Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

LAPORAN KASUS

No. ID dan Nama Peserta : dr. Lili Delpiani

Presenter : dr. Lili Delpiani

No. ID dan Nama Wahana : RS Siti Khodijah, Kota Pekalongan

Pendamping Wahana : 1. dr. M. Nur Zulkarnaen

2. dr. Miftakhul Huda

Topik : Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

Tanggal (Kasus) : 21 Januari 2019

Nama Pasien : Ny. MR

No. RM : 187590

Tanggal Presentasi :

Pendamping Presentasi : dr. Irmitasari, Sp.OG

Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan RS Siti Khodijah

OBJEKTIF PRESENTASI

Deskripsi:

Ny. MR usia38 tahun datang ke IGD RS Siti Khodijah dengan keluhan nyeri
perut. Keluhan ini dirasakan di seluruh bagian perut sejak tadi pagi (+/- 10 jam
SMRS) dan dirasakan semakin memberat sejak 2 jam SMRS. Nyeri dirasakan
seperti di tusuk-tusuk dan terus menerus. Pasien juga mengeluhkan keluar darah
dari kemaluan sejak 3 jam SMRS berupa flek. Lemas, pusing, mual dan muntah 1
kali di rumah. Pasien saat ini sedang hamil anak ke tiga dengan usia kehamilan 8
minggu HPHT 24 November 2018. Sebelumnya pasien belum pernah merasakan
keluhan seperti ini.

Tujuan:

Mengetahui segala aspek mengenai penyakit pasien dan penanganannya

Bahan bahasan:

Kasus, Tinjauan pustaka

Cara Membahas:

Presentasi dan diskusi


Data Pasien:

Nama: Ny. MR

Tanggal Lahir: 26 April 1980

Usia: 38 tahun

No. RM: 187590

Ruang Rawat: Shofa

HASIL PEMBELAJARAN:

1. Mengetahui segala aspek tentang penyakit pasien

2. Mengetahui tatalaksana pasien

SUBJEKTIF

A. Keluhan Utama

Nyeri perut +/- 10 jam sebelum masuk rumah sakit

B. Keluhan Penyerta

Keluar darah dari kemaluan, Lemas, pusing, mual, mutah

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Ny. MR usia 38 tahun datang ke IGD RS Siti Khodijah pada tanggal 21 januari
2019 pukul 18.10 WIB dengan keluhan nyeri perut. Nyeri dirasakan di seluruh
perut bagian bawah, mendadak, dirasakan seperti tertusuk dan terjadi terus
menerus sejak tadi pagi (+/- 10 jam SMRS) dan dirasakan semakin memberat
sejak 2 jam SMRS. Pasien juga mengeluhkan keluar darah dari kemaluan sejak 3
jam SMRS sedikit-sedikit, berwarna kecoklatan, dan keluar terus menerus.
Keluhanlemas, pusing, mual dan muntah sebanyak 1 kali dirasakan pasien sejak 4
jam SMRS.Sebelumnya pasien belum pernah merasakan keluhan seperti
ini.Pasien saat inisedang hamil anak ke tiga dengan usia kehamilan 8 minggu
HPHT : 24 November 2018.

TP : 31 Agustus 2019

Riwayat Menstruasi :
Menarche : 14 tahun
Siklus haid : 28 hari
Lama : 5 hari
ANC : Bidan, USG (-)
PPT (+) : 3 -1 - 2019
1. Riwayat kehamilan :
1. tahun 2000. Aterm. Spontan. Bidan. Laki-laki. BB 2200 gr. Hidup
2. Tahun 2007. Aterm. Spontan. Bidan. Laki-laki. BB 3600 gr. Hidup
3. Hamil ini

Riwayat kontrasepsi : -
Riwayat pernikahan : 2 kali, selama 5 tahun

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan serupa: disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi: disangkal

Riwayat penyakit tiroid: disangkal

Riwayat kencing manis: disangkal

Riwayat asma: diasangkal

Riwayat alergi: disangkal

Riwayat penyakit jantung: disangkal

Riwayat keputihan : disangkal

Riwayat operasi : disangkal


E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan serupa: disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi: diakui

Riwayat kencing manis: disangkal

Riwayat asma: diasangkal

Riwayat alergi: disangkal

Riwayat penyakit jantung: disangkal

Riwayat penyakit tiroid: disangkal

F. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien dulu merupakan seorang penjahit. pasientinggal bersama suami dan


anaknya. Pasien berobat menggunakan BPJS PBI.

G. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present :
Kondisi Umum : Lemah
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 158 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Temperatur rektal : 36 oC
Status General :
Kepala

Mata : Konjunctiva anemis (+/+), Sclera ikterik (-/-), Pupil isokor


(3 mm/3mm), Refleks cahaya (+/+)

Hidung : Deviasi septum nasi (-), Pernapasan cuping hidung (-)

Telinga : Gangguan pendengaran (-)

Mulut : Sianosis (-), Pucat (-)


Leher : Deviasi trakea (-), Pembesaran KGB (-)

Thoraks

Paru

 Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-), Pelebaran


ICS (-)
 Palpasi : Gerakan dada simetris.
 Perkusi :
D S
Sonor Sonor
 Sonor
Auskultasi : vesikuler, Sonor (-/-), Suara Nafas (+)
rhonki (-/-), wheezing
Jantung Sonor Sonor

 Inspeksi : Ictus cordis tampak


 Palpasi : Ictus cordis teraba
 Perkusi : batas jantung kanan : axilaris anterior line dekstra,
batas jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra
 Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen

 Inspeksi : distensi
 Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (+), nyeri tekan perut bawah (+)
 Perkusi : timpani di seluruh lapangan abdomen
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas

 Superior :dingin (+), edema (-)

 Inferior :dingin (+), edema (-)

Status obstetri

Inspeksi : distensi
Palpasi : tinggi fundus uteri (TFU) sulit dievaluasi

Leopold I : tidak teraba

Leopold II: tidak teraba

Leopold III : tidak teraba

Leopold IV : tidak teraba

DJJ :-

Status Ginekologi

Inspeksi : perut tampak distensi, tidak ada ballotement

Palpasi : fundus uteri sulit dievaluasi, nyeri tekan (+)

Vagina :

 Inspekulo : vagina kaku, portio tebal


 VT : vulvovagina normal, tidak ada pembukaan, nyeri goyang
portio (+), forniks posterior agak menonjol, nyeri tekan forniks
posterior (+), pengeluaran darah (+) berwarna merah kehitaman.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
21 Januari 2019 ( pkl 18.30)
a. Laboratorium

LABORATORIUM DARAH
21 Januari 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Darah Rutin
Hemoglobin 8,0 (L) g/dl 14-16
Leukosit 29.610 sel/uL 4.800-10.800
(H)
Trombosit 450.000 sel/uL 150.000-450.000
Eritrosit 2,94 juta sel/uL 4,7 juta – 6,1 juta
(L)
Hematokrit 24 % 42-52
Indeks Eritrosit
MCH 27,2 Pg 27-31
MCV 83,0 fL 79-99
MCHC 32,8(L) % 33-37
Hitung Jenis
Eosinofil 0,0 (L) % 2-4
Basofil 0,0 % 1-2
Neutrofil batang 2 % 2-6
Neutrofil segmen 91,8(H) % 50-70
Limfosit 5,5(L) % 25-40
Monosit 2,7 % 2-8
Golongan Darah
Golongan Darah A
Rhesus Positif
Hemostasis
PT 9,6 Detik 9,3 – 11,4
APTT 20,30 (L) Detik 24,5 – 32,8

Kimia Klinik
Glukosa sewaktu 175 (H) mg/dl 75-150

Imunoserologi
HBSAG Rapid Non Non Reaktif
Reaktif
Anti HIV (Rapid) Non Non Reaktif
Reaktif
URINE
Tes kehamilan Positif

Pungsi kavum Douglas (kuldosintesis): tidak dilakukan

Ultrasonografi (USG):
 GS intrauterin (-)
 Tanda cairan bebas (+) di cavum abdomen
Kesan: Kehamilan ektopik terganggu

I. DIAGNOSIS KERJA
G3P2A0 uk 7-8 minggu + Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
J. DIAGNOSIS BANDING
 Appendisitis perforasi
 Abortus imminens
K. PENATALAKSANAAN
Terapi. :
Infus RL loading 500 cc selanjutnya30 tetes/menit
Laparatomi cito
Persiapan darah
Monitoring : Keluhan
Vital Sign
KIE : Os dan suami tentang kondisi pasien termasuk diagnosa,
tentang rencana tindakan segera beserta manfaat dan resiko
dari tindakan yang akan dilakukan.

Tanggal 21 januari 2019 pukul 20.10 dilakukan laparatomi cito

Laporan Operasi

Nama Ahli Bedah: Dr.Andriansyah, Sp.OG

Diagnosis Pre operasi G3P2A0 gravid 7-8 minggu + KET

Diagnosis Post operasi Ruptur tuba pars ampularis dextra

Tanggal Jam operasi dimulai Jam operasi selesai


21/03/2013 20.10 21.10

Tindakan /macam operasi Salpingektomi dekstra

Laporan operasi
Asepsis dan antisepsis lapangan operasi

 Incisi mediana, tampak darah dan bekuan darah sekitar 750 cc


 Tampak massa konsepsi yang terbungkus dalam omentum dari fimbriae
saluran tuba uterine dextra
 Diputuskan untuk mengeluarkan massa konsepsi dengan melakukan
jahitan hemostasis pada omentum yang menyelubunginya.
 Dilakukan salpingooforektomi dekstra
 Setelah diyakini tidak ada perdarahan, rongga abdomen dicuci dengan
NaCl 1000 cc
 Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
 Perdarahan selama operasi 750 cc
Terapi post-Operasi
Injeksi Cefotaxim 2x1 gram iv
Injeksi ketorolac 3x 1 ampul iv
Injeksi asam traneksamat 3x1 ampul iv
Infus RL 28 tpm.
Mobilisasi bertahap
Transufi PRC 2 kantong post op
Cek Hb post transfusi

Gambar 6. Hasil
konsepsi tampak di
saluran tuba uterin
dextra
Gambar 7. Hasil konsepsi dan stolsel yang sudah di angkat

L. PERJALANAN PENYAKIT
Follow up di ruangan
Tgl S O A P
21-1- Nyeri St present Pasca Tx:
2019 perut (+), TD : 110/70 salfingektomi Transfusi PRC 2 kolf
23.00 DI bekas N : 80 x/mnt dextra ec/ Puasa 6 jam
operasi RR : 20 x/mnt ruptur tuba IVFD NaCl 20tpm ~
Ma/mi -/- Tax : 36,8°C pars ismika anestesi
, BAB (-) dextra hari-0 Inj Cefotaxim 2 x 1g iv
BAK (+) St general: dbn Inj ketorolac 3 x 1 amp
 kateter iv
Flatus (-), St ginekologi Inj asam traneksamat 3 x
Abdomen : 1 amp iv
Distensi (-), BU Cek HB post transfuse
(+) N, Nyeri tekan
(+), Luka operasi Mx: Obs Keluhan, Vital
terawat sign
Vagina: taa
KIE

