Pembimbing:
Oleh:
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA 2022
HALAMAN PENGESAHAN
Karanganyar, 2022
Menyetujui
Pembimbing
Mengetahui,
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS
ii
1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Ny. S
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Celep Kidul 2/4 Dagen, Jaten, Karanganyar
Pekerjaan : Karyawan
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal Masuk : 31 Maret 2022
No. RM : 378158
B. ANAMNESIS
a) Keluhan Utama : Lemas
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang perempuan usia 50 tahun datang ke IGD RSUD
Karanganyar pada tanggal 31 Maret 2022 dengan keluhan
utama lemas. Pasien mengatakan 12 hari sebelum masuk
rumah sakit badan terasa lemas, lemas dirasakan diseluruh
tubuh, terus menerus sepanjang hari, berkurang saat istirahat
dan bertambah jika aktivitas yang agak berat. Sehari sebelum
masuk rumah sakit pasien merasakan lemas semakin
memberat dan mengeluh pusing, pusing dirasakan berputar
hilang timbul namun sering, serta mengeluh mual namun tidak
muntah sehingga pasien pergi ke klinik terdekat. Saat tiba di
klinik, dilakukan pemeriksaan lab dan didapatkan Hb 4.8
kemudiam dirujuk ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah
2
e) Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
a) Status Generalis
Keadaan Umum : sedang
GCS : E4V5M6
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 95 x/menit
4
Suhu : 37 oC
SpO2 : 99%
TB : 158 cm
BB : 60 kg
Abdomen
5
- - - -
- - - -
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
HEMATOLOGI Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 4.8 12.3-15.3 g/dl
Hematokrit 16.2 35-47 %
Leukosit 12.59 4.4-11.3 103/uL
Trombosit 628 149-409 103/uL
Eritrosit 2.65 4.1-5.1 106/uL
MPV 7.0 6.5-12.00 fL
PDW 15.2 9.0-17.0
INDEX
MCV 61.2 82.0-92.0 fl
MCH 18.0 28-33 pg
MCHC 29.4 32.0-37.0 %
HITUNG JENIS
Neutrophil% 81.6 50.0-70.0 %
Limfosit% 12.1 25.0-40.0 %
Monosit% 3.4 3.0-9.0 %
Eosinofil% 2.3 0.5-5.0 %
Basofil% 0.6 0.0-1.0 %
NLR 6.74 < 3.13 %
ALC 1.52 >1.5 %
RDW-CV 16.1 11-16 %
KIMIA
Gula darah sewaktu 125 70-150 mg/dL
GINJAL
Creatinine 1.00 <1.0 mg/dL
Ureum 15 10-50 mg/dL
6
USG Abdomen
Hasil Pemeriksaan
Hepar : ukuran sedikit membesar lk 16 cm dan echostruktur normal,
permukaan licin, sistema billier dan vasculer intrahepatal tak prominen, tak
tampak massa atau nodul.
Vesica felea : ukuran normal, dinding tak tampak menebal, tak tampak
massa, batu maupun sludge.
Lien : ukuran dan echostruktur normal tak tampak massa/nodul, hilus
7
Cystitis
Tak tampak kelainan pada ren bilateral, uterus, pancreas maupun lien
Ro Thoraks
Hasil Pemerksaan
- Tak tampak infiltrat
- Tampak corakan bronchovascular normal
8
E. DIAGNOSIS BANDING
Anemia
F. DIAGNOSIS KERJA
Anemia gravis e.c perdarahan post lepas IUD
G. TERAPI
Inf. Nacl 15 tpm/24j
Inj. Omeprazole 40mg/12j
Inj. Ceftriaxone 1gr/12j
Transfusi PRC 2 kolf
H. FOLLOW UP
a) Tanggal 1 April 2022
S/ badan lemas, sedikit pusing, Terapi:
BAB cair sejak 2 hari riwayat Inf. Nacl 15 tpm/24j
makan pedas.
