Anda di halaman 1dari 49

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO

INFEKSI SALURAN KEMIH + GASTROENTERITIS AKUT

Oleh :
Al Avief Nur Achdiat M, S.Ked
K1B1 21 027

Pembimbing :
dr. Waode Sitti Asfiah Udu, M.Sc., Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Al Avief Nur Achdiat M, S.Ked
NIM : K1B1 21 027
Judul : Infeksi Saluran Kemih + Gastroenteritis Akut
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Telah menyelesaikan Laporan Kasus dalam rangka kepanitraan klinik pada


Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Oktober 2021


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Waode Sitti Asfiah Udu, M.Sc., Sp.A


BAB I

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : An. Ld. A.R

Umur : 7 Tahun

Alamat : Jl. Kolopua No. 17 A

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : Sekolah Dasar

No RM : 08 19 XX

Tanggal Masuk RS : 12/10/2021

Suku : Muna

DPJP : dr. Waode Sitti Asfiah Udu, M.Sc., Sp.A

B. Anamnesis (Alloanamnesis)

1. Keluhan Utama

Muntah-muntah

2. Anamnesis terpimpin

Seorang pasien anak laki-laki usia 7 tahun masuk ke RS dengan keluhan

muntah sebanyak 2 kali sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk RS. Muntah

didahului oleh rasa mual. Muntah berisi makanan, tidak terdapat darah

ataupun lendir. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati sejak 1 hari yang lalu

dan makin memberat. Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk. Ibu pasien

mengatakan bahwa pasien juga demam sejak 1 hari yang lalu. Demamnya
hilang timbul. Tidak terdapat menggigil, kejang ataupun penurunan

kesadaran. Pasien juga mengeluh sakit kepala seperti tertekan dan dirasakan

makin memberat. Tidak terdapat batuk namun pasien mengeluhkan pilek

sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tidak sesak. BAB dan BAK

dalam batas normal. Pasien pernah dirawat dengan keluhan muntah disertai

darah 2 tahun yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat alergi. Pasien

memiliki riwayat kebiasaan berenang di kolam renang dan permandian

umum. Riwayat Kehamilan : Pasien merupakan anak ketujuh dari 7

bersaudara dan ibu rutin melakukan pemeriksaan kehamilan teratur di

puskesmas. Sakit selama kehamilan disangkal.

Riwayat Kelahiran : Pasien lahir normal, cukup bulan sesuai masa

kehamilan, berat bayi lahir 3430 gram langsung menangis kuat dan tidak

biru.

Riwayat Imunisasi dasar lengkap sesuai anjuran pemerintah.

Riwayat Tumbuh Kembang dalam batas normal.

Riwayat Nutrisi pasien megonsumsi ASI sampai usia 1,5 tahun, setelah usia

tersebut mendapat makanan biasa, makanan keluarga. Pasien mendapatkan

MPAsi mulai usia 6 bulan.

Riwayat Makanan dan Minum Sebelum masuk RS : Pasien mengonsumsi

makanan biasa (Nasi, Sayur dan telur), riwayat konsumsi es krim sebelum

munculnya gejala (+). Riwayat minum air mineral isi ulang (+).
C. PemeriksaanFisik

KU : Sakit sedang , Compos mentis

Antropometri : BB : 17 kg │ TB : 106 cm

Status Gizi : Gizi Cukup

Tanda Vital :

TD : - mmHg P : 24 x/menit

N : 110x/menit S : 37,8 oC

SpO2 : 97 %

Kepala : Normocephal

Muka : Simetris kanan dan kiri. Edema (-)

Rambut : Hitam, tidak mudah tercabut

Telinga : Otorhea (-), perdarahan (-), serumen (-)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-), Edema palpebra (-/-),

Cekung (-/-), pupil isokor, perdarahan subkonjungtiva (-/-)

Hidung : Rinorhea (-), napas cuping hidung (-), epistaksis (-)

Mulut : Bibir Kering (-), sianosis (-), kering (-), Lidah Kotor (-)

Tenggorok : Hiperemis (-)

Tonsil : T1/T1, hiperemis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-)

Paru :

Inspeksi : Normochest, Pergerakan hemithorax simetris, Retraksi (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), Krepitasi (-), pelebaran sela iga (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Pekak

Batas kiri ICS V Linea midclavicularis sinistra

Batas kanan ICS IV Linea parasternalis dekstra

Aukultasi : BJ I/II murni regular, bunyi tambahan (-)

Abdomen

Inspeksi : cembung ikut gerak napas

Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal

Perkusi : Tymphani, Shifting dullness (-)

Palpasi : distensi (-), nyeri tekan (+) regio epigastrium, Turgor

normal, massa (-). Nyeri tekan suprapubik (+), nyeri tekan

mc burney (-)

Limpa : Tidak teraba

Hati : Tidak teraba

Kelenjar Limfe : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Alat kelamin : Pasien belum sirkumsisi, alat kelamin tampak

hiperemis, smegma (+), tidak terdapat phimosis.

Anggota Gerak : Akral hangat, CRT <2 detik

Kulit : Ikterik (-), pucat (-),


Tasbeh : (-)

Col. Vertebralis : spondilitis (-) skoliosis (-)

KPR : (+)

APR : (+)

Refleks Patologis : (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Laboratorium

(12 Oktober 2021)

Jenis Tes Hasil Nilai Rujukan Satuan


WBC 6.8 4 -10 103/uL
RBC 4.59 4-5.5 106/uL
HGB 11.5 12-16 g/dL
HCT 35.4 40-54 %
MCV 77.1 80-100 fL
MCH 25.1 27-38 pg
MCHC 32.5 32 – 36 g/dL
PLT 543 150 - 450 103/uL
LYM% 6.4 20 – 40 %
MXD % 6.0 3-15 %
NEUT% 87.6% 50 – 70 %
LYM# 0.4 0.8 - 4 103/uL
MXD# 0.4 0.1 – 1.5 103/uL
NEUT# 6.0 2-7 103/uL
Tabel 1. Pemeriksaan Darah Rutin di RS Santa Anna

b) Rapid Tes Antigen SARS Cov-2


Parameter Hasil Nilai Rujukan
Rapid Tes Antigen SARS CoV-2 Negatif Negatif
Tabel 2. Pemeriksaan Rapid tes Antigen SARS Cov-2 di RS Santa Anna

E. Resume

Pasien Anak laki-laki usia 7 tahun masuk ke RS dengan keluhan muntah

sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk RS. Muntah didahului oleh rasa mual dan

muntah berisi makanan. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati sejak 1 hari yang

lalu dan makin memberat. Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk Keluhan

didahului oleh demam sejak 1 hari yang lalu. Yang bersifat hilang timbul.

Tidak terdapat menggigil, kejang ataupun penurunan kesadaran. Pasien

mengeluh sakit kepala seperti tertekan dan dirasakan makin memberat. Tidak

terdapat batuk. Terdapat riwayat pilek sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Pasien tidak sesak. BAB dan BAK dalam batas normal. Riwayat alergi (-).

Tidak ada riwayat keluhan yang sama sebelumnya. Pasien pernah dirawat

dengan keluhan muntah disertai darah 2 tahun yang lalu. Pasien memiliki

kebiasaan berenang di kolam renang ataupun di permandian umum. Riwayat

Kehamilan : Pasien merupakan anak ketujuh dan ibu rutin melakukan

pemeriksaan kehamilan teratur di puskesmas. Sakit selama kehamilan

disangkal.

Riwayat Kelahiran : Pasien lahir normal, cukup bulan sesuai masa kehamilan,

berat bayi lahir 3430 gram langsung menangis kuat dan tidak biru.

Riwayat Imunisasi dasar lengkap sesuai anjuran pemerintah.

Riwayat Tumbuh Kembang dalam batas normal.


Riwayat Nutrisi pasien diberikan ASI sampai usia 1,5 tahun. MPAsi mulai usia

6 bulan.

Riwayat Makanan dan Minum Sebelum masuk RS mengonsumsi makanan

biasa (Nasi, Sayur dan telur), riwayat konsumsi es krim (+). Riwayat minum

air mineral isi ulang (+).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang,

pemeriksaan tanda vital didapatkan TD: - mmHg, P: 24x/menit, N: 110x/menit,

S:37,8oC dan SpO2 : 98%. Nyeri Tekan Epigastrium (+), nyeri tekan

suprapubik (+), Nyeri tekan McBurney (-). Alat kelamin tampak hiperemis,

pasien belum disirkumsisi, dan dalam pemeriksaan genitalia didapatkan

Phimosis (-) dan smegma (+)

Pada pemeriksaan penunjang darah rutin tanggal 12 Oktober 2021 : WBC


WBC 6.8 x 103/µL, RBC 4.59 x 106/µL, HGB 11.5 g/dL, HCT 35.4 %, MCV
77.1 fl, MCH 25.1 pg, MCHC 32.5 g/dL, PLT 543 x 103/µL. NEUT# 6.0 x
103/µL.

