Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFERAT

RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS JULI 2022


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

CARPAL TUNNEL SYNDROME

OLEH:

Andi Khairul Anaam, S.Ked

K1B1 20 013

PEMBIMBING

dr. Febriyanto Powatu, M.Kes, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Andi Khairul Anaam S.Ked

NIM : K1B1 20 013

Judul Referat : Carpal Tunnel Syndrome

Telah menyelesaikan tugas referat Carpal Tunnel Syndrome dalam rangka

kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo.

Kendari, Juli 2022

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Febriyanto Powatu, Sp.S

2
CARPAL TUNNEL SYNDROME

Andi Khairul Anaam, Febriyanto Powatu


A. PENDAHULUAN
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan suatu sindrom klinis yang
timbul akibat tertekannya nervus medianus di dalam carpal tunnel
(terowongan karpal) di pergelangan tangan. Nervus medianus merupakan
nervus yang rentan terhadap kompresi dan cedera di telapak dan pergelangan
tangan, dimana nervus tersebut dibatasi oleh tulang pergelangan tangan
(karpal) dan ligamentum karpal transversal1.
Angka kejadian CTS di Amerika Serikat telah diperkirakan sekitar 1-3
kasus per 1.000 orang setiap tahunnya dengan prevalensi sekitar 50 kasus dari
1.000 orang pada populasi umum. National Health Interview Study (NIHS)
memperkirakan bahwa prevalensi CTS yang dilaporkan sendiri diantara
populasi dewasa adalah sebesar 1.55% (2,6 juta). CTS lebih sering mengenai
wanita daripada pria dengan usia berkisar 25-64 tahun, prevalensi tertinggi
pada wanita usia >55 tahun, biasanya antara 40-60 tahun. Sindroma tersebut
unilateral pada 42% kasus (29% kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral1.
Carpal tunnel syndrome sering dikaitkan dengan faktor biomekanis
akibat kerja. Patogenesis terjadinya masih belum dipahami secara jelas,
tetapi beberapa gejala yang timbul berkaitan dengan kompresi nervus
medianus akibat pekerjaan yang memicu cedera pergelangan tangan.
Komorbid lain meliputi kehamilan, diabetes, hipotiroid, dan obesitas 2.
Keluhan yang paling sering dirasakan adalah nyeri, mati rasa dan kesemutan
sepanjang distribusi nervus medianus3.
Penatalaksanaan CTS dapat berupa intervensi konservatif meliputi
medikamentosa dan non-medikamentosa. Sementara pada kasus berat,
dapat dipertimbangkan tatalaksana operatif. Berdasarkan data mayoritas
penderita CTS berada pada populasi pekerja dibandingkan populasi umum,
sehingga dalam penanganannya perlu dipertimbangkan modalitas terapi yang
sesuai dengan status ekonomi para pekerja2.

3
B. ANATOMI
Terowongan karpal adalah struktur berbentuk U yang sempit di
pergelangan tangan. Bagian bawah dan samping terowongan karpal dibentuk
oleh tulang karpal.Atap kanal dibentuk oleh serat yang kuatpita jaringan ikat
yang dikenal sebagai fleksorretinakulum (ligamentum karpal transversal).
Sembilan tendon fleksor yang mengontrol tekukan jari lewat melalui
terowongan karpal. Saraf median, yang mengontrol sensasi ibu jari, telunjuk
jari, jari panjang sisi palmar, dan otot pangkal ibu jari, melewati terowongan
karpal (Gambar 1.)4. Saraf median berasal dari penyatuan medial dan kabel
lateral pleksus brakialis dan memiliki kontribusi dari Akar saraf C5-T1. Ini
memasuki lengan melalui ketiak dan berjalan di sepanjang arteri brakialis, di
atas brakialis dan di bawah bisep brachii5. Penunjang lainnya ada struktur
yang disebut retinakulum ekstensor di pergelangan tangan punggung dan
retinakulum karpal volar yang ada di sisi volar4.

Gambar 1. Anatomi dan penampang terowongan karpal4.

