Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus

1. De quervain’s syndrome

De quervain’s syndrome merupakan problem nyeri yang dihasilkan oleh

adanya peradangan tendon pada daerah pergelangan tangan tepatnya pada daerah

ibu jari (Ilyass, 2008). Peradangan disertai nyeri terjadi pada selaput tendon yang

berada di sarung sinovial, yang menyelubungi otot ekstensor pollicis brevis dan

otot abduktor pollicis longus. Tendon dan otot ekstensor pollicis brevis dan

abduktor pollicis longus berfungsi mengontrol posisi, orientasi, pertahanan beban,

dan menjaga stabilitas sendi ibu jari. Pada De quervain’s syndrome terjadi

penebalan retinakulum ekstensor pada kompartemen dorsal (ekstensor) pertama

pergelangan tangan, menjadi tiga hingga empat kali lebih tebal dibandingkan

normal (Suryani, 2018).

2. Anatomi pergelangan tangan

Sebelum melakukan penatalaksanaan fisioterapi pada kasus De quervain’s

syndrome, perlu untuk mempelajari anatomi fungsional tangan terlebih daluhu.

6
7
a. Tulang pembentuk tangan

Tulang pembentuk tangan terdiri dari tulang-tulang pergelangan tangan

(ossa carpi), tulang-tulang telapak tangan (ossa metacarpi) dan ruas-ruas jari

tangan (phalangis digitorum manus).

b. Persendian pada tangan

Articulatio yang terdapat pada wrist joint adalah articulatio radio carpalis

dan articulation carpo metacarpea. Articulatio radio carpalis dibentuk oleh facies

articularis carpea radii dengan ossa scapoideum, lunatum, triquetrum dengan tipe

sendi ellipsoidea. Pada articulatio carpo metacarpea dibentuk oleh permukaan

proksimal dari os metacarpal dengan ossa carpal bagian distal dengan tipe sendi

saddle joint (Yusuf dan Wulandari, 2015).

c. Otot-otot pada tangan

Gerakan jari tangan terdiri dari gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi,

dan oposisi. Gerakan-gerakan tersebut dilakukan oleh otot-otot tangan, (1)

musculus fleksor pollicis brevis, (2) musculus ekstensor pollicis brevis, (3)

musculus abduktor pollicis longus, (4) musculus adduktor pollicis longus (Yusuf

dan Wulandari, 2015).


8

Gambar 2.1
Tulang tangan, ossa manus (Putz dan Pabst, 2003)
Keterangan gambar 2.1 :
1. os. lunatum 14. os. scaphoideum
2. os. triquertum 15. tuberculum ossi scaphoidei
3. os. pisiforme 16. tuberculum ossis trapezii
4. os. capitatum 17. os. trapezium
5. os. hamatum 18. os. trapezoideum
6. hamulus ossis hamati 19. proc. styloideus ossis metacarpi III
7. basis ossis metacarpi 20. os. metacarpi I
8. corpus ossis metacarpi 21. ossa sesamoidea
9. caput ossis metacarpi 22. phalanx proximalis
10. basis phalanges 23. phalanx distalis
11. corpus phalanges 24. phalanx proximalis
12. caput phalanges 25. phalanx media
13. tuberositas phalangis distalis 26. phalanx distalis
9

Gambar 2.2
Otot-otot tangan (Putz and Pabst, 2003)
Keterangan gambar 2.2:
1. m.abductor pollicis longus, tendines 12. m.pronator quadratus
2. m.flexor carpi radialis, tendo 13. articulatio radiocarpalis
3. m.abductor pollicis brevis 14. m.flexor pollicis brevis,
4. m.flexor pollicis brevis, caput superficiale caput profundum
5. m.flexor pollicis brevis, caput profundum
6. m.opponens pollicis
7. m.abductor pollicis brevis
8. m.flexor pollicis brevis, caput superficiale
9. m.adductor pollicis brevis
10. m.flexor pollicis longus, tendo
11. m. interosseus dorsalis I
10

Gambar 2.3
Otot-otot tangan tampak dorsal (Putz and Pabst, 2003)
Keterangan 2.3 :
1. m.extensor digitorum, tendines 10. m.interosseus dorsalis II
2. m.extensor carpi ulnaris, tendo 11. m.interosseus dorsalis II
3. m.extensor digiti minimi
4. connexus intertendinei
5. retinaculum musculorum extensorum
6. m.extensor carpi radialis brevis, tendo
7. m.extensor carpi radialis longus, tendo
8. m.extensor pollicis brevis, tendo
9. m.extensor pollicis longus, tendo
11
d. Persarafan pada tangan

Persarafan yang terdapat pada tangan yaitu, (1) nervus radialis, (2) nervus

medianus, (3) nervus ulnaris (Yusuf dan Wulandari, 2015).

