle atau
gelondong pada orang berpuasa dan tidak berpuasa adalah signifikan (p = 0,03). Berdasarkan
hasil penelitian, Tabel 5.2 menunjukkan distribusi viskositas saliva berdasarkan status puasa
sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat puasa, viskositas saliva
sampel yang encer sama banyaknya dengan pada saat berbuka puasa, yakni masing-masing
sebanyak lima orang (31,3%). Namun, sampel yang memiliki viskositas saliva dengan derajat
normal pada saat puasa lebih banyak daripada saat berbuka puasa, yaitu delapan orang saat
puasa (50%) dan tujuh orang pada saat berbuka puasa. Terlihat pula pada tabel, jumlah orang
yang memiliki viskositas derajat kental lebih banyak pada saat berbuka puasa dibandingkan
36
saat puasa, yakni empat orang (25%) pada saat berbuka puasa, sedangkan pada saat puasa
hanya tiga orang (18,8%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendari, 64%
responden memiliki masalah pada viskositas. Hal ini dipengaruhi oleh Lingkungan, termasuk
tingkat pendidikan, tidak ada pekerjaan tetap, tidak cukup pendapatan, tidak tersedianya klinik
gigi di sekitar tempat kerja, air yang layak untuk dikonsumsi setiap hari, kondisi air liur, indeks
plak, dan genetika. Pada penelitian ini hasil yang ada dipengaruhi oleh penilaian kekentalan
saliva, yang dilakukan hanya berdasarkan persepsi dari pemeriksaan visual terhadap kondisi
saliva. Pemeriksaan yang dilakukan secara visual berdasarkan persepsi seseorang akan
memberikan hasil yang kurang valid. Pada pemeriksaan ini, penulis dibantu oleh beberapa
rekan, sehingga persepsi bisa memberikan hasil yang berbeda walaupun sebelumnya sudah
dilakukan kalibrasi. Hal ini bisa terjadi karena tidak menggunakan alat ukur yang baku. Hasil
penelitian mungkin memberikan hasil yang berbeda jika menggunakan alat ukur yang baku
seperti Viscometer (alat untuk mengukur kekentalan). Penelitian ini memiliki keterbatasan
karena penulis sulit memperoleh alat ukur yang baku untuk mengukur kekentalan, sehingga
alat ukur yang digunakan berupa persepsi penulis terhadap kekentalan yang sudah
dideskripsikan. Namun, penelitian pada bakteri di lakukan di lab dengan alat yang valid,
sehingga diperoleh hasil yang valid. Tabel 5.3 menunjukkan Perbedaan jumlah koloni bakteri
berdasarkan viskositas saliva pada saat puasa dan berbuka puasa. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa, kelompok sampel dengan viskositas saliva derajat kental, mempunyai
rata-rata jumlah koloni saat puasa 14,67 CFU/ml setelah berbuka meningkat menjadi 16,25
CFU/ml. kelompok sampel dengan viskositas saliva derajat normal, mempunyai rata-rata
jumlah koloni saat puasa 27 CFU/ml setelah berbuka menurun menjadi 8,57 CFU/ml.
kelompok sampel dengan viskositas saliva derajat encer, mempunyai rata-rata jumlah koloni
saat puasa 25,4 CFU/ml setelah berbuka menurun menjadi 5,80 CFU/ml. Hasil uji statistik
dengan uji t berpasangan menunjukkan bahwa ada perbedaan jumlah koloni bakteri pada
37
responden dengan viskositas kental dan normal saat berpuasa dengan berbuka (p<0,05). tetapi
tidak ada perbedaan jumlah koloni bakteri pada responden dengan viskositas encer saat puasa
maupun berbuka puasa. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendari, hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa penyakit jaringan pulpa semakin parah ketika usia semakin
menua. Penyebab utama adalah viskositas saliva. viskositas saliva dianggap menyebabkan
kemampuan diri dari saliva untuk membersihkan rongga mulut berkurang. Kekentalan saliva
berperan dalam kemampuan saliva membersihkan sisa- sisa makanan dari dalam rongga mulut.
Saliva yang encer akan memiliki efek self cleansing yang membantu saliva secara alami
membersihkan sisa makanan sehingga tidak menempel dengan erat pada permukaan gigi.
