Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

“Carpal Tunnel Syndrome”


RSUD AJIBARANG

Pembimbing :
dr. Hidayat Kussugiharso W, Sp.OT

Disusun Oleh :
Oktafiana Nur Fitriyah G4A018041

KEPANITERAAN INTEGRASI
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2020
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
“Carpal Tunnel Syndrome”

Disusun Oleh :

Oktafiana Nur Fitriyah G4A018041

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik


integrasi di RSUD Ajibarang

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal, Desember 2020

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Hidayat Kussugiharso W, Sp.OT

ii
I. PENDAHULUAN

Carpal tunnel syndrome (CTS) atau sindroma terowongan karpal


merupakan salah satu gangguan pada lengan tangan tepatnya pada pergelangan
tangan karena terjadi penyempitan pada terowongan karpal, baik akibat edema
fasia pada terowongan tersebut maupun akibat kelainan pada tulang-tulang kecil
tangan sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus di pergelangan
tangan. Carpal tunnel syndrome diartikan sebagai kelemahan pada tangan yang
disertai nyeri pada daerah ditribusi nervus medianus (Viera, 2003; Sidharta,
2006).
Pada keluhan CTS sering dijumpai rasa nyeri, tebal, kesemutan, mati rasa,
dingin dan kadang lemah serta kaku ketika menggunakan jari-jari terutama ujung
ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah juga setengah sisi radial jari manis. Nyeri
yang disebabkan oleh CTS dapat mengakibatkan kelemahan pada otot thenar yang
akan mempengaruhi kemampuan fungsional tangan dan mengganggu aktifitas
sehari-hari (Zuhri et al., 2012).
Kebanyakan kasus CTS adalah idiopatik, namun CTS kemungkinan
berhubungan dengan kondisi sistemik seperti rheumatoid arthritisatau psoriatic
arthritis (menyebabkan penebalan dari articular dan peritendineal synovium),
diabetes mellitus, kehamilan, thyroid disease, acromegaly, osteoarthritis, gout, dan
fibromyalgia syndrome, yang menyebabkan suatu reduksi pada ukuran
terowongan carpal atau peningkatan volume di dalamnya sehingga menyebabkan
penekanan pada saraf medianus. CTS juga dapat disebabkan karena trauma lokal
dan overuse serta posisi tangan atau pergelangan tangan yang tidak benar dalam
waktu yang lama (Mohamedet al., 2016).
Di Indonesia, prevalensi penyakit ini dalam masalah kerja belum diketahui
karena minimnya laporan kejadian. Penelitian pada pekerjaan dengan risiko tinggi
di pergelangan tangan dan tangan mendapatkan sindrom terowongan karpal antara
5,6% - 14,8% ( Tana, 2003).
Pemberian terapi diperlukan untuk mengurangi nyeri yang ditimbulkan
akibat CTS.Terdapat beberapa pilihan terapi untuk CTS yang dapat dikategorikan
sebagai tindakan operatif dan non-operatif. Metode non-operatif efektif pada

1
pasien dengan mild sampai moderate CTS dengan indikasi tanpa kelemahan otot,
atrofi, atau denerfasi saraf (Kosery et al., 2012). Salah satu metode non-operatif
yang dapat diterapkan adalah manual terapi dengan imobilisasi atau pembidaian.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Pergelangan Tangan


Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi terowongan yang
keras dan kaku. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan
menyebabkan tekanan pada nervus medianus (Bahruddin, 2013).

Gambar 2.1 Anatomi Pergelangan Tangan

Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) merupakan terowongan


sempit yang berada di dalam dasar pergelangan tangan. Bagian bawah dan
sisi terowongan ini dibentuk oleh pergelangan tangan (karpal) tulang. Bagian
atas terowongan ditutupi oleh sebuah band yang kuat dari jaringan ikat yang
disebut ligamentum karpal transversal. Perjalanan saraf median dari lengan
bawah ke tangan melalui terowongan di pergelangan tangan. Saraf median
mengontrol perasaan di sisi telapak ibu jari, jari telunjuk, dan jari yang
panjang. Saraf juga 6 mengontrol otot-otot di sekitar dasar jempol. Tendon
yang menekuk jari-jari dan ibu jari juga berjalan melalui terowongan karpal,
tendon ini disebut tendon fleksor (American Academy Of Orthopedic