4
Tekanan normal di terowongan Carpal berkisar dari 2 sampai 10 mmHg.
Perubahan posisi pergelangan tangan atau penerapan kekuatan eksternal dapat
menyebabkan peningkatan tekanan yang mengakibatkan jebakan saraf dan
cedera4.
Carpal tunnel atau terowongan karpal adalah suatu ruangan tertutup yang
pada tiga sisinya dibatasi oleh tulang-tulang karpal, dan keempat dibatasi oleh
flexor retinaculum, sehingga volume ruangan ini relatif konstans sekitar 5
mL, dengan ruang yang kecil untuk ekspansi maupun adanya pembengkakan.
Ruangan ini sendiri dilewati oleh 9 tendon dan nervus medianus. Tendon
didalamnya meliputi empat tendon flexor digitorum superficialis, empat
flexor digitorum profundus dan tendon flexor pollicis longus. Bagian dorsal
disusun oleh tulang triquetrum, hamatum, capitatum, dan scaphoid. Bagian
permukaan volar tersusun dari tiga struktur yang membentuk flexor
retinaculum, meliputi deep forearm fascia, transverse carpal ligament, dan
`aponeurosis distal yang membagi otot tenar dan hipotenar2.
Pada bagian proximal dan distal terowongan, terdapat suatu jalan keluar
namun sinovial pada kedua akhir tersebut membentuk kompartmen tertutup.
Ketika tekanan dalam kompartmen meningkat diatas ambang batas, maka
aliran darah menurun menyebabkan gangguan pada nervus medianus dan
parestesia pada bagian yang dipersarafi2.

Gambar 2. Anatomi Terowongan Karpal2.

5
Nervus medianus menyuplai sensoris pada bagian radial jari ke 3 dan 5,
otot tenar, dan lumbrikal dari jari tengah dan jari manis. Nervus palmaris
cutaneous yang merupakan cabang dari nervus medianus mempersarafi fleksi
dari otot pollicis longus dan flexor carpi radialis dan berjalan superfisial
terhadap flexor retinaculum. Nervus ini kemudian bercabang ke lateral
menyuplai sensasi pada bagian volar ibu jari dan cabang medial menyuplai
sensasi pada sisi radial dari telapak tangan. Bagian yang dipersarafi oleh
nervus medianus ini akan berkaitan dengan keluhan yang dialami oleh
penderita CTS. Anatomi terowongan karpal dapat dilihat juga pada (Gambar
2.)2.
C. DEFINISI
Carpal tunnel syndrome (CTS) adalah gejala neuropati kompresi pada
nervus medianus pada pergelangan tangan, ditandai dengan peningkatan
tekanan dalam terowongan karpal dan penurunan fungsi saraf3.
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan suatu sindrom klinis yang
timbul akibat tertekannya nervus medianus di dalam carpal tunnel
(terowongan karpal) di pergelangan tangan. Nervus medianus merupakan
nervus yang rentan terhadap kompresi dan cedera di telapak dan pergelangan
tangan, dimana nervus tersebut dibatasi oleh tulang pergelangan tangan
(karpal) dan ligamentum karpal transversal1.
Carpal Tunnel Syndrome suatu syndrome yang berhubungan dengan
gerakan yang berulang (repetitive motion) dan posisi yang menetap pada
durasi yang lama sehingga memperngaruhi suplai darah ke tangan dan
menimbulkan rasa nyeri6.
D. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian CTS di Amerika Serikat telah diperkirakan sekitar 1-3
kasus per 1.000 orang setiap tahunnya dengan prevalensi sekitar 50 kasus dari
1.000 orang pada populasi umum. National Health Interview Study (NIHS)
memperkirakan bahwa prevalensi CTS yang dilaporkan sendiri diantara
populasi dewasa adalah sebesar 1.55% (2,6 juta). CTS lebih sering mengenai
wanita daripada pria dengan usia berkisar 25-64 tahun, prevalensi tertinggi