22-1- Nyeri St present Pasca Tx:


2019 luka op. TD : 110/70 salfingektomi IVFD RL 20 tpm dengan
08.00 (+), gatal N : 80 x/mnt dextra ec/ ketorolac
(-), RR : 20 x/mnt ruptur tuba Tranfusi PRC 1 kolf jika
Ma/mi Tax : 36,8°C pars ismika HB < 8 Inj Cefotaxim 2
+/+ BAB dextra hari-1 x 1g iv
(-) St general: dbn Inj ketorolac 3 x 1 amp
BAK (+) iv
Flatus (+) St ginekologi Inj asam traneksamat 3 x
Abdomen : 1 amp iv
Distensi (-), BU Mx: Obs Keluhan, Vital
(+) N, Nyeri tekan sign
(+), Luka operasi
terawat
Vagina: taa

Cek HB : Pk.
09.10

Hb : 7,4

22-1- Nyeri St present Pasca Pdx: cek DL 6 jam post


2019 perut (+) TD : 110/60 salfingektomi transfusi
16.00 mulai N : 80 x/mnt dextra ec/
berkurang RR : 20 x/mnt ruptur tuba Tx:
Ma/mi Tax : 36,5°C pars ismika IVFD RL 20tpm
+/+ dextra hari-1 Tranfusi PRC 1 kolf
BAB (+) St general: dbn Cek HB post transfusi
BAK (+) Mx: Obs Keluhan, Vital
St ginekologi sign
Abdomen :
Distensi (-), BU KIE mobilisasi
(+) N, Nyeri tekan
(-), Luka operasi
terawat
Vagina: taa

23-1- Nyeri St present Pasca Tx:


2019 perut (+) TD : 100/70 salfingektomi Aff infus
08.00 berkurang N : 80 x/mnt dextra ec/ Cefadroxil 2 x 1
RR : 20 x/mnt ruptur tuba Asam mefenamat 3x1
Tax : 36,9°C pars ismika ROB 1x1
dextra hari-2 Mx: Obs Keluhan, Vital
St general: dbn sign

St ginekologi KIE
Abdomen : BPL
Distensi (-), BU Kontrol poli obgyn
(+) N, Nyeri tekan
(+) berkurang,
Luka operasi
terawat
Vagina: taa
DL: Pk. 08.00
Hb : 9,3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang


disertai dengan gejala akut abdomen. Kondisi ini merupakan kondisi yang gawat
yang bila lambat ditangani akan berakibat fatal bagi penderita. Kehamilan ektopik
terganggu merupakan salah satu penyebab utama mortalitas ibu, khususnya pada
trimester pertama. Karena manifestasinya yang cukup dramatis, sering kali KET
dijumpai terlebih dahulu bukan oleh dokter-dokter ahli kebidanan, melainkan
dokter-dokter yang bekerja di unit gawat darurat, sehingga entitas ini perlu
diketahui oleh setiap dokter.
Di masa lampau KET hampir selalu fatal, namun berkat perkembangan alat
diagnostik yang canggih morbiditas maupun mortalitas akibat KET jauh
berkurang. Meskipun demikian, kehamilan ektopik masih merupakan salah satu
masalah utama dalam bidang obstetri. Perkembangan teknologi fertilitas dan
kontrasepsi memang di satu sisi menyelesaikan masalah infertilitas maupun KB,
namun di sisi lain menciptakan masalah baru. Kehamilan ektopik dapat terjadi
sebagai akibat usaha fertilisasi in vitro pada seorang ibu, dan kehamilan ektopik
tersebut dapat menurunkan kesempatan pasangan infertil yang bersangkutan untuk
mendapatkan anak pada usaha berikutnya. Masalah yang lain ialah masalah
diagnosis. Tidak semua pusat kesehatan di negara ini mempunyai fasilitas
pencitraan, dan dalam menghadapi pasien yang datang dengan keluhan maupun
tanda KET, tidak semua dokter, terutama primary-care physician, segera
memikirkan KET sebagai salah satu diagnosis banding. Hal ini mengakibatkan
keterlambatan diagnosis dan terapi yang adekuat.

2.2 Definisi Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik ialah kehamilan, dengan ovum yang dibuahi,


berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium
kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin
yang sekarang masih juga banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis
kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang
normal, misalnya kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kehamilan pada
serviks uteri.5

Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab


kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Karena janin pada
kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka
para dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.4

2.3 Epidemiologi
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru
memberikan gejala bila kehamilan tersebut terganggu. Sehingga insidens
kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara
kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan
prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan
berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang
terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya.1

2.4 Faktor resiko


Faktor risikountuk kehamilan ektopik telah dirangkum oleh Ankum dkk
dalam meta-analisis yang mencakup 36 studi sebelumnya. Ada hubungan yang
kuat antara kehamilan ektopik dengan kondisi yang dianggap menghambat
migrasi sel telur yang telah dibuahi ke rahim. Dalam hal ini termasuk kerusakan
pada tuba falopi dari penyakit radang panggul sebelumnya, sejarah kehamilan
ektopik, dan operasi tuba sebelumnya, termasuk ligasi tuba sebelumnya.
Mekanisme patofisiologi terhadap terganggunya integritas tuba ini yang mungkin
menjadi penyebab peningkatan jumlah kehamilan ektopik pada pasien dengan
infertilitas atau operasi panggul sebelumnya.6

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik 4,6,8:


A. Faktor-faktor mekanis yang mencegah atau menghambat perjalanan ovum yang
telah dibuahi ke kavum uteri.
1. Salpingitis, khususnya endosalpingitis, yang menyebabkan aglutinasi
lipatan arboresen mukosa tuba dengan penyempitan lumen atau
pembentukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya siliasi mukosa
tuba akibat infeksi dapat turut menyebabkan implantasi zigot dalam
tuba fallopi. Pada laporan klasik Westrom, wanita dengan riwayat
salpingitis (yang dikonfirmasi dengan laparoskopi) mempunyai risiko 4
kali lipat untuk menderita kehamilan ektopik. Bukti infeksi Klamidia
(antibodi dalam sirkulasi) berhubungan dengan peningkatan 2 kali lipat
risiko kehamilan ektopik.
2. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus atau infeksi masa nifas,
apendisitis ataupun endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba
dan penyempitan lumennya.
3. Kelainan pertumbuhan tuba, khususnya divertikulum, ostium assesorius
dan hipoplasia. Kelainan semacam ini sangat jarang terjadi.
4. Kehamilan ektopik sebelumnya, dan sesudah sekali mengalami
kehamilan ektopik, insiden kehamilan ektopik berikutnya akan menjadi
7 hingga 15 persen. Meningkatnya risiko ini kemungkinan disebabkan
oleh salpingitis yang terjadi sebelumnya.
5. Pembedahan sebelumnya pada tuba, entah dilakukan untuk
memperbaiki patensi tuba atau kadang-kadang dilakukan pada
kegagalan sterilisasi. Wanita yang pernah mengalami pembedahan tuba
mempunyai risiko kehamilan ektopik yang lebih tinggi. Wanita dengan
kehamilan ektopik yang dilakukan pembedahan konservatif mempunyai
risiko 10 kali lipat untuk mengalami kehamilan ektopik berikutnya.
6. Abortus induksi yang dilakukan lebih dari satu kali akan memperbesar
risiko terjadinya kehamilan ektopik. Risiko ini tidak berubah setelah
satu kali menjalani abortus induksi, namun akan menjadi dua kali lipat
setelah menjalani abortus induksi sebanyak dua kali atau lebih,
kenaikan risiko ini kemungkinan akibat peningkatan insiden salpingitis.
7. Tumor yang mengubah bentuk tuba, seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksa.
8. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim yang digalakkan akhir-akhir
ini telah meningkatkan insiden kehamilan ektopik. Tapi harus diingat
bahwa penggunaan IUD modern seperti Copper T tidak meningkatkan
risiko kehamilan ektopik dan malahan merupakan proteksi terhadap
kehamilan. Studi yang lebih besar yang dilakukan oleh WHO
menyatakan bahwa pengguna IUD memiliki risiko kurang dari 50 %
untuk mengalami kehamilan ektopik dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan kontrasepsi. Tetapi apabila pemakai IUD menjadi hamil
maka kehamilannya kemungkinan besar merupakan kehamilan ektopik.
Sekitar 3-4 % kehamilan pada pemakai IUD adalah ektopik.
B. Faktor-faktor fungsional yang memperlambat perjalanan ovum yang telah
dibuahi ke dalam kavum uteri
1. Migrasi eksternal ovum mungkin bukan faktor yang penting kecuali
pada kasus-kasus perkembangan duktus mulleri yang abnormal,
sehingga terjadi hemiuterus dengan kornu uterina rudimenter dan tidak
berhubungan. Risiko terjadinya kehamilan ektopik dapat pula sedikit
meningkat pada wanita dengan satu oviduk kalau saja dia mengalami
ovulasi dari ovarium sisi kontra lateralnya. Kelambatan pengangkutan
ovum yang telah dibuahi lewat saluran tuba atau oviduk akibat migrasi
eksternal akan meningkatkan sifat-sifat invasif blastokis sementara
masih berada di dalam oviduk. Peristiwa ini mungkin bukan faktor yang
penting dalam proses terjadinya kehamilan ektopik pada manusia.
2. Refluks menstrual pernah dikemukakan sebagai penyebab terjadinya
kehamilan ektopik. Kelambatan fertilisasi ovum dengan perdarahan
menstruasi pada waktu sebagaimana biasanya, secara teoritis dapat
mencegah masuknya ovum ke dalam uterus atau menyebabkan ovum
tersebut berbalik ke dalam tuba. Bukti yang mendukung fenomena ini
tidak banyak.
3. Berubahnya motilitas tuba dapat terjadi mengikuti perubahan pada
kadar estrogen dan progesteron dalam serum. Perubahan jumlah dan
afinitas reseptor adrenergik dalam otot polos uterus serta tuba fallopi
kemungkinan benar menjadi penyebabnya. Segi praktisnya tampak
pada peningkatan insiden kehamilan ektopik yang dilaporkan setelah
penggunaan preparat kontrasepsi oral yang hanya mengandung
progestin. Juga dilaporkan peningkatan insiden kehamilan ektopik
sebesar 4 hingga 13 persen di antara para wanita yang pernah
mendapatkan preparat dietilstilbestrol (DES) intrauteri. Kejadian ini
mungkin lebih disebabkan oleh berubahnya motilitas tuba daripada oleh
abnormalitas strukturnya.
C. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang telah dibuahi.
Unsur- unsur ektopik endometrium dapat meningkatkan implantasi dalam tuba.
Meskipun para pengamat pernah melaporkan adanya fokus-fokus
endometriosis dalam tuba fallopi, namun hal ini merupakan keadaan yang
jarang dijumpai.

2.5 Klasifikasi kehamilan ektopik


Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa
golongan:

a. Tuba fallopi. 95% kehamilan ektopik terjadi pada tuba fallopi.3 Pada kasus
kehamilan tuba, 65% terjadi kehamilan ektopik pada tuba uterina kanan,
dan 35% kasus pada tuba uterina kiri.7 Lokasi-lokasi tuba yang bisa
terjadi kehamilan ektopik:
1. Pars interstisialis
2. Isthmus
3. Ampulla
4. Infudibulum
5. Fimbria
b. Uterus
1. Kanalis servikalis
2. Divertikulum
3. Kornua
4. Tanduk rudimeter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
1. Primer
2. Sekunder
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus. 5

Gambar 1 Lokasi Kehamilan Ektopik


2.6 Patologi
Pada proses awal kehamilan, apabila embrio tidak bisa mencapai
endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan
kemudia akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya.
Karena tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan embrio atau
mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami perubahan dalam bentuk berikut
ini.3

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi


Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.

2. Abortus ke dalam lumen tuba


Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila
pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen
tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale.
Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-
iruan (hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui
ostium tuba berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina.3

gambar 2 Abortus Tuba

3. Ruptur dinding tuba


Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus
dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis
terjadi pada kehamilan lebih lanjut. Faktor utma yang menyebabkan ruptur
adalah penembusan vili koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke
peritoneum. Ruptur dapat terjadi spontan atau karena trauma ringan. Darah
dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila
ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba
telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba.
Kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligamenter antara 2 lapisa ligamentum tersebut. Ika janin hidup terus
dapat terjadi kehamilan intraligamenter.3

Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba,
tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan
kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi
seluruhnya dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion. 3

Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh


kantomg amnion dan dengan plassenta masih untuh kemungkinan tumbuh
terus dalam rongga peru, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau
kehamilan abdominal sekunder. 3
Gambar 3 Komplikasi Kehamilan Ektopik, Ruptur tuba

2.7 Jenis Kehamilan ektopik


1. Kehamilan pars interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis
tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan
tuba. Ruptur pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapi
akhir bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak
segera dioperasi akan menyebabkan kematian. 3

Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan


isi kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup
sumber perdarahan dengan melakukan irisan baji (wedge resection) pada
kornu uteri dimana tuba pars interstisialis berada. 3
2. Kehamilan ektopik ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik ini berlangsung bersamaan
dengan kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik
ganda (combined ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara
15.00-40.000 persalinan. Di Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.3

Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi


kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparatomi ditemukan uterus
yang membesar sesuai dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea. 3

3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan
tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg yaitu :

a. Tuba pada sis kehamilan harus normal


b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary
proprium.
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong
janin.3
Diagnosa yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan
ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat
perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian
sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture, ditemukan benjolan dengan
berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang mengandung darah, villi
korialis dan mungkin juga mudigah.3

4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi
dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada
kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar
dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal
jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh
karena perdarahan. Pengeluaran konsepsi pervaginam yang menyebabkan
banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan
histerektomi totalis.3

Paalman dan Mc Ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut :

a. Ostium uteri intertum tertutup


b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks
d. Peradarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga
terbentuk hour-glass uterus.3

5. Kehamilan ektopik kronik


Umumnya terjadi setelah ruptur tuba atau abortus tuba dan selanjutnya
janin dapat tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen
dari plasenta yang dapat meluaskan insersinya pada jaringan sekitarnya. Bila
janin cukup besar dapat terus hidup sebagai kehamilan abdominal. Kehamilan
ini merupakan komplikasi obstetrik yang mempunyai morbiditas dan mortalitas
janin yang tinggi dan sangat membahayakan ibu sehingga tidak bijaksana bila
kita menemukan kehamilan abdominal masih berupaya untuk mempertahankan
sampai genap bulan. Dianjurkan bila diagnosis kehamilan abdominal sudah
tegak harus dilakukan laparotomi untuk penghentian kehamilan tersebut.3

2.8 Gambaran Klinik


Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita
menunjukkan gejala-gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran
disertai rasa agak sakit pada payudara yang didahului keterlambatan haid. Di
samping gangguan haid, keluhan yang paling sering ialah nyeri di perut bawah
yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-
kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.1

Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari


perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.1

Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri


dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen,
atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut
yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh
darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat
nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada
perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul
nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.1

Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada kehamilan
ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat
bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin
terjadi sebelum haid berikutnya.1

Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang
penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin,
dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya sedikit,
berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus.1

Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks uteri


menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari
diameter 5 sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastik.1
2.9 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta penunjang
a) Anamnesis

Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa
bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan hamil
muda dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus
dan perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.1 Kehamilan
ektopik harus dipikirkan pada semua pasien dengan test kehamilan positif, nyeri
pada pelvis, dan perdarahan uterus abnormal.8

b) Pemeriksaan fisik

Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut dapat
ditemukan tanda-tanda syok.1

a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi


cepat dan lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit
yang lembab, nafas cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran
berkurang atau tidak sadar.
b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri
ketok dan nyeri lepas dari dinding perut.
Pemeriksaan ginekologi

Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks


menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang
sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan
adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-kadang bisa naik sehingga
menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.1

c) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit
b. Tes kehamilan
Apabila test positif, dapat membantu diagnosis khusunya terhadap tumor-
tumor adneksa, yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan. Tes kehamilan
yang negatif tidak banyak artinya, umunya tes ini menjadi negatif beberapa hari
setelah meninggalnya mudigah.5

c. Dilatasi dan kerokan


Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amonorea terjadi perdarahan
yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga
dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan disfungsional dan lain-lain.5

d. Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk
diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak
terganggu.5

e. Ultrasonografi
Keunggulan, bahwa tidak invasif atau tidak perlu memasukkan alat dalam
rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium,
adanya massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.5

Gambar 4 USG Kehamilan Ektopik


f. Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah prosedur klinik diagnostik untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan intra peritoneal, khusunya pada kehamilan ektopik terganggu.
Kuldosintesis diindikasikan pada kasus kehamilan ektopik dan abses pelvik. 9
Teknik :
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
3. Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam
serviks dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada
kain kasa dan diperhatikan apakah darah merah yang dikeluarkan
merupakan :
a. Darah segar berwarna merah dan akan membeku; darah berasal
dari arteri atau vena yang tertusuk
b. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku,darah menunjukkan adanya hematokel retrouterina.3

Gambar 5 teknik Kuldosintesis

2.10Diagnosis Deferensial
Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus
iminens, kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran
tangkai, serta apendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran
klinis yang hampir sama dengan KET. Perbedaan dari masing-masing penyakit
tersebut adalah sebagai berikut:4,5,6,7,8,10
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang
setelah amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang
dapat diraba pada pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5 0C,
sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih
tinggi daripada KET serta tes kehamilan negatif.
2. Abortus iminens atau insipiens
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak
dan lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah
median. Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping
atau di belakang uterus serta gerakan servik uteri tidak menimbulkan nyeri.
3. Ruptur korpus luteum
Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan
pervaginam, serta tes kehamilan (-).
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis
Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan
perdarahan pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat
daripada kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri
pada gerakan serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perutnya di titik McBurney.

2.11 Penalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah 1,2,4,5,6,8:
1. Segera dibawa ke rumah sakit
2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan
hipovolemia.
3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang
dikerjakan antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada kehamilan
tuba dan oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan di kornu.
Pada kehamilan di kornu jika pasien berumur >35 tahun sebaiknya dilakukan
histerektomi, bila masih muda sebaiknya dilakukan fundektomi. Pada
kehamilan abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta mudah diangkat
sebaiknya diangkat saja tetapi bila besar dan susah diangkat maka anak
dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat plasenta, plasenta ditinggalkan dan
dinding perut ditutup.

Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi


untuk mengangkat tuba fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan, dengan
atau tanpa ooforektomi ipsilateral. Tujuan penanganan tersebut harus dan tetap
terletak dalam upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu. Akhir-akhir ini, penanganan
terhadap kehamilan ektopik telah berubah dari salpingektomi menjadi prosedur
untuk mempertahankan fungsi tuba. Pembedahan yang dahulunya lebih radikal
akan dijelaskan pertama dan kemudian diikuti dengan uraian mengenai teknik
pembedahan yang lebih baru untuk mempertahankan kelangsungan fungsi tuba
fallopi.4,5,6,8,11
1. Salpingektomi
Dalam pengangkatan tuba fallopi, dianjurkan untuk membuat eksisi
berbentuk baji yang tentu saja tidak lebih dari sepertiga luar pars interstisialis
tuba (tindakan ini dinamakan reseksi kornu), untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya kehamilan dalam puntung tuba (jarang dijumpai) tanpa melemahkan
miometrium di tempat eksisi tersebut. Harus dihindari reseksi yang terlampau luas
agar tidak mengenai kavum uteri; kalau tidak, cacat yang ditimbulkan oleh reseksi
akan menimbulkan ruptura uteri pada kehamilan intrauteri berikutnya. Bahkan
dengan reseksi kornu sekalipun, kehamilan interstisial selanjutnya tidak dapat
dicegah.
2. Ooforektomi ipsilateral
Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi
pernah dianjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki kesuburan
penderita maupun menurunkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik
berikutnya. Dengan demikian, ovulasi selalu akan terjadi dari ovarium yang
paling dekat pada tuba fallopi yang masih tertinggal. Keadaan ini mempermudah
pengambilan ovum oleh tuba dan menghindari kemungkinan terjadinya migrasi
eksterna ovum serta kehamilan ektopik yang bisa timbul akibat telur yang
peripatetik tersebut.
3. Sterilisasi
Sebelum dilakukan pembedahan eksplorasi untuk kecurigaan kehamilan
ektopik, ibu harus ditanya dahulu apakah ia menginginkan kehamilan selanjutnya.
Jika wanita tersebut sudah tidak ingin mempunyai anak lagi dan kehamilan
ektopik yang terjadi merupakan akibat tindakan kontrasepsi yang gagal, keputusan
yang diambil dokter biasanya ke arah tindakan sterilisasi. Jika diputuskan
demikian, dan keadaan pasien baik, dokter dapat mempertimbangkan
histerektomi. Kalau tidak, tubektomi biasanya dapat dilakukan dengan cepat tanpa
meningkatkan risiko. Sebaliknya, semua organ ini perlu diselamatkan sedapat
mungkin pada wanita yang masih ingin hamil lagi, sekalipun risiko kehamilan
ektopik yang akan dihadapinya pada kehamilan berikutnya cukup besar.
4. Menyelamatkan tuba fallopi
Karena adanya kemungkinan yang besar untuk terjadi kemandulan setelah
kehamilan tuba yang ditangani dengan salpingektomi, cara lain untuk mengangkat
tuba harus dipertimbangkan. Penggunaan teknik diagnostik dan prosedur
pembedahan yang lebih mutakhir untuk mempertahankan tuba yang rusak akan
memberikan hasil akhir yang lebih baik lagi dalam kehamilan berikutnya.
Beberapa tindakan bedah rekonstruksi tuba dibahas dibawah ini:
a. Salpingostomi
Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil dengan
panjang yang biasanya kurang dari 2 cm dan terletak dalam sepertiga distal tuba
fallopi. Suatu insisi linier sepanjang 2 cm atau kurang dilakukan pada batas
antimesenterik di dekat kehamilan ektopik. Implantasi ektopik ini biasanya akan
menonjol keluar dari lubang insisi sehingga dapat dikeluarkan dengan hati-hati.
Tempat perdarahan dikendalikan dengan elektrokauter atau laser, dan luka insisi
dibiarkan tanpa penjahitan sampai sembuh sendiri.
b. Salpingotomi
Suatu insisi longitudinal dilakukan pada batas antimesenterik tuba
fallopi langsung di daerah implantasi ektopik. Hasil konsepsi diangkat dengan
forseps atau diisap dengan hati-hati dan tuba yang terbuka lalu diirigasi dengan
larutan ringer laktat (jangan memakai larutan salin isotonik), sehingga tempat
perdarahan dapat dikenali dan dikendalikan seperti dijelaskan di atas. Penutupan
luka yang paling dianjurkan dilakukan dengan jahitan satu lapis memakai benang
vicryl 7-0 yang dipasang satu persatu.
c. Reseksi segmental dan anastomosis
Prosedur ini dianjurkan untuk kehamilan ektopik yang mengalami
ruptur dalam bagian isthmus tuba, mengingat salpingotomi atau salpingostomi
kemungkinan akan menimbulkan jaringan parut dan selanjutnya penyempitan
lumen tuba yang kecil ini. Setelah segmen tuba terlihat, mesosalping di bawah
tuba diinsisi, dan bagian isthmus tuba yang berisikan implantasi ektopik tersebut
direseksi. Mesosalping lalu dijahit dan dengan demikian merapatkan kembali
kedua puntung tuba. Segmen tuba tersebut kemudian dianastomosiskan satu sama
lain secara berlapis dengan benang vicryl 7-0 yang dijahit satu per satu (jahitan
terputus); penjahitan ini sebaiknya dilakukan dengan pembesaran. Tiga jahitan
dibuat pada tunika muskularis dan tiga lagi pada tunika serosa yang dilakukan
dengan hati-hati agar tidak mengenai lumen tuba. Penjahitan lapisan serosa akan
menambah kekuatan pada lapisan pertama.
d. Evakuasi fimbria
Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal diusahakan
untuk mengosongkan hasil konsepsi dengan cara ”mengurut” atau “mengisap”
implantasi ektopik tersebut dari dalam lumen tuba. Tindakan ini tidak dianjurkan
karena akan disertai dengan angka kehamilan ektopik rekuren yang besarnya dua
kali lipat bila dibandingkan dengan salpingotomi. Pada tindakan ini juga terdapat
angka pembedahan reeksplorasi yang tinggi untuk mengatasi perdarahan rekuren
akibat jaringan trofoblastik persisten.
KEHAMILAN EKTOPIK

Tidak terganggu Terganggu


(Observasi KE) (Curiga KET)

MRS, Rapid Test, USG Akut (KET) Kronik


Transvaginal Obs 24 jam Douglas Punctie (Hemato
T/N/R/Keluhan/Hb (KP) cele)

GS (+)
Intra Uteri

GS (-) GS (+)
/ PPT Extra
(-) Uteri
GS (-) /
PPT (+)

Laparotomi/Proof
Bukan KE
Laparotomi

Bagan 2. Diagnosis dan Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik

Methotrexate sistemik
Methotreate (MTX) adalah analog asam folat yang banyak digunakan pada
pengobatan terhadap penyakit neoplasma, psoriasis berat, dan arthritis rematoid
pada orang dewasa. MTX secara kompetitif mengikat enzim dihidrofolic acid
reduktase, sebuah enzim yang mengubah dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat
(bentuk aktif). Tetrahisdrofolat berfungsi untuk transport 1 grup karbon selama
sintetis nukleotid purin dan thymidilate. Tanpa tetrahidrofolat sintetis DNA dan
perbaikannya, dan replikasi seluler mengalami gangguan. Proliferasi sel yang
aktif seperti pada sel ganas, sel pada sumsum tulang, sel fetal, demikian juga pada
sel mukosa mulut, usus, dan kandung kencing adalah yang paling sensitive
terhadap efek dari MTX.5
Perdarahan aktif intraabdomen adalah kontraindikasi kemoterapi. Ukuran dari
masa ektopik juga penting, Pisarska dkk (1998) merekomendasi MTX untuk tidak
digunakan jika kehamilan lebih dari 4 cm. Kesuksesan terbaik jika kehamilan
kurang dari 6 minggu, diameter massa tuba tidak lebih dari 3,5 cm, fetus telah
mati, dan beta-hCG tidak lebih dari 15.000 mIU/mL (Lipscomb and colleagues,
1999a, Stoval, 1995). Menurut American College of Obstetrician and
Gynecologists (1998), kontraindikasi termasuk menyusui, imunodefisiensi,
alcohol, penyakit hati dan ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptikum.4
Pasien yang dapat diterapi dengan MTX harus stabil secara hemodinamik, yaitu
sesuai dengan hal-hal berikut :4
1. Terapi medis gagal pada 5-10 % kasus, dan lebih sering terjadi pada
kehamilan lebih dari 6 minggu atau massa tuba lebih dari 4 cm.
2. Kegagalan terapi medis memerlukan terapi lebih lanjut, baik secara
medis atau pembedahan.
3. Pada pasien rawat jalan, transportasi yang cepat harus tersedia.
4. Tanda dan gejala rupture tuba seperti perdarahan vagina, nyeri abdomen
dan pleura, lemah, pusing, atau sinkop harus dilaporkan dengan cermat.
5. Hingga kehamilan ektopik sembuh, tidak diperbolehkan melakukan
hubungan seksual, minum alcohol, atau mengkonsumsi asam folat,
termasuk vitamin prenatal.

Dosis MTX :4
1. Dosis tunggal : MTX 50 mg/m2 IM. Hitung kadar beta-hCG pada hari
ke 4 dan 7
 Bila penurunan > 15 %, diulang tiap minggu hingga tidak terdeteksi.
 Bila penurunan < 15 %, ulangi pemberian MTX dan hitung sebagai
hari pertama.
 Jika aktivitas jantung masih ada pada hari 7, ulangi pemberian MTX
dan hitung sebagai hari pertama.
 Pembedahan bila kadar beta-hCG tidak turun atau aktivitas jantung
persisten setelah 3 dosis MTX.
2. Dosis variable :
 MTX 1 mg/kgBB IM, hari 1, 3, 5, 7
 Leukovorin 0,1 mg/KgBB IM, hari 2, 4, 6, 8
Injeksi yang kontinyu diberikan hingga kadar beta-hCG berkurang 15 % dalam 48
jam, atau 4 dosis MTX diberikan, kemudian perminggu hingga beta-hCG tidak
terdeteksi.

Kool dan Kock (1992) mempelajari 16 penelitian yang melaporkan tentang efek
samping. Semua gejala hilang dalam 3-4 hari setelah MTX dihentikan. Efek
samping yang paling sering adalah gangguan hati (12 %), stomatitis (6 %) dan
gastroenteritis (1 %). Seorang wanita mengalami depresi sumsum tulang. Laporan
kasus juga menggambarkan netropenia dan demam yang mengancam jiwa,
pneumonitis akibat induce obat, dan alopesia (Buster dan Pisarska, 1999).4
Setelah linear salfingostomi, kadar beta hCG menurun hingga masa resolusi 20
hari. Pada kasus langka, setelah dosis tunggal MTX, kadar serum beta hCG
meningkat pada 4 hari pertama, kemudian menurun secara bertahap, dengan
waktu resolusi 27 hari. Lipscomb dkk (1998) mengobati 287 wanita dengan MTX
dengan kesembuhan rata-rata, yaitu level beta hCG kurang dari 15 mIU/mL,
adalah 34 hari. Waktu terlama adalah 109 hari. 4

2.12 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara
1,4,5,6,8,10
lain berupa syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus .
Komplikasi yang lain berupa jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan
ektopik persisten . Namun kedua hal tersebut biasanya terjadi pada kehamilan
ektopik yang belum pecah dan menjalani terapi bedah konservatif
(salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat pasca terapi.4,5,6,8
Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui
laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan
tingginya angka jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan
pengobatan lanjutan. Risiko jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna
dengan hematosalping berdiameter lebih besar dari 6 cm, titer HCG lebih besar
dari 20.000 IU/L dan hemoperitonium lebih dari 2000 ml. Meskipun reoperasi
merupakan pengobatan pilihan, tetapi methotrexate lebih disukai. Pengobatan
profilaksis dapat diberikan dengan memberikan dosis multipel methotrexate (1
mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15 mg/m2) dapat diberikan setelah
diagnosis ditegakkan.4,6,8

2.13 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis
dini dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang
menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril
setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik
lagi pada tuba yang lain. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun.
Hanya 60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat
hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Untuk
wanita dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan
salpingektomi bilateralis.4,5,6,8
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan
melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali
mengalami kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat
menjadi 10 kali lipat, dan harus dipertimbangkan dalam memberikan IVF.6
DAFTAR PUSTAKA

1. Bangun, R. Karakteristik Ibu Penderita KET di RSUP H. Adam Malik Medan


tahun 2003-2008. Medan : USU. 2009
2. Cunningham, F.G, Leveno, K.J, et al. Ectopic Pregnancy in William’s
Obstetry 23rd Edition. Philadelphia : Mc-Graw-Hill. 2010.
3. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka. 2009.
4. Universitas Sriwijaya. Kehamilan Ektopik. Diakses dari
http://digilib.unsri.ac.id/download/kehamilanEktopik.pdf pada tanggal 21
April 2013.
5. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kandungan. Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka. 2009.
6. Seeber, B.E, Barnhart, K.T. Suspected Ectopic Pregnancy in Clinical Expert
Series in Obstetric and Gynecology Magazine vol 107 No. 2 Part 1. American
College of Obstetricians and Gynecologist. 2006
7. Turhan, N.O, Inegol, I Seckin, N.C. A Three-year Audit of the Management of
Ectopic Pregnancy in J Turkish German Gynecol Assoc Vol 5. Ankara: Fatih
University of Ankara. 2004
8. Schwartz, S.I, et al. Ginekologi dalam Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.
Jakarta: EGC. 2000.
9. Prawirohardjo, S. Kuldosentesis dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 2006
10. Saint-Louis, H. Management of Ectopic Pregnancies. 2005
11. Braun, RD. Surgical Management of Ectopic Pregnancy. Available in :
http://www.emedicine.com/med/topic3316.htm. Last Update : 26 Januari
2007. Accessed : 1 April 2010.
12. Ectopic Pregnancy. A Guide for Patients. American Society For Reproductive
Medicine.1996.

Anda mungkin juga menyukai