Inj. Omeprazole 40mg/12j
O/ Inj. Ceftriaxone 1gr/12j
KU: sedang Transfusi PRC 2 kolf
KS: compos
mentis TD:
120/90 mmHg
N:
95x/menit
SpO2: 99%
S: 37 oC
RR: 20x/menit
K/L: CA (+/+), SI (-/-), PKGB
(-), ↑JVP (-)
Tho pulmo cor: dbn
Abd: supel, peristaltik ,
nyeri tekan
- - -
- - -
- + -
Ekstremitas :edema (-)
Lab:
- Hemoglobin4.8
- Hematokrit 16.2
- Leukosit 12.59
- Trombosit 628
- Eritrosit 2.65
10
- MCV 61.2
- MCH 18.0
- MCHC 29.4
- Neutrophil 81.6
- Limfosit 12.1
- NLR 6.74
- RDW-CV 16.1
A/ Anemia gravis
Lab:
- Hemoglobin 8,0
- Hematokrit 25.3
- Leukosit 18.83
- Trombosit 442
- Eritrosit 3.54
- MCV 71.4
- MCH 22.6
- MCHC 31.7
- Neutrophil 76.7
- Limfosit 14.3
11
- NLR 5.36
- RDW-CV 20.9
Usg Abdomen :
- Slight hepatomegaly
- Cystitis
Ro Thoraks
- Pulmo tak tampak kelainan
- Cardiomegaly
P/ Cek DR3
Lab:
- Hemoglobin9,4
- Hematokrit 29.7
- Eritrosit 3.84
- MCV 77.4
- MCH 24.5
- MCHC 31.6
- Eosinofil 6.7
- RDW-CV 22.9
P/ Cek DR3
Lab:
- Hemoglobin10,5
- Hematokrit 33.3
- MCV 78.8
- MCH 24.8
- MCHC 31.5
- Neutrofil 72.7
- Limfosit 18.7
- NLR 3.89
- RDW-CV 24.9
P/ BLPL
13
I. PROGNOSIS
a) Ad vitam : dubia et
b) Ad sanam : dubia et
c) Ad fungsionam : dubia et
14
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
ANEMIA
1. DEFINISI
Anemia adalah penurunan hemoglobin (Hb) atau hematokrit
(HCT) atau jumlah RBC. Ini adalah presentasi dari kondisi yang
mendasarinya dan dapat dibagi menjadi makrositik, mikrositik, atau
normositik. Berkurangnya kadar Hb dalam darah menyebabkan terjadi
gangguan perfusi O2 ke jaringan tubuh. Disebut Anemia gravis yang
artinya berat dan nilai Hb di bawah 7 g/dl sehingga memerlukan tambahan
umumnya melalui transfusi. Anemia adalah berkurangnya hingga di
bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume
packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price dan Wilson,
2006).
Tabel Kriteria Anemia WHO 2017
Kadar Hemoglobin*
Kriteria Non Anemia Anemia Anemia
Anemia Ringan Sedang Berat
Laki-laki dewasa > 13 11,0 – 8,0 – 10,9 < 8,0
12,9
Perempuan > 12 11,0 – 8,0 – 10,9 < 8,0
dewasa tak hamil 11,9
Perempuan hamil > 11 10,0 – 7,0 – 9,9 < 7,0
10,9
Anak usia 12-14 > 12 11,0 – 8,0 – 10,9 < 8,0
tahun 11,9
Anak usia 5-11 > 11,5 10,0 – ,0 – 10,9 < 8,0
tahun 11,4
15
2. EPIDEMIOLOGI
Anemia adalah penyakit yang sangat umum yang mempengaruhi
hingga sepertiga dari populasi global. Dalam banyak kasus, ringan dan
tanpa gejala dan tidak memerlukan manajemen. Prevalensi meningkat
dengan bertambahnya usia dan lebih sering terjadi pada wanita usia
reproduksi, wanita hamil, dan orang tua. Prevalensi lebih dari 20%
individu yang lebih tua dari usia 85 tahun. Insiden anemia adalah 50%-
60% pada populasi panti jompo. Wanita secara konsisten berisiko lebih
besar mengalami anemia dibandingkan pria di hampir semua wilayah
geografis dan di sebagian besar kelompok usia. Kelompok berisiko
lainnya termasuk orang tua, karena prevalensi anemia di antara orang
dewasa di atas usia 50 tahun meningkat seiring bertambahnya usia,
meskipun datanya terbatas. Pada lanjut usia, kurang lebih sepertiga pasien
mengalami defisiensi nutrisi sebagai penyebab anemia, seperti defisiensi
zat besi, folat, dan vitamin B12. Pada sepertiga pasien lainnya, terdapat
bukti gagal ginjal atau peradangan kronis.