F. DIAGNOSA

Infeksi Saluran kemih

Gastroenteritis Akut

G. PERENCANAAN

1. Rencana Diagnostik

Observasi tanda-tanda vital, keadaan umum, dan muntah

2. Rencana Terapi

a. Non Medikamentosa
Monitoring tanda-tanda vital, keadaan umum, muntah dan tirah baring.

Lanjutkan pemberian nutrisi sehari-hari, Edukasi

b. Medikamentosa

1) IVFD RL 18 tpm
2) Inj. Ranitidin ½ amp/iv/8 jam
3) Inj. Ondansentron ½ amp/iv/ 8 jam
4) Paracetamol inf 170 mg (17cc)
5) KAEN 3B 16 tpm
6) Amoxicilin 3 x ½ tab
H. PERKEMBANGAN PASIEN

Tanggal Perjalanan Penyakit Rencana Terapi


12/10/2021 S: Demam (+), Sakit Kepala (+) P:

seperti tertekan, Muntah 2x (+), • IVFD RL 18 tpm

Mual (+), Nyeri tekan epigastrik • Inj. Ranitidin ½ amp /

(+), Pilek (+), Batuk (-), BAB iv/ 8 jam

dan BAK dalam batas normal. • Inj. Ondansentron ½

O: amp/iv/8 jam

• KU: Sakit Sedang, • Paracetamol inf 170

Compos Mentis mg (17 cc)

• TD : - mmHg

• Nadi: 120x/menit

• Pernapasan: 24 x/menit

• Suhu: 38,2 oC

• Spo2: 98 %

• Mata: Cekung (-),


anemis (-), ikterik (-)

• Mulut: Bibir kering (-)

• Respirasi: Vesikuler,

Ronkhi -/-, Wheezing -/-

• CVS: Bunyi Jantung I/II

Murni

• Abdomen : Peristaltik

usus (+) kesan normal, nyeri

tekan (+) regio epigastrium,

nyeri tekan mc burney (-)

• Integumen: Sianosis (-),

Pucat (-)

A : GEA, Suspek ISK


13/10/2021 S: Demam (+), Sakit kepala (+), P:

Muntah (-). Mual (-), Nyeri • IVFD KAEN 3B

tekan epigastrik (+), Nyeri 16 tpm

menelan (+), Batuk dan pilek • Ranitidin ½ amp /

(-), Nyeri tekan suprapubik 8 jam

(+), BAB (-), BAK dalam • Paracetamol inf

batas normal 170 mg

O: • Amoxicilin 3 x ½

• KU: Sakit Sedang, tab

Compos Mentis

• TD : - mmHg
• Nadi: 110x/menit

• Pernapasan: 30 x/menit

• Suhu: 38.0 oC

• Spo2: 96 %

• Mata: Cekung (-),

anemis (-), ikterik (-)

• Mulut: Bibir kering (-)

• Abdomen : peristaltik

usus (+) kesan normal, nyeri

tekan (+) regio epigastrium,

Nyeri tekan suprapubik (+),

nyeri tekan mcburney (-)

• Genital : Pasien belum di

sirkumsisi, alat kelamin

tampak hiperemis, smegma

(+), tidak terdapat phimosis.

A : GEA + ISK
14/10/2021 S: Demam (-), Sakit kepala dan P:

pusing (-), muntah (-), batuk • IVFD KAEN 3B 16

pilek (-), sesak (-), Nyeri tpm

menelan (-), nyeri tekan • Amoxicilin 3 x 1/2 tab

suprapubik (-), BAB dan BAK • Pasien boleh pulang

dalam batas normal. (rawat jalan)

O:
• KU: Baik, Compos Mentis

• TD : - mmHg

• Nadi: 105x/menit

• Pernapasan: 24 x/menit

• Suhu: 36,5 oC

• Spo2: 99 %

• Mata: Cekung (-), anemis (-),

ikterik (-)

• Mulut: Bibir kering (-)

• Abdomen : peristaltic usus (+)

kesan normal. Nyeri tekan

suprapubik (-), nyeri tekan

mcburney (-)

• Integumen: Sianosis (-), Pucat

(-)

A : GEA + ISK
Tabel 3. Perkembangan pasien saat perawatan di RS Santa Anna

I. PROGNOSIS

Ad Vitam: Dubia ad bonam

Ad Functionam: Dubia ad bonam

Ad Sanactionam: Dubia ad bonam


BAB II
KAJIAN TEORI

A. Definisi dan Etiologi


Infeksi saluran kemih (ISK) didefinisikan dengan tumbuh dan berkembang

biaknya bakteri atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna.

Pada anak, gejala klinis ISK sangat bervariasi, dapat berupa ISK asimtomatik

hingga gejala yang berat yang dapat menimbulkan infeksi sistemik. (1)

ISK adalah suatu proses peradangan yang disebabkan oleh berkembang

biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih yang dapat merusak dinding

saluran kemih itu sendiri, yang dalam keadaan normal tidak mengandung

bakteri, virus, atau mikroorganisme lain. (2)

Infeksi saluran kemih pada anak disebabkan berbagai jenis mikroba, seperi

bakteri, virus, dan jamur. Penyebab ISK paling sering adalah bakteri

Escherichia coli. Bakteri lain yang juga menyebabkan ISK adalah

Enterobacter sp, Proteus mirabilis, Providencia stuartii, Morganella

morganii, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus


epidermidis, Streptococcus faecalis, dan bakteri lainnya. Bakteri Proteus dan

Pseudomonas sering dikaitkan dengan ISK berulang, tindakan instrumentasi,

dan infeksi nosokomial. Bakteri patogen dengan virulensi rendah maupun

jamur dapat sebagai penyebab ISK pada pasien dengan imunokompromais.

Infeksi Candida albicans relatif sering sebagai penyebab ISK pada

imunokompromais dan yang mendapat antimikroba jangka lama.(1)

ISK pada neonatus sekitar 1% dan pada bayi prematur sekitar 3%, dan

lebih sering pada laki-laki dengan perbandingan 5:1.12 Penyebab paling

sering adalah bakteri Gram negatif Escerichia coli dan infeksi Candida

albicans.(1)

Pada wanita faktor risiko terjadinya sistitis berbeda pada usia muda dan

usia tua. Pada wanita usia muda dan premenopause faktor risikonya berupa

hubungan seksual, penggunaan spermisida, partner seksual baru, ibu dengan

riwayat ISK, riwayat ISK pada masa kanak-kanak. Penyebab tersering sistitis

non komplikata adalah E coli, diikuti dengan Staphylococcus saparophyticus.

Sedangkan pada wanita tua dan post menopause faktor risiko terjadinya sistitis

adalah riwayat ISK sebelum menopause, inkontinensia, vaginitis atrofi karena

defisiensi estrogen, sistokel, peningkatan volume urin pasca berkemih,

golongan darah, kateterisasi dan status fungsional yang memburuk pada

wanita tua di rumah jompo.(3)

Mikroorganisme penyebab ISK komplikata mempunyai spektrum yang

lebih luas dibandingkan dengan ISK non komplikata dan cenderung untuk
membentuk resistensi terhadap antimicrobial. Mikrooranisme E. coli, Proteus

spp., Klebsiella spp., Pseudomonas spp., Serratia spp., dan Enterococcus spp.

sering didapatkan pada hasil kultur. Enterobacteriaceae (60-75%) dengan E.

coli sebagai jenis yang paling sering ditemukan terutama pada infeksi pertama

kali. Jenis mikroorganisme dapat bervariasi, berbeda antara satu rumah sakit

dengan rumah sakit yang lain.(3)

B. Epidemiologi
Menurut National Kidney and Urologic Diseases Information

Clearinghouse (NKUDIC), ISK menempati urutan kedua setelah infeksi

saluran nafas atas (ISPA) dan sebanyak 8,3 juta kasus dilaporkan per tahun.

ISK dapat menyerang pasien dari segala usia mulai bayi baru lahir hingga

orang tua.(4)

Infeksi saluran kemih merupakan penyakit yang sering ditemui pada anak-

anak dan ditandai dengan jumlah bakteri yang bermakna dalam urin. Insidensi

ISK masih tinggi, merupakan penyebab kedua morbiditas penyakit infeksi

pada anak-anak, setelah infeksi saluran napas. Prevalensi ISK bervariasi

bergantung pada usia dan jenis kelamin. Berkisar 3-10% pada anak perempuan

dan 1-3% pada anak laki-laki. (5)

Setiap tahunnya di amerika Serikat, anak-anak dan remaja didiagnosis

dengan ISK. Lebih dari satu juta kunjungan klinik rawat jalan, lebih dari

500.000 kunjungan ke bagian kegawatdaruratan, dan Sejak tahun 2000,

jumlah pasien rawat inap dan rawat jalan untuk manajemen ISK terus-menerus
meningkat. Pada tahun 2013, agregat biaya rumah sakit untuk manajemen ISK

rawat inap melebihi US$630juta. (6)

Tingkat kejadian ISK di Indonesia masih cukup tinggi, hal ini disebabkan

karena tingkat dan taraf kesehatan masyarakat Indonesia yang masih jauh dari

standar dan tidak meratanya tingkat kehidupan sosial ekonomi. Di Indonesia,

dari 200 anak yang dievaluasi sebesar 35% pada anak 1 sampai 5 tahun dan

22% anak usia 6 sampai 10 tahun menderita infeksi saluran kemih atau sekitar

33% pada laki-laki dan 67% pada perempuan. Data ini menunjukan infeksi

saluran kemih merupakan infeksi dengan angka kejadian cukup tinggi.(2)(5)

Prevalensi infeksi saluran kemih bervariasi berdasarkan usia, jenis

kelamin, ras, dan status sirkumsisi. Bayi laki-laki usia kurang dari 3 bulan

yang belum di sirkumsisi dan bayi perempuan dibawah 1 tahun memiliki

prevalensi tertinggi. Manifestasi ISK sangat bervariasi dan bergantung usia,

mulai dengan asimtomatik hingga gejala yang berat, sehingga ISK sering tidak

terdeteksi baik oleh tenaga medis maupun orangtua. (5)

C. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya ISK sangat terkait dengan beberapa macam faktor,

misalnya jenis kelamin, perilaku kesehatan masyarakat itu sendiri, dan juga

sering terjadi karena infeksi nosokomial di tempat mendapatkan pelayanan

kesehatan. Hal tersebut diperkuat oleh banyak penelitian kejadian ISK yang

menunjukan bahwa hal-hal seperti jenis kelamin, perilaku kesehatan dan

infeksi nosocomial menjadi faktor risiko terjadinya kejadian ISK. (7)


ISK pada pria jarang terjadi, pada umumnya ISK lebih banyak dijumpai

pada wanita dibanding pada pria kemungkinan karena uretra wanita lebih

pendek sehingga mikroorganisme dari luar lebih mudah mencapai kandung

kemih dan juga letaknya dekat dengan daerah perianal dan vagina.(7)

Pria yang belum di sunat merupakan salah satu faktor risiko dari kejadian

Infeksi saluran kemih. Pada kulit atau preputium pria yang belum disunat atau

pada kondsi phimosis memungkinkan konolisasi uropatogen dan dapat

berkembang menjadi infeksi saluran kemih. (8)

Fimosis dapat mempengaruhi ISK. Enterobakteria yang diperoleh dari

flora normal prepusium, permukaan glandular dan distal uretra. E. coli dapat

mengekspresikan P fimbriae, yang melekat ke lapisan dalam dari kulit

preputium dan ke sel uroepitelial. (3)

Kebersihan urogenital (kebersihan preputial dan perineum) adalah

merupakan faktor risiko penting lainnya untuk ISK tetapi sering diabaikan.

Menjaga kebersihan urogenital secara teratur teratur dapat menghambat daya

rekat dan pertumbuhan uropatogen. Preputium, uretra atau perineum

merupakan reservoir bagi uropatogen. (8)

Obstruksi adalah salah satu penyebab paling umum dari infeksi saluran

kemih. Berbagai abnormalitas kongenital saluran kemih bisa menyebabkan

ISK akibat obstruksi, seperti katup uretra posterior dan ureteropelvic junction

obstruction. Adanya statis urin yang non-obstruktif, seperti sindrom prune

belly dan VUR juga dapat menyebabkan ISK. Penyebab ISK lain yang cukup

sering dan signifikan adalah adhesi labia dan konstipasi kronis. (3)
Adhesi labial (LA) didefinisikan sebagai fusi sebagian ataupun lengkap

dari labia minora dan merupakan penyebab urethrovaginal refluks dan stasis

urin untuk memfasilitasi pertumbuhan uropatogen. Prevalensi dilaporkan

hanya 0,6-5% pada anak perempuan prapubertas.(8)

Terdapat beberapa faktor diet lain yang sering dihubungkan dengan ISK.

Salah satunya adalah pemberian ASI. ASI mengandung banyak faktor

imunologi (IgA, laktoferin, oligosakarida dan lain-lain) dan merupakan

sumber lactobacilli. Lactobacillus diperoleh saat lahir saat bayi melewati

saluran persalinan dan kemudian tumbuh pada asupan ASI berikutnya.

Kolostrum manusia dan ASI adalah yang penting sumber alami lactobacilli.

Lactobacilli menghambat pertumbuhan dan adhesi uropatogen, dan mencegah

perkembangan ISK. Peran menguntungkan dari lactobacilli adalah dimediasi

oleh sejumlah mekanisme seperti produksi penghalang biofilm, sekresi

senyawa antimikroba dan stimulasi imunitas bawaan.(8)

ISK terkait kateter (CA-UTI) mengacu pada ISK yang terjadi pada orang

yang baru dipasang kateter atau telah memakai kateter dalam 48 jam terakhir.

CA-UTI merupakan salah satu penyebab bakteremia sekunder nosokomial.

Risiko terjadinya bakteriuria berhubungan dengan lamanya kateterisasi. Risiko

bakteriuria meningkat 3 – 8 % per hari setelah dipasang kateter. Bakteriuria

dapat terjadi 90-100% pada penggunaan kateter jangka panjang. Bakteriuria

yang terjadi biasanya tanpa gejala. CA-UTI dapat berkaitan dengan

polimikroba dan menyebabkan resistensi terhadap beberapa antimikroba.(3)


Kateterisasi saluran kemih mengganggu mekanisme pertahanan host dan

memberikan akses yang lebih mudah terhadap uropatogen ke kandung kemih.

Kateter urin akan memfasilitasi kolonisasi uropatogen dengan memberikan

permukaan untuk perlekatan reseptor pengikat sel host oleh adhesin bakteri,

sehingga meningkatkan adhesi mikroba. Selain itu kondisi ini ditambah

dengan adanya mukosa sel uroepitel yang rusak sehingga menjadi tempat

pengikatan baru untuk adhesin bakteri dan adanya sisa urin dalam kandung

kemih yang mengumpul pada bagian bawah dari balon kateter. (3)

D. Patofisiologi
Infeksi saluran kemih (ISK) tanpa komplikasi dimulai ketika uropatogen

yang berada di usus mencemari daerah periuretra dan mampu menginvasi

uretra. Migrasi selanjutnya ke kandung kemih dan ekspresi pili dan adhesin

menghasilkan kolonisasi dan invasi.(9)

Sel payung superfisial, Respon inflamasi host, termasuk infiltrasi

neutrophil mulai membersihkan bakteri ekstraseluler. Beberapa bakteri

menghindari sistem kekebalan, baik melalui invasi sel inang atau melalui

perubahan morfologi yang mengakibatkan resistensi terhadap neutrofil, dan

bakteri ini mengalami multiplikasi dan pembentukan biofilm. Bakteri ini

menghasilkan racun dan protease yang menginduksi kerusakan sel inang

selain itu melepaskan nutrisi penting yang meningkatkan kelangsungan hidup

bakteri dan naik ke ginjal dan menyebabkan kolonisasi ginjal.(9)


Gambar 1. Patomekanisme

ISK(9)

Kolonisasi

pada ginjal

menyebabkan produksi toksin

bakteri dan kerusakan jaringan inang. Jika

tidak diobati, ISK pada

akhirnya dapat
berkembang menjadi bakteremia jika patogen melintasi penghalang epitel

tubulus di ginjal. (9)