Sebaliknya saliva yang kental akan menyebabkan terjadinya retensi sisa makanan pada
permukaan gigi, sehingga meningkatkan risiko karies.Penyebab kedua adalah pH saliva rendah
atau dalam kondisi asam yang dapat menyebabkan demineralisasi gigi dan jika semakin parah
akan mengakibatkan penyakit jaringan pulpa. hubungan viskositas saliva, buffer saliva, dan
volume saliva dengan jumlah koloni bakteri pada saat puasa dan berbuka puasa. Tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara viskositas saliva dengan jumlah koloni bakteri (p:0,110;
p>0,05). Selain itu, terlihat pula nilai p>0,05, pada hubungan antara buffer saliva dan volume
saliva. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara buffer
saliva dengan jumlah koloni bakteri pada saat puasa (p:0,416). Demikian pula dengan volume
saliva, ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara volume saliva dengan
jumlah koloni bakteri pada kondisi tubuh saat puasa (p:0,628). Kedua variable ini memiliki
koefisien korelasi dibawah 0,4 yang berarti kekuatan korelasinya lemah. Hampir sejalan
dengan kondisi saat puasa, pada saat berbuka puasa, ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara viskositas saliva (p:0,067) dan volume saliva (p:0,987) dengan jumlah
koloni bakteri (p>0,05). Hanya variabel buffer saliva yang menunjukkan adanya hubungan
yang signifikan dengan jumlah koloni bakteri (p:0,033; p<0,05). Hanya variabel buffer saliva
38
yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan jumlah koloni bakteri (p:0,033;
p<0,05) peningkatan jumlah koloni bakteri sebesar 28,5%. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Senawa I menyatakan bahwa kapasitas buffer saliva tergantung pada
konsentrasi bikarbonat dan berhubungan dengan laju aliran saliva. Laju aliran saliva yang
tinggi akan menyebabkan kapasitas buffer menjadi tinggi, sehingga pH saliva pun akan
meningkat. Derajat keasaman dan kapasitas buffer saliva merupakan parameter saliva yang
dapat mempengaruhi kehilangan mineral oleh karena perubahan asam, dasar perkembangan
karies dan kemungkinan perbaikan atau remineralisasi. Hal ini dikarenakan, pH saliva
merupakan faktor penting dalam pencegahan karies, demineralisasi gigi, kelainan periodontal,
Tipe kelenjar
Diet
Kadar hormone
Elektrolit
Kapasitas buffer
Obat-obatan
Gerak badan
Air liur terdiri dari komponen organik dan anorganik secara terus menerus akan menghasilkan
air liur. Komponen anorganik terdiri dari sebagian besar elektrolit seperti natrium, kalium,
kalsium, magnesium, bikarbonat, fosfat, urea dan amonia . Komponen organik terdiri dari
beberapa macam protein seperti imunoglobulin, enzim dan musin. Apabila terdapat stimulus
39
dari luar maupun dalam seperti mengunyah makanan, mencium bau-bauan hal ini dapat
menyebabkan peningkatan produksi air liur. Dalam sehari kelenjar air liur menghasilkan liur
sebanyak 500 -1000ml. Untuk produksi air liur ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
Pada penelitian ini didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara pH saliva
mahasiswa yang merokok dengan mahasiswa yang tidak merokok. Hasil ini yang melakukan
penelitian mengenai derajat keasaaman (pH) pada kelompok perokok dan non perokok dengan
jumlah sampel 20 orang pada masing-masing kelompok dan didapatkan hasil bahwa pH air liur
pada kelompok perokok lebih rendah dibandingkan kelompok non perokok. Hal itu dapat
terjadi karena bahwa asap rokok yang menyebar ke seluruh bagian rongga mulut dan reseptor
rasa terkena paparan terus-menerus. Jika hal tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang
lama akan menyebabkan kurangnya sensitivitas dan perubahan reseptor dari indra perasa dan
lama-kelamaan akan menyebabkan supresi pada refleks saliva. Perubahan respon reseptor rasa
dapat berdampak pada perubahan laju aliran saliva.13 Laju aliran saliva yang telah dijelaskan
sebelumnya sangat berpengaruh pada nilai pH saliva. Penurunan laju aliran saliva akan
saliva. Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara
aktivitas enzim amilase mahasiswa yang merokok dengan mahasiswa yang tidak merokok.