Secara klasik, anemia defisiensi besi ringan terlihat pada wanita
usia subur, biasanya karena asupan makanan yang buruk dari besi dan
kehilangan bulanan dengan siklus menstruasi. Anemia juga sering terjadi
pada pasien usia lanjut, seringkali karena gizi buruk, terutama zat besi dan
asam folat. Kelompok berisiko lainnya termasuk pecandu alkohol,
populasi tunawisma, dan mereka yang mengalami pengabaian atau
pelecehan. Anemia awitan baru, terutama pada mereka yang berusia di
atas 55 tahun, perlu diselidiki dan harus dianggap sebagai kanker sampai
terbukti sebaliknya. Hal ini terutama berlaku pada pria dari segala usia
yang datang dengan anemia. Selain usia dan jenis kelamin, ras juga
merupakan penentu penting anemia, dengan prevalensi yang meningkat
16
3. ETIOLOGI
Terdapat tiga hal utama yang bisa menyebabkan anemia gravis,
yakni; hancurnya sel darah merah, penurunan produksi sel darah merah,
dan hilangnya volume darah dalam jumlah banyak.
Pada tingkat biologis, anemia berkembang karena
ketidakseimbangan dalam kehilangan eritrosit relatif terhadap produksi;
hal ini dapat disebabkan oleh eritropoiesis yang tidak efektif atau
defisiensi (misalnya, dari defisiensi nutrisi, peradangan, atau kelainan
genetik Hb) dan/atau kehilangan eritrosit yang berlebihan (karena
hemolisis, kehilangan darah, atau keduanya). Faktor-faktor distal
berkontribusi terhadap determinan anemia seperti kerawanan pangan, air
bersih, dan sanitasi, dan, pada akhirnya, penyebab paling langsung anemia
(mis., defisiensi nutrisi, penyakit, inflamasi, dan gangguan Hb. Banyak
dari determinan ini saling terkait. Kemiskinan, misalnya, merupakan
penentu utama kesehatan dan gizi, dan posisi sosial ekonomi yang buruk
terkait dengan risiko anemia yang lebih besar di antara perempuan dan
anak-anak. Demikian pula, tingkat pendidikan yang rendah juga dikaitkan
dengan risiko anemia yang lebih besar.
Penting untuk dicatat bahwa penyebab utama anemia ringan dan
sedang cenderung berbeda dari penyebab utama anemia berat. Meskipun
ada penelitian terbatas tentang etiologi anemia berat, malaria sering
diidentifikasi sebagai penyebab utama anemia berat, terutama pada anak-
anak Afrika. Dalam penelitian Malawi, faktor-faktor yang terkait dengan
anemia berat termasuk malaria, bakteremia, infeksi cacing tambang,
infeksi HIV, defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), dan
defisiensi vitamin A dan B12 (Chaparro et al, 2019).
4. KLASIFIKASI
17
5. PATOFISIOLOGI
Sel darah merah dibuat pertama kali oleh yolk salk saat minggu-
minggu pertama embrio. Setelah 3 bulan masa kehamilan eritropoiesis
dibentuk oleh sel-sel limpa. Saat mencapai usia kehamilan 7 bulan eritrosit
terbentuk dalam hati, limfa, dan kelenjar sumsum tulang. Pada orang
normal eritropoiesis terjadi dalam sumsum tulang dikendalikan oleh
stroma, sitokin, dan hormon eritripoietin. Tahapan diferensiasi sel
menghasilkan retikulosit (sel darah merah yang mempunyai ribosom).
Retikulosit berada di sumsum tulang selama 3 hari sebelum dilepaskan ke
sirkulasi. Setelah satu hari berada dalam sirkulasi, retikulosit kehilangan
ribosom dan menjadi sel darah merah yang matang, yang beredar selama
110-120 hari sebelum dihancurkan dari peredaran oleh makrofag.
Hemoglobin akan pecah menjadi bagian-bagiannya yaitu pigmen empedu;
zat besi; dan protein globin. Globin selanjutnya akan dipecah menjadi
asam amina untuk digunakan sebagai protein dalam jaringan-jaringan. Zat
besi digunakan untuk pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem diubah
menjadi bilirubin dan biliverdin. Jumlah sel darah merah yang berada
dalam sirkulasi tergantung dari pembentukan dan pemecahannya. Dalam
keadaan normal pemecahan eritrosit seimbang dengan pembentukan.
