Anda di halaman 1dari 29

MODUL I

NYERI SENDI

Skenario :

Seorang perempuan umur 35 tahun, Ibu Rumah Tangga. Datang ke


poliklinik dengan keluhan nyeri pada jari – jari tangan kiri dan kanan, keluhan
dialami sejak 3 bulan terakhir ini. Kaku pagi hari (+), berlangsung sekitar 30
menit sampai 1 jam. Keluhan demam tidak menggigil sering dialami.

Kata sulit :
 Nyeri
Nyeri adalah sensorik yang bersifat emosional dan subjektif berupa keadaan
tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh kerusakan jaringan.

Kata kunci :
 Seorang perempuan umur 35 tahun
 Nyeri pada jari – jari tangan kiri & kanan
 Dialami sejak 3 bulan terakhir
 Kaku pagi hari berlangsung selama 30 menit sampai 1 jam
 Keluhan demam tidak menggigil sering dialami

Pertanyaan :
1. Jelaskan tentang anatomi organ terkait!
2. Jelaskan tentang lingkup gerak masing – masing sendi pada manus!
3. Bagaimana mekanisme nyeri secara umum?
4. Jelaskan patomekanisme gejala pada skenario!
5. Jelaskan hubungan jenis kelamin dan usia terhadap penyakit!
6. Jelaskan penyakit – penyakit yang menyebabkan nyeri sendi akibat inflamasi
& gangguan mekanik
7. Jelaskan langkah – langkah diagnosis!
8. Jelaskan DD & DS dari skenario
Jawaban pertanyaan :

1. Anatomi Manus

a. Tulang
1) Ossa Carpi (Carpalia)
Terdiri dari 8 buah tulang dan terletak dalam 2 baris :
 Baris I (deretan proximal) : os scaphoideum (os naviculare manus), os
lunatum, os triquentrum dan os pisiforme.
 Baris II (deretan distal) : os trapezium (os multangulum majus), os
trapezoideum (os multangulum minus), os capitulum dan os hamatum.
2) Ossa Metacarpi (Metacarpalia)
Terdiri dari 5 buah os longum. Setiap os metacarpale mempunyai
basis, corpus dan caput metacarpalis.
3) Ossa Digitorum (Phalanges)

Setiap jari mempunyai 3 ruas, kecuali ibu jari yang mempunyai 2


ruas, yaitu phalanx proximalis, phalanx media dan phalanx distalis.
Setiap phalanx mempunyai basis, corpus dan caput phalangis.

b. Otot-otot Manus
Diklasifikasikan menjadi otot-otot yang membentuk :
I. Thenar, dibentuk oleh:
 M. Abductor Pollicis Brevis
 M. Opponens Pollicis
 M. Flexor Pollicis Brevis
 M. Adductor Pollicis
II. Hypothenar, dibentuk oleh:
 M. Palmaris Brevis
 M. Abductor Digiti Quinti (M. Abductor Digiti Minimi)
 M. Flexor Digiti Quinti Brevis (M. Flexor Digiti Minimi)
 M. Opponens Digiti Quinti (M. Opponens Digiti Minimi)
III. Gugusan profundus, terdiri dari:
 Mm. Lumbricales
 Mm. Interossei

c. Persendian

1) Articulatio Radiocarpalis (Wrist Joint)


Articulus ini bertipe Ellipsoidea, dibentuk oleh os naviculare manus,
os lunatum dan os triquetrum yang membentuk permukaan konveks dan di
pihak lain adalah ujung distal radius bersama-sama dengan discus articularis
yang membentuk permukaan konkaf. (Paulsen, 2014)

2) Articulatio Intercarpalis

Ossa carpalia deretan proximalis membentuk articulus dengan ossa


carpalia deretan distalis membentuk articulus mediocarpalis. Pada articulus
ini permukaan persendian yang konveks dibentuk oleh os hamatum dan os
capitatum, permukaan yang cekung dibentuk oleh os scaphoideum, os
lunatum dan os triquetrum, sementara itu permukaan yang konveks dari
bagian distal os scaphoideum membentuk persendian dengan permukaan
yang konkaf yang dibentuk oleh os trapezium dan os trapezoideum.
(Paulsen, 2014)

3) Articulatio Carpometacarpalis

Ada lima buah articulatio carpometacarpalis. Yang pertama dibentuk


oleh basis ossis metacarpalis dengan os multangulum majus. Basis
metacarpalis II membentuk persendian dengan os multangulum majus, os
multangulum minus dan os capitatum. Basis metacarpalis III membentuk
articulus dengan os capitatum dan os hamatum. Selanjutnya terbentuk
persendian antara basis metacarpalis II,III, dan IV satu sama lainnya.
(Paulsen, 2014)

4) Articulatio Metacarpophalangealis
Dibentuk oleh basis phalanx I (proximalis) yang mempunyai
permukaan konkaf dengan capitulum metacarpalis yang berbentuk bola.

5) Articulatio Interphalangealis

Dibentuk antara caput phalangis pada satu phalanx (proximalis)


dengan basis phalangis dari phalanx berikutnya (distalis). (Paulsen, 2014)

2. Jelaskan tentang lingkup gerak sendi masing – masing sendi pada manus

a. Articulatio Radiocarpalis adalah gerakan flexi dan extensi pada


transvertalis. Gerakan abduksi dan adduksi terhadap axis antero –
posterior.
b. Articulatio Intercarpalis , gerakan pada Articulatio ini selalu
dikombinasikan dengan gerakan pada articulatio radiocarpalis. Gerakan
yang dimaksud terjadi antara ossa carpalia deretan distalis dengan ossa
carpalia deretan poximalis, yang terjadi pada articulatio mediocarpalis atau
articulatio intercarpalis.
c. Articulatio Carpometacarpalis I-IV
d. Articulatio carpometacarpalis I ,bentuk gerakannya flexi-ekstensi,
abduksi-adduksi dan gerakan oposisi dan reposisi. Gerak oposisi adalah
gabungan gerakan flexi, rotasi medial dan adduksi sehingga ujung jari satu
dapat berpindah-pindah bertemu ujung jari lainnya.
e. Articulatio Carpometacarpalis II dan III dasarnya kurang bergerak,
sedangkan
f. Articulatio Carpometacarpalis IV memiliki gerakan flexi sehingga dapat
mempertahankan benda-benda dalam genggaman dengan sempurna.
g. Articulatio Metacarpophalangealis adalah gerakan flexi dan ekstensi

h. Articulatio Interphalangealis distalis et proximalis adalah gerakan flexi


dan ekstensi. (Diktat Anatomi, 2015)
3. Mekanisme nyeri secara umum

Nyeri berdasarkan mekanismenya melibatkan persepsi dan respon


terhadap nyeri tersebut. Mekanisme timbulnya nyeri melibatkan empat
proses, yaitu: tranduksi/ transduction, transmisi/transmission,
modulasi/modulation, dan persepsi/ perception. Keempat proses tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut:
Transduksi adalah adalah proses dari stimulasi nyeri dikonfersi kebentuk
yang dapat diakses oleh otak. Proses transduksi dimulai ketika nociceptor
yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi.
Aktivasi reseptor ini (nociceptors) merupakan sebagai bentuk respon terhadap
stimulus yang datang seperti kerusakan jaringan (Setiati,2014)
Transmisi/Transmission Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian
neural yang membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses
transmisi melibatkan saraf aferen. Saraf aferen akan ber-axon pada dorsal
horn di spinalis. Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan melalui sistem
contralateral spinalthalamic melalui ventral lateral dari thalamus menuju
cortex serebral (Setiati,2014)
Modulasi/Modulation Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural
dalam upaya mengontrol jalur transmisi nociceptor tersebut. Proses modulasi
melibatkan system neural yang komplek. Ketika impuls nyeri sampai di pusat
saraf, transmisi impuls nyeri ini akan dikontrol oleh system saraf pusat dan
mentransmisikan impuls nyeri ini kebagian lain dari system saraf seperti
bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri ini akan ditransmisikan melalui saraf-
saraf descend ke tulang belakang untuk memodulasi efektor (Setiati,2014)

Menurut McGuire & Sheildler (1993) Persepsi/Perception Persepsi


adalah proses yang subjective. Proses persepsi ini tidak hanya berkaitan
dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja, akan tetapi juga meliputi
cognition (pengenalan) dan memory (mengingat). Oleh karena itu, faktor
psikologis, emosional, dan berhavioral (perilaku) juga muncul sebagai respon
dalam mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut. Proses persepsi ini
jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu fenomena yang melibatkan
multidimensional (Setiati,2014)

4. Patomekanisme gejala pada skenario

 Kaku pagi hari


Patomekanisme terjadinya kaku pada skenario disebabkan oleh
adanya peradangan pada jaringan synovial. Terjadinya peradangan
disebabkan oleh adanya proses fagositosis yang menghasilkan enzim
-enzim dalam sendi. Enzim - enzim tersebut akan memecah kolagen
sehingga terjadi edema, proliverasi membran synovial dan pada akhirnya
akan terjadi pembentukan Panus. Panus ini akan menghancurkan tulang
rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya
permukaan sendi yang mengganggu gerak sendi. Otot-otot yang ada pada
sekitaran sendi akan turut terkena sehingga serabut otot akan mengalami
perubahan degenerative dengan menghilangnya elastisitas otot dan
kekuatan kontraksi otot. Sehingga hal ini lah yang menyebabkan
kekakuan. (Arif, 2008)
 Nyeri pada jari – jari tangan
Ada nya faktor pencetus berupa autoimun atau infeksi. Limfosit
mengilfiltrasi daearah perivaskuler dan terjadi proliferasi sel sel
endotel,yang selnjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada
sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan bekuan kecil atau sel-
sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang ireguler pada jaringan sinovial
yang mengalami inflamasi sehingga membentuk jaringan pannus. Pannus
menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang (Setiati, 2014)
Berbagai macam sitokin,interlukin,proteinase dan faktor
pertumbuhan dilepaskan sehinggga mengakibatkan desttruksi sendi dan
komplikasi sitemik (Setiati, 2014)

 Menggigil
Tubuh dapat memperoleh panas dari produksi panas internal yang
dihasilkan oleh aktivitas metabolik atau dari lingkungan eksternal, jika
lingkungan eksternal lebih hangat dari suhu tubuh, karena suhu tubuh
biasanya lebih tinggi daripada suhu lingkungan sehingga respon terhadap
penurunan suhu inti yang disebabkan oleh pajanan dingin, hipotalamus
bekerja melalui jalur – jalur desendens yang berakhir di neuron motorik
yang mengontrol otot rangka, mula – mula meningkatkan tonus otot
rangka. Dalam waktu singkat dimulailah menggigil. Selama proses
menggigil kontraksi ritmik otot rangka berlangsung cepat 10 – 20
kali/detik, produksi panas dapat meningkat 2-5 kali lipat dari normal
(Sherwood, 2014)

5. Hubungan jenis kelamin & usia terhadap penyakit


Nyeri sendi sering terjadi usia 20-40 tahun keatas. Wanita 2-3 kali lipat
beresiko terkena dibandingkan laki-laki. Wanita mengalami peningkatan
resiko setelah menopause, kemudian resiko mulai meningkat pada usia 40
tahun keatas karena penurunan level estrogen karena estrogen memiliki efek
urikosurik. Hormon ini merangsang autoimun,sehingga menimbulkan nyeri
sendi (Bawarodi, 2017)

6. Penyakit – penyakit yang menyebabkan nyeri sendi akibat inflamasi &


gangguan mekanik

a. inflamasi

1) Osteoartritis (OA)

Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi


yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat
progresif lambat, ditandai dengan adanya degenerasi tulang rawan sendi,
hipertrofi tulang pada tepinya, sklerosis tulang subkondral, perubahan pada
membran sinovial, disertai nyeri, biasanya setelah
aktivitasberkepanjangan, dan kekakuan, khususnya pada pagi hari atau
setelah inaktivitas (Yovita, 2014)
Osteoartritis diklasifikasikan oleh Altman et al menjadi 2 golongan,
yaitu :

 Osteoartritis primer
Osteoartritis primer atau OA idiopatik belum diketahui
penyebabnya dan tidak berhubungan dengan penyakit sistemik maupun
proses perubahan lokal pada sendi. Meski demikian, osteoartritis primer
banyak dihubungkan pada penuaan. Pada orangtua, volume air dari tulang
mudameningkat dan susunan protein tulang mengalami degenerasi.
Akhirnya, kartilago mulai degenerasi dengan mengelupas atau membentuk
tulang muda yang kecil. Pada kasus-kasus lanjut, ada kehilangan total dari
bantal kartilago antara tulang-tulang dan sendi-sendi. Penggunaan
berulang dari sendi-sendi yang terpakai dari tahun ke tahun dapat membuat
bantalan tulang mengalami iritasi dan meradang, menyebabkan nyeri dan
pembengkakan sendi. Kehilangan bantalan tulang ini menyebabkan
gesekan antar tulang, menjurus pada nyeri dan keterbatasan mobilitas
sendi. Peradangan dari kartilago dapat juga menstimulasi pertumbuhan-
pertumbuhan tulang baru yang terbentuk di sekitar sendi-
sendi.Osteoartritis primer ini dapat meliputi sendi-sendi perifer (baik satu
maupun banyak sendi), sendi interphalang, sendi besar (panggul, lutut),
sendi – sendi kecil (carpometacarpal, metacarpophalangeal), sendi
apophyseal dan atau intervertebral pada tulang belakang, maupun variasi
lainnya seperti OA inflamatorik erosif, OA generalisata, chondromalacia
patella, atau Diffuse Idiopathic Skeletal Hyperostosis (DISH) (Yovita,
2014)

 Osteoartritis sekunder

Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit


atau kondisi lainnya,seperti pada post-traumatik, kelainan kongenital dan
pertumbuhan (baik lokal maupun generalisata), kelainan tulang dan sendi,
penyakit akibat deposit kalsium, kelainan endokrin, metabolik, inflamasi,
imobilitas yang terlalu lama, serta faktor risiko lainnya seperti obesitas,
operasi yang berulangkali pada struktur-struktur sendi, dan sebagainya.
(Yovita, 2014)

2) Arthritis rheumatoid
Inflamasi jaringan synovial yang bersifat destruktif, kronk,
progresif dan sistemik dan merupakan peradangan pada jarimgan synovial
yang di sebabkan oleh bakteri. Arthritis rheumatoid terjadi karena
terbentuknya igG akan menyerang igG antigen dan membentuk komplek
yang bersarang pada sinovium dan jaringan penyambung
lainnya.sebenarnya arthritis rheumatoid disebut juga penyakit autoimun
tetapi tidak mutlak murni. Arthritis rheumatoid ada 2 macam yaitu :

 Arthritis rheumatoid akut, nyeri tekan, nyeri, kaku, dan bengkak,


mengenai hampirs sebagian besar persendian interfalangeal proksimal
dan metakarpofalangeal.
 Arthritis reumatoid kronis, pembengkakan kronis & penebalan dari
persendian interfalangeal proksimal & metakarpofalangeal
penyimpangan ulnar dari jari-jari, atrofi muskular,nodulus rematoid.
Mungkin juga terjadi deformitas boutonniere & leher angsa (Chabib,
2016)

3) Gout
Asam urat (gout) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat adanya
deposisi Kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi
asam urat di dalam cairan ekstraseluler (Christanto, 2014)

b. gangguan mekanik

Stenosis spinal adalah suatu kondisi medis di mana kanal tulang


belakang menyempit dan menekan sumsum tulang belakang dan saraf. Kanal
stenosisdapat terjadi pada daerah servikal, torasik ataupun lumbal. Gejala
tergantungpada daerah yang terkena, dapat berupa nyeri punggung, nyeri atau
mati rasa,atau kelemahan otot yang intermitten (klaudikasio). Jika gejala ringan
maka program latihan mungkin merupakan perawatan terbaik awalnya.
Latihankekuatan dapat meningkatkan kekuatan otot dan mengembalikan
postur. Obat dapat diresepkan untuk mengurangi rasa sakit dan bengkak di
tulang belakang. Pada kasus yang berat operasi mungkin diindikasikan (Ayuni,
2016)

7. Langkah – langkah diagnosis

 Anamnesis

Untuk mengumpulkan data pasien perlu dilakukan anamnesis, yang


meliputi:
a. Data umum: nama, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan.
b. Keluhan utama: keluhan yang menyebabkan pasien datang ke seorang
dokter. Biasanya pasien dengan penyakit muskuloskeletal datang
dengan keluhan utama sebagai berikut:
1) Nyeri: leher, punggung, pinggang, nyeri sendi dengan atau tanpa
gejala sistemik seperti demam.
2) Sendi bengkak.
3) Gangguan gerak.
c. Kualitas nyeri
1) Derajat nyeri: penurunan range of motion (ROM), keterbatasan
gerakan, gangguan tidur, kesulitan melakukan aktifitas fisik rutin
yang sudah biasa dilakukan seperti berjalan, berdiri, duduk, jongkok,
bangkit dari tempat tidur, menggerakkan leher dan lain-lain.
2) Lokasi dan penjalaran nyeri: lokalisata, difus, radiasi nyeri,
melibatkan mono atau poliartrikuler.
3) Faktor yang memperberat terjadinya keluhan: aktifitas fisik,
perubahan posisi
4) Faktor yang meringankan rasa sakit: istirahat, perubahan posisi,
pemijatan, obat.
5) Perubahan sensasi: hipo/hiperestesia, parestesia.
6) Gejala neuromuskuler yang lain: kontraksi involunter, kelemahan
otot, deformitas, tremor.
d. Gangguan fungsi organ: retensio urine, konstipasi, inkontinensia
urine, inkontinensia alvi.
e. Kelainan pada kulit:rash, deskuamasi, sinus, sikatriks.
f. Gejala sistemik: demam, menggigil, rash, penurunan berat badan,
anoreksia.
g. Penting untuk membedakan apakah keluhan bersumber dari tulang,
sendi, otot, atau tendo; berlangsung akut atau kronis; inflamatorik atau
non-inflamatorik.
h. Riwayat penyakit lalu: trauma, operasi.
i. Penyakit keluarga.
j. Status sosial ekonomi.
k. Riwayat alergi.
l. Riwayat pemakaian obat-obatan (steroid), alkohol, merokok.
(Setiati,2014)

 Pemeriksaan Muskuloskeletal

Pada pemeriksaan musculoskeletal dibagi menjadi :

1. Pemeriksaan Umum, meliputi :


a. Kondisi pasien secara umum
b. Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi
respirasi dam suhu).
c. Posisi (berbaring, berjalan atau berdiri).

2. Pemeriksaan Regional
Pemeriksaan dilakukan pada sisi yang sakit, kemudian
bandingkan pada sisi yang normal.
a. Inspeksi :
1) Inspeksi dilakukan dari sisi anterior, lateral dan posterior.
2) Ekstremitas atas dan bawah diperiksa dari proksimal ke
distal (apakah ada pemendekan (shortening), deformitas,
malalignment, edema, pembengkakan, ulkus, sinus, sikatriks,
atrofi kulit dan otot).
b. Palpasi :
1) Suhu di area tersebut (hangat/dingin ?)
2) Krepitasi
3) Nyeri pada palpasi : nyeri tekan superfisial atau nyeri tekan
dalam.
c. Gerakan:
1) Untuk menilai keterbatasan range of motion (ROM) sendi dan
kekuatan otot MMRC (Modified Medical Research Council).
2) Aktif: dilakukan oleh pasien sendiri. Pemeriksaan gerakan
aktif dilakukan sebelum pemeriksaan dengan gerakan pasif.
3) Pasif: dilakukan oleh pemeriksa, dicatat derajat gerakannya,

misalnya 30o-90o.
d. Gaya berjalan (walking-gait) :
1) Normal gait: Stance phase 60% dan swing phase 40%
2) Antalgic gait
3) Trendelenburg gait
e. Pengukuran :
1) Apparent limb length discrepancy
2) True limb length discrepancy
3) Circumference limb

4) Inspeksi
- Kulit (tekstur, warna, inflamasi, pembengkakan)
- Kuku (warna, bentuk)
- Deformitas jari (swan neck, boutoniere deformation, mallet
deformations, herberden’s node, boucherd’s node)
- Muscle wasting
- Adanya guttering first web space
- Aspek palmar
- Kulit (warna, tekstur, kontraktur)
- Pembengkakan
- Muscle wasting : eminensia thenar/hypothenar

Gambar. Deformitas jari Gambar. Muscle wasting


pada
pada artritis rheumatoid eminensia thenar
sinistra

5) Palpasi :
- Perubahan suhu (normal, menurun, meningkat ?
- Kulit : kering, lembab
- Nyeri tekan
- Sendi-sendi di pergelangan tangan adalah radiocarpal joint, distal
radioulnar joint dan intercarpal joint, sedangkan sendi-sendi di
telapak tangan adalah metacarpophalangeal joint, proximal
interphalangeal joint dan distal interphalangeal joint.
6) Pada pergerakan
- ROM Aktif
- ROM Pasif
Gambar 5.Kiri : deviasi radial (normal : 0 - 20o); kanan : deviasi ulnar (normal : 0

- 35o)

Gambar 36. Kiri : pronasi(normal : 0 - 75o); kanan : supinasi (normal : 0 - 80o)

Gambar 37.Kiri : ekstensi(normal : 0 -

70o); kanan : fleksi (normal : 0 - 80o) (Setiati, 2014)

 Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium
- Darah Perifer Lengkap (Complete blood cell count)
- Factor Rheumatoid (FR)
- Laju Endap Darah (LED) atau C-reactive protein (CRP)
- Pemeriksaan Fungsi Hati
- Pemeriksaan Fungsi Ginjal
- Pemeriksaan anti-RA33 (Bila FR dan anti-CCP negatif)
2) Pemeriksaan Radiologi
- Foto Polos (Plain Radiograph)
Pemeriksaan foto polos memiliki peranan penting dalam
menilai kelainan pada sendi, meskipun gambaran yang diberikan
tidak terlalu baik pada beberapa kelainan jaringan lunak.

Aspek yang harus dinilai pada foto polos sendi antara lain:
a) Densitas tulang. Meningkat atau Menurun (Osteopenia)
b) Erosi
c) Kista (Subkondral atau sinovial)
d) Penyempitan celah sendi
e) Distribusi. Unilateral atau Bilateral
f) Produksi tulang (osyeofit, sklerosis subkondral atau osteofikasi
tendon atau ligamen).

- MRI (Magnetic Resonance Imaging) (Setiati, 2014)

8. DD & DS dari scenario

Gejala
Osteoartritis Rheumatoid
Gout
Manus Artritis
Kata Kunci
Wanita 35 tahun - + -
Nyeri pada jari tangan + + +
Kaku pagi hari
berlangsung 30 menit – _ + _
1 jam
Demam tidak
_ + _
menggigil

 OSTEOARTHRITIS

Definisi
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yg berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut,dan pergelangan
kaki paling sering terkena oa. Pasien oa biasanya mengeluh nyeri pada
waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yg terkena.
Pada derajat yg lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga
sangat mengganggu mobilitas pasien. Karena prevalensi yg cukup tinggi
dan sifatnya kronis progresif(Rosani, 2014)

Etiopatogenesis

Berdasarkan patogenesisnya oa dibedakan menjadi dua yaitu oa primer


dan oa sekunder. Osteoarthritis primer disebut juga oa idiopatik yaitu oa
yang kuasanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit
sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Oa sekunder adalah oa
yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik,
pertumbuhan, herediter, jejas mokro dan makro serta imobilisasi yang
terlalu lama. Osteoartritis primer lebih sering ditemukan dibanding oa
sekunder(Rosani, 2014)

Faktor resiko

 umur
Dari semua fakor resiko untuk timbulnya oa, faktor ketuaan adalah
yang terkuat. Prevalensi dan beratnya oa semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. Oa hampir tak pernah pada anak anak, jarang pada
umur dibawah 40 tahun. Dan sering pada umur di atas 60 tahun, akan tetapi
harus diingat bahwa oa bukan akibat ketuaan saja. Perubahan tulang rawan
sendi pada ketuaan bebeda dengan perubahan pada oa.

 jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena oa lutut dan oa banyak sendi. Dan lelaki
lebih sering terkena oa paha, pergelangan tangan dan leher. Secara
keseluruhan , dibawah 45 tahun frekuensi oa kurang lebih sama pada laki
laki dan wanita, tetapi diatas 50 tahun frekuensi oa lebih banyak pada
wanita daripada pria. Hal ini menujukan adanya peran hormonal pada
pathogenesis oa.

 suku bangsa
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada oa nampaknya terdapat
perbedaan di antara masing - masing suku bangsa misalnya oa jarang di
antara orang orang kulit hitam dan asia dari pada kaukasia, oa lebih sering
dijumpai pada orang orang amerika asli, daripada orang orang kulit putih.
Hal ini mungin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan
pada frekuensi kongenital dan pertumbuhan.

 Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya oa misalnya,pada ibu
dari seorang wanita dengan oa pada sendi sendi interfalang distal (nodus
heberden) terdapat dua kali lebih sering oa pada sendi sendi tersebut dan
anak anaknya perempuan cenderung mempunyai 3 kali lebih sering dari
pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa oa tersebut. Adanya mutasi
dalam gen prokolagen II atau gen gen strukutal lain untuk unsur unsur
tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII,proten pengikat atau
proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya kecendeungan oa pada
familial tertentu.

 Kegemukan dan penyakit metabolik


Berat badan yg berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko
untuk timbulnya oa baik pada wanita maupun pada pria.kegemukan ternyata
tak hanya berkaitan dengan oa pada sendi yg menanggung beban , tapi juga
dengan oa sendi lain. Oleh karena itu di samping faktor mekanis yg berperan
diduga terdapat faktor lain yg berperan pada timbulnya kaitan tersebut.

 Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga


Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yg terus menerus
berkaitan dengan meningkatnya risiko oa tertentu.demikian juga cedera
sendi dan olahraga yg sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan
risiko oa yg lebih tinggi.

Riwayat penyakit

Pada umumnya pasien oa mengatakan bahwa keluhan keluhannya


sudah berlangsung lama,tetapi berkembang secara perlahan lahan.

 Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama yg seringkali membawa pasien
ke dokter.nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang
dengan istirahat.

 Hambatan gerakan sendi


Gangguan ini biasanya bertambah berat pelan pelan sejalan dengan
bertambahnya rasa nyeri.

 Kaku pagi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah
imobilitas seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yg cukup lama
atau bahkan setelah bangun tidur.
 Krepitasi
Rasa gemeretak pada sendi yg sakit

 Pembesaran sendi

Penatalakanaan

OA berdasarkan atas distribusinya dan berat ringannya sendi yang


terkena pengelolaannya terdiri dari 3 hal :

1) Terapi non farmakologis


- Edukasi atau penerangan
- Terapi fisik dan rehabilitasi
- Penurunan berat badan

2) Terapi farmakologis
- Analgesik oral non opial
- Analgesic topikal
- Oains
- Chondroprotective
- Steroid intraartikular

3) Terapi bedah
- Malaligment, deformitas lutut vargus-varus dsb
- Atrthroscopi debridement dan joint lavage
- Osteotomi
- Artroplasti sendi total

 GOUT

Definisi

Artritis gout atau dikenal juga sebagai artritis pirai, merupakan


kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi Kristal monosodium
urat didalam cairan ekstraseluler. Gangguan metabolisme yang mendasarkan
artritis gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian
kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl untuk pria dan 6.0 ml/dl untuk wanita
(Setiati,2014)

Epidemiologi

Artritis gout menyebar secara merata di seluruh dunia. Prevalensi


bervariasi antar negara yang kemungkinan disebabkan oleh adanya
perbedaan lingkungan, diet, dan genetik. Di Inggris dari tahun 2000 sampai
2007 kejadian artritis gout 2,68 per 1000 penduduk, dengan perbandingan
4,42 penderita pria dan 1,32 penderita wanita dan meningkat seiring
bertambahnya usia (Setiati,2014)
Sedangkan jumlah kejadian artritis gout di Indonesia masih belum jelas
karena data yang masih sedikit. Hal ini disebabkan karena Indonesia
memiliki berbagai macam jenis etnis dan kebudayaan, jadi sangat
memungkinkan jika Indonesia memiliki lebih banyak variasi jumlah
kejadian artritis gout. Pada tahun 2009 di Maluku Tengah ditemukan 132
kasus, dan terbanyak ada di Kota Masohi berjumlah 54 kasus (Talarima et
al, 2012). Prevalensi artritis gout di Desa Sembiran, Bali sekitar 18,9%,
sedangkan di Kota Denpasar sekitar 18,2%. Tingginya prevalensi artritis
gout di masyarakat Bali berkaitan dengan kebiasaan makan makanan tinggi
purin seperti lawar babi yang diolah dari daging babi, betutu ayam/itik,
pepes ayam/babi, sate babi, dan babi guling (Setiati,2014)

Etiologi

Etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis kelamin, riwayat medikasi,
obesitas, konsumsi purin dan alkohol. Pria memiliki tingkat serum asam urat
lebih tinggi daripada wanita, yang meningkatkan resiko mereka terserang
artritis gout. Perkembangan artritis gout sebelum usia 30 tahun lebih banyak
terjadi pada pria dibandingkan wanita. Wanita mengalami peningkatan
resiko artritis gout setelah menopause, kemudian resiko mulai meningkat
pada usia 45 tahun dengan penurunan level estrogen karena estrogen
memiliki efek urikosurik (Setiati,2014)

Penggunaan obat diuretik merupakan faktor resiko yang signifikan


untuk perkembangan artritis gout. Obat diuretik dapat menyebabkan
peningkatan reabsorpsi asam urat dalam ginjal, sehingga menyebabkan
hiperurisemia. Dosis rendah aspirin, juga meningkatkan kadar asam urat
sedikit pada pasien usia lanjut. Hiperurisemia juga terdeteksi pada pasien
yang memakai pirazinamid, etambutol, dan niasin (Setiati,2014)

Obesitas dan indeks massa tubuh berkontribusi secara signifikan


dengan resiko artritis gout karena berkaitan dengan terjadinya resistensi
insulin. Dengan adanya resistensi insulin akan mengakibatkan gangguan
pada proses fosforilasi oksidatif sehingga kadar adenosin tubuh meningkat
yang mengakibatkan terjadinya retensi sodium, asam urat dan air oleh ginjal
(Setiati,2014)
Konsumsi tinggi alkohol dan diet kaya daging serta makanan laut
(terutama kerang dan beberapa ikan laut lain) meningkatkan resiko artritis
gout. Alkohol dapat mempercepat proses pemecahan adenosin trifosfat dan
produksi asam urat. Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme
purin. Dalam keadaan normalnya, 90% dari hasil metabolit nukleotida
adenine, guanine, dan hipoxantin akan digunakan kembali. Hanya sisanya
yang akan diubah menjadi xantin dan selanjutnya akan diubah menjadi asam
urat oleh enzim xantin oksidase (Setiati,2014)

Patogenesis

Monosodium urat akan membentuk kristal ketika konsentrasinya dalam


plasma berlebih, sekitar 7,0 mg/dl. Diduga kelarutan asam urat dipengaruhi
pH, suhu, dan ikatan antara asam urat dan protein plasma. Kristal
monosodium urat yang menumpuk akan berinteraksi dengan fagosit melalui
dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah dengan cara mengaktifkan sel-
sel melalui rute konvensional yakni opsonisasi dan fagositosis serta
mengeluarkan mediator inflamasi. Mekanisme kedua adalah kristal
monosodium urat berinteraksi langsung dengan membran lipid dan protein
melalui membran sel dan glikoprotein pada fagosit. Interaksi ini
mengaktivasi beberapa jalur transduksi. Proses diatas akan menginduksi
pengeluaran interleukin (IL) pada sel monosit yang merupakan faktor
penentu terjadinya akumulasi (Setiati,2014)

Salah satu komponen utama pada inflamasi akut adalah pengaktifan


yang menyebabkan vasodilatasi dengan peningkatan aliran darah,
peningkatan permeabilitas terhadap protein plasma dan pengumpulan lekosit
ke dalam jaringan. Pada beberapa pasien gout atau yang dengan
hiperurisemia asimptomatik kristal urat ditemukan pada sendi
metatarsofalangeal dan lutut yang sebelumnya tidak pernah mendapat
serangan akut. Dengan demikian gout dapat timbul pada keadaan
asimptomatik. Peradangan atau inflamasi merupakan reaksi penting pada
artritis gout. Reaksi untuk menetralisir dan menghancurkan agen penyebab
serta mencegah perluasan agen penyebab ke jaringan yang lebih luas.
Reaksi inflamasi yang berperan dalam proses melibatkan makrofag,
neutrofil, yang nantinya menghasilkan berbagai mediator kimiawi antara
lain, TNF-α, interleukin-1, interleukin-6, interleukin-8, alarmin, dan
leukotrien (Setiati,2014)

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis artritis gout terdiri dari artritis gout asimptomatik,


artritis gout akut, interkritikal gout, dan gout menahun dengan tofus.
Serangan artritis gout akut terjadi ditandai dengan nyeri pada sendi yang
erat dan biasanya bersifat monoartikular. Pada 50% serangan pertama
terjadi pada metatarsophalangeal (podagra). Semakin lama serangan
mungkin bersifat poliartikular dan menyerang ankles, knee, wrist, dan
sendi-sendi pada tangan. Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa
trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stres, tindakan operasi,
pemakaian obat diuretik atau penurunan dan peningkatan asam urat
(Setiati,2014)
Stadium interkritikal merupakan periode interkritik asimptomatik.
Walaupun secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda radang akut, namun
pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Keadaan ini dapat terjadi satu
atau beberapa kali pertahun, atau dapat sampai 10 tahun tanpa serangan akut
(Setiati,2014)
Stadium gout biasanya disertai tofus yang banyak dan terdapat
poliartikuler. Tofus terbentuk pada masa artritis gout kronis akibat
insolubilitas relatif asam urat. Secara klinis tofus ini mungkin sulit
dibedakan dengan nodul rematik. Pada masa kini tofus jarang terlihat dan
akan menghilang dengan terapi yang tepat (Setiati,2014)

Diagnosis

Diagnosis artritis gout dilakukan sesuai dengan kriteria dari The


American College of Rheumatology (ACR) yaitu terdapat kristal urat dalam
cairan sendi atau tofus dan/atau bila ditemukan 6 dari 12 kriteria yaitu,
inflamasi maksimum pada hari pertama, serangan akut lebih dari satu kali,
artritis monoartikuler, sendi yang terkena berwarna kemerahan,
pembengkakan dan nyeri pada sendi metatarsofalangeal, serangan pada
sendi metatarsofalangeal unilateral, adanya tofus, hiperurisemia, pada foto
sinar-X tampak pembengkakan sendi asimetris dan kista subkortikal tanpa
erosi, dan kultur bakteri cairan sendi negatif (Setiati,2014)

Penatalaksanaan

1) Terapi medikamentosa bertujuan untuk mengatasi serangan akut,


mencegah berulangnya serangan artritis, mencegah dan mengatasi
komplikasi sebagai akibat deposisi Kristal monosodium urat di
sendi/ginjal/jaringan lain, serta mencegah dan mengatasi kondisi yang
terkait gour seperti obesitas, hiperglikemia, hipertensi.
Pengobatan artritis gout terdiri atas 2 tahap, yaitu :
a. Tahap 1 : pada stadium akut, pengobatan artritis gout bertujuan
menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan.
 Kolkisin per oral 0,5 – 0,6 mg setiap 2 jam
 OAINS
 Kortikosteroid
b. Tahap 2 : menjaga kadar asam urat darah agar selalu dalam batas
normal. Golongan obat yang digunakan adalah obat urikosurik dan
pengahambat xantin oksidase.
 Alopurinol
 Obat urikosurik yang umum digunakan adalah probenesid

Komplikasi

Menurut Rotschild (2013), komplikasi dari artritis gout meliputi severe


degenerative arthritis, infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi.
Penderita dengan artritis gout membentuk batu ginjal karena urin memilki
pH rendah yang mendukung terjadinya asam urat yang tidak terlarut
(Setiati,2014)

Prognosis

Prognosis artritis gout dapat dianggap sebuah sistem bukan penyakit


sendiri. Dengan kata lain prognosis penyakit artritis gout merupakan
prognosis penyakit yang menyertainya. Artritis gout sering dikaitkan dengan
morbiditas yang cukup besar, dengan episode serangan akut yang sering
menyebabkan penderita cacat. Namun, artritis gout yang diterapi lebih dini
dan benar akan membawa prognosis yang baik jika kepatuhan penderita
terhadap pengobatan juga baik. Jarang artritis gout sendiri yang
menyebabkan kematian atau fatalitas pada penderitanya. Sebaliknya, artritis
gout sering terkait dengan beberapa penyakit yang berbahaya dengan angka
mortalitas yang cukup tinggi seperti hipertensi, dislipidemia, penyakit
ginjal, dan obesitas. Penyakit-penyakit ini bisa muncul sebagai komplikasi
maupun komorbid dengan kejadian artritis gout (Setiati,2014)

 Artritis Rheumatoid

Definisi
Artritis rheumatoid merupakan penyakit inflamasi kronik sisstemik yang
ditandai dengan pembengkakan dan nyeri sendi, serta dekstruksi membrane
synovial persendian. Artritis rheumatoid dapat mengakibatkan terjadinya
disabilitas berat serta mortalitas (Setiati,2014)
Etiologi

Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun yang terjadi pada individu


rentan setelah respon imun terhadap agen pemicu. Agen pemicunya antara
lain bakteri, mikoplasma, atau virus yang menginfeksi sendi. Biasanya
respon antibodi awal terhadap mikroorganisme diperantarai oleh IgG.
Antibodi yang ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut reumatoid
factor (RF). RF menetap di kapsul sendi sehingga menyebabkan inflamasi
kronik dan kerusakan jaringan. Pathogenesis Artritis reumatoid dapat terjadi
akibat rantai peristiwa imunologis yang terdapat dalam genetik. Terdapat
kaitan dengan penanda genetik seperti HLA-DR4 dan HLA-DR5 pada orang
kulit putih. Namun pada orang amerika berkulit hitam, jepang, dan indian
Chippewa, hanya ditemukan kaitannya dengan HLA-DR4 (Setiati,2014)

Faktor Risiko

1. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya AR, faktor usia adalah
yang terkuat. Prevalensi dan beratnya AR semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. AR hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada
umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
2. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena AR lutut dan sendi, dan lelaki lebih
sering terkena AR paha, pergelangan tangan dan leher. Secara
keseluruhan di bawah 45 tahun frekuensi AR kurang lebih sama pada
laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi AR lebih banyak pada
wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada
patogenesis AR.
3. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya AR. Sebagai
contoh, pada ibu dari seorang wanita dengan AR pada sendi-sendi
interfalang distal terdapat dua kali lebih sering AR pada sendi-sendi
tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali
lebih sering dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa AR.
4. Suku
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada AR nampaknya terdapat
perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya AR paha
lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada
kaukasia. AR lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli
dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan
cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan
pertumbuhan.
5. Obesitas (Kegemukan)
Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan AR pada sendi
yang menanggung beban, tapi juga dengan AR sendi lain (tangan atau
sternoklavikula).
6. Aktifitas/mobilitas yang berlebihan
Aktifitas penderita dengan usia yang sangat lanjut sangatlah
membutuhkan perhatian yang lebih, karena ketika penderita dengan
kondisi tubuh yang tidak memungkinkan lagi untuk banyak bergerak,
akan memberatkan kondisi penderita yang menurun terlebih lagi system
imun yang sangat buruk. Hal ini dikarenakan kekuatan sistem
musculoskeletal penderita yang tidak lagi seperti usianya beberapa tahun
yang lalu, masih dapat beraktifitas maksimal.
7. Lingkungan

Mereka yang terdiagnosis atritis reumatoid sangatlah diperlukan


adanya perhatian lebih mengenai keadaan lingkungan. Banyak
diantaranya ketika keadaan suhu lingkungan sekitar penderita yang
cukup dingin, maka penderita akan merasa ngilu, kekakuan sendi pada
area-area yang biasa terpapar, sulit untuk mobilisasi, dan bahkan
kelumpuhan.

Patofisiologi

Rheumatoid arthritis akibat reaksi autoimun dalam jaringan sinovial


yang melibatkan proses fagositosis. Dalam prosesnya, dihasilkan enzim-
enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut selanjutnya akan memecah
kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya
terjadi pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan
sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan merasakan nyeri akibat
serabut otot mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya
kemampuan elastisitas pada otot dan kekuatan kontraksi otot (Setiati,2014)

Manifestasi Klinik

1) Gejala konstitusional : penurunan berat badan, malaise, depresi, demam,


dan kakeksia.
2) Manifestasi artikular, dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu :
a. Manifestasi reversible berkaitan dengan inflamasi sinovium:
 Kekakuan sendi pada pagi hari
 Ditemukan tanda synovitis : kemerahan, bengkak, panas,
maupun nyeri.
b. Manifestasi ireversibel akibat penipisan kartilago dan erosi tulang
periartikular. Tanda dan gejala muncul sesuai predileksi sendi :
 Vertebra servikalis : kekakuan pada seluruh segmen leher,
berkurangnya lingkup gerak sendi, gangguan stabilitas sendi.
 Gelang bahu : berkurangnya lingkup gerak sendi hingga terjadi
kekakuan gelang bahu berat
 Siku : dapat ditemukan synovitis artikulasio kubiti
 Tangan : pembengkakan fusiformis di PIP, swan neck
deformities, boutonniere, CTS, tenosynovitis.
 Kaki : rasa nyeri, pronasi dan eversi akibat spasme otot,
hammer toe.

3) Manifestasi ekstraartikular (luar sendi) : reumatik juga dapat


menyerang organ-organ lain diluar sendi.

Diagnosis

Kriteria diagnosis AR menurut ARA 1987 mencakup 7 poin berikut :


1) Kaku pada pagi hari di persendian atau sekitarnya sekurang – kurangnya 1 jam
2) Timbul artritis pada 3 daerah persendian atau lebih secara bersamaan
3) Terdapat artritis, minimal pada satu persendian tangan
4) Terdapat artritis yang bersifat simetris
5) Ditemukan nodul rheumatoid
6) Faktor rheumatoid serum yang positif
7) Perubahan gambar radiologi yang menunjukkan adanya erosi atau
dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau di sekitar sendi.

Diagnosis AR ditegakkan jika ditemukan kriteria 1 – 4 yang dialami


minimal 6 minggu. Selain kriteria diatas dapat pula digunakan kriteria
ACR/Eular 2010. Jika skor yang didapat ≥6, maka pasien pasti menderita
AR, sebaliknya jika skor <6, pasien mungkin memenuhi kriteria AR secara
prospektif maupun retrospektif.

Penatalaksanaan

1) Terapi medikamentosa :
 OAINS
 DMARDs
Terapi DMARD dapat dilakukan secara tunggal maupun
kombinasi.
- Sulfasalazine
- MTX
- Klorukiun fosfat atau hidroksiklorokuin
- Leflunomid
- Agen biologik
- Kortikosteroid sistemik

2) Terapi bedah ortopedi

Untuk memperbaiki fungsi, mobilitas, dan mengontrol nyeri.


Prosedur dapat berupa tendon repair dan transfer, operasi carpal tunnel,
total joint replacement, serta stabilisasi sendi servikal yang tidak stabil.

3) Terapi orthoic dapat berupa :


- Penggunaan ortotic dan bidal
- Modalitas fisik
- Latihan sendi
- Edukasi dan proteksi

Komplikasi

Komplikasi AR umumnya tidak berssifat fatal. Namun penyakit ini


bersifat progresif sehingga keterbatasan dan nyeri sendi dapat semakin berat
bila tidak diobati (Setiati,2014)

Prognosis

Prognosis AR sangat bergantung dari waktu diagnosis dan pengobatan


dimulai. Sekitar 40% pasien AR mengalami hendaya dalam 10 tahun
kedepannya. Penggunaan DMARD kurang dari 12 minggu setelah gejala
awal menunjukkan hasil remisi yang lebih baik (Setiati,2014)

Anda mungkin juga menyukai