3
Surgeons, 2009). Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan
pergerakan pada jari-jari tangan. Jari tangan dan otot-otot flexor pada
pergelangan tangan beserta tendon-tendonnya berinsersi pada tulang-tulang
metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang
membentuk jari tangan dan jempol (Beatrice, 2012).
CTS terjadi ketika jaringan sekitarnya tendon fleksor pada
pergelangan tangan membengkak dan memberikan tekanan pada saraf
median. Jaringan-jaringan ini disebut sinovium. Sinovium melumasi tendon
dan membuatnya lebih mudah untuk memindahkan jari. Pembengkakan
sinovium mempersempit ruang tertutup dari terowongan karpal (American
Academy Of Orthopedic Surgeons, 2009). Otot-otot tangan instrinsik
digolongkan menjadi empat kelompok, antara lain :
a. Otot-otot thenar berfungsi untuk melakukan gerakan oposisi pollex
bersama dengan musculus opponens policis
b. Musculus adductor policis merupakan adductor ibu jari yang terletak di
dalam, berbentuk seperti kipas. Berfungsi untuk gerakan adduksi ibu jari,
meggerakkan ibu jari ke telapak tangan, sehingga memberikan kekuatan
untuk menggenggam.
c. Otot-otot hipotenar (musculusabductor digiti minimi, musculus flexor
digiti minimi brevis, dan musculus opponens digiti minimi) yang
berfungsi untuk menggerakkan digitus minimus.
d. Musculi lumbricales dan musculi interossei yang mempengaruhi keempat
jari medial (Moore, et al.,2013).

Fascia Profunda bersama membrane interossea membagi lengan


bawah menjadi beberapa ruang. Dalam perspektif klinik, bagian
pergelangan tangan merupakan tempat yang paling sering mengalami
cedera. Nervus yang melewati pergelangan tangan yaitu.

4
B. Anatomi Nervus Medianus
Nervus medianus terletak di bagian superficial, berasal dari fasiculus
medialis dan lateralis di axilla.Fasikulus lateralis berasal dari C5, C6, C7 dan
fasikulus medialis berasal dari C8 dan T1.Nervus medianus berjalan turun ke
bawah pada sisi lateral arteria brachialis, kemudian di daerah siku disilang
oleh opneurosis bicipitalis. Nervus ini meninggalkan fossa cubiti dengan
berjalan diantara kedua caput musculus pronator teres dan terus berjalan ke
distal di belakang musculus flexor digitorum profundus. Di regio carpalis,
Nervus Medianus muncul disisi lateral musculus digitorum superficial dan
terletak di belakang tendomusculi Palmaris longus. Nervus medianus
kemudian masuk ke telapak tangan berjalan di bawah retinaculum
musculorum flexorum di dalam canalis carpi (Snell, 2006).
Canalis carpi merupakan suatu terowongan yang berada di dalam M.
retinaculum flexorum di antara tuberculum ossis schapoidei dengan os
trapezium sebagai batas lateral, serta os pisiforme dan hamalus ossis hamati
pada sisi medial. Terdapat 10 struktur di dalam canalis carpi seperti Nervus
medianus, 8 flexor pollicis longus dan 8 tendon flexor digitorum superficial
dan profunda (Moore et al, 2013).
Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan
pada jari-jari tangan. Jari tangan dan otot-otot fleksor pada pergelangan
tangan beserta tendon-tendonnya berorigo pada epicondillus medial pada
regio cubiti dan berinsersi pada tulang-tulang metaphalangeal,
interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari
tangan dan ibu jari. Canalis carpi berukuran hampir sebesar ruas ibu jari dan
terletak di bagian distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke
bagian lengan bawah regio cubiti sekitar 3 cm (Huldani, 2013).
Tertekannya nervus medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya
ukuran canalis carpi, membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya
(pembengkakan jaringan lubrikasi pada tendon-tendon fleksor) atau
keduanya. Gerakan fleksi dengan sudut 90 derajat dapat mengecilkan ukuran
canalis. Penekanan terhadap nervus medianus yang menyebabkannya
semakin masuk di dalam ligamentum carpi transversum dapat menyebabkan

5
atrofi eminensia thenar, kelemahan pada m. Flexor pollicis brevis, m.
Opponens pollicis, m. Abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya
kemampuan sensoris ligamentum carpi transversum yang dipersarafi oleh
bagian distal Nervus medianus. Cabang sensorik superfisial dari Nervus
medianus mempercabangkan persarafan proksimal ligamentum carpi
transversum yang berlanjut mempersarafi bagian telapak tangan dan ibu jari
(Huldani, 2013).
Nervus medianus terdiri dari serat sensorik 94% dan hanya 6% serat
motoric pada canalis carpi. Namun, cabang motorik menyajikan banyak
variasi anatomi yang menciptakan variabilitas patologi yang besar dalam
kasus Capal Tunnel Syndrome (Bahruddin, 2013).

Gambar 2.2. Anatomi N. Medianus

6
C. Carpal Tunnel Syndrome
1. Definisi
Carpal tunnel sydrome (CTS) adalah suatu neuropati perifer akibat
kompresi pada nervus medianus didalam terowongan karpal pada
pergelangan tangan yang mengakibatkan kumpulan gejala seperti
parestesia, nyeri, baal, kesemutan dan gejala lainnya sepanjang distribusi
nervus medianus (Bhardwaj, 2014).
CTS bisa disebabkan oleh penyempitan bekas patah tulang radius
distal yang mengakibatkan kompresi n. medianus di bawah retinakulum
volar. Kebanyakan sindrom ini bersifat idiopatik. Penderita mengeluh
kelemahan tangan, terutama melakukan pekerjaan menggunakan jari
(Helmi, 2012).
2. Epidemiologi
National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa
prevalensi carpal tunnel syndrome yang dilaporkan sendiri diantara
populasi dewasa adalah sebesar 1.55% (2.6 juta). Kejadian CTS pada
populasi diperkirakan 3% pada wanita dan 2% pada laki-laki dengan
prevalensi tertinggi pada wanita usia >55 tahun, biasanya antara 40-60
tahun (Bahrudin, 2011).
Epidemiologi carpal tunnel syndrome di USA 1-3 kasus dari 100
populasi pertahun. Insiden mungkin meningkat menjadi 150 per 1000
subyek per tahun dengan prevalensi rata-rata 500 kasus per 1000 subyek di
populasi yang resiko tinggi. Berdasarkan mortalitas dan morbiditas, carpal
tunnel syndrome tidaklah fatal tetapibisa menyebabkan kerusakan saraf
medianus yang irreversibel dengan konsekuensi kehilangan fungsi tangan
yang berat dan tidak bisa diterapi lagi. Untuk perbandingan rasio nya
wanita dan laki-laki 10:1. Berdasarkan usia, carpal tunnel syndrome rentan
terjadi pada usia 45-60 tahun. Hanya 10% pasien yang menderita CTS
pada umur dibawah 30 tahun.
Di Indonesia, prevalensi penyakit ini dalam masalah kerja belum
diketahui karena minimnya laporan kejadian. Penelitian pada pekerjaan

7
dengan risiko tinggi di pergelangan tangan dan tangan mendapatkan
sindrom terowongan karpal antara 5,6% - 14,8% ( Tana, 2003).
3. Etiologi
Sebagian besar kasus CTS (> 50%) bersifat idiopatik, tetapi
berbagai kondisi dapat berkontribusi sebagai penyebab. Pada umumnya
kasus CTS penyebab pasti masih belum diketahui. Aktivitas berulang pada
tangan umunya diduga sebagai penyebab sindroma ini. Pekerjaan
mempunyai resiko terjadinya CTS. Faktor risiko tersebut adalah gerakan
berulang, gerakan kecepatan tinggi, posisi sendi yang tidak nyaman,
tekanan langsung pada pergelangan tangan, vibrasi, dan postur
pergelangan tangan yang dipertahankan untuk jangka waktu lama.
(Dewanto, at all . 2009)
a. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy,
misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III
b. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah,
pergelangan tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma
langsung terhadap pergelangan tangan. Gerakan mengetuk atau fleksi
dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang.
c. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
d. Metabolik: amiloidosis, gout.
e. Endokrin: akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes
mellitus, hipotiroidi, kehamilan.
f. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, myeloma
g. Penyakit kolagen vascular: artritis reumatoid, polimialgia reumatika,
skleroderma, lupus eritematosus sistemik.
h. Degeneratif: osteoartritis.
i. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk
dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan
4. Klasifikasi
Menurut Asworth (2009) carpal tunnel syndrome biasanya dibagi
menjadi ringan, sedang, dan berat:
a. Level 1/ringan/mild

8
CTS ringan memiliki keluhan sensorik saja pada pengujian
elektrofisiologis, rasa perih atau rasa tersengat dan nyeri atau gejala
CTS yang terjadi dapat berkurang dengan istirahat atau pijat.
b. Level 2/sedang/moderate
CTS sedang memiliki gejala sensorik dan motorik. Gejala lebih
intensif, tes orthopedic dan neurologic mengindikasikan adanya
kerusakan saraf.
c. Level 3/berat/severe
Gejala lebih parah, mengalami penurunan sensorik dan rasa nyeri
konstan. Dokter menyarankan imobilisasi total dan pembedahan.
5. Faktor Risiko
a. Faktor Personal
1) Jenis kelamin
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) secara bertahap meningkat
sampai usia lanjut, sedangkan wanita memuncak setelah
menopause. Hal tersebut secara umum konsisten dengan konsep
bahwa pada wanita mungkin ada komponen hormonal dalam
penyebab CTS (Ashworth, 2010). Tana (2003) menjelaskan
bahwa adanya perbedaan hormonal pada wanita, terutama saat
wanita hamil dan menopause. Saat hamil disebabkan oleh retensi
cairan yang sering terjadi selama kehamilan, yang menempatkan
tekanan tambahan pada terowongan karpal dan menyebabkan
gejala.
2) Usia
Carpal Tunnel Syndrome biasanya mulai terdapat pada usia 20-60
tahun. Laki-laki menunjukkan peningkatan kejadian CTS secara
bertahap dengan meningkat sampai usia lanjut, sedangkan wanita
memuncak setelah menopause (sesuai dengan kelompok usia 50-
54 tahun), hal tersebut secara umum konsisten dengan konsep
bahwa pada wanita mungkin ada komponen hormonal dalam
penyebab carpal tunnel syndrome (Hadge, 2009; Mattioli, 2008;
Asworth, 2010).

9
3) Obesitas
Obesitas adalah faktor risiko CTS dikarenakan oleh semakin
besarnya tekanan pada syaraf median seiring dengan semakin
besarnya indeks masa tubuh. BMI juga terkait dengan carpal
tunnel syndrome baik pada wanita maupun lelaki seperti yang
dilaporkan dalam studi sebelumnya. individu yang
diklasifikasikan sebagai obesitas (BMI> 29) adalah 2,5 kali lebih
berisiko terdiagnosis Carpal Tunnel Syndrome dibandingkan
individu ramping (BMI < 20) (Helmi, 2012).
4) Riwayat Arthritis Reumatoid
Gejala di terowongan carpal ini juga umum terjadi pada lansia
penderita rematik. Dalam hal ini, saraf terjepit bukan akibat
pembesaran otot melainkan sendi di pergelangan tangan berubah
bentuk. Rematik juga menimbulkan kesemutan atau rasa baal,
biasanya gejala terjadi pada pagi hari dan menghilang pada siang
hari. Gejala kesemutan karena rematik hilang sendiri bila
rematiknya sembuh (Erawati, 2012).
5) Riwayat Fraktur/Dislokasi
Keadaan lokal lainnya seperti inflamasi sinovial serta fibrosis
(seperti pada tenosinivitis), fraktur tulang carpal, dan cedera
termal pada tangan atau lengan bawah bisa berhubungan dengan
CTS (Ibrahim, 2012).
6) Diabetes Mellitus
Carpal tunnel syndrom ini juga sering terjadi berkaitan dengan
kelainan yang menimbulkan demielinasi atau kelainan saraf
iskemik seperti diabetes militus. Timbulnya neuropati pada
penderita diabetes tidak tergantung pada kadar gula darah, tetapi
pada lamanya si penderita mengidap diabetes. Semakin lama
menderita diabetes maka semakin tinggi pula rasa kesemutan itu
muncul. Jadi bisa saja seorang penderita merasakan kesemutan
meskipun diabetesnya sendiri terkontrol dengan baik. Yang
dirasakan biasanya kesemutan pada ujung jari terus-menerus,

10
kemudian disertai rasa nyeri yang menikam seperti tertusuk-rusuk
di ujung telapak kaki atau tangan terutama pada malam hari
(Kurniawan dkk, 2008).
b. Faktor Penggunaan Tangan
CTS yang terjadi oleh karena penggunaan tangan karena hobi
atau pekerjaan adalah sebagai akibat inflamasi/pembengkakan
tenosinovial di dalam terowongan karpal. Penggunaan tangan yang
berhubungan dengan hobi, contohnya adalah pekerjaan rumah tangga
(menjahit, merajut, menusuk, memasak), kesenian dan olahraga. CTS
yang berhubungan dengan pekerjaan meliputi kegiatan yang
membutuhkan kekuatan, penggunaan berulang atau lama pada tangan
dan pergelangan tangan, terutama jika faktor risiko potensial tersebut
muncul secara bersamaan misalnya:
1) Penggunaan tangan yang kuat terutama jika ada pengulangan
2) Penggunaan tangan berulang dikombinasikan dengan beberapa
unsur kekuatan terutama untuk waktu yang lama
3) Konstan dalam mencegkeram benda
4) Memindahkan atau menggunakan tangan dan pergelangan
6. Patofisiologis
CTS merupakan penyakit neuropati perifer yang disebabkan oleh
kerusakan nervus medianus didalam terowongan karpal akibat cedera
berulang (repetitive stress injury) (Baehr, 2014). Fleksi dan ekstensi pada
pergelangan tangan yang berlebihan dan berulang dapat menimbulkan
inflamasi di daerah sekitar nervus medianus sehingga terjadi jebakan
nervus medianus pada terowongan karpal, mengakibatkan kompresi
mekanis atau proses iskemik. Mulanya kerusakan yang terjadi pada nervus
medianus bersifat reversibel, namun jika kondisi ini terus berlanjut dalam
waktu yang lama, gangguan aliran darah dan perburukan transport aksonal
akan menyebabkan kerusakan epineurium yang menetap (Basuki, 2012).
Inflamasi akibat cedera berulang tersebut meyebabkan
pembengkakan pada tenosinovium yang mengelilingi nervus medianus di
terowongan karpal akibat meningkatnya produksi cairan sinovial yang

11
berlebihan. Dalam kondisi fisiologis, tenovisium memiliki cairan sinovial
yang berfungsi untuk lubrikasi dan melindungi tendon dari gesekan. Selain
itu, pada CTS juga terjadi penebalan ligamentum transversum yang
merupakan atap dari terowongan karpal, sklerosis, edem vaskular dan
deposit amiloid pada jaringan tenosinovium. Pembengkakan tenosinovium
dan penebalan ligamentum transversum meningkatkan tekanan di
terowongan karpal sehingga terjadi peregangan dan proses iskemia pada
nervus medianus (Basuki, 2012; Aboonq, 2015).
Dalam kondisi fisiologis, tekanan didalam terowongan karpal yaitu
sebesar 2 mmHg. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan dapat
meningkatkan tekanan tersebut. Aliran darah epineurium saraf terganggu
pada tekanan 20-30 mmHg sedangkan transport aksonal terganggu pada
tekanan 30 mmHg. Pada tekanan 40 mmHg, terjadi blok sensorik dan
motorik sehingga muncul gejala perubahan neurofisiologis berupa
disfungsi sensorik dan motorik. Pada tekanan 60-80 mmHg terjadi
penghentian aliran darah intraneural menyebabkan terjadinya proses
iskemia dan kerusakan sel saraf (Basuki, 2012).
7. Manifestasi Klinis
Gejala awal biasanya berupa parastesi yang terjadi dalam distribusi
saraf medianus tangan, tiap malam pasien terbangun pada jam-jam awal
dengan rasa nyeri yang panas membakar, perasaan geli, dan mati rasa
(Bahrudin, 2011).
Gejala-gejala carpal tunnel syndrome sebagai berikut :
a. sakit tangan dan mati rasa terutama waktu malam hari
b. Nyeri, kesemutan, mati rasa pada jari-jari tangan, terutama ibu jari, jari
telunjuk, dan jari tengah
c. Waktu pagi atau siang hari perasaan pembengkakan terasa ketika
menggerakkan tangan dengan cepat.
d. Rasa sakit menjalar ke atas hingga lengan atas sampai dengan pundak.
e. Terkadang tangan terasa lemas dan hilang keseimbangan terutama di
pagi hari. Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan

12
keluhan adanya kesulitan pada penderita sewaktu menggenggam
(Bahrudin, 2011).
8. Penegakan Diagnosis
Penegakkan diagnosis CTS dapat dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat
ditemukan gejala sensorik dan motorik (tahap lanjut) yang memberat
pada malam hari. Beberapa hal mengenai keluhan nyeri yang dirasakan
yaitu lokasi, onset, frekuensi, durasi, karakteristik nyeri, tinkat
keparahan, gejala penyerta, faktor yang memperburuk dan memperingan,
riwayat operasi, riwayat pengobatan dan riwayat penyakit dahulu
(Rodiani, 2017). Salah satu ciri yang khas pada CTS yaitu hilangnya
nyeri bila penderita mengibas-ibaskan tangannya (tanda flick). Bila sudah
terjadi gangguan motorik, didapatkan keluhan sulit menggenggam barang
(Basuki, 2012). Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada CTS yaitu :
a. Pemeriksaan sensorik
1) Defisit sensorik pada area persarafan nervus medianus : bagian
volar manus digiti 1, 2, 3, dan setengah lateral digiti 4
2) Sensibilitas getar menurun
3) Gangguan diskriminasi 2 titik
b. Tes provokasi
1) Tes tinel
Pada tes ini dilakukan perkusi nervus medianus di daerah sekitar
pergelangan tangan. Hasil positif bila timbul kesemutan pada ibu
jari, jari telunjuk, jari tengah dan sebagian lateral jari manis. Tes
ini memiliki sensitivitas 44-77% dan spesifisitas 94%.

13
Gambar 2.3 Tes Tinel

2) Tes phalen
Pada tes ini dilakukan fleksi maksimum pada pergelangan tangan
selama 1 menit. Hasil positif bila terasa nyeri, kesemutan, atau
terasa tebal pada area distribusi nervus medianus. Tes ini
memiliki sensitiviyas 70-80% dan spesifisitas 80%.

Gambar 2.4 Tes Phalen

3) Tes kompresi karpal (Tes Durkan)


Pada tes ini dilakukan penekanan pada terowongan karpal selama
30 detik. Hasil positif bila timbul rasa nyeri atau kesemutan pada
daerah persarafan nervus medianus. Tes ini memiliki sensitivitas
dan spesifisitas 90%.

Gambar 2.5 Tes Kompresi Karpal (Tes Durkan)

14
4) Tes torniket
Pada tes ini dilakukan penekanan dengan tensimeter pada
tekanan darah diatas sistolik selama 1 menit. Hasil positif bila
timbul parestesi atau baal. Tes ini tidak sensitif dan tidak
spesifik.
c. Tes flick
Pada tes ini penderita diminta untuk megibaskan tangan. Hasil
positif bila keluhan nyeri bekurang atau menghilang.
d. Pemeriksaan motorik
1) Kelemahan pada otot tangan
2) Atrofi pada otot tenar
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Bila etiologi CT belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa
adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun
darah lengkap.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu
melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto
palos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada
vertebra. USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif
terutama yang akan dioperasi.
c. Pemeriksaan Neurofisiologi
 Pemeriksaan EMG
Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik,
gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-
otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada
otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus CTS.
 Kecepatan Hantar Saraf (KHS)

15
Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS
akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang,
menunjukkan adanya gangguan pada konduksi safar di
pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa
laten motorik.
10. Tatalaksana
Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome,  atau sindrom terowongan
karpal, bervariasi sesuai derajat penyakit dari tata laksana konservatif
sampai tindakan bedah (Burton, et al., 2014; Salawati dan Syahrul, 2014;
AAOS, 2016).
1. Konservatif
a. Istirahatkan pergelangan tangan dan modifikasi aktivitas
b. Obat anti inflamasi non steroid
Ibuprofen dan piroksikam merupakan NSAID yang banyak
digunakan untuk menghilangkan nyeri pada CTS
c. Imobilisasi
Imobilisasi sangat direkomendasikan untuk memperbaiki
keluaran. Bidai pergelangan tangan pada posisi netral membantu
mengurangi fleksi dan rotasi berulang yang akan membantu
mengurangi bengkak jaringan lunak atau tenosinovitis. Bidai paling
efektif dipasang dalam tiga bulan setelah onset gejala. Bidai dapat
dipasang hanya pada malam hari untuk mencegah fleksi atau
ekstensi pergelangan tangan yang berkepanjangan atau sepanjang
hari. Studi menunjukkan hasil keluaran yang lebih baik jika bidai
dipasang sepanjang hari dibandingkan hanya malam hari, namun
kepatuhan pasien mempengaruhi pada penggunaan bidai sepanjang
hari. Bidai dapat dipasang selama 6 sampai 8 minggu, dan dapat
menunda kebutuhan untuk tindakan bedah.

16
Gambar 2.6 Pembidaian pada carpal tunnel syndrome (CTS)

d. lnjeksi steroid
Injeksi kombinasi kortikosteroid dan anestesi lokal pada
terowongan karpal atau bagian proksimalnya dapat diberikan pada
pasian dengan carpal tunnel syndrome derajat ringan sampai
sedang. AAOS (2016)  sangat merekomendasikan injeksi steroid
metilprednisolon sebagai terapi penyakit ini. Pada sebuah
penelitian didapatkan gejala carpal tunnel syndrome mengalami
perbaikan pada pemberian metilprednisolon injeksi 40 mg sampai
80 mg selama 10 minggu. Studi lain menunjukkan tidak adanya
perbedaan signifikan pada hasil keluaran
pemberian metilprednisolon injeksi dosis 20 mg, 40 mg, maupun
60 mg selama 8 minggu.
d. Fisioterapi, ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan
tangan.
2. Pembedahan
Operasi pembebasan terowongan karpal dipertimbangkan pada
pasien yang tidak berespon pada terapi konservatif dan pada pasien
dengan carpal tunnel syndrome berat yang dibuktikan pada pemeriksaan
konduksi saraf, atrofi tenar dan kelemahan motorik. Operasi terbukti

17
secara kuat dapat menghilangkan gejala dan memperbaiki fungsi.
Pada follow up 6 dan 12 bulan, tindakan operasi lebih efektif dari bidai
pergelangan tangan, terapi OAINS dan injeksi steroid dosis tunggal.
Tindakan bedah dapat memperbaiki gejala pada siang hari dan
paresetesia nokturnal dan mengembalikan kekuatan motorik lebih efektif
dibandingkan terapi non bedah. Operasi dapat dilakukan secara bedah
terbuka maupun endoskopi dengan efektivitas yang hampir sama.
Beberapa studi menunjukkan operasi endoskopi memungkinkan waktu
pemulihan yang lebih cepat dibandingkan operasi terbuka. Pergelangan
tangan secara umum akan dibidai selama tiga sampai empat minggu
setelah operasi (Rodiani, 2017).
11. Komplikasi
Komplikasi lebih banyak timbul pasca pembedahan terowongan
karpal baik bedah terbuka maupun endoskopi. Komplikasi yang dapat
timbul antara lain (Chammas et al., 2014):
a. Nyeri neurogenik pada skar operasi
b. Nyeri pillar atau nyeri pada ulnar edge
c. Algoneurodistrofi
d. Instabilitas tendon fleksor ulnar

Komplikasi berat, jarang terjadi ditemukan pada 0,49% operasi


terbuka dan 0,19% pada endoskopi antara lain neuropraksia transien,
cedera pada cabang saraf medianus atau ulnar, cedera pada arkus
vaskular superfisial, dan cedera pada tendon fleksor digital (Chammas et
al., 2014):.
12. Prognosis
Carpal tunnel syndrome (CTS) tampaknya progresif dari waktu ke
waktu (walaupun dengan fluktuasi yang cukup dari minggu ke minggu)
dan dapat menyebabkan kerusakan saraf median permanen. Apakah
manajemen konservatif dapat mencegah perkembangan masih belum jelas.
Bahkan dengan pelepasan melalui pembedahan, kelihatannya sindrom ini
kambuh pada beberapa kasus dalam jumlah yang signifikan (kemungkinan
hingga sepertiga setelah 5 tahun) (Ashworth, 2020).

18
Awalnya, sekitar 90% kasus CTS ringan hingga sedang merespons
manajemen konservatif. Namun, seiring berjalannya waktu, sejumlah
pasien mengalami kemajuan sehingga membutuhkan pembedahan. Pasien
dengan CTS sekunder karena patologi yang mendasarinya (misalnya,
diabetes, fraktur pergelangan tangan) cenderung memiliki prognosis yang
kurang menguntungkan daripada mereka yang tidak memiliki penyebab
mendasar yang jelas. Pasien dengan studi elektrofisiologi normal secara
konsisten memiliki hasil operasi yang jauh kurang menguntungkan (dan
lebih banyak komplikasi) daripada orang dengan kelainan pada tes ini.
Kehilangan aksonal pada uji elektrofisiologis juga menunjukkan prognosis
yang kurang menguntungkan (Ashworth, 2020).

19
II. KESIMPULAN

1. Carpal tunnel sydrome (CTS) adalah suatu neuropati perifer akibat kompresi
pada nervus medianus didalam terowongan karpal pada pergelangan tangan
yang mengakibatkan kumpulan gejala seperti parestesia, nyeri, baal,
kesemutan dan gejala lainnya sepanjang distribusi nervus medianus
2. Sebagian besar kasus CTS (> 50%) bersifat idiopatik, tetapi berbagai kondisi
dapat berkontribusi sebagai penyebab seperti gerakan berulang, gerakan
kecepatan tinggi, posisi sendi yang tidak nyaman, tekanan langsung pada
pergelangan tangan, vibrasi, dan postur pergelangan tangan yang
dipertahankan untuk jangka waktu lama.
3. Faktor Risiko CTS antara lain jenis kelamin, usia, obesitas, riwayat arthritis
rheumatoid, riwayat fraktur/dislokasi, DM dan faktor penggunaan tangan
4. Gejala-gejala carpal tunnel syndrome diantaranya : sakit tangan dan mati rasa
terutama waktu malam hari, nyeri, kesemutan, mati rasa pada jari-jari tangan,
terutama ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah, waktu pagi atau siang hari
perasaan pembengkakan terasa ketika menggerakkan tangan dengan cepat,
rasa sakit menjalar ke atas hingga lengan atas sampai dengan pundak.
5. Tatalaksana CTS yaitu konsevatif dan operatif. Terapi konservatif berupa
istirahatkan pergelangan tangan dan modifikasi aktivitas, pengobatan
inflamasi non steroid, injeksi steroid lokal dan imobilisasi.

20
DAFTAR PUSTAKA

Aboonq, M.S. 2015. Pathophysiology of Carpal Tunnel Syndrome. Neuroscience.


Volume 20(1): 4-9.

American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS). 216. Management of


Carpal Tunnel Syndrome Evidence-Based Clinical Practice Guideline.
[online] www.aaos.org/ctsguideline. Diakses tanggal 17 Juli 2020.

Baehr M., Frotscher, M. 2014. Diagnosis Topik Neurologi, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Bahrudin M. 2013. Carpal Tunnel Syndrome dalam Buku Neurologi Klinis


Universitas Muhammadiyah Malang, pp. 60 -78.

Basuki, Andi. 2012. Neurology in Daily Practice. FK UNPAD. Bandung.

Bhardwaj, A., Nagandla, K. 2014. Musculosceletal Symptoms and Orthopaedic


Complications in Pregnancy: Pathophysiology, Diagnostic Approaches
and Modern Management. Postgrad Med J. Volume 0:1-11.

Burton, C., et al. Diagnosing and managing carpal tunnel syndrome in primary
care. 2014. The British journal of general practice: the journal of the Royal
College of General Practitioners. Vol. 64(622): 262–263
Chammas M, Boretto J, Burmann LM, Ramos RM, Dos Santos Neto FC, Silva
JB. 2014. Carpal tunnel syndrome - Part I (anatomy, physiology, etiology and
diagnosis). Rev Bras Ortop. Vol. 49 (5):429-36.

Mansjoer, A., et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta:
Media Aesculapius.

Pecina, Marko M. Markiewitz, Andrew D. 2001. Tunnel Syndromes: Peripheral


Nerve Compression Syndromes. Third Edition. New York: CRC PRESS.

Salawati L., Syahrul. 2014. Carpal Tunnel Syndrome. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala Vol.14( 1):29-37.

Zhao M, Burke DT. 2014. Chapter 36 : Median Neuropathy (Carpal Tunnel
Syndrome). In: Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation
Musculoskeletal Disorders, Pain, and Rehabilitation. Amsterdam: Elsevier

21
22

Anda mungkin juga menyukai