Perubahan pH pada saliva perokok pada akhirnya akan berpengaruh pada aktivitas enzim
amilase yang terkandung di dalamnya. Aktivitas enzim amilase yang optimal berada pada pH
6.8. pH dapat mempengaruhi aktivitas. enzim dengan mengubah struktur enzim tersebut.9 pH
berpengaruh terhadap kecepatan aktivitas enzim dalam mengkatalis suatu reaksi. Hal ini
disebabkan konsentrasi ion hidrogen mempengaruhi struktur dimensi enzim dan aktivitasnya.
Setiap enzim memiliki pH optimum di mana pada pH tersebut struktur tiga dimensinya paling
kondusif dalam mengikat substrat. Bila konsentrasi ion hidrogen berubah dari konsentrasi
40
optimal, aktivitas enzim secara progresif hilang sampai pada akhirnya enzim menjadi tidak
fungsional.10 Teori lain juga menjelaskan bahwa radikal bebas yang terdapat pada rokok yaitu
radikal hidroksil (OH) dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi molekul dalam
saliva. Hal ini disebabkan oleh ion Fe3+ yang terdapat dalam saliva dan berperan dalam proses
terbentuknya OH. Hidroksil (OH) dapat merusak tiga jenis senyawa yang penting untuk
mempertahankan integritas sel. Salah satu senyawa yang rusak yaitu asam amino penyusun
protein yang ada dalam saliva. Asam amino yang paling rawan yaitu sistein. Sistein
mengandung gugus sulfhidril (-SH) yang sangat peka terhadap serangan radikal hidroksil.
Pembentukan ikatan disulfide (S-S) menimbulkan ikatan intra atau antar molekul sehingga
protein (saliva) kehilangan fungsi biologisnya, dan bila protein tersebut adalah enzim maka
enzim tersebut akan kehilangan aktifitas katalitiknya.15 Dari hasil penelitian ini dapat
diketahui bahwa merokok dapat berpengaruh pada pH saliva dan juga berpengaruh pada
1. Inflamasi Parotitis
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus. Penyakit ini
merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering. Kejadian parotitis saat
ini berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens parotitis tertinggi pada anak-anak
berusia antara 4-6 tahun. Onset penyakit ini diawali dengan adanya rasa nyeri dan
bengkak pada daerah sekitar kelenjar parotis. Masa inkubasi berkisar antara 2 hingga 3
minggu. Gejala lainnya berupa demam, malaise, mialgia, serta sakit kepala
2. Penyakit infeksi virus lainnya Penyakit kelenjar saliva dapat disebabkan oleh adanya
infeksi cytomegalovirus, yang sering terjadi pada bayi baru lahir dan dapat
trombositopenia purpura. Virus lain yang dapat menginfeksi kelenjar saliva bisa berupa
41
Coxackievirus A, Echovirus, virus Influenza A serta virus Lymphocytic
chorimeningitis. Terapi pada penyakit yang disebabkan karena infeksi virus berupa
terapi simtomatis
3. Tuberkulosis primer kelenjar saliva Penyakit ini biasanya unilateral. Kelenjar saliva
yang paling sering terkena adalah kelenjar parotis. Kebanyakan penyakit ini merupakan
penyebaran dari fokus infeksi tuberkulosis pada tonsil atau gigi. Penyakit ini biasanya
terlihat dalam dua jenis yaitu dalam bentuk lesi inflamasi akut atau lesi berbentuk tumor
yang kronis. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan acid fast salivary stain dan
purified proteine derivative skin test. Terapi terhadap penyakit ini sama dengan terapi