19
6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala – gejala yang timbul pada penderita dengan anemia merupakan
akibat dari anoksia atau kurangnya eritrosit yang berujung ke
berkurangnya Hb pada jaringan target organ atau reaksi kompensasi dari
target organ terhadap anoksia. Anemia akan menimbulkan keluhan apabila
kadar Hb lebih kecil atau sama dengan 7.0 g/dl, sesuai dengan target
organ: (Tjokroprawiro dkk, 2015)
a) Gejala dari sistem kardio respirasi: palpitasi, takikardi, sesak napas.
b) Gejala dari sistim saraf: sakit kepala, pusing-pusing, badan terasa
ringan, perasaan dingin, telinga berdenging, mata berkunang-kunang,
kelemahan otot, lekas capai dan irritabel.
c) Gejala dari sistim saluran pencernaan makanan: anoreksia, mual-
muntah, flatulensi, perasaan tidak enak pada perut bagian atas,
obstipasi, dan diare.
d) Gejala dari sistim urogenital: gangguan haid sebagai akibat dari
anoreksia, kadang-kadang hipermenorrhoe dan libido berkurang.
e) Pada jaringan epitel: mukosa pucat kelopak mata, mulut yang mudah
dilihat dan pada kuku, dan elastisitas kulit berkurang, rambut tipis
7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis: (Tjokroprawiro dkk, 2015)
- Lemah, letih, lesu, lelah, kesemutan, sakit kepala, pusing, tanda-
tanda perdarahan atau hemolisis.
- Pada anemia defisiensi besi apabila didapatkan perdarahan kronis
pada wanita sering akibat menometroragi dan pada pria sering
akibat perdarahan dari saluran cerna (hemoroid).
- Riwayat anemia pada keluarga (penyebab kelainan kongenital)
seperti G6PD, hemoglobinopati, thalassemia, dan sperositosis
20
herediter.
- Riwayat infeksi berulang, penyakit ginjal disertai nyeri tulang
pikirkan kemungkinan multiple myeloma.
- Riwayat penggunaan obat-obatan, kontak dengan bahan kimia atau
toksin yang semuanya dapat menyebabkan anemia aplastik atau
hemolisis.
- Evaluasi diet, diare dan sindroma malabsorpsi perlu dipikirkan
anemia akibat defisiensi asam folat atau besi.
- Perhatikan pula kemungkinan adanya penyakit endokrin
(tirotoksikosis), penyakit ginjal, penyakit hati yang kesemuanya
dapat menyebabkan anemia penyakit kronis (ACD).
- Dan pada penderita anemia yang sulit diketahui penyebabnya
perlu dipikirkan kemungkinan adanya keganasan.
- Perhatikan; onset, bleeding tendency, obat rutin, pekerjaan, hobi,
riwayat bepergian, keluarga, diet, gejala GI, siklus menstruasi,
riwayat dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan konsumsi
alkohol.
b. Pemeriksaan Fisik:
- Anemis, ikterus, petekien, dan eritema.
- Adanya anemia dengan ikterus perlu dicurigai suatu anemia
hemolitik.
- Adanya anemia dengan perdarahan-perdarahan bawah kulit perlu
dicurigai anemia aplastik, leukemia, atau ITP.
- Menentukan pembeserana kenlenjar getah bening, hati dan limpa.
- Pemeriksaan rektum dikerjakan untuk mengetahui adanya
perdarahan saluran cerna.
- Pemeriksaan ekstremitas untuk melihat tanda-tanda arthritis
rematoid serta neuropati perifer akibat anemia pernisiosa.
- Adanya kelainan pada tulang curiga leukemia akut, myeloma
multipel atau tumor metastasis ke tulang.
21
c. Pemeriksaan Penunjang:
- CBC (complete blood count) untuk memastikan anemia (Hb, PCV,
RBC) dan untuk mengetahui tipe anemia (MCV, MCH, MCHC),
RDW.
- Reticulocyte count untuk meilai respons sumsum tulang terhadap
anemia.
- Hapusan Darah Tepi (HDT) untuk melihat bentuk dan adanya
abnormalitas dari RBC selain sel darah yang lain.
- Iron status (serum iron, TIBC, % Transferrin saturation, Iron
storage)
- Blood chemistry (diret/total bilirubin, LDH dan lain-lain)
- Pemeriksaan radiologi (foto thorax, USG, MRI)
- Pemeriksaan jantung (EKG, treadmill, echocardiography)
8. TATALAKSANA
Penatalaksanaan terutama tergantung pada pengobatan penyebab yang
mendasari anemia.
a. Anemia karena kehilangan darah akut
Obati dengan cairan IV, transfusi darah yang dicocokkan silang,
oksigen. Pertahankan hemoglobin > 7 g/dL pada sebagian besar
pasien. Mereka dengan penyakit kardiovaskular membutuhkan tujuan
hemoglobin yang lebih tinggi > 8 g/dL.
b. Anemia karena defisiensi nutrisi: Zat besi oral/IV, B12, dan folat.