Uropatogen yang menyebabkan ISK dengan komplikasi mengikuti

langkah awal yang sama seperti yang dijelaskan untuk infeksi tanpa

komplikasi, termasuk periuretra. Terjadi kolonisasi, perkembangan ke uretra

dan migrasi ke kandung kemih . Namun, agar patogen untuk menyebabkan

infeksi, kandung kemih harus dikompromikan. Penyebab paling umum dari

kandung kemih yang terganggu adalah kateterisas. Karena respon imun yang

kuat yang disebabkan oleh kateterisasi , fibrinogen terakumulasi pada kateter,

menyediakan lingkungan yang ideal untuk perlekatan uropatogen yang

mengekspresikan protein pengikat fibrinogen. Infeksi menginduksi infiltrasi

neutrofil , tetapi setelah perlekatan awal pada kateter berlapis fibrinogen,

bakteri berkembang biak , membentuk biofilm , meningkatkan kerusakan

epitel dan dapat menyebabkan infeksi pada ginjal di mana produksi toksin

menginduksi kerusakan jaringan. (9)

Patofisiologi ISK sangat kompleks, karena tergantung dari banyak faktor,

seperti faktor pejamu (host) dan faktor organisme. Bakteri dalam urin dapat

berasal dari ginjal, ureter, kandung kemih dan dari uretra. Mukosa kandung

kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi sebagai anti

bakteri. Robeknya lapisan ini dapat menyebabkan bakteri dapat melekat,

membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan

selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri kandung kemih dapat naik ke ureter

dan sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), bakteri akan
lebih mudah masuk terlebih lagi dengan adanya kegagalan refluks

vesikoureter. ISK biasanya dimulai dengan periuretra kontaminasi oleh

uropatogen yang berada di usus, diikuti oleh kolonisasi uretra dan selanjutnya

migrasi patogen ke kandung kemih, suatu peristiwa yang membutuhkan

struktur pelengkap seperti flagela dan filli. Beberapa adhesin bakteri

mengenali reseptor pada epitel kandung kemih uroepithelium) dan memediasi

kolonisasi.(10)

Bakteri dapat masuk ke dalam saluran kemih melalui 3 jalur yaitu melalui

jalur Asenden, Hematogen dan Perluasan langsung. Jalur asenden merupakan

jalur yang paling sering menyebabkan ISK. Jalur asenden adalah masuknya

bakteri feses ke dalam kandung kemih melalui uretra atau ke dalam ginjal

melalui ureter. Wanita lebih sering terkena ISK melalui jalur ini karena wanita

memiliki ukuran uretra yang pendek. Jalur hematogen merupakan jalur yang

jarang terjadi bila dibandingkan dengan jalur asenden. Jalur hematogen

disebabkan karena adanya bakteri dalam darah. Bakterimia stafilokokus

merupakan bakteri yang sering menyerang dari jalur ini.. Perluasan langsung

Infeksi saluran kemih pada jalur ini disebabkan karena pembentukan abses

atau fistula seperti fistula kolovesikalis. Jalur ini yang menyebabkan

kambuhnya ISK pada penderitanya. (10)

E. Klasifikasi
Terdapat lima klasifikasi ISK pada anak yaitu berdasarkan lokasi, episode,

derajat keparahan, gejala dan faktor komplikasi.


1. Klasifikasi berdasarkan lokasi, ISK dibagi menjadi ISK pada traktus

urinarius atas dan bawah. ISK yang mengenai traktus urinarius atas

(pielonefritis) merupakan infeksi piogenik difus yang mengenai parenkim

dan pielum ginjal. Gejala dan tanda klinis seperti demam (>38⁰),

menggigil, nyeri pinggang, dan nyeri tekan. ISK pada traktus urinarius

bagian bawah (sistitis) merupakan kondisi inflamasi pada mukosa kandung

kemih dengan gejala dan tanda disuria, frekuensi, urgensi, urine yang

berbau, enuresis, hematuria, dan nyeri suprapubik.(3)

2. Klasifikasi berdasarkan episode, Berdasarkan episode, ISK dibagi menjadi

ISK pertama, ISK rekuren, dan reinfeksi. ISK pertama dapat menjadi

tanda adanya kelainan anatomi yang bisa menjadi predisposisi ISK

komplikata dan potensi kerusakan ginjal, sehingga memerlukan evaluasi

anatomi traktus urinarius. Infeksi saluran kemih rekuren bisa

diklasifikasikan lagi menjadi dua kelompok, yaitu infeksi yang belum

tuntas akibat pemberian dosis antimikroba subterapeutik, konsentrasi

antibiotik di urin yang inadekuat (akibat kemampuan konsentrasi ginjal

yang buruk atau malabsorsi gastrointestinal), dan infeksi yang melibatkan

multiorganisme; infeksi yang menetap yang disebabkan oleh sumber

infeksi persisten dalam saluran kemih yang tidak bisa dieradikasi (seperti

batu, terdapatnya bagian ginjal yang non fungsi, sisa ureter

pascanefrektomi, necrotic papillae, kista urakus, dan divertikel uretra).

Pada reinfeksi, setiap episode patogennya berbeda. Pengecualian pada E.


coli, penyebab ISK tersering yang bisa timbul kembali tetapi dengan

serotipe yang berbeda.(3)

3. Klasifikasi berdasarkan derajat keparahan, Pada ISK ringan, anak dapat

hanya mengalami demam ringan, masih dapat minum air dan obat oral,

sedikit/ tanpa tanda dehidrasi, dan masih mempunyai komplians yang

baik. Bila pasien sudah mempunyai komplians yang rendah, anak harus

dikategorikan ISK berat. Pada ISK berat, infeksi disertai demam > 39⁰ C,

rasa tidak sehat, muntah terus-menerus, dan dehidrasi sedang sampai berat.
(3)

4. Klasifikasi berdasarkan gejala/ symptom. Bakteriuria asimptomatik

menandakan peningkatan bakteri uropatogen atau kolonisasi kandung

kemih oleh bakteri non virulen yang tidak memberikan dampak gejala

(Tidak ada leukosituria, tidak ada gejala). ISK asimptomatik termasuk

leukosituria tanpa ada gejala. ISK simptomatik adalah ISK yang disertai

gejala iritatif, nyeri suprapubik (sistitis), demam dan malaise

(pielonefritis). Sistitis dapat menandakan fase awal infeksi sebelum terjadi

pielonefritis.(3)

5. Klasifikasi berdasarkan faktor-faktor komplikasi. Dari sudut pandang

faktor penyebab, ISK pada anak dibagi menjadi ISK non komplikata dan

ISK komplikata. Infeksi saluran kemih non komplikata terjadi pada pasien

dengan morfologi dan fungsional yang normal, fungsi ginjal normal, dan

sistem kekebalan tubuh yang kompeten. Kategori ini mencakup sebagian

besar sistitis bakteri yang terisolasi atau berulang dan biasanya dikaitkan
dengan patogen yang mudah diberantas oleh antimikroba oral jangka

pendek. Pasien dapat ditangani secara rawat jalan, dengan fokus pada

pencatatan resolusi bakteriuria, diikuti dengan evaluasi elektif kelainan

anatomi atau fungsional saluran kemih.(3)

Infeksi saluran kemih komplikata meliputi ISK pada neonatus, sebagian

besar pasien dengan bukti klinis pielonefritis, dan semua anak-anak

dengan gangguan mekanik atau fungsional saluran kemih. Obstruksi

mekanik umumnya disebabkan oleh katup uretra posterior, striktur atau

batu. Obstruksi fungsional sering terjadi akibat lower urinary tract

dysfunction (LUTD) dan refluks vesikoureter (VUR). Pasien dengan ISK

komplikata memerlukan rawat inap dan antibiotik parenteral. Evaluasi

anatomi saluran kemih yang cepat sangat penting untuk menyingkirkan

adanya kelainan yang signifikan. Jika didapatkan kelainan mekanik atau

fungsional, perlu dilakukan drainase yang memadai dari saluran kemih

yang terinfeksi.(3)

F. Diagnosis
Gejala ISK sangat bervariasi dengan usia, lokasi, dan beratnya infeksi.

Pada bayi, gejala klinis ISK tidak spesifik dan hanya berupa demam, diare,

nafsu makan berkurang, muntah, ikterus, distensi abdomen, penurunan berat

badan, cengeng dan gagal tumbuh. Pada anak yang sudah besar biasanya

gejala klinis lebih ringan, dapat berupa gejala lokal saluran kemih

(polakisuria, dysuria, urgency, frequency, ngompol) dan sakit perut, sakit


pinggang, atau demam tinggi). Salah satu keadaan penting yang perlu

diperhatikan pada gejala ISK adalah bakteriuria. (11)

Bakteriuria adalah suatu keadaan dimana bakteri dapat ditemukan didalam

urin. Bakteriuria seringkali bersifat asimtomatik dan dikenal dengan istilah

lain yaitu piuria. Piuria yang berarti keadaan dimana ditemukan leukosit pada

urin. Leukosit dalam urin merupakan tanda bahwa adanya respon inflamasi

akibat infeksi bakteri. (11)

Anamnesis mencakup pertanyaan apakah ISK yang terjadi merupakan

infeksi pertama atau berulang. Riwayat adanya malformasi traktus urinarius

saat USG antenatal ataupun postnatal, riwayat operasi sebelumnya, riwayat

keluarga, dan ada tidaknya keluhan konstipasi atau lower urinary tract

symptoms (LUTS). Neonatus dengan pielonefritis atau urosepsis dapat muncul

dengan gejala yang non spesifik seperti gagal tumbuh, ikterik, mual/ muntah,

diare, urine berbau, hipereksitabilitas dan afebris. ISK merupakan penyebab

demam pada 4,1%-7,5% kunjungan ke dokter spesialis anak. Syok septik

jarang terjadi, bahkan pada demam tinggi. Setelah usia 2 tahun, keluhan ISK

lebih spesifik seperti frekuensi, nyeri suprapubik/ abdomen/ lumbal, dapat

dijumpai.(3)

Pemeriksaan umum meliputi tanda vital, pemeriksaan sumber infeksi

seperti THT, kelenjar getah bening, abdomen, dan flank. Pemeriksaan bagian

belakang tubuh untuk melihat tanda khas dari spina bifida, seperti anal

dimple, benjolan lunak, dan hairy patch di kulit sakrum. Pemeriksaan genitalia
memeriksa ada atau tidaknya fimosis, sinekia/ adhesi labia, vulvitis, dan

epididimo-orkitis. (3)

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain(3) :

1. Urinalisis

Pemeriksaan urin dilakukan sebelum pemberian antibiotik. Selain

pemeriksaan urin porsi tengah, beberapa metode pengumpulan spesimen

urin pada anak, antara lain:

• Aspirasi kandung kemih suprapubik

• Kateterisasi

• Kantong urin yang ditempel pada genitalia.

Perbedaan teknik pengambilan urin tersebut berkaitan dengan interpretasi

hasilnya. Ada tiga metode yang umum dilakukan untuk pemeriksaan

urinalisis, yaitu dengan dipstick, mikroskop, dan teknologi flow imaging

analysis. Pada pemeriksaan dipstick, adanya leukosit esterase menandakan

adanya piuria dan nitrit menandakan adanya bakteri gram negatif patogen

yang mereduksi nitrat menjadi nitrit. Pemeriksaan leukosit esterase

mempunyai sensitivitas yang tinggi namun spesifisitas yang rendah.

Sebaliknya, pemeriksaan nitrit bukan penanda yang sensitif pada bayi dan

tidak semua patogen urin mereduksi nitrat menjadi nitrit. Namun, bila

pemeriksaan nitrat positif, hal ini menjadi penting karena sangat spesifik

menandakan adanya ISK. (3)


Pemeriksaan mikroskop merupakan pemeriksaan standar piuria setelah

urin disentrifugasi. Adanya piuria ditandai dengan temuan leukosit > 5/ lapang

pandang besar (25 WBC / μL). Bakteriuria dalam sampel urin memperkuat

diagnosis klinis ISK. Pemeriksaan dengan teknologi flow imaging analysis

dilakukan pada urin yang tidak dilakukan sentrifugasi. Hasil pemeriksaan

leukosit, sel epitel dan eritrosit dengan menggunakan teknik ini berkorelasi

dengan pemeriksaan manual.(3)

Pemeriksaan kultur merupakan pemeriksaan untuk mengonfirmasi hasil

urinalisis. Secara klasik, ISK dianggap bermakna jika pada urin pancar tengah

dijumpai hitung kuman > 105/ mL. Meski demikian, pada pasien dengan

gejala, hitung kuman > 104/mL dianggap bermakna. Jika pengambilan urin

dengan menggunakan kateter, hitung kuman 103-105/ mL dianggap bermakna

sedangkan dengan aspirasi suprapubik, adanya satu kuman sudah menyatakan

signifikansi. Piuria tanpa bakteriuria (sterile pyuria) dapat disebabkan oleh

terapi antibiotik yang tidak adekuat, urolitiasis, benda asing di traktus

urinarius, dan infeksi yang disebabkan oleh M. tuberculosis atau C.

trachomatis. (3)

Pencitraan yang ideal adalah pemeriksaan yang relatif tidak mahal, tanpa

rasa sakit, aman dan memiliki radiasi minimal atau tanpa radiasi, serta

memiliki kemampuan dalam mendeteksi anomali struktural yang signifikan.

Beberapa pemeriksaan pencitraan yang diperlukan sebagai pemeriksaan

penunjang adalah sebagai berikut(3):


Ultrasonografi sangat bermanfaat pada anak karena aman, cepat dan

memiliki akurasi tinggi dalam identifikasi anatomi dan ukuran parenkim ginjal

dan collecting system. Teknik ini subjektif dan tergantung pada operator serta

tidak memberikan informasi mengenai fungsi ginjal. USG ginjal dan kandung

kemih dianjurkan pada bayi dengan ISK yang disertai demam untuk

menyingkirkan traktus urinarius bagian atas dan bawah. Hasil abnormal

dijumpai pada 15% kasus, 1%-2% di antaranya memerlukan penanganan yang

cepat. Pemeriksaan urine residu pada USG perlu diukur pada anak yang sudah

toiled-training untuk menyingkirkan kelainan berkemih sebagai penyebab

ISK. Peningkatan urine residu pascamiksi dapat memprediksi ISK rekurens

pada anak yang sudah toiled-training.(3)

Radionuklida Tc-99m dimercaptosuccinic acid (DMSA) membantu

menentukan massa ginjal fungsional dan memastikan jaringan parut kortikal

dengan menunjukkan area-area hipoaktivitas, yang mengindikasikan

berkurangnya fungsi. Adanya ISK akan memberikan gambaran defek pada

area parenkim ginjal hingga 4-6 minggu kemudian, meski pemeriksaan 1

minggu pertama merupakan pemeriksaan yang paling sensitif

untukmendiagnosis pielonefritis akut. Defek yang berbentuk seperti bintang

dalam parenkim ginjal bisa mengindikasikan pielonefritis akut. Sekitar 50-

85% anak menunjukkan hasil positif dalam minggu pertama. Defek fokal

dalam korteks ginjal biasanya mengindikasikan lesi kronis atau sebuah

jaringan parut ginjal sejak 3-6 bulan pasca ISK. Sidik Tc-99m DMSA lebih
sensitif daripada pemeriksaan pielografi intravena/ intravenous pyelography

(IVP) dan USG dalam pendeteksian jaringan parut ginjal.(3)

Voiding cystourethrography (VCUG) wajib dilakukan untuk evaluasi ISK

pada anak usia kurang dari 1 tahun. Kekurangan utamanya adalah risiko

infeksi, perlu pemasangan kateter/ feeding tube untuk pengisian kandung

kemih dengan kontras dan pengaruh buruk yang disebabkan oleh radiasi

terhadap anak. Pemeriksaan VCUG merupakan standar baku untuk eksklusi

atau konfirmasi VUR. Untuk menghindari risiko parut ginjal, VCUG

sebaiknya dilakukan setelah episode pertama ISK yang disertai demam.(3)

Evaluasi Bladder and Bowel Dysfunction (BBD) Bladder and bowel

dysfunction (BBD) merupakan faktor risiko yang perlu dievaluasi pada anak

dengan ISK. Perbaikan fungsi berkemih atau terapi overactive bladder penting

untuk mengurangi rekurensi ISK. Jika dijumpai adanya gejala dan tanda BBD,

penegakan diagnosis dan penatalaksanaannya sangat direkomendasikan.(3)

G. Tata Laksana
Pilihan terapi oral dan parenteral didasarkan pada usia, kondisi klinis ke

arah urosepsis, derajat keparahan penyakit, sulit minum/ makan/ konsumsi

obat oral, muntah, diare, ketidakpatuhan terapi dan ada pielonefrotis

komplikata (seperti adanya obstruksi). Karena risiko urosepsis dan

pielonefritis yang lebih tinggi pada neonates dan bayi kurang dari 2 bulan,

pada kelompok pasien ini dianjurkan pemberian antibiotik parenteral. (3)

Gangguan elektrolit seperti hiponatremia dan hiperkalemia yang

mengancam jiwa dapat terjadi akibat pseudohipoaldosteron. Pilihan


antimikroba awal didasarkan pada pola sensitivitas kuman setempat dan

kemudian disesuaikan berdasarkan hasil kultur. Terapi antimikroba yang tepat

dan adekuat dapat mencegah penyebaran infeksi dan pembentukan parut

ginjal. (3)

Pada ISK komplikata, uropatogen selain E. coli seperti Proteus mirabilis,

Klebsiella spp, Pseudomonas aeruginosa, enterokokus, dan stafilokokus

meningkat persentasenya. Terapi parenteral dengan antibiotik spektrum luas

lebih disarankan. Diversi urin sementara (sistostomi atau nefrostomi perkutan)

dapat dipertimbangkan pada kegagalan terapi konservatif pada kasus uropati

obstruktif. (3)

Prevalensi resistensi antibiotik terhadap uropatogen, khususnya E. coli

berbeda di berbagai negara. Selain itu, terdapat kecenderungan peningkatan

ISK yang disebabkan oleh kuman enterobakter yang extended spectrum β

laktamase (ESBL) pada anak. (3)

Penatalaksanaan pada ISK memiliki empat tujuan utama:

- Menghilangkan gejala dan bakteriuria dalam episode akut

- Pencegahan pembentukan jaringan parut ginjal

- Pencegahan ISK berulang

- Koreksi terhadap kelainan urologi

ISK ringan dianggap sebagai infeksi berisiko rendah pada anak.

Pengobatan oral yang direkomendasikan adalah dengan TMP, sefalosporin

oral atau amoksisilin /asam klavulanat, dengan tetap menyesuaikan dengan

pola resistensi kuman. Durasi perawatan dalam ISK tanpa komplikasi dirawat
secara oral harus mencapai 5-7 hari. Dosis parenteral tunggal dapat digunakan

bila tingkat kepatuhan minum obat yang rendah dan saluran kemih tidak

ditemukan kelainan. Jika responnya buruk atau timbul komplikasi, anak harus

dirawat inap untuk perawatan parenteral. (3)

ISK berat akan membutuhkan rehidrasi parenteral dan terapi antimikroba

yang tepat, biasanya dengan cefalosporin (generasi ketiga). Pada ISK gram

positif, aminoglikosida memberikan hasil yang baik bila dikombinasi dengan

ampisilin atau amoksisilin/asam klavulanat. Pengobatan antimikroba harus

dimulai dari antibiotik lini yang lebih rendah, namun harus disesuaikan

dengan hasil kultur sesegera mungkin. Pada pasien yang alergi terhadap

sefalosporin, aztreonam atau gentamisin dapat digunakan. Ketika

aminoglikosida diperlukan, level serum harus dimonitor untuk penyesuaian

dosis. (3)

Untuk periode awal 24-36 jam, terapi parenteral antimikroba dengan

spektrum luas dapat digunakan pada anak yang lebih tua, kecuali tetrasiklin

(karena mempengaruhi warna gigi). Fluorinated quinolone dapat

menghasilkan toksisitas kartilago, tetapi jika diperlukan bisa digunakan

sebagai terapi lini kedua dalam penanganan infeksi berat. Ketika anak menjadi

afebris dan bisa minum, terapi dapat diberikan secara oral untuk melengkapi

10-14 hari perawatan, yang bisa dilanjutkan dalam rawat jalan. Cara ini

mempunyai dampak yang positif, seperti efek psikologis yang lebih kecil dan

memberikan kenyamanan buat pasien, tidak membutuhkan biaya yang terlalu


mahal, dapat ditoleransi dan pada akhirnya bisa mencegah infeksi

oportunistik. (3)

Antimikroba oral yang banyak digunakan antara lain: trimetoprim (TMP),

kotrimoksazol (TMP & sulfametoksazol), sefalosporin oral, atau

amoksisilin/asam klavulanat. Namun, indikasi pemberian TMP semakin

menurun karena resistensi antibiotik yang semakin meningkat.(3)

Pada anak usia kurang dari 3 tahun dan yang memiliki kesulitan dalam

mengkonsumsi obat oral, perawatan parenteral selama 7-10 hari lebih

disarankan. Jika terdapat kelainan traktus urogenital (misalnya VUR atau

obstruksi), intervensi urologi yang tepat harus diperhitungkan. Jika terdeteksi

jaringan parut ginjal, pasien akan membutuhkan follow-up yang seksama oleh

dokter anak dalam antisipasi gejala lanjutan seperti misalnya hipertensi,

kerusakan fungsi ginjal dan ISK berulang. (3)

Jika terdapat peningkatan risiko pielonefritis, seperti VUR dan ISK

berulang, antibiotik profilaksis dosis rendah jangka panjang

direkomendasikan. Daftar obat dan dosisnya dapat dilihat pada tabel 3. Hal ini

juga dapat digunakan setelah ISK akut. Studi-studi acak prospektif terakhir

banyak yang tidak mendukung efekasi antibiotik profilaksis ini. Namun ada

dua studi RCT dan meta-analisis yang menunjukkan pengurangan risiko

terjadinya reinfeksi ISK . Jus cranberry dan probiotik juga disebut mencegah

ISK rekurens pada beberapa RCT, meski hal ini belum terkonfirmasi oleh

review Cochrane. (3)


Sirkumsisi mengurangi risiko ISK pada bayi, khususnya pada pasien

dengan riwayat ISKrekurens dan VUR dengan dilatasi ureter, sebesar 10 kali.

Risiko ini berkaitan dengan kolonisasi bakteri uropatogen pada prepusium,

yang berkurang dengan bertambahnya usia. Pada anak yang lebih besar,

sirkumsisi juga mencegah ISK namun dengan angka yang lebih rendah. Dari

sisi biaya, terapi ISK pada anak laki-laki yang disirkumsisi lebih rendah 90%

dari anak yang tidak disirkumsisi. (3)

Terapi antibiotik yang berhasil akan membuat urin menjadi steril setelah

24 jam dan leukosituria akan menjadi normal setelah 3-4 hari. Suhu tubuh

akan kembali normal setelah 24-48 jam sejak pemberian terapi antibiotik pada

90% kasus. Bila demam berlanjut dan belum dijumpai perbaikan,

pertimbangkan adanya resistensi uropatogen, obstruksi ataupun kelainan

anatomi kongenital. Pemeriksaan USG dianjurkan segera dilakukan pada

kasus ini. (3)

Prokalsitonin, parameter inflamasi laboratorium lain seperti CRP dan

hitung leukosit, dapat dipakai sebagai penanda untuk memprediksi inflamasi

parenkim ginjal dengan ISK yang disertai demam pertama. Selain itu,

pemeriksaan elektrosit serum dan hitung jenis juga perlu diperiksa. (3)

Antimikroba Aplikasi Dosis Juml Keterangan


Perhari ah
Dosis
perha
ri
Golongan Penisilin
Ampisilin i.v 100-200 3x
mg/kgbb/h
ari
i.v Remaja 3- 3-4x
6g
Amoksisilin
oral 50-100 2-3x
mg/kgBB
oral Remaja
1,5 – 6 g
Amoksisilin/Klavulan
at
i.v 60-100 3x
mg/KgBB
i.v Remaja 3x
3,6 – 6,6 g
oral 45-60 3x
komponen
amoksisili
n
mg/KgBb
oral Remaja 3x
1500 mg +
37,5
Piperacilin
I.v 300 3-4x
mg/kgBB

Golongan Sefalosporin
generasi 1
Cefacior oral 50-100 2-3x
kg/kgbb
profilaks 10 1x
is oral mg/kgbb
Cefaleksin oral 50-100 3x
mg/kgBB
Profilaks 10 1-2x
is Oral mg/KgBB
Cefiksim oral 8-12 1-2x
mg/KgBB
Pofilaksi 2 1x Terbatas pada
s oral mg/KgBB preterm dan
neonates
Cefotaksim I.V 100-200 2-3x
mg/KgBB
Remaja 3- 2-3x
6g
Ceftriakson I.V 50-100 1x
mg/KgBB
Aminoglikosida Perlu monitor
fungsi ginjal
Gentamisin i.v 5 1x
mg/kgBB
i.v Remaja 3- 1x
5
mg/kgBB
maks 400
mg
Golongan Sulfa
Trimetropim/Kotrimo Oral 5-6 2x
ksasol mg/kgBB
(kompone
n Tmp)
Remaja 2x
320 mg
Profilaks 1-2 1x Kontraindikasi
is mg/KgBB pada bayi < 6
minggu karena
risiko
hiperbilirubinn
emia.
Golongan Kuinolon Lini kedua
atau ketiga
ISK
Komplikata
Ciprofloksasin Oral 20-40 2x
mg/kgBB
i.v 20-30
mg/KgBB
Tabel 4. Dosis antimikroba pada anak usia 3-12 tahun

Gambar 2. Regimen terapi ISK traktus atas (pielonefritis) pada anak


Gambar 3. Regimen terapi ISK bawah (sistitis) pada anak
H. Diagnosis Banding(12)(13)
1. Uretritis
2. Vulvovaginitis
3. Post infeksi virus atau post vaksinasi
4. Batu saluran kemih
5. orchitis
6. Appendisitis
7. Infeksi oleh bakteri streptococcus
8. Infeksi daerah pelvis

I. Prognosis
Anak-anak dengan kelainan fungsional atau anatomi saluran kemih atau

imunodefisiensi rentan terhadap ISK. Prognosis ISK tanpa adanya refluks

vesikoureter dan jaringan parut ginjal biasanya baik dan tidak berhubungan

dengan gejala sisa ataupun jangka panjang. Studi terbaru menunjukkan bahwa

banyak jaringan parut ginjal yang sebelumnya dikaitkan dengan pielonefritis

akut terkait dengan displasia ginjal bawaan, refluks vesikoureter derajat tinggi,

atau obstruksi saluran kemih . Namun demikian, telah terbukti bahwa

penundaan pengobatan ISK demam atau ISK demam berulang dapat

menyebabkan jaringan parut ginjal.(12)

J. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain gagal ginjal, sepsis,

inkontinensia urin, ISK berulang atau kronik. ISK merupakan penyebab

umum ketidaknyamanan pada anak ataupun orang dewasa, selain bolos

sekolah dan pekerjaan. Kondisi ini dapat mempengaruhi kualitas hidup anak

atau orang tua, terutama jika ISK yang berulang atau menyebabkan kerusakan

ginjal permanen. ISK pada masa bayi merupakan faktor risiko nyeri perut

berulang pada masa kanak-kanak. (12)(13)

Insufisiensi ginjal adalah komplikasi yang cukup sering terjadi, baik dari

pielonefritis sendiri, anomali ginjal bawaan yang sudah ada sebelumnya yang

menjadi predisposisi anak untuk ISK, atau dari penggunaan antibiotik

nefrotoksik . Gangguan elektrolit dan asam basa dapat terjadi. Dalam satu

studi cross-sectional prospektif, gangguan elektrolit dan asam basa terjadi

pada 59 (74%) dari 80 anak dengan pielonefritis akut . Lima puluh anak-anak

memiliki hiponatremia, 18 memiliki hypobicarbonatemia, 14 memiliki

hiperkalemia, 6 memiliki hyperbicarbonatemia, 3 memiliki hipokloremia, 3

memiliki memiliki hyperbicarbonatemia, 3 memiliki hipokloremia, 3 memiliki

hipokalemia, dan 1 memiliki hyperchloremia. (12)

Penyebab paling penting dari jaringan parut ginjal adalah hipodisplasia

ginjal yang seringkali bersifat kongenital. Jaringan parut ginjal juga dapat

dikaitkan dengan anomali saluran kemih seperti refluks vesikoureter derajat

tinggi atau obstruksi saluran kemih. Namun demikian, jaringan parut ginjal

berkembang pada 5% anak perempuan dan 13% anak laki-laki setelah episode

pertama gejala pielonefritis. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi jaringan


parut ginjal termasuk pielonefritis pada masa bayi, peningkatan jumlah

serangan pyelonephritic, keterlambatan pengobatan antibiotik, virulensi

bakteri, dan kerentanan individu. Dua tahun pertama kehidupan dianggap

sebagai waktu yang sangat rentan untuk jaringan parut, dengan risiko yang

semakin berkurang hingga sekitar usia delapan tahun, di luar itu risikonya jauh

berkurang. (12)

Prediktor jaringan parut ginjal setelah URI pertama termasuk suhu 39°C,

refluks vesikoureter (terutama derajat tinggi), ultrasonografi ginjal/kandung

kemih abnormal, peningkatan jumlah neutrofil absolut, peningkatan

prokalsitonin serum, protein C-reaktif > 40mg/l, dan VEGF , ACE I / D dan

TGF - β1 polimorfisme gen. (12)

Sekitar 10% anak-anak dengan jaringan parut ginjal akan mengalami

hipertensi pada masa remaja atau dewasa awal. Wanita dengan pembentukan

jaringan parut pada ginjal berada pada peningkatan risiko toksemia dalam

kehamilan. Insufisiensi ginjal dan penyakit ginjal stadium akhir adalah

kemungkinan konsekuensi dari jaringan parut ginjal dari pielonefritis.

Komplikasi seperti abses ginjal, pyonephrosis, pielonefritis emfisematous, dan

pielonefritis xanthogranulomatous jarang terjadi di era pasca-antibiotik. (12)

K. Tinjauan Pustaka Gastroenteritis


Gastroenteritis dapat didefinisikan sebagai peradangan pada mukosa

saluran cerna dan ditandai dengan diare atau muntah. Gastroenteritis akut

biasanya berlangsung kurang dari 14 hari. Gastroenteritis adalah penyakit

anak-anak yang umum terjadi. Anak-anak di negara berkembang sangat

berisiko terhadap tingginya angka morbiditas dan mortalitas. (14)


Di seluruh dunia, gastroenteritis mempengaruhi 3 hingga 5 miliar anak

setiap tahun, danmenyumbang 1,5 hingga 2,5 juta kematian per tahun atau

12% dari semua kematian di antara anak-anak kurang dari 5 tahun. Di negara

maju, seperti Amerika Serikat, akut gastroenteritis jarang menyebabkan

kematian, namun masih menyumbang 300 kematian per tahun Selain itu, ini

menjadi beban berat pada sistem perawatan kesehatan. (14)

Virus adalah etiologi yang paling penting dan bertanggung jawab untuk

sekitar 70% dari episode gastroenteritis akut pada anak-anak. Infeksi bakteri

menyumbang 10% hingga 20% dari semua gastroenteritis akut Penyebab

bakteri yang paling umum adalah, spesies Salmonella, spesies Campylobacter,

spesies Shigella dan spesies Yersina. Giardia lamblia adalah infeksi protozoa

yang paling umum yang menyebabkan gastroenteritis, meskipun cenderung

dikaitkan dengan lebih banyak diare persisten. Protozoa lainnya termasuk

Cryptosporidium spesies dan Entamoeba histolytica. Namun, pada Negara

yang kurang berkembang memiliki tingkat parasit yang lebih tinggi dan

Escherichia infeksi E.coli yang keduanya relatif jarang terjadi di negara-

negara industry. (14)

Saat ini, Gastroenteritis akut (GEA) masih menjadi salah satu penyebab

utama morbiditas dan mortalitas pada anak di negara berkembang.

Berdasarkan penelitian, terdapat 2 terapi yang dapat mengurangi angka

kematian pada kasus GEA, yaitu : 1. Cairan rehidrasi oral (CRO), dengan

formula baru dimana konsentrasi glukosa dan garam yang lebih rendah

diindikasikan untuk mencegah dehidrasi dan mengurangi kebutuhan


pemberian cairan intravena; 2. Suplementasi Zinc, diindikasikan untuk

mempersingkat durasi, meringankan perkembangan penyakit, serta

mengurangi kemungkinan berulangnya penyakit dalam waktu 2 – 3 bulan

mendatang. Selain 2 (dua) terapi tersebut, terdapat 2 (dua) hal lain yang sangat

penting dalam penatalaksanaan GEA, yaitu : 1. Pemberian nutrisi pada anak

harus tetap dilakukan, anak jangan dipuasakan. 2. Lakukan upaya preventif

terjadinya Gastroenteristis (GE) di kemudian hari. Pada saat diare, terjadi

kehilangan cairan, elektrolit (natrium, kalium, dan bikarbonat) dan zinc

bersamaan dengan cairan tinja. Apabila kehilangan ini tidak diganti secara

adekuat dapat terjadi defisit cairan dan elektrolit yang disebut sebagai

dehidrasi. Derajat dehidrasi ditentukan berdasarkan keluhan dan gejala yang

merefleksikan jumlah kekurangan cairan dan elektrolit yang terjadi. Regimen

dehidrasi tergantung dari derajat dehidrasinya.(15)


BAB III
PEMBAHASAN

USIA DAN JENIS KELAMIN


Kasus Teori
Anak Laki-laki usia 7 tahun Infeksi saluran kemih pada anak
sering terjadi, dengan angka kejadian
bervariasi tergantung pada usia dan
jenis kelamin. Pada usia sekolah, 5%
anak perempuan dan hingga 0.5%
anak laki-laki mengalami setidaknya
satu episode ISK. Sebaliknya, insiden
ISK pada anak usia kurang dari 3
bulan lebih umum terjadi pada anak
laki-laki.(3)
Di Indonesia, dari 200 anak yang
dievaluasi sebesar 35% anak 1 sampai
5 tahun dan 22% anak usia 6 sampai
10 tahun menderita ISK atau sekitar
33% laki-laki dan 67% perempuan. (11)
GEJALA KLINIS
Kasus Teori
Muntah sebanyak 2 kali sejak 1 hari Pada anak, gejala klinis ISK sangat
yang lalu sebelum masuk RS. Muntah bervariasi, dapat berupa ISK
didahului oleh rasa mual. Muntah asimtomatik hingga gejala yang berat
berisi makanan, tidak terdapat darah yang dapat menimbulkan infeksi
ataupun lendir. Demam (+) sejak 1 sistemik. (1)
hari yang lalu hilang timbul. Sakit Pada anak besar gejala klinik biasanya
Perut (+) lebih ringan, dapat berupa gejala lokal
saluran kemih berupa polakisuria,
disuria, urgency, frequency, ngompol.
Dapat juga ditemukan sakit perut,
sakit pinggang, atau demam tinggi. (1)
Pada pielonefritis atau febrile urinary
tract infection dapat dijumpai demam
tinggi disertai menggigil, gejala
saluran cerna seperti mual, muntah,
diare, dan nyeri pinggang. (1)
Tidak ada anggota keluarga yang Faktor risiko terjadinya ISK sangat
menderita penyakit dan keluhan yang terkait dengan beberapa macam faktor,
sama. misalnya jenis kelamin, perilaku
kesehatan masyarakat itu sendiri, dan
juga sering terjadi karena infeksi
nosokomial di tempat mendapatkan
pelayanan kesehatan. Hal tersebut
diperkuat oleh banyak penelitian
kejadian ISK yang menunjukan bahwa
hal-hal seperti jenis kelamin, perilaku
kesehatan dan infeksi nosokomial
menjadi faktor risiko terjadinya
kejadian ISK. (7)
PEMERIKSAAN FISIK
Kasus Teori
Pada pemeriksaan suhu pasien tampak Gambaran klinis dari ISK pada bayi
demam. Didapatkan nyeri tekan regio dan anak kecil bisa bervariasi mulai
epigastrik dan suprapubik dari demam hingga gejala
gastrointestinal dan gejala saluran
kemih atas atau bawah.(3)
Pada anak usia prasekolah, sistitis atau
non febrile urinary tract infection lebih
sering ditemukan dibandingkan laki-
laki dengan puncak kejadian paling
sering pada usia 3 tahun. Pada anak
yang sudah dapat berbicara (>3-4
tahun), manifestasi sistitis yang paling
sering adalah disuria dan sakit
suprapubik. (1)
Pada pemeriksaan genitalia pasien Prevalensi dari ISK pada bayi atau
belum disirkumsisi. anak laki-laki yang tidak disunat 5-20
kali lipat lebih tinggi dibandingkan
bayi atau anak laki-laki dan
perempuan yang disunat.(8)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kasus Teori
Darah Rutin: Pemeriksaan darah rutin tidak terlalu
WBC : 6.8 x 103/uL direkomendasikan pada kasus ISK.
RBC : 4.59 x 106/uL Pemeriksaan yang dapat penunjang
HGB : 11.5 x g/dL yang dapat dilakukan antara lain :

HCT : 35.4 % urinalisis, kultur urin, pencitraan

MCV : 77.1 fL (USG, Radioniklida, Voiding


Cystourethrography (VCUG)) (3)
MCH : 25.1 pg
MCHC : 32.5 g/dL
PLT : 543 103/uL
NEUT% : 87.6%
PENGOBATAN
Kasus Teori
 IVFD RL 18 tpm Penatalaksanaan pada ISK memiliki
 Inj. Ranitidin ½ amp/iv/8 empat tujuan utama:
jam - Menghilangkan gejala dan
 Inj. Ondansentron ½ bakteriuria dalam episode akut
amp/iv/ 8 jam - Pencegahan pembentukan jaringan

 Paracetamol inf 170 mg parut ginjal

(17cc) - Pencegahan ISK berulang

 KAEN 3B 16 tpm - Koreksi terhadap kelainan urologi


Pilihan terapi oral dan parenteral
 Amoxicilin 3 x ½ tab
didasarkan pada usia, kondisi klinis ke
arah urosepsis, derajat keparahan
penyakit, sulit minum/ makan/
konsumsi obat oral, muntah, diare,
ketidakpatuhan terapi dan ada
pielonefrotis komplikata (seperti
adanya obstruksi).(3)
Pengobatan oral yang
direkomendasikan adalah dengan
TMP, sefalosporin oral atau
amoksisilin /asam klavulanat, dengan
tetap menyesuaikan dengan pola
resistensi kuman. Durasi perawatan
dalam ISK tanpa komplikasi dirawat
secara oral harus mencapai 5-7 hari. (3)
DAFTAR PUSTAKA

1. Pardede SO. Infeksi pada Ginjal dan Saluran Kemih Anak: Manifestasi
Klinis dan Tata Laksana. Sari Pediatr. 2018;19(6):364.
2. Arivo Debi WDA. Uji sensitivitas antibiotik terhadap. Ilmu Kedokt Dan
Kesehat. 2017;4:216–26.
3. Seputra, KP. Tarmono. Noegroho, SB. Wahyudi, Irfan. renaldo, Johan.
Hamid, AR.Yudiana, IW. Ghinorawa, Tanaya. Warli S. Panduan
Tatalaksana Infeksi Saluran Kemih dan genitalia pria 2021. 3rd ed. Ikatan
Ahli Urologi Indonesia; 2020.
4. Maknunah, Luailiyatul, Wahyudi P, Ramani A. Faktor Risiko Kejadian
Infeksi Saluran Kemih pada Anak di Poli Anak RSUD Blambangan
Kabupaten Banyuwangi. Bagian Epidemiol dan Biostat Kependud Fak
Kesehat Masyarakat, Univ Jember. 2016;
5. Tusino A, Widyaningsih N. Karakteristik Infeksi Saluran Kemih Pada
Anak Usia 0- 12 Tahun Di Rs X Kebumen Jawa Tengah. Biomedika.
2018;9(2):39–46.
6. Korbel L, Howell M, Spencer JD. The clinical diagnosis and management
of urinary tract infections in children and adolescents. Paediatr Int Child
Health [Internet]. 2017;37(4):273–9. Available from:
http://doi.org/10.1080/20469047.2017.1382046
7. Hermiyanty. Faktor Risiko Infeksi Saluran Kemih di Bagian Rawat Inap
RSU Mokopido Tolitoli tahun 2012. J Kesehat Tadulako. 2016;2(9):1–72.
8. Lee SJ. Clinical Guideline for Childhood Urinary Tract Infection (Second
Revision). Child Kidney Dis. 2015;19(2):56–64.
9. Flores-Mireles AL, Walker JN, Caparon M, Hultgren SJ. Urinary tract
infections: Epidemiology, mechanisms of infection and treatment options.
Nat Rev Microbiol. 2015;13(5):269–84.
10. Sinaga HP. Rasio Neutrofil-Limfosit Sebagai Penanda Infeksi Saluran
Kemih pada anak yang disebabkan oleh bakteri. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. 2018;
11. Dewi et al. Profil Pasien Infeksi Saluran Kemih pada Anak di Puskesmas
Surabaya Periode Januari-Desember 2018. J Ilmu Kesehat. 2021;9(1):187–
96.
12. Hodson EM, Craig JC. Urinary tract infections in children. Pediatr Nephrol
Seventh Ed. 2015;1695–714.
13. Indonesia ID. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Menteri Kesehat Republik Indones. 2017;162, 364.
14. Chow CM, Leung AKC, Hon KL. Acute gastroenteritis: From guidelines to
real life. Clin Exp Gastroenterol. 2010;3(1):97–112.
15. Pujiarto, P.S. Gastroenteritis Akut pada Anak. In Health:Gazette.2015.

Anda mungkin juga menyukai