4. Sialadenitis supuratif akut Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1828.
Sebagian besar penyakit ini melibatkan kelenjar parotis, dan terkadang juga melibatkan
dengan kelenjar saliva lainnya disebabkan karena aktivitas bakteriostatis pada kelenjar
parotis lebih rendah dibandingkan pada kelenjar saliva lainnya. Kemungkinan penyakit
ini disebabkan karena adanya stasis saliva, akibat adanya obstruksi atau berkurangnya
produksi saliva. Faktor predisposisi lain terjadinya penyakit ini adalah striktur duktus
atau kalkuli. Berkurangnya produksi kelenjar saliva bisa disebabkan karena konsumsi
beberapa obat. Pasien pasca operasi juga dapat menderita penyakit ini akibat produksi
saliva yang kurang yang diikuti dengan higiene oral yang buruk. Gejala yang sering
dirasakan pada penderita penyakit ini adalah adanya pembengkakan yang disertai
dengan rasa nyeri. Bisa didapatkan adanya saliva yang purulen pada orifisium duktus
saliva, yang mudah didapatkan dengan sedikit pemijatan di sekitar kelenjar. Organisme
Eschericia coli, serta Haemophylus influenzae. Bakteri anaerob penyebab yang paling
42
sering adalah Bacteroides melaninogenicus dan Streptocccus micros. Terapi pertama
yang harus dilakukan adalah hidrasi secara adekuat, perbaikan higiene oral, pemijatan
secara berulang pada daerah sekitar kelenjar, serta antibiotik intravena. Pemberian
antibiotik secara empiris perlu dilakukan sambil menunggu hasil kultur resistensi.
5. Sialadenitis kronis
Etiologi dari sialadenitis kronis adalah sekresi saliva yang sedikit dan adanya stasis
saliva. Kelainan ini lebih sering terjadi pada kelenjar parotis. Beberapa pasien dengan
sialadenitis kronis merupakan rekurensi dari parotitis yang diderita saat masih kecil.
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya kerusakan yang permanen pada kelenjar
yang disebabkan infeksi supuratif akut. Penyakit ini dapat memudahkan terjadinya
6. Sialolitiasis Salah satu penyakit pada kelenjar saliva adalah terdapatnya batu pada
kelenjar saliva. Angka kejadian terdapatnya batu pada kelenjar submandibula lebih
besar dibandingkan dengan kelenjar saliva lainnya, yaitu sekitar 80%. Juga 20% terjadi
pada kelenjar parotis, dan 1% terjadi pada kelenjar sublingualis. Salah satu penyakit
sistemik yang bisa menyebabkan terbentuknya batu adalah penyakit gout, dengan batu
yang terbentuk mengandung asam urat. Kebanyakan, batu pada kelenjar saliva
Batu kelenjar saliva juga dapat berupa matriks organik, yang mengandung campuran
antara karbohidrat dan asam amino.1,6 Duktus pada kelenjar submandibula lebih
mudah mengalami pembentukan batu karena saliva yang terbentuk lebih bersifat alkali,
memiliki konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi, serta kandungan sekret yang
mukoid. Disamping itu, duktus kelenjar submandibula ukurannya lebih panjang, dan
aliran sekretnya tidak tergantung gravitasi. Batu pada kelenjar submandiula biasanya
terjadi di dalam duktus, sedangkan batu pada kelenjar parotis lebih sering terbentuk di
43
hilum atau di dalam parenkim. Gejala yang dirasakan pasien adalah terdapat bengkak
yang hilang timbul disertai dengan rasa nyeri. Dapat teraba batu pada kelenjar yang
terlibat.\
7. Sarkoidosis
Secara klinis, manifestasi penyakit ini ke kelenjar saliva hanya sekitar 6%, namun
secara histologi, keterlibatan pada kelenjar saliva dapat mencapai 33%. Salah satu
contoh dari penyakit ini adalah sindroma Heerfordt dengan gejala berupa uveitis,
pembesaran kelenjar parotis, serta paralisis fasialis. Gejala awal yang dialami dapat
Sindroma Sjogren dapat ditandai dengan adanya destruksi kelenjar eksokrin yang
setelah artritis rematoid. Sembilan puluh persen sindrom ini terjadi pada wanita dewasa
namun dapat juga diderita oleh anak-anak. Kebanyakan penderita berusia sekitar 50
tahun. Sindroma ini diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu primer dan sekunder. Pada
tipe primer penyakit ini hanya melibatkan kelenjar eksokrin saja, sedangkan pada tipe
sekunder berhubungan dengan penyakit autoimun seperti rematoid artritis. Gejala yang
ada meliputi rasa terbakar pada mulut, rasa ada pasir pada mata, xerostomia,
pembengkakan pada kelenjar saliva (pada tipe primer terjadi sekitar 80% dan pada tipe
permanen.