Nervus radialis adalah cabang terbesar dari pleksus dan merupakan

kelanjutan dari posterior cord, dengan serabut saraf dari C6. C7, dan C8. Nervus

radialis memberikan inervasi pada otot ekstensor dan supinator yang terletak pada

lengan atas dan lengan bawah dan memberikan persarafan sensoris pada bagian

distal. Nervus radialis ini melewati latissimus dorsi hingga ke dalam arteri axilla

dan melewati batas inferior teres major, berjalan memutar pada bagian medial

humerus, dan memasuki otot tricep diantara long dan medial heads. Nervus

radialis mengikuti spiral groove di humerus, kemudian menembus ke lateral

intermuskular septum (10 cm proksimal dari lateral epicondylus) dari posterior ke

anterior, dan melewati antara brachialis serta brachio radialis sehingga berada

pada epicondylus lateral humerus (Barral, 2007).

Nervus medianus berasal dari medial dan lateral pleksus brachialis yang

mengandung serabut saraf dari C5, C6, dan T1. Setelah berasal dari pleksus

brachialis di axilla, nervus medianus turun ke lengan. Di pertengahan lengan,

nervus melintasi arteri brachialis di sisi medial. Nervus medianus melewati

anterior lengan bawah fossa cubital. Di lengan bawah, nervus lewat diantara

fleksor digitorum profundus dan otot fleksor digitorum superficialis (Jones, 2018).

Nervus ulnaris berasal dari pleksus brachialis. Ini adalah kelanjutan dari

medial cord, mengandung serabut dari akar tulang belakang C8 dan T1. Setelah

keluar dari pleksus brachialis, nervus ulnaris turun ke medial lengan atas. Di siku
12
melewati posterior ke epicondylus medial humerus dan memunculkan cabang

artikular yang memasok sendi siku. Nervus ulnaris dapat diraba dan rentan

terhadap cedera pada epicondylus medial. Di lengan bawah, nervus ulnaris

melewati dua cabang fleksor carpi ulnaris, dan masuk jauh ke dalam otot, di

samping ulna. Nervus ulnaris menginervasi otot-otot di anterior lengan bawah dan

di tangan (Jones, 2018).

3. Biomekanik pergelangan tangan

a. Osteokinematika

Osteokinematik adalah pergerakan yang terjadi pada tulang.

Osteokinematik pada wrist joint memiliki dua derajat kebebasan gerak yaitu

fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi. Osteokinematik yang terdapat pada ibu jari

terdapat 3 sendi yang terdiri dari metacarpophalangeal joint, interphalangeal

joint dan carpometacarpal (Yusuf dan Wulandari, 2015).

b. Arthrokinematika

Arthrokinematik adalah gerakan yang terjadi pada permukaan sendi. Gerak

arthrokinematik pada radiocarpal joint adalah pada palmar fleksi translasi distal

radius ke dorsal, dorsal fleksi translasi distal radius ke arah palmar, ulnar

deviation translasi ke arah radial. Radial deviasi ke arah ulnar, traksi ossa carpea

ke arah distal searah axis os radii, sedikit serong ke palmar-ulnar (Yusuf dan

Wulandari, 2015).
13
4. Etiologi

Penyebab dari De quervain’s syndrome belum diketahui secara pasti, tetapi

ada beberapa faktor yang dianggap menjadi penyebab dari sindrom ini yaitu:

a. Overuse

Gerakan yang berlebihan dan terlalu dibebani pada sendi carpometacarpal

I dapat menyebabkan rupture dan peradangan pada daerah tersebut sebagai akibat

dari pergesekan, tekanan, dan iskemia daerah persendian (Appley and Solomon,

1995).

b. Trauma langsung

Trauma langsung yang menyerang pada tendo m. abduktor pollicis longus

dan m. ekstensor pollicis brevis dapat menyebabkan kerusakan jaringan serta

peradangan yang bisa menimbulkan reaksi nyeri (Yusuf dan Wulandari, 2015).

c. Peradangan sendi

Kerusakan persendian akibat radang dapat mengakibatkan terjadinya erosi

tulang yang terjadi pada bagian tepi sendi akibat meluasnya jaringan fibrosa dan

akibat resorbsi tulang serta pada tendon terjadi tenosinovitis yang disertai

penambahan jumlah kolagen yang dapat menyebabkan rupture tendo baik total

maupun sebagian (Yusuf dan Wulandari, 2015).

5. Patofisiologi

Gerakan dan beban berlebihan pada sekitar sendi carpometacarpal I

menimbulkan gesekan, tekanan, dan iskemia, apabila terus-menerus akan

menimbulkan peradangan, mengakibatkan bengkak dan nyeri. Inflamasi daerah


14
ini umumnya terjadi pada penggunaan tangan dan ibu jari untuk kegiatan berulang

atau repetitif (Suryani, 2018).

De quervain’s syndrome timbul akibat mikrotrauma kumulatif (repetitif).

Trauma minor repetitif atau penggunaan berlebihan jari-jari tangan (overuse)

menyebabkan malfungsi pembungkus tendon, pembungkus tendon akan

mengalami penurunan produksi dan kualitas cairan sinovial. Cairan sinovial

berfungsi sebagai lubrikan, sehingga gangguan produksi dan kualitas

mengakibatkan gesekan antara otot dan pembungkus tendon. Proses gesekan yang

terus-menerus akan mengakibatkan inflamasi pembungkus tendon, diikuti

proliferasi jaringan ikat fibrosa. Proliferasi jaringan ikat fibrosa akan memenuhi

hampir seluruh pembungkus tendon menyebabkan pergerakan tendon terbatas.

Stenosis atau penyempitan pembungkus tendon tersebut akan mempengaruhi

pergerakan otot-otot abduktor pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis. Pada

kasus-kasus lanjut akan terjadi perlengketan tendon dengan pembungkusnya.

Gesekan otot-otot ini akan merangsang saraf di sekitar otot, sehingga

menimbulkan nyeri saat ibu jari digerakkan. Nyeri ibu jari merupakan keluhan

utama penderita De quervain’s syndrome (Suryani, 2018).


15

Gambar 2.4
Inflamasi pada De Quervain’s Syndrome (Mirasari, 2015)
Keterangan gambar 2.4 :
1. Selubung tendon
2. Tendon
3. Pembengkakan dan peradangan

6. Tanda dan gejala

Pada penderita De quervain’s syndrome terdapat tanda dan gejala yang

ditimbulkan yaitu, a) nyeri pada ibu jari atau pergelangan tangan yang makin

memburuk bila dilakukan gerakan berulang-ulang pada ibu jari atau memutar

pergelangan tangan, b) biasanya terdapat pembengkakan sekitar 1-2 cm proksimal

dari styloid radius, c) karena pembengkakan dan nyeri mengakibatkan kesulitan

menggerakan ibu jari dan pergelangan tangan, d) iritasi pada nervus di atas tendon

sheath (selubung tendon) mengakibatkan rasa baal pada dorsal ibu jari dan

telunjuk (Chaidir, 1999).


16
7. Komplikasi

Rasa nyeri pada gerakan ibu jari sebagai akibat dari peradangan m.

abduktor pollicis longus dan m. ekstensor pollicis brevis dapat menimbulkan

komplikasi berupa kelemahan otot, rupture otot serta disuse atrofi (Clarke, 2008).

Penanganan non-operatif dan operatif pada De quervain’s syndrome memiliki

komplikasi masing-masing. Komplikasi pada penanganan non-operatif dengan

suntikan kortikosteroid yaitu hilangnya pigmen pada area suntikan, nekrosis,

lemak dan atrophy subcutaneous. Selain itu, infeksi atau cidera saraf meskipun

jarang terjadi tetapi masih tetap ada (Magee, 2009). Penanganan secara operatif

beresiko terhadap cabang sensoris superficial dari nervus radialis karena

berdekatan dengan tendon dan dengan mudah dapat mengalami cidera saat operasi

berlangsung (Magee, 2009).

8. Prognosis

Pada kasus De quervain’s syndrome prognosis umumnya baik. Kasus-

kasus dini biasanya berespons baik pada terapi non-bedah. Pada kasus-kasus

lanjut dan tidak merespons baik dengan terapi non-bedah, maka dilakukan

pembedahan dengan meminimalisir tekanan pada bagian dorsal pertama

pergelangan tangan. Pasien De quervain’s syndrome perlu menghindari aktivitas

yang repetitif pada pergelangan tangan atau ibu jari hingga tercapai pengobatan

optimal (Suryani, 2018).


17
9. Diagnosis banding

a. Carpal tunnel syndrome

Carpal tunnel syndrome yaitu nyeri meluas ke pergelangan tangan. Nyeri

pada tahap awal dirasakan pada pergelangan tangan hingga menjalar ke jari 1, 2, 3

dan setengah jari ke 4 (Brotzman dan Wilk, 2003). Carpal tunnel syndrome adalah

kumpulan gejala yang disebabkan oleh kompresi pada nervus medianus akibat

inflamasi pada pergelangan tangan (Mirasari, 2015).

b. Kienbock’s disease

Kienbock’s disease yaitu suatu kondisi suplai darah ke salah satu tulang

kecil di pergelangan tangan, os lunatum terganggu (Fischer, 2012). Kienbock’s

disease (nekrosis lunatum atau lunatomalacia) merupakan proses etiologi yang

tidak diketahui yang menyebabkan osteonekrosis tulang lunatum yang

menyebabkan nyeri pergelangan tangan, penurunan gerakan tangan, dan

kelemahan pegangan pada tangan (Azhar, M. S, et al., 2011).

c. Cheiralgia paresthetica (Watenberg syndrome)

Cheiralgia paresthetica (Waterberg syndrome) disebabkan oleh kompresi

pada cabang superficial nervus radialis yang mempersarafi bagian dorsal ibu jari

dan sebagian jari telunjuk. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan kronis pada

saraf, aktivitas yang melakukan gerakan repetitif, maupun trauma. Pasien dengan

sindrom ini mengeluh rasa nyeri pada bagian tangan. Diagnosis dapat ditegakkan

dengan pemeriksaan Tinel’s sign yaitu dengan mengetuk ringan diatas nervus

radialis dan pasien akan merasakan sensasi yang serupa dengan sengatan listrik

ringan (Mirasari, 2015).


18
d. Fraktur scaphoid

Fraktur scaphoid yaitu nyeri daerah fovea radialis pada kompartemen

dorsal pertama (Suryani, 2018). Fraktur scaphoid adalah patah di salah satu tulang

kecil pergelangan tangan. Gejala fraktur scaphoid biasanya rasa nyeri dan

tenderness di area tepat di bawah pangkal ibu jari. Gejala dapat memburuk ketika

mencoba untuk mencubit atau memegang sesuatu. Komplikasi fraktur scaphoid

yaitu nonunion (tulang yang gagal sembuh), nekrosis avaskularisasi, dan arthritis

(Jones and Rozental, 2016).

e. Intersection syndrome

Intersection syndrome yaitu tenosynovitis tendon kompartemen dorsal

pertama (tendon m. abduktor pollicis longus dan m. ekstensor pollicis brevis)

sampai ke tendon kompartemen dorsal keduanya (m. ekstensor carpi radialis

longus dan m. ekstensor carpi radialis brevis) dengan gejala nyeri dan inflamasi

bagian distal daerah dorsolateral lengan bawah. Nyeri pada sindrom ini lebih ke

arah lateral dibandingkan pada De quervain’s syndrome (Suryani, 2018).

B. Problematika Fisioterapi

Problematika fisioterapi yang dijumpai pada pasien dengan kondisi De

quervain’s syndrome adalah:


19
1. Impairment

Impairment merupakan keadaan abnormalitas yang sering terjadi pada

kondisi De quervain’s syndrome adalah a) nyeri, b) oedem, c) spasme, d)

keterbatasan LGS (Lingkup Gerak Sendi), e) penurunan kekuatan otot.

2. Functional limitation

Functional limitation merupakan keterbatasan kemampuan fungsional

sebagai akibat dari impairment. Adanya keterbatasan fungsional pada penderita

De quervain’s syndrome seperti, a) mengetik, b) mencuci, c) texting, d) menulis,

e) menggenggam, f) mengendarai motor, g) memotong.

3. Participation restriction

Participation restriction pada penderita De quervain’s syndrome berupa a)

keterbatasan dalam pekerjaan, b) keterbatasan dalam olahraga, c) keterbatasan

dalam rekreasi, d) keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari.

C. Teknologi Intervensi Fisioterapi

1. Stretching

Stretching (peregangan) adalah gerakan yang diterapkan oleh kekuatan

dari luar maupun dari dalam untuk meningkatkan fleksbilitas otot dan rentang

gerak sendi (Weerapong, et al., 2004). Menurut Cahyoko (2016), peregangan

adalah latihan fisik yang meregangkan sekumpulan otot agar mendapatkan otot
20
yang elastis dan nyaman yang biasa dilakukan sebelum dan sesudah olahraga.

Menurut Sutapa (2007), stretching juga merupakan suatu proses yang bertujuan

mengadakan perubahan-perubahan fisiologis dalam tubuh dan menyiapkan organ-

organ dalam untuk menghadapi aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan.

Stretching yang dapat dilakukan antara lain:

a. Opposition stretch

Tangan diletakkan di atas meja, telapak tangan ke atas. Ujung ibu jari

disentuhkan ke jari kelingking. Posisi ditahan selama 6 detik. Diulangi 10 kali.

b. Wrist stretch

Dilakukan dengan satu tangan, bantu untuk menekuk pergelangan tangan

yang berlawanan ke bawah dengan menekan punggung tangan dan ditahan selama

15 hingga 30 detik. Siku dijaga tetap lurus. Dilakukan 3 set di masing-masing

tangan.

c. Wrist flexion

Pegangan kaleng atau palu dipegang dengan telapak tangan menghadap ke

atas. Pergelangan tangan ditekuk ke atas. Berat badan diturunkan secara perlahan

dan kembali ke posisi awal. Dilakukan 3 set 10 kali pengulangan. Secara bertahap

ditambah berat kaleng atau berat yang dipegang.

d. Wrist radial deviation strengthening

Pergelangan tangan diletakkan pada posisi menyamping jempol ke atas.

Sekaleng sup atau palu dipegang dan pergelangan tangan ditekuk dengan lembut,

dengan ibu jari meraih ke langit-langit. Perlahan diturunkan ke posisi awal.


21
Seluruh lengan jangan digerakkan. Latihan ini dilakukan 3 set 10 kali

pengulangan.

e. Wrist extension

Kaleng sup atau palu dipegang dengan telapak tangan menghadap turun.

Pergelangan tangan ditekuk perlahan ke atas. Berat badan diturunkan secara

perlahan ke posisi awal. Dilakukan 3 set 10 kali pengulangan. Secara bertahap

ditambah berat objek yang dipegang.

f. Grip strengthening

Bola karet diremas dan ditahan selama 5 detik. Dilakukan 3 set 10 kali

pengulangan.

g. Finger spring

Karet gelang besar ditempatkan diluar ibu jari dan jari-jari yang lainnya.

Jari dibuka untuk meregangkan karet. Dilakukan 3 set 10 kali pengulangan

(Singh, 2007).

Menurut Kokkonen dan Nelson (2007), gerakan stretching lain yang dapat

dilakukan yaitu:

a. Finger flexor stretch

Dilakukan dengan posisi duduk atau berdiri, arahkan jari ke atas dengan

flexi elbow 90o dan extensi wrist sejauh mungkin

b. Finger extensor stretch

Dilakukan dengan posisi duduk atau berdiri, putar lengan sehingga telapak

tangan menghadap ke atas dan flexi elbow hingga 90o, flexi wrist hingga 90o dan

flexi jari-jari sehingga mengarah ke siku lalu letakkan tangan yang berlawanan
22
diatas jari dan tekan jari ke bawah ke arah lengan bawah. Dilakukan selama 8 kali

hitungan dengan 5 kali pengulangan pada setiap gerakan (Kokkonen dan Nelson,

2007).

2. Massage

Massage adalah suatu seni gerak tangan yang ditujukan sebagai media

untuk mengembalikan keadaan tubuh kembali normal (Wijanarko dan Riyadi,

2010). Menurut Priyonoadi (2011), massage adalah suatu seni gerak tangan yang

bertujuan untuk mendapatkan ketenangan dan memelihara kesehatan jasmani.

Massage didefinisikan dengan gerakan-gerakan tangan yang mekanis terhadap

tubuh manusia dengan mempergunakan bermacam-macam bentuk pegangan atau

manipulasi. Massage akan menimbulkan suatu pengaruh fisiologis dan mekanis

yang memberikan suatu relaksasi atau mengurangi rasa sakit akibat adanya

pembengkakan (Dewi, 2013). Massage dalam hal ini merupakan manipulasi dari

struktur jaringan lunak yang dapat menenangkan serta mengurangi stress

psikologis dengan meningkatkan hormon morphin endogen seperti endorphin,

enkefalin dan dinorfin sekaligus menurunkan kadar stress hormon seperti hormon

cortisol, norepinephrine dan dopamine (Best, et al., 2008). Pendapat lain juga

mengatakan bahwa massage adalah manipulasi jaringan lunak tubuh. Manipulasi

ini dapat mempengaruhi sistem saraf, otot, pernafasan, sirkulasi darah, dan limfa

secara lokal maupun umum (Giam dan Teh, 1993).


23
a. Efek-efek pemberian massage

Secara fisiologis, massage terbukti dapat menurunkan denyut jantung,

meningkatkan tekanan darah, meningkatkan sirkulasi darah dan limfe,

mengurangi ketegangan otot, meningkatkan jangkauan gerak sendi serta

mengurangi nyeri (Callaghan, 1993).

Best (2008), menguraikan bahwa massage dapat memberikan efek antara

lain: (1) Membantu mengurangi pembengkakan pada fase kronis lewat mekanisme

peningkatan aliran darah dan limfe, (2) Mengurangi persepsi nyeri melalui

mekanisme penghambatan rangsang nyeri (gate control) serta peningkatkan

hormon morphin endogen, (3) Meningkatkan relaksasi otot sehingga mengurangi

ketegangan/spasme atau kram otot, (4) Meningkatkan jangkauan gerak, kekuatan,

koordinasi, keseimbangan dan fungsi otot sehingga dapat meningkatkan performa

fisik atlet sekaligus mengurangi resiko terjadinya cedera pada atlet, (5) Berpotensi

untuk mengurangi waktu pemulihan dengan jalan meningkatkan supply oksigen

dan nutrient serta meningkatkan eliminasi sisa metabolisme tubuh karena terjadi

peningkatan aliran darah.

Massage juga mempunyai pengaruh terapeutik umum dan fisiologis, yaitu

dapat menguatkan otot melalui gerakan-gerakan yang tetap dan berirama,

merangsang sirkulasi cairan-cairan tubuh seperti darah dan limfe, merangsang

keadaan supel melalui manipulasi dari jaringan tulang, mengatasi problem-

problem muskuloskeletal seperti sendi yang dapat dikurangi dengan

meningkatkan keadaan supel dari otot, system saraf dapat bekerja lebih harmonis

melalui stimulasi dan relaksasi, organ-organ dalam terstimulasi dan fungsinya


24
lebih baik sehingga dapat merangsang secara langsung kelenjarkelenjar hormon,

dan menyebabkan kekakuan otot dapat dikurangi atau dihindari (Hanief, et al.,

2019).

b. Indikasi pemberian massage

Beberapa kondisi yang merupakan indikasi pemberian massage antara

lain: (1) kasus-kasus yang memerlukan rileksasi, (2) kasus oedem paska cidera,

(3) kasus perlengketan jaringan pasca oedem (Widiarti, 2018).

c. Kontra indikasi pemberian massage

Beberapa kondisi yang merupakan kontra indikasi pemberian massage

menurut Hanief, et al (2019) antara lain:

1) Luka baru

Jika menderita luka dalam keadaan yang masih baru atau pembengkakan.

Misalnya: bengkak, luka bakar, dan luka gores. Hal tersebut jika diberikan

perlakuan dengan massage dikhawatirkan akan menyebabkan pecahnya sel-sel

atau jaringan yang baru terbentuk.

2) Penyakit kulit

Jika memiliki atau menderita penyakit kulit tertentu, misalnya: borok atau

bisul yang mengakibatkan semakin luasnya luka tersebut dan menyebabkan

adanya infeksi pada kulit.

3) Fraktur

Pada kondisi fraktur, karena dengan melakukan massage pada tulang yang

mengalami fraktur akan mengakibatkan bergesernya letak dari ujung fragmen

yang dimiliki tulang tersebut.


25
4) Peradangan akut

Pada pasien yang memiliki peradangan akut. Misalnya peradangan akut,

pasien memiliki penyakit tuberkolusis, dan radang kelenjar.

5) Kelainan pembuluh darah

Pasien yang memiliki kelainan pada pembuluh darah tertentu.

Anda mungkin juga menyukai