6
pada wanita usia >55 tahun, biasanya antara 40-60 tahun. Prevalensi CTS
dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk wanita dan 0,6% untuk
laki-laki CTS adalah jenis neuropati jebakan yang paling sering ditemui.
Sindroma tersebut unilateral pada 42% kasus (29% kanan, 13% kiri) dan 58%
bilateral1.
Di Indonesia, urutan prevalensi CTS dalam masalah kerja belum diketahui
karena sampai tahun 2001 masih sangat sedikit diagnosis penyakit akibat
kerja yang dilaporkan karena berbagai hal, antara lain sulitnya diagnosis.
Pada penelitian pekerjaan dengan risiko tinggi pada pergelangan tangan dan
tangan melaporkan prevalensi CTS antara 5,6% sampai dengan 15%. Pada
pekerja perusahaan ban di Indonesia melaporkan prevalensi CTS pada pekerja
sebesar 12,7%. Diketahui bahwa terdapat hubungan positif antara keluhan
dan gejala CTS dengan faktor kecepatan menggunakan alat dan faktor
kekuatan melakukan gerakan pada tangan1.Tingkat prevalensi juga dapat
bervariasi di berbagai pekerjaan dan industri7.
E. ETIOLOGI
Penyebab utama CTS adalah kompresi nervus medianus di dalam
terowongan karpal. Kompresi ini berhubungan dengan peningkatan tekanan
di dalam kanalis karpal. Penyebab sistemik CTS yang sering dijumpai adalah
diabetes melitus (DM), rheumatoid arthritis, dan hipotiroidisme1.
Pada beberapa penelitian, kejadian CTS sering dikaitkan dengan
pekerjaan. Hal tersebut sesuai dengan prevalensi CTS pada populasi pekerja
yang lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Beberapa faktor risiko terkait
kerja dari CTS dapat berupa; pekerjaan yang banyak menggunakan
pergelangan tangan, bekerja dengan cepat, gerakan berulang dengan
kekuatan, tekanan pada otot, getaran, suhu, postur kerja yang tidak
ergonomis, dan lain-lain. Hagberg et al. menyatakan paparan beban fisik
seperti gerakan repetitif dan genggaman tangan yang kuat merupakan faktor
risiko utama CTS. Sementara faktor risiko lain yang juga berperan pada
kejadian CTS adalah jenis kelamin, umur, indeks massa tubuh, merokok,
status kehamilan2.

7
F. PATOGENESIS
Terowongan karpal dibatasi secara superior oleh ligamentum karpal
transversa dan di bagian inferior oleh tulang karpal, yang dilalui oleh saraf
median dan sembilan tendon fleksor lengan bawah. Tekanan yang meningkat
di terowongan karpal menyebabkan kompresi dan kerusakan saraf median8.
Setiap tekanan pada saraf mengarah hingga gangguan sirkulasi dengan
iskemia yang dapat memicu iritasi sensorik seperti paresthesia. Tapi tekanan
untuk waktu yang lebih lama menyebabkan edema interand intrafascicular
serta anoksia. Edema menutupi segmen yang panjang dan menyebabkan
pseudoneuromatosa pembengkakan saraf median sebelum terowongan
karpal9.
Patofisiologi CTS melibatkan kombinasi trauma mekanis, peningkatan
tekanan, dan kerusakan iskemik pada saraf median di dalam terowongan
karpal. Mengenai peningkatan tekanan, tekanan normal tercatat bervariasi
antara 2 mmHg dan 10 mmHg. Di terowongan karpal, perubahan posisi
pergelangan tangan dapat menyebabkan pergeseran tekanan cairan secara
dramatis. Dengan demikian, ekstensi meningkatkan tekanan hingga lebih dari
10 kali lipat dari level awalnya, sementara fleksi pergelangan tangan
menyebabkan peningkatan tekanan delapan kali lipat Akibatnya, gerakan
berulang di pergelangan tangan merupakan faktor risiko yang signifikan
untuk kejadian CTS7.
Pada cedera saraf, di sisi lain, langkah penting dalam kerusakan saraf
median adalah demielinasi, yang terjadi ketika saraf sering terkena kekuatan
otomatis. Demielinasi saraf berkembang di lokasi kompresi dan menyebar ke
segmen intermodal di mana akson dibiarkan utuh. Dengan kompresi terus
menerus, darah mengalir ke kapiler endoneurial7.
Mulai saat ini, dua pola kerusakan bersaing satu sama lain. Anoksia dan
kompresi menyebabkan demielinasi. Di sisi lain, edema menarik fibroblas
yang berkembang biak dan menyebabkan parah kerusakan mekanis pada saraf
oleh jaringan parut peri- dan endoneural9.

8
G. GEJALA KLINIS
Gejala pertama dari carpal tunnel syndrom termasuk nyeri, mati rasa dan
parestesia. Gejala-gejala ini umumnya muncul, dengan variabilitas tertentu, di
ibu jari, telunjuk, jari tengah dan setengah radial (sisi ibu jari) dari jari manis.
Rasa sakit juga bisa menjalar ke lengan yang terkena, kelemahan tangan,
penurunan koordinasi motorik halus dan atrofi otot bagian tenar. Gejala
sindroma ini biasanya dimulai dengan gejala sensorik yaitu nyeri, kesemutan
(parestesia), rasa tebal (numbness) dan rasa seperti terkena aliran listrik
(tingling) pada daerah yang dipersarafi oleh n.medianus6.

Gambar 3. Distribusi nervus medianus3.


Ciri khas CTS adalah nyeri dan parestesia pada distribusi saraf median,
yang mencakup aspek palmar dari ibu jari, telunjuk dan jari tengah, dan radial
setengah dari jari manis Gejala dapat sangat bervariasi dan terkadang
dilokalkan ke pergelangan tangan atau seluruh tangan, atau pancarkan ke
lengan bawah atau jarang di bahu. Pasien sering terbangun dengan gejala dan
mengguncang tangan mereka untuk memberikan kelegaan. Ini dikenal
sebagai tanda jentikan, dan 93% sensitif dan 96% khusus untuk CTS. Faktor
pemicu lainnya termasuk tugas yang membutuhkan pergelangan tangan
berulang fleksi atau peninggian tangan, seperti mengemudi atau memegang
telepon untuk waktu yang lama. Karena serat sensorik lebih rentan terhadap
kompresi daripada serat motorik, parestesia dan nyeri biasanya mendominasi
lebih awal selama CTS. Dalam kasus yang lebih parah, serat motorik
terpengaruh, menyebabkan kelemahan abduksi ibu jari dan oposisi. Pasien

9
mungkin menggambarkan kesulitan memegang benda, membuka toples, atau
mengancingkan kemeja. Hilangnya rasa sakit merupakan temuan yang
terlambat itu menyiratkan kehilangan sensorik permanen8.
H. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Diagnosis CTS ditegakkan melalui anamnesis berupa adanya
gejala kompresi dari nervus medianus seperti nyeri dan parestesia di
sepanjang distribusi nervus medianus, kelemahan otot tenar dan gejala
lebih sering terjadi malam hari3.
Pasien harus ditanyai juga tentang frekuensi munculnya gejala ini,
apakah terjadi pada malam hari atau siang hari, atau apakah posisi tertentu
atau gerakan berulang memicu gejala. Selain itu, dokter mungkin
mempertanyakan apakah pasien menggunakan objek getaran untuk
tugasnya, bagian lengan tempat sensasi dirasakan, atau apakah pasien
mungkin sudah memiliki faktor predisposisi kejadian CTS7.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan lengkap dari seluruh bagian atas ekstremitas,
termasuk leher, bahu, siku, dan pergelangan tangan, harus dilakukan untuk
menyingkirkan penyebab lainnya. Kebanyakan pasien awalnya CTS ringan
sampai sedang tidak akan terjadi temuan pemeriksaan fisik. Namun,
pemeriksaan awal kaleng tangan dan pergelangan tangan memberikan
petunjuk tentang faktor pencetus, seperti sebagai tanda-tanda cedera atau
perubahan rematik. Pada penyakit yang lebih parah, sensorik permanen
dan terjadi defisit motorik. Pasien mungkin pernah penurunan sensasi
nyeri (hipoalgesia) aspek palmar dari jari telunjuk dibandingkan dengan
jari kelingking ipsilateral di atas tangan yang terkena. Menurunnya sensasi
atas otot-otot tenar menunjukkan lesi saraf median di proksimal karpal
terowongan. Tes elevasi tangan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
serupa dengan manuver Phalen dan tanda Tinel8.
A. Phalen's test

10
Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam
waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk
menegakkan diagnosa CTS1.

Gambar 5. Phalen Test1.


B. Reverse Phalen’s Test
Telapak tangan ditempatkan bersama sehingga ekstensi pergelangan
tangan maksimum tercapai. Ini ditahan selama 60 detik14.

Gambar 6. Reverse Phalen’s Test10.


C. Tinel's sign
Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan pada terowongan
karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi1.

11
Gambar 7. Tinel Test1.
D. Median Nerve Compression Test
Tes kompresi saraf median. Dengan pergelangan tangan pasien di
netralkan, pemeriksa memberikan tekanan sedang pada karpal
terowongan selama 30 detik14.

Gambar 8. Median Compression Test14.


E. Torniquet test: Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan torniquet
dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di
atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes
ini menyokong diagnosa1.
F. Flick's sign: Penderita diminta mengibasibaskan tangan atau
menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau
menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa tanda
ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud1.

12
G. Thenar wasting: Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya
atrofi otot-otot tenar1.

Gambar 9. Penderita CTS yang mengalami atrofi otot tenar13.

H. Wrist extension test: Penderita diminta melakukan ekstensi tangan


secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan
sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala
seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa CTS1.
I. Luthy's sign (bottle's sign): Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan
jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak
dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan
mendukung diagnosis1.

Gambar 10. Positive Bottle Test9.


J. Pemeriksaan sensibilitas: Bila penderita tidak dapat membedakan dua
titik (twopoint discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah
nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosis1.

13
K. Pemeriksaan fungsi otonom: Pada penderita diperhatikan apakah ada
perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada
daerah inervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosis
CTS1.
L. Tes Elevasi Tangan : Untuk melakukan tes elevasi tangan, pasien
mengangkat tangannya di atas kepala selama satu menit; permulaan
gejala adalah hasil yang positif8.

Gambar 4. Tes Elevasi Tangan8.

3. Pemeriksaan Penunjang
Studi elektrodiagnostik termasuk studi konduksi saraf dan
elektromiografi. Studi konduksi saraf mengkonfirmasi CTS oleh
mendeteksi gangguan konduksi saraf median melintasi terowongan karpal,
dengan normal konduksi di tempat lain. Elektromiografi menilai

14
perubahan patologis pada otot dipersarafi oleh saraf median, biasanya otot
pollicis brevis. Studi elektrodiagnostik dapat menyingkirkan yang lain
kondisi, seperti polineuropati dan radikulopati, dan ukur keparahan CTS.
Studi elektrodiagnostik memiliki kepekaan 56% hingga 85% dan
spesifisitas 94% hingga 99% untuk CTS. Hasil mungkin normal pada
sepertiga pasien dengan CTS ringan. Oleh karena itu, studi ini harus
disediakan untuk mengkonfirmasi CTS dalam kasus atipikal dan tidak
termasuk yang lain penyebab. Studi elektrodiagnostik seharusnya
diperoleh sebelum pembedahan untuk memastikan diagnosis dan
memperkirakan prognosis karena pasien dengan CTS yang lebih parah
cenderung tidak memiliki pemulihan lengkap setelah operasi8.
 Ultrasonografi
Area penampang saraf median berkorelasi erat dengan gejala CTS.
Sebuah meta-analisis menemukan bahwa luas penampang 9 mm 2 atau
lebih 87,3% sensitif dan 83,3% spesifik untuk CTS. Pengalaman
melakukan ultrasonografi untuk diagnosis CTS berkorelasi dengan
lebih besar keandalan antar penilai saat mengukur luas
penampang.Keuntungan ultrasonografi meliputi biaya yang lebih
rendah; non-invasif; kenyamanan pasien; dan evaluasi etiologi seperti
tenosinovitis, lesi massa, dan tendinopati. Namun, ultrasonografi
bergantung pada keahlian lokal dan tidak bisa menutup kemungkinan
keluar etiologi seperti polineuropati atau mengukur keparahan CTS8.
 Tes Lainnya
Radiografi polos mungkin berguna jika kelainan bersifat structural,
seperti penyakit tulang atau sendi, dicurigai. Pencitraan resonansi
magnetic umumnya tidak diindikasikan. Pengujian laboratorium untuk
penyakit penyerta, seperti diabetes atau hipotiroidisme, dapat
dipertimbangkan jika ada tanda-tanda lain yang menunjukkan
penyakit8.

15
I. PENATALAKSANAAN

Selain ditujukan langsung terhadap CTS, terapi juga harus diberikan


terhadap keadaan atau penyakit lain yang mendasari terjadinya CTS.
1. Terapi langsung terhadap CTS
1) Istirahatkan pergelangan tangan,
2) Obat anti inflamasi non steroid, NSAID, yang mengurangi
pembengkakan dan nyeri pergelangan tangan, adalah obat pilihan untuk
sindrom terowongan karpal. Bagi kebanyakan pasien, NSAID yang
dijual bebas, seperti ibuprofen atau naproxen, sudah cukup untuk
mengendalikan rasa sakit dan ketidaknyamanan dari kondisi tersebut.
Dalam jangka pendek, NSAID dapat membantu mengatasi gejala;
namun, manfaat jangka panjangnya belum terbukti pada CTS.
3) Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat
dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3
minggu,
4) lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg 8
atau metilprednisolon 20 mg 14 atau 40 mg 12 diinjeksikan ke dalam
terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada
lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah
medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan
dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi dapat
dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3
kali suntikan,
5) Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika, Diuretik
meningkatkan jumlah air dan garam yang dikeluarkan tubuh.
Mengurangi kadar air tubuh mengurangi pembengkakan. Diuretik harus
diminum setiap hari untuk mencegah gejala carpal tunnel. Beberapa
studi penelitian menunjukkan bahwa diuretik memiliki peran terbatas
dalam CTS.
6) Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah
satu penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka

16
menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan,
Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian
piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila
diberikan dalam dosis besar,
7) Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.
a.) Wirst bend
Merupakan suatu latihan dengan menggerakkan pergelangan tangan
ke depan dan kebelakang. Lakukan 10 kali gerakan.
b) Wirst lift
Letakkan tangan di atas meja, kemudian tangan yang lain di atasnya,
menyilang kemudian di tekan, dilakukan bergantian.
c) Wirst flek
Luruskan tangan ke depan, kemudian tekuk pergelangan tangan,
tahan selama 15-20 detik, lalu luruskan kembali
d) Finger bend
Tekuk jari kedepan tahan selama 5 detik, ulangi 3 kali
e) Wirst flek with weight
Lakukan gerakan menekuk tangan ke depan dan ke belakang dengan
membawa kaleng berisi.
f) Hand squeeze
Gunakan tangan untuk memegang bola, kemudian tekan tekan bola.

2. Pembedahan
Pembedahan untuk CTS melibatkan pelepasan terowongan karpal
(CTR), di mana ligamentum karpal transversal (TCL) dipotong untuk
menciptakan lebih banyak ruang di terowongan karpal dan kurangi
tekanan. Manfaat jangka panjang hasil setelah RKT terlihat kira-kira 70-
90% dari pasien. RKT adalah opsi yang cocok untuk pasien diabetes
dengan CTS dan neuropati perifer. Dalam literatur terbaru, operasi telah
dilakukan terbukti menjadi strategi pengobatan yang lebih baik untuk CTS
dibandingkan dengan splinting dan perawatan konservatif lainnya. Ada

17
beberapa macam CTR berdasarkan teknik bedah yang digunakan:
konvensional open carpal tunnel release (OCTR), mini-OCTR, dan
pelepasan terowongan karpal endoskopik (ECTR). Teknik sayatan terbatas
muncul pada tahun 1990-an sebagai respon -untuk teknik bedah
endoskopi. Tujuan dari sayatan yang lebih kecil untuk meningkatkan hasil
kosmetik operasi sambil tetap memungkinkan visualisasi langsung
anatomi yang relevan (Gambar 12). Dengan pendekatan minimal, palmar
fascia tetap utuh, menurunkan kejadian nyeri pasca operasi11.

Gambar 11. Operasi pelepasan terowongan karpal terbuka klasik11.

Gambar 12. Dekompresi terowongan karpal terbuka dengan sayatan


minimal11.

3. Recurrent Carpal Tunnel Syndrome


Pada CTS berulang, dilakukan dekompresi menyeluruh dan neurolisis
eksterna saraf median, diikuti dengan tenosinovektomi fleksor. Prosedur
ini dilakukan dengan anestesi regional atau umum, dengan pembesaran
kaca pembesar. Bekas luka yang sembuh digunakan dan diperpanjang ke
arah proksimal (Gambar 13). Saraf median pertama kali diidentifikasi

18
dalam jaringan normal di lengan bawah distal dengan melepaskan fasia
antebrachial. Diseksi kemudian dilanjutkan dengan arah proksimal ke-
distal. TCL yang dibentuk kembali dibagi di bawah visi langsung (Gambar
10). Jika terdapat jaringan parut yang luas, saraf median dapat dieksplorasi
secara terpisah di telapak tangan dan dibedah ke arah distal-ke-proksimal
sampai saraf dilepaskan sepenuhnya. Setiap bekas luka ekstrinsik pada
saraf median dipotong. Penggunaan mikroskop direkomendasikan untuk
neurolisis yang menantang12.

Gambar 13. Recurrent Carpal Tunnel Syndrome12.

J. DIAGNOSIS BANDING
Selama diagnosis CTS, penting untuk dicatat bahwa kondisi lain juga
dapat memberikan gejala yang mirip dengan CTS, sehingga membutuhkan
diagnosis yang kuat untuk menegaskan kondisi medis pasien. Diagnosis
banding sangat penting ketika menangani kasus, seperti diagnosis CTS pada
pasien, dengan menimbang kemungkinan satu penyakit terhadap penyakit lain
yang kemungkinan besar diderita pasien. Diagnosis banding membedakan
CTS dari komplikasi, seperti artritis karpometacarpal pada ibu jari, yang
gejalanya meliputi gerakan ibu jari yang menyiksa, evaluasi menggiling
positif, dan hasil radiografi. Kondisi lain termasuk radiculopathy serviks,

19
yang gejalanya meliputi nyeri di leher, ibu jari dan jari telunjuk mati rasa, dan
hasil positif dari tes Spurling; dan tendinopati de Quervain, yang
menyebabkan nyeri tekan pada styloid radial distal. Lainnya juga termasuk
neuropati perifer, yang menunjukkan riwayat diabetes mellitus; sindrom
pronator, yang gejalanya meliputi nyeri lengan bawah, kehilangan sensorik
pada bagian atas tenar, dan kelemahan dengan fleksi ibu jari, dan ekstensi
pergelangan tangan; dan sindrom Raynaud, di mana pasien menunjukkan
gejala yang berhubungan dengan paparan dingin dan perubahan warna yang
khas7.
Tabel 1. Differential Diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome8.

K. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling ditakuti adalah transeksi atau trauma pada saraf
median. Meskipun transeksi saraf median sangat jarang, beberapa penelitian
telah menemukan tingkat yang lebih tinggi dari cedera saraf median
sementara (nonpermanen) setelah endoskopi operasi dibandingkan dengan
terbuka. Untuk meminimalkan risiko transeksi saraf atau neuropraksia, ahli
bedah harus menyadari berbagai anatomi variasi yang timbul dari aspek
ulnaris saraf median yang menempatkan saraf pada risiko cedera iatrogenik4.
Komplikasi lain yang ditakuti setelah ECTR adalah perdarahan. Seperti
halnya prosedur pembedahan, perdarahan pasca operasi dapat terjadi karena

20
tidak adekuat hemostasis, mengakibatkan pembengkakan pada tangan dan
peningkatan risiko infeksi. Untuk meminimalkan ini risikonya, kami
menggunakan perban tekan yang besar dan lembut selama 24-48 jam pertama
pasca operasi yang membantu tamponade perdarahan dari luka4.
L. PENCEGAHAN
Pencegahan CTS dilakukan dengan menghindari faktor-faktor
predisposisi. Faktor predisposisi timbulnya CTS terdiri dari okupasi dan non
okupasi faktor yang berhubungan dengan kejadian CTS pada pekerja industri.
Faktor risiko okupasi yaitu bekerja dengan cepat, gerakan berulang, pekerjaan
yang banyak menggunakan pergelangan tangan, dan getaran. Faktor yang
bukan okupasi yaitu jenis kelamin, umur, indeks massa tubuh, merokok,
status kehamilan1.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Dwi T,Prakoso N, Kurniawaty E. Perempuan Berusia 65 Tahun dengan


Carpal Tunnel Syndrome. J Medula Unila 7(2) 144-149 ; 2017.
2. Putri PP. Nerve And Tendon Gliding Exercise Sebagai Intervensi
Nonmedikamentosa Pada Carpal Tunnel Syndrome. Essence of Scientific
Medical Journal 17(2) 34-39; 2019.
3. Simbolon P, Rodiani , Wulan AJ , Ariwibowo C, Prabowo AY. Carpal
Tunnel Syndrome pada Kehamilan. Medula 7(5) 19-24; 2017.
4. Duncan SFM, Kakinoki R. Carpal Tunnel Syndrome and Related Median
Neuropathies. Switzerland: Springer International Publishing AG. Publisher;
2017.
5. Singh P. Hand Anatomy. Hand Trauma in Clinical Practice. Switzerland:
Springer Nature Switzerland AG. Publisher; 2019.
6. Permata A, Ismaningsih. Aplikasi Neuromuscular Taping Pada Kondisi
Carpal Tunnel Syndrom Untuk Mengurangi Nyeri. Jurnal Ilmiah Fisioterapi
3(1) 12-17;2020.
7. Genova A, Dix O ,Saefan A , Thakur M, Hassan A. Carpal Tunnel Syndrome:
A Review of Literature. Cureus 12(3) 1-8; 2020.
8. Wipperman J, Goerl K. Carpal Tunnel Syndrome: Diagnosis and
Management. American Family Physician 94(12) 993-999; 2016.
9. Nix WA. Carpal Tunnel Syndrome. Muscles, Nerves, and Pain.Berlin;
Springer-Verlag GmbH Germany. Publisher; 2017
10. Hanna AS. Hand Pain. Nerve Cases. Switzerland: Springer International
Publishing Switzerland. Publisher; 2017.
11. Zamborsky R, Kokavec M, Simko L, Bohac M. Carpaltunnelreview Carpal
Tunnel Syndrome: Symptoms, Causes and Treatment Options. A Literature
Reviev. Ortopedia Traumatologia Rehabilitacja 1(6) 1-8; 2017.
12. Neumeister MW, Sauerbier M. Problems in Hand Surgery. New York:
Thieme. Publisher; 2020.
13. Salim D. Penegakan Diagnosis dan Penatalaksanaan Carpal Tunnel
Syndrome. J. Kedokt Meditek 23(63) 67-70; 2017.

22
14. Wright AR, Atkinson RE. Carpal Tunnel Syndrome: An Update for the
Primary Care Physician. Hawai‘I Journal Of Health & Social Welfare 78(11)
6-10; 2019.

23

Anda mungkin juga menyukai