9. Sialadenosis
44
Kelainan ini merupakan istilah nonspesifik untuk mendeskripsikan suatu pembesaran
Patofisiologi penyakit ini masih belum jelas. Pembesaran kelenjar saliva biasanya
parotis bilateral karena hipertrofi lemak. Namun perlu dilakukan pemeriksaan endokrin
dan metabolik yang lengkap sebelum menegakkan diagnosis tersebut karena obesitas
dapat berkaitan dengan berbagai macam penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi,
Saliva, yaitu :
1. SIALOENDOSKOPI
kelenjar saliva harus dilakukan anamnesis secara seksama. Biasanya pada pasien
asupan makanannya. Pada pemeriksaan fisik dilakukan inspeksi dan palpasi. Pada
dengan perencanaan terapi, antara lain pada batu yang nonechoic dan striktur sulit
Alat ini bermanfaat dalam menentukan ukuran batu secara tiga dimensi begitu juga
dengan struktur stenosisnya. Selain itu, penting juga untuk mengetahui diameter
bagian distal obstruksi untuk memastikan bahwa duktusnya cukup lebar dan lurus
45
extracorporeal mudah dikeluarkan oleh saliva dari duktus. Sialoendoskopi
2. Sialoendoskopi terapeutik
Sialoendoskopi berperan dalam memutus siklus inflamasi dengan dua cara, yaitu
melalui dilatasi duktus saat insersi endoskop serta membersihkan debris di dalam
duktus dengan irigasi. Fragmentasi dan ekstraksi batu Obstruksi kelenjar saliva
sering disebabkan oleh sialolitiasis. Tujuan dari terapi pada sialolitiasis adalah
pengambilan batu secara keseluruhan. Teknik endoskopi merupakan salah satu cara
untuk menentukan terapi. Parameter yang sangat penting adalah keluhan pasien dan
komplikasinya, posisi, ukuran serta jumlah batu, serta diameter duktus di antara
batu dan papila. Ada beberapa parameter yang harus dipenuhi untuk terapi dengan
normal sekitar 1,5 mm dengan penyempitan sekitar 0,5 mm pada papila. Diameter
rata-rata batu bervariasi antara 3-8 mm. Apabila digunakan teknik fragmentasi,
maka diameter maksimal batu tidak boleh lebih dari 150% dari diameter duktus
anterior dan diameter absolutnya tidak melebihi 3-5 mm untuk duktus Stensen dan
4-7 mm untuk duktus Wharton. Kemungkinan pengeluaran batu yang melekat pada
duktus akan lebih sulit daripada batu yang mobile. Aplikasi baru pada batu kelenjar
seperti forsep, grasper, suction, basket serta balon. Fragmentasi dapat dilakukan
46
dengan menggunakan forsep, bor, serta laser. Suction digunakan untuk
mengeluaran fragmen batu yang tipis. Balon juga digunakan untuk mengeluarkan
batu yang kecil (berdiameter 2-3 mm). Balon diletakkan di belakang batu kemudian
dikembangkan dan ditarik keluar bersama dengan batu yang ada di depannya.