Suplementasi zat besi secara oral sejauh ini merupakan metode yang
paling umum untuk pemenuhan zat besi. Dosis zat besi yang diberikan
tergantung pada usia pasien, defisit zat besi yang dihitung, tingkat
koreksi yang diperlukan, dan kemampuan untuk mentoleransi efek
samping. Efek samping yang paling umum termasuk rasa logam dan
efek samping gastrointestinal seperti sembelit dan tinja berwarna
hitam. Untuk individu seperti itu, mereka disarankan untuk
mengonsumsi zat besi oral setiap hari, untuk membantu meningkatkan
22
9. KOMPLIKASI
Anemia, jika tidak terdiagnosis atau tidak diobati untuk jangka
waktu yang lama dapat menyebabkan kegagalan multiorgan dan bahkan
kematian. Ibu hamil dengan anemia dapat mengalami persalinan prematur
dan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah . Anemia selama
kehamilan juga meningkatkan risiko anemia pada bayi dan meningkatkan
kehilangan darah selama kehamilan.
23
10. PROGNOSIS
Prognosis anemia tergantung pada penyebab anemia. Penggantian
nutrisi (zat besi, B12, folat) harus segera dimulai. Pada kekurangan zat
besi, penggantian harus dilanjutkan setidaknya tiga bulan setelah
normalisasi kadar zat besi, untuk mengembalikan simpanan zat besi.
Biasanya, defisiensi nutrisi memiliki prognosis yang baik jika ditangani
secara dini dan memadai. Anemia, karena kehilangan darah akut, jika
diobati dan dihentikan lebih awal, memiliki prognosis yang baik (Chaparro
et al, 2019).
24
CYSTITIS
1. DEFINISI
Cystitis akut adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering
disebabkan oleh infeksi oleh bakteria. Mikroorganisme penyebab infeksi ini
terutama adalah E coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus aureus yang
masuk ke buli-buli terutama melalui uretra. Wanita lebih sering mengalami
serangan sistitis daripada pria karena uretra wanita lebih pendek daripada pria.
Disamping itu getah cairan prostat pada pria mempunyai sifat bakterisidal
sehingga relatif tahan terhadap infeksi saluran kemih (Li R et al, 2022).
2. ETIOLOGI
Sistitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada kandung
kemih. Escherichia coli adalah agen etiologi yang paling umum pada ISK tanpa
komplikasi pada wanita, menempati 75% sampai 95% kasus. Patogen umum
lainnya yaitu Proteus mirabilis dan Klebsiella pneumoniae dan bakteri lain
seperti Staphylococcus saprophyticus dan enterococcus (Purnomo dkk, 2009).
3. KLASIFIKASI
Sistitis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1) Sistitis primer
Sistitis primer merupakan radang yang mengenai kandung kemih radang ini
dapat terjadi karena penyakit lain seperti batu pada kandung kemih,
divertikel, hipertropi prostat dan striktura uretra.
2) Sistitis sekunder
Sisititis sekunder merupakan gejala yang timbul kemudian sebagai akibat
dari penyakit primer misalnya uretritis dan prostatitis (Li R et al, 2022).
4. DIAGNOSIS
Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli menjadi kemerahan
25
(eritrema), edema, dan hipersensitif sehingga jika buli-buli terisi urine, akan
mudah terangsang untuk segera mengeluarkan isinya; hal ini menimbulkan
gejala frekuensi. Kontraksi buli-buli akan menyebabkan rasa sakit/nyeri di
daerah suprapubik dan eritema mukosa buli-buli mudah berdarah dan
menimbulkan hematuria. Tidak seperti gejala pada infeksi saluran kemih
sebelah atas, sistitis jarang disertai dengan demam, mual, muntah, badan
lemah, dan kondisi umum yang menurun. Jika disertai dengan demam dan
nyeri pinggang perlu difikirkan adanya penjalaran infeksi ke saluran kemih
sebelah atas.
Pemeriksaan urine berwarna keruh, berbau dan pada urinalisis terdapat
piuria, hematuria, dan bakteriuria. Kultur urine sangat penting untuk
mengetahui jenis kuman penyebab infeksi. Jika sistitis sering mengalami
kekambuhan perlu difikirkan adanya kelainan lain pada buli- buli (keganasan,
urolitiasis) sehingga diperlukan pemeriksaan pencitraan (PIV, USG) atau
sistoskopi (Setiati dkk, 2014).
5. TATALAKSANA
Terapi oral dengan antibiotik yang dipilih secara empiris yang efektif
melawan bakteri coliform aerobik gram negatif (misalnya, Escherichia coli)
adalah intervensi pengobatan utama pada pasien dengan sistitis. Agen
pilihan pertama untuk pengobatan sistitis akut tanpa komplikasi pada wanita
meliputi: Nitrofurantoin monohidrat/makrokristal, Trimetoprim
sulfametoksazol, Fosfomisin. Pertimbangan dalam pemilihan antibiotik
adalah sebagai berikut (Purnomo dkk, 2009):
1) Pemilihan antibiotik empiris sebagian ditentukan oleh pola resistensi
lokal
2) Antibiotik beta-laktam (misalnya, amoksisilin-klavulanat, cefdinir,
cefaclor, cefpodoxime-proxetil) dapat digunakan ketika agen lain yang
direkomendasikan tidak dapat digunakan.
3) Fosfomycin dan nitrofurantoin monohydrate / macrocrystals harus
dihindari pada pasien dengan kemungkinan pielonefritis dini.
26
BAB III
PEMBAHASAN
gejala – gejala yang timbul pada penderita dengan anemia merupakan akibat dari
anoksia atau kurangnya eritrosit yang berujung ke berkurangnya Hb pada jaringan
target organ atau reaksi kompensasi dari target organ terhadap anoksia. Anemia
akan menimbulkan keluhan apabila kadar Hb lebih kecil atau sama dengan 7.0
g/dl, sesuai dengan target organ.
Pada pemeriksaan fisik pada pasien diteukan konjungtiva anemis.
Konjungtiva anemis terjadi karena mengalami penurunan jumlah sel darah merah
yang bisa menyebabkan anemia dengan tanda gejala konjungtiva anemis Untuk
membuktikannya kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan
laboratorium pada anemia ditemukan hasil seperti jumlah darah lengkap Hb dan
Ht menurun, jumlah tromosit : menurun (aplastik), meningkat (DB), normal/
tinggi (hemolitik). Berdasarkan tipe morfologi anemia hipkromik mikrositer
(MCV< 80 fl ; MCH< 27 pg ), anemia normokromik normositer (MCV: 80-100
fl ; MCH: 27-32 pg), anemia makrositer (MCV > 100 fl).berdasarkan pemeriksaan
laboratorium pasien ditemukan Hb 4.8, Ht 16.2, AT 628, Eritrosit 2.65, MCV 61 ,
MCH 18.0, MCHC 29.4, RDW-CV 16.1 dimana tidak terjadi kesenjangan antara
teori dan praktek
Pada hasil usg pasien ditemukan slight hepatomegaly dan Cystitis. Dimana
sesuai dengan epidemiologi wanita lebih sering mengalami serangan sistitis daripada
pria karena uretra wanita lebih pendek daripada pria. Pada pemeriksaan laboratorium
pasien juga ditemukan AL 12.59, Neutrophil 81.6, Limfosit 12.1, NLR 6.74 yang
menunjukkan adanya suatu infeksi bakteri akut pada pasien. Ini sesuai dengan
etiologi sistitis akut yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada kandung
kemih seperti Escherichia coli, Proteus mirabilis, dan Klebsiella pneumoniae dan
bakteri lain seperti Staphylococcus saprophyticus dan enterococcus.
Pada kasus ini penatalaksanaan yang diberikan di rumah sakit terapi
diberikan berupa rehidrasi cairan maintenance dengan infus Nacl 15 tetes/menit.
Kemudian terapi umum terdiri dari terapi untuk anemia dan untuk cystitis. Terapi
anemia dengan transfusi darah PRC s/d Hb ≥ 8. Dan terapi cystitis dengan injeksi
antibiotik ceftriaxone 1 gram 2x sehari. Kemudian diberikan terapi injeksi
omeprazole 40mg 2x sehari untuk mengatasi gejala mual pada pasien.
29
BAB IV
KESIMPULAN
Telah ditegakkan diagnosis anemia gravis disertai cystitis pada pasien Ny.
S, 50 tahun, atas dasar pertimbangan aspek klinis (anamnesis dan pemeriksaan
fisik), laboratorium dan USG Abdomen. Pasien telah mendