Anda di halaman 1dari 16

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2022


UNIVERSITAS HALU OLEO

HUBUNGAN GANGGUAN JIWA DEPRESI TERHADAP MODEL


KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

Oleh :
Andi Sayyed Arham Putra Daeng Nyonri, S.Ked
K1B1 21 063

Pembimbing:
dr. H. Junuda RAF, M.Kes, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Andi Sayyed Arham Putra Daeng Nyonri, S.Ked


Stambuk : K1B1 21 063

Judul Referat : Hubungan Gangguan Jiwa Depresi terhadap Model


Komunikasi Pembangunan

Telah menyelesaikan tugas refarat dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian
Ilmu Kesehatan Jiwa, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.

Kendari, Februaari 2022


Mengetahui
Pembimbing,

dr. H. Junuda RAF, M.Kes., Sp.KJ

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seorang manusia dalam menjalani kehidupannya sejak kecil, remaja,
dewasa hingga lanjut usia memiliki kecenderungan yang relatif serupa dalam
menghadapi suatu masalah. Apabila diperhatikan, cara atau metode
penyelesaian yang dilakukan seseorang memiliki pola tertentu dan dapat
digunakan sebagai ciri atau tanda untuk mengenal orang tersebut. Hal ini
dikenal sebagai karakter atau kepribadian. Gangguan kepribadian adalah salah
satu jenis penyakit mental. Kondisi ini menyebabkan penderitanya memiliki
pola pikir dan perilaku yang tidak normal dan sulit untuk diubah. Penderita
gangguan kepribadian juga mengalami kesulitan untuk memahami situasi dan
orang lain. Pola ini seumur hidup dan dapat dikenal menjelang masa remaja
(adolesens) atau lebih muda lagi. (Nareza, 2021).
Gangguan mood adalah penyebab utama tahun-tahun yang hidup dengan
disabilitas dan tahun hidup yang disesuaikan dengan kecacatan, menyoroti
major depressive disorder dan bipolar disorder sebagai prioritas kesehatan
masyarakat. Gangguan afektif, gangguan mental yang ditandai dengan
perubahan dramatis atau suasana hati yang ekstrim. Gangguan afektif mungkin
termasuk suasana hati yang meninggi (tinggi, luas, atau mudah marah dengan
hiperaktif, tekanan bicara, dan harga diri yang meningkat) atau depresi (mood
sedih dengan ketidaktertarikan hidup, gangguan tidur, agitasi, dan perasaan
tidak berharga atau rasa bersalah), dan sering kombinasi dari keduanya. Orang
dengan gangguan afektif mungkin atau mungkin tidak memiliki gejala psikotik
seperti delusi, halusinasi, atau kehilangan kontak dengan realitas.Gangguan
afektif, juga sering disebut sebagai gangguan mood adalah sekelompok
penyakit psikiatri di mana gangguan suasana hati dianggap fitur utama yang
mendasarinya. Gangguan mood dapat berupa suasana hati yang tinggi, seperti
yang terjadi pada mania atau hipomania, atau suasana hati yang berkurang
(depresi) seperti yang terjadi pada episode depresi mayor. Sedangkan saat

3
depresi biasanya penderita akan mengalami mood sedih tertekan hampir
sepanjang hari selama dua minggu atau kehilangan minat dan kesenangan
dalam aktvitas yang biasa dilakukan, biasanya ditandai dengan menurunnya
aktivitas, sulit tidur, nafsu makan berkurang, kehilangan energi, konsep diri
negatif, sulit konsentrasi, dan banyaknya pikiran negatif (Wahyuni, 2018).
Prevalensi penderita depresi di Indonesia diperkirakan 2,5 - 9 juta dari
210 juta jiwa penduduk. Pada saat setelah pubertas resiko untuk depresi
meningkat 2-4 kali lipat, dengan 20% insiden pada usia 18 tahun. Perbandingan
gender saat anak-anak 1:1, denga peningkatan resiko depresi pada wanita
setelah pubertas, sehingga perbandingan pria dan wanita menjadi 1:2. Hal ini
berhubungan dengan tingkat kecemasan pada wanita tinggi, perubahan
estradiol dan testosteron saat pubertas, atau persoalan sosial budaya yang
berhubungan dengan perkembangan kedewasaan pada wanita (Ryan,
2020). Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes tahun
2016, diperoleh data bunuh diri pertahun sebanyak 1.800 orang atau setiap hari
ada 5 orang melakukan bunuh diri, serta 47,7% korban bunuh diri adalah pada
usia 10-39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif
(Kemenkes RI, 2021).
Banyak faktor yang menyebabkan penderita gangguan depresi
mengalami kondisi tersebut, baik faktor biologis maupun faktor yang berasal
dari lingkungan sekitar yang mempengaruhi kondisi individu dengan gangguan
depresi, tetapi, genetika memainkan peran yang lebih besar daripada yang
mereka lakukan dengan depresi unipolar. Berdasarkan pandangan tersebut,
faktor genetika dapat memberikan pengaruh apabila seorang anak lahir dari
salah satu atau kedua orang tua yang menderita gangguan depresi, sehingga
anak tersebut memiliki resiko untuk mengalami gangguan yang sama. Pada
faktor lingkungan, seperti keluarga, dapat menjadi salah satu faktor yang kuat
dalam mempengaruhi kondisi individu dengan gangguan depresi (Widianti
dkk., 2021).
Berdasarkan pendahuluan diatas hubungan penyakit gangguan depresi
sangat erat kaitanya dengan faktor lingkungan masyarakat maupun keluarga,

4
disamping faktor genetik juga tidak bisa disampingkan, namun pembahasan
terkait penyakit depresi dengan model komunikasi pembangunan masih sangat
jarang dilakukkan sehingga penting untuk menggali informasi hubungan
gangguan penyakit depresi terhadap komunikasi pembangunan.
B. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui Hubungan gangguan penyakit depresi terhadap model


komunikasi pembangunan.
C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menambah tingkat pengetahuan tentang


Hubungan gangguan penyakit depresi terhadap komunikasi pembangunan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Variabel


1. Gangguan Depresi
a. Definisi
Menurut Rujukan Ringkas PPDGJ-III, depresi merupakan
gangguan afektif yang ditandai dengan berbagai gejala utama antara
lain, perasaan depresif atau tertekan; kehilangan minat dan semangat;
berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
dan menurunnya aktivitas. Selain itu depresi juga memiliki gejala-
gejala lain seperti, berkurangnya konsentrasi dan perhatian; harga diri
dan kepercayaan diri berkurang; munculnya perasaan bersalah dan
tidak berguna; pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;
melakukan atau memikirkan perbuatan yang membahayakan diri
bahkan bunuh diri; tidur terganggu; dan nafsu makan berkurang
(Bubun, 2018).
b. Epidemiologi
Prevalensi penderita depresi di Indonesia diperkirakan 2,5 -
9 juta dari 210 juta jiwa penduduk. Pada saat setelah pubertas resiko
untuk depresi meningkat 2-4 kali lipat, dengan 20% insiden pada usia
18 tahun. Perbandingan gender saat anak-anak 1:1, dengan
peningkatan resiko depresi pada wanita setelah pubertas, sehingga
perbandingan pria dan wanita menjadi 1:2. Hal ini berhubungan
dengan tingkat kecemasan pada wanita tinggi, perubahan estradiol dan
testosteron saat pubertas, atau persoalan sosial budaya yang
berhubungan dengan perkembangan kedewasaan pada wanita (Ryan,
2020).
Depresi sering terjadi pada wanita dengan usia 25-44 tahun,
dan puncaknya pada masa hamil. Faktor sosial seperti stres dari

6
masalah keluarga dan pekerjaan. Hal ini disebabkan karena harapan
hidup pada wanita lebih tinggi, kematian pasangan mungkin juga
menyebabkan angka yang tinggi untuk wanita tua mengalami depresi.
Penilaian gejala depresi seperti perasaan sedih atau kekecewaan yang
kuat dan terus menerus yang mempengaruhi aktivitas normal,
menunjukan prevalensi seumur hidup sebanyak 9-20%.(3) Pada
kriteria lain yang digunakan pada depresi berat, prevalensi depresi 3%
untuk pria dan 4-9% untuk wanita. Resiko seumur hidup 8-12% untuk
pria dan 20-28% untuk wanita. Sekitar 12-20% pada orang yang
mengalami episode akut berkembang menjadi sindrom depresi kronis,
dan diatas 15% pasien yang mengalami depresi lebih dari 1 bulan dapat
melakukan bunuh diri (Ryan, 2020).
c. Etiologi
Depresi disebabkan oleh kombinasi banyak faktor. Adapun
faktor biologis, faktor bawaan atau keturunan, faktor yang
berhubungan dengan perkembangan seperti kehilangan orang tua sejak
kecil, faktor psikososial, dan faktor lingkungan, yang menjadi satu
kesatuan mengakibatkan depresi (Ryan, 2020).
d. Klasifikasi Depresi
Menurut PPDGJ III, kriteria diagnosis episode depresi (F32)
adalah sebagai berikut (Ryan, 2020):
Gejala utama (derajat ringan, sedang, dan berat):
1) Afek depresi
2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya:
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

7
4) Pandangan masa depan yang suram dan psimistik
5) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
6) Tidur terganggu
a) Untuk episode depresi dari ketiga tingkat keparahan tersebut
diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk
penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.
b) Kategori diagnosis episode depresi ringan (F32.0), sedang
(F32.1) dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode
depresi tunggal (yang pertama). Episode depresi berikutnya
harus diklasifikasikan dibawah salah satu diagnosis gangguan
depresi berulang (F33.-).
e. Terapi
1) Psikoterapi
Ada beberapa jenis psikoterapi yang dapat dilakukan untuk
menangani gangguan depresi, yaitu:
a) Interpersonal therapy (IPT)
Psikoterapi dengan IPT umumnya berlangsung selama 16 sesi
dan lebih mengutamakan hubungan interpersonal dan masalah
personal yang meliputi: kedukaan/bereavement, konflik dengan
pasangan, konflik dengan rekan kerja, konflik dengan teman
terdekat, konflik dengan anggota keluarga, perubahan fase
hidup (perceraian atau pensiun), dan kekurangan keterampilan
sosial. IPT merupakan modalitas terapi yang efektif dan spesifik
untuk gangguan depresi mayor pada pasien dewasa (Darmawan,
2021).
b) Cognitive behavioral therapy (CBT)
Terapi CBT untuk depresi meliputi strategi untuk mengubah
cara pikir/kognitif pasien yang teridiri dari pendangan negatif
terhadap diri sendiri, dunia, dan masa depan dan mengatur ulang

8
perilaku, misalnya dengan penerapan jadwal aktivitas, dan
sebagainya. CBT dapat dilakukan pada pasien dari seluruh
kelompok usia. Pasien dengan CBT umumnya lebih jarang
mengalami rekurensi (Darmawan, 2021).
c) Psikoedukasi
Dokter akan memberi tahu pasien hal-hal terkait kondisi yang
dideritanya. Dengan begitu, pasien dapat mengidentifikasi
penyebab munculnya gejala dan mencegahnya, dan tetap
menjalani pengobatan (Vieta dkk., 2018).
2) Farmakoterapi
Obat utama yang diberikan pada pasien dengan gangguan
depresi adalah obat-obat anti depresan. Obat-obat anti-depresan
umumnya diberikan selama 6-12 minggu. Faktor terpenting dalam
memilih antidepresan adalah efektifitas dan toleransi pasien
terhadap obat tersebut. Antidepresan yang sering digunakan adalah
(Darmawan, 2021):
a) Penghambat selektif serotonin/selective serotonin reuptake
inhibitor (SSRI)
SSRI adalah antidepresan generasi kedua. Obat ini
merupakan obat pilihan utama untuk gangguan depresi karena
efek samping minimal dan rendahnya resiko untuk overdosis.
b) Penghambat serotonin dan norpeinefrin/serotonin
norepinephrine reuptake inhibitor (SNRI)
SNRI merupakan antidepresan generasi kedua dan
umumnya digunakan pada pasien yang tidak menunjukkan
respon terapi atau tidak dapat mentoleransi SSRI.
c) Antidepresan trisiklik/tricyclic antidepressants (TCA)
Antidepresan trisiklik merupakan antidepresan
generasi satu. TCA umumnya digunakan pada pasien dengan
depresi yang lebih berat atau yang tidak menunjukkan respon
dengan terapi SSRI. Meskipun lebih efektif dibandingkan

9
dengan anti depresan generasi kedua, TCA tidak rutin
digunakan sebagai terapi lini utama karena banyaknya efek
samping yang disebabkan karena aktifitas antikolinergik,
seperti mulut kering, visus menurun, konstipasi, retensi urin,
takikardia, delirium, halusinasi, overdosis, kejang, teratogenik,
dan lainnya.
d) Penghambat oksidase monoamin/monoamine oxidase inhibitor
(MAOI)
Penghambat oksidase monoamin merupakan obat
antidepresan generasi pertama dan sudah sangat jarang
digunakan karena dapat memicu aktivitas simpatis, hipertensi,
dan reaksi dengan banyak bahan makanan. MAOI sebaiknya
dihindari pemberiannya pada depresi dan tidak digunakan
untuk pengobatan lini pertama. Pemberian MAOI sebaiknya
dibawah pengawasan spesialis.
2. KOMUNIKASI PEMBANGUNAN
Komunikasi pembangunan adalah disiplin ilmu dalam komunikasi
dalam konteks negara-negara berkembang, terutama komunikasi untuk
perubahan sosial yang direncanakan. Komunikasi perkembangan bertujuan
untuk meningkatkan pembangunan manusia, yang berarti bahwa
kemiskinan, pengangguran dan ketidakadilan dihilangkan (Akbar, 2019).
Dikemukakan Harun dan Ardianto (2011 : 162) tujuan komunikasi
pembangunan adalah untuk memajukan pembangunan, bertujuan
memberikan pandangan baru kepada masyarakat yang sifatnya
membangun. Selain itu adanya komunikasi pembangunan akan mendorong
keterlibatan masyarakat dalam pembangunan atau disebut partisipasi.
Menurut Davis and Newstrom (2004) partisipasi adalah keterlibatan mental
dan emosional orang dalam situasi kelompok dan mendorong untuk
memberikan suatu kontribusi demi tercapainya tujuan dan berbagai
tanggung jawab dalam pencapaian tujuan (Wahid, 2016)

10
Dapat didefinisikan secara sederhana sebagai proses penyampaian
pesan dari seseorang kepada orang lain. Secara teoritis, pemahaman
mengenai lingkungan sosial dapat diartikan sebagai upaya atau serangkaian
tindakan untuk perencanaan, pelaksanaan, pengendalian/pengawasan, dan
evaluasi yang bersifat komunikatif. Dalam hal ini, ada sejumlah hal yang
perlu dipertimbangkan, yakni: (1) ketahanan sosial (daya dukung dan daya
tampung sosial setempat); (2) keadaan ekosistem; (3) tata ruang; (4) kualitas
sosial setempat (kualitas objektif dan subjektif); (5) sumber daya sosial
(potensi) dan pembatasan (pantangan sosial) kemasyarakatan (berupa
pranata, pengetahuan lingkungan, dan etika lingkungan); dan (6) kesesuaian
dengan azas, tujuan dan sasaran pengelolaan lingkungan hidup (Aminah
dkk., 2019).
Menurut Rogers (1976) mengemukakan bahwa secara sederhana
pembangunan adalah perubahan yang berguna menuju suatu sistem sosial
dan ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak dari suatu bangsa.
Komunikasi merupakan dasar dari perubahan sosial. Servaes dan Malikhao
(2016) mengemukakan bahwa komunikasi dan perubahan sosial yang
berfokus pada pendekatan partisipatif dapat memfasilitasi dialog (Aminah
dkk., 2019)
Implikasi dari proses pembangunan sebagai moderenisasi yang
berusaha mengubah suatu negara atau suatu organisasi dengan sistem yang
berasal dari luar maka model komunikasi yang digunakan adalah
penyebaran ide baru atau diffution of innovation media, yang selanjutnya
ditulis difusi inovasi), yaitu proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui
saluran tertentu dalam waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial.
Komunikasi dalam model ini merupakan sebuah proses dimana partisipan
menciptakan dan menyebarkan informasi diantara satu anggota dengan
anggota lainnya dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pemahaman.
Melalui model ini proses pengambilan keputusan untuk menerima atau
menolak inovasi ialah melalui tahapan mulai dari tahapan pengetahuan,
persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi (Rusadi, 2014).

11
B. Hubungan gangguan jiwa depresi dengan model komunikasi
pembangunan
Gangguan emosinal/depresi meliputi ketidakpuasan dengan
karakteristik, kemampuan, dan prestasi diri; hubungan yang tidak efektif
terhadap peristiwa kehidupan dan tidak terjadi pertumbuhan personal.
Gangguan depresi dalam psikologi bukanlah perasaan sedih yang berlangsung
sesaat saja, melainkan merupakan perasaan sedih dan merasa tidak berarti
secara terus menerus. Orang orang dengan gangguan depresi tidak dapat keluar
dari situasi yang dialami dengan sendirinya. Menangani masalah depresi,
seringkali memerlukan bantuan medis profesional dari psikolog maupun
psikiater, hal ini berguna untuk mengidentifikasi masalah yang sebenarnya
terjadi, dan penanganan seperti apa yang sesuai untuk kondisi yang dialami,
umumnya pendekatan penanganan kondisi ini perlu dilakukan secara holistik,
baik melalui pengobatan juga psikoterapi (Putri, 2020).
Penelitian yang dilakukan oleh Herdiyanto, Tobing, dan Vembriat
(2017) menggambarkan bahwa stigma yang diterima oleh Orang Dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ) dan anggota keluarganya mempengaruhi tindakan
medis yang dilakukan untuk memulihkan kondisi ODGJ. Dampak lain dari
stigma ini, ODGJ harus menghadapi konsekuensi kesehatan dan sosial budaya,
seperti pengobatan yang tidak memadai, putus obat, dibelenggu, dan
pemahaman yang kontras tentang gangguan jiwa (Ratna dkk., 2020).
Komunikasi pembangunan partisipatif harus menjamin terwujudnya
kerja sama timbal balik pada setiap tingkatan partisipasi. Artinya, setiap pihak
harus berusaha menghargai dan menghormati pendapat dan sikap orang lain
serta memiliki rasa saling percaya. Komunikasi partisipatif lebih memfokuskan
pada penciptaan makna bersama, yang menitikberatkan pada tercapainya
kesepahaman atau kesepakatan. Partisipasi masyarakat dalam komunikasi
pembangunan ini dimaknai sebagai proses pertukaran pesan antara masyarakat
dengan pemerintah terkait dengan proses pembangunan (Muchtar, 2016).
Sebuah studi yang dilakukan oleh Muvuka dkk. pada tahun 2018
menunjukkan bahwa melakukan model komunikasi pembangunan mengenai

12
pengetahuan kondisi dan gejala gangguan jiwa depresi dengan masyarakat
yang mengalami depresi akan mengurangi stigma sehingga menurunkan
tingkat gejala depresi dari masyarakat tersebut. Sebuah studi juga dilakukan
oleh Kathleen dkk. pada tahun 2021 menunjukkan bahwa mengantisipasi
bahwa relatif terhadap kondisi kontrol perhatian, yang difokuskan pada
pendidikan seputar depresi ibu dan tonggak perkembangan bayi dengan
teknologi yang cocok dan struktur pembinaan, ibu yang mendapatkan edukasi
mengenai keadaan depresi mereka akan mengalami pengurangan yang lebih
besar dalam keadaan depresinya dan keuntungan dalam praktik orang tua yang
sensitif dan responsif dan bahwa bayi mereka akan menunjukkan keuntungan
yang lebih besar dalam perilaku sosial-emosional dan komunikasi sosial.

13
BAB III
SIMPULAN
A. Kesimpulan
Etiologi dari gangguan depresi yaiu adanya gabungan dari beberapa
faktor yaitu faktor biologis, faktor bawaan atau keturunan, faktor yang
berhubungan dengan perkembangan seperti kehilangan orang tua sejak kecil,
faktor psikososial, dan faktor lingkungan, yang menjadi satu kesatuan
mengakibatkan depresi.
Gangguan depresi mengalami peningkatan resiko 2-4 kali lipat setelah
pubertas, dengan 20% insiden pada usia 18 tahun. Perbandingan gender saat
anak-anak 1:1, dengan peningkatan resiko depresi pada wanita setelah
pubertas, sehingga perbandingan pria dan wanita menjadi 1:2. Hal ini
berhubungan dengan tingkat kecemasan pada wanita tinggi, perubahan
estradiol dan testosteron saat pubertas, atau persoalan sosial budaya yang
berhubungan dengan perkembangan kedewasaan pada wanita. Pemberian obat
farmakologi dapat diberikan obat-obat antidepresan.
Model komunikasi pembangunan bagi orang depresi, akan memberikan
efek positif bagi mereka, karena dalam komunikasi pembangunan partisipasi
dan mewajibkan adanya kerja sama timbal balik dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan seluruh kegiatan pembangunan sehingga bila
dilakukan komunikasi secara komprehensif dan holistik mengenai gangguan
jiwa depresi maka akan mengurangi stigma yang ada sehingga terjadi
penurunan tingkat gangguan jiwa depresi, sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara gangguan jiwa depresi dengan model komunikasi
pembangunan.
Saran
Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti atau mengkaji
lebih dalam karakteristik individu mengenai jenis kelamin, umur, suku,
pendapatan, tempat tinggal, tingkat pendidikan dan perkawinan serta aspek lain
dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan Depresi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Akbar MF, Putubasal E, Asmaria, Kola RD. 2019. Peran Komunikasi Dalam
Pembangunan Masyarakat. Ejournal.
Aminah, S.,Sumarjo, Sartia,A., Abdullah I. 2019. Partisipasi Masyarakat Pesisir
Dalam Komunikasi Pembangunan Di Perbatasan Antarnegara. Jurnal
PIKOM (Penelitian Komunikasi dan Pembangunan. 20(1):29-42. DOI:
http://dx.doi.org/10.31346/jpikom.v20i1.1779
Bubun, B.G.D. 2018. Depresi Pada Mahasiswa Ditinjau dari Locus of Control.
Skripsi. Program Studi Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi Universitas
Katolik Soegijapranata Semarang.
Darmawan, J. 2021. Depresi. Tersedia di:
https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/depresi
Kathleen, M.B., Davis, B., Sheeber, L., Miller, K., Leve, C., Mosley, E.A., Landry,
S.H., Feil, E.G. 2021. Optimizing Social-Emotional-Communication
Development in Infants of Mothers With Depression: Protocol for a
Randomized Controlled Trial of a Mobile Intervention Targeting
Depression and Responsive Parenting. JMIR Res Protoc. 10(8)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2021. Masalah Kesehatan Jiwa di
Indonesia.
Muchtar, K. 2016. penerapan komunikasi partisipatif pada pembangunan di
Indonesia. Jurnal makna vol 1(1) hal 20-32. Bogor
Muvuka, B., Combs, R.M., Ali N.M., Scott, H., Williams, M.T. 2020. Depression
Is Real: Developing a Health Communication Campaign in an Urban
African American Community. Progress in Community Health
Partnerships: Research, Education, and Action 14(2): 161-72.
Nareza, M. 2021. Gangguan Kepribadian. Washington DC: American Psychiatric
Association. Internet. Tersedia di:
https://www.alodokter.com/gangguan-kepribadian

15
Ratna, G, wahyu R, lestari, S. 2020. Art as a catharsis medium for people with
bipolar disorder and synesthesia. Jurnal ilmiah psikologi 5(2): 175-194.
Psikologi muhammadiyah surakarta.
Rs Islam sultan agung semarang. 2019. Panduan praktik klinik psikiatri. Semarang.
Ryan, N.P. 2020. Efektivitas Pelatihan Online Skrining Depresi Pada Lansia Dalam
Meningkatkan Pengetahuan dan Kepercayaan Diri Tenaga Kesehatan.
Thesis. Program Magister Keperawatan Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Vieta, E, Salagre, E, grande I, Carvalho, dkk. 2018. Early intervention in bipolar
disorder. American journal of psychiatry vol 175(5). American.
Wahid, MA. 2016. Pelaksanaan Program Komunikasi Pembangunan Bidang
Keluarga Berencana. Publikasi Ilmiah. Progam Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Komunikasi Dan Informatika Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Wahyuni, A.A.S. 2018. Diagnosis dan Patofisiologi Gangguan Depresi Mayor.
Karya Tulis. Program Pendidikan Dokter Spesialis-I Dapartemen
Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah. Denpasar.

16

Anda mungkin juga menyukai