3. Dilatasi stenosis dan striktur Striktur yang panjang memiliki prognosis yang lebih
buruk daripada stenosis yang pendek. Banyak pilihan teknik yang dapat digunakan
untuk dilatasi striktur atau stenosis. Prosedur endoskopi akan sangat membantu
untuk penatalaksanaan stenosis yang pendek atau pada stenosis yang berada pada
permulaan cabang duktus. Untuk kondisi yang terakhir ini sulit diatasi dengan
endoskopi adalah pelebaran duktus yang dibuat dengan dilatasi balon dapat dilihat
endoskopi pada penatalaksanaan kasus stenosis atau striktur yang sulit dapat
forsep, bor serta stent. Bor putar digunakan untuk membuka filiform yang
menyempit sehingga instrumen lainnya dapat masuk. Penggunaan bor lebih baik
daripada laser karena laser dapat menyebabkan jaringan sekitar menjadi menyusut
47
beberapa kali sampai sriktur cukup terbuka Selain itu dapat pula digunakan forsep
sehingga proses dilatasi akan lebih terkontrol dan instrumennya dapat digunakan
kembali. Penggunaan stent dapat digunakan sebagai salah satu alternatif. Stent juga
Kontraindikasi
yang membengkak menjadi lebih rapuh sehingga rawan terjadi perforasi bila dilakukan
sialendoskopi. Selain itu, pemeriksaan sialadenitis pada fase akut juga akan lebih sulit
Komplikasi
selama 2-3 hari akibat proses irigasi (100%), terhalangnya wire-basket (6%), perforasi
dinding kanal (0,3- 6%), rekurensi gejala (1-6%), parestesia nervus lingualis temporal
(0,5%), ranula (1%), infeksi pascaoperasi (2%), serta striktur pada duktus (0,3-3,5%).
Jenis Sialoendoskop
Endoskop jenis serat optik lentur akan lebih mudah melewati lekukan pada
duktus serta lebih sedikit menimbulkan trauma. Namun penggunaannya relatif lebih
Endoskopi serat optik lentur lebih rapuh dan lebih mudah rusak daripada endoskop
Sialendoskop kaku
48
Sialoendoskop jenis kaku menggunakan sistem lensa dengan kualitas
superoptikal dan resolusinya lebih baik. Endoskop ini memiliki diameter yang lebih
besar sehingga lebih stabil dan dapat disterilkan dengan autoklav. Kameranya terletak
pada perlekatan okular dengan endoskop sehingga penggunaannya agak kurang praktis.
Sialendoskop semikaku Merupakan gabungan antara serat optik lentur dan kaku.
Bagian yang panjang merupakan fleksibel yang menggunakan serat optik untuk
membutuhkan kekuatan yang minimal untuk mengambil gambar dengan presisi yang
tepat.
kombinasi antara serat transmisi cahaya, serat transmisi gambar, working channel serta
Serat optik yang digunakan untuk transmisi cahaya dan gambar terdapat dalam
satu komponen seperti probe tunggal. Endoskop jenis ini digunakan untuk diagnostik.
Jarak antara sistem optik dengan dinding selubung luar digunakan sebagai channel
irigasi. Jika dibandingkan dengan tipe compact, perbandingan antara working channel
dengan diameter endoskop secara keseluruhan lebih kecil pada jenis modular. Udara
sering terperangkap pada selubung luar endoskop modular sehingga dapat menghalangi
pandangan. Sistem modular ini memiliki beberapa keuntungan antara lain endoskop
jenis ini lebih ekonomis, karena hanya membutuhkan satu sistem optikal untuk
beberapa prosedur.
49
KESIMPULAN
Kesimpulan pada penelitian ini adalah stimulusi asam dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan laju aliran saliva dan peningkatan laju aliran saliva dapat mempengaruhi jumlah
konsentrasi ion kalsium dalam saliva. adanya hubungan yang lemah antara kenaikan sekresi
saliva dengan jumlah sekresi ion kalsium dalam saliva. Hal ini berarti ion kalsium dalam saliva
50
DAFTAR PUSTAKA
Bouckaert, C., Noel, S., Palem, A., Lebecque, P., Wallemacq, P., & Leal, T. (2012).
https://doi.org/10.1016/s1569-1993(12)60210-0
Droebner, K., & Sandner, P. (2013). Modification of the salivary secretion assay in
F508del mice - The murine equivalent of the human sweat test. Journal of Cystic
Indriana, T. (2010). The Relationship between Salivary Flow Rate and Calcium Ion
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/STOMA/article/download/2059/1666/
Minarowska, A., Minarowski, L., Sands, D., Karwowska, A., Knas, M., & Szajda, S.
1993(10)60072-0
Noël, S., Strale, P. O., Dannhoffer, L., Wilke, M., DeJonge, H., Rogier, C., … Becq,
https://doi.org/10.1016/j.jcf.2007.06.005
51
AKTIVITAS ENZIM AMILASE MAHASISWA YANG MEROKOK DENGAN
https://doi.org/10.22437/jmj.v6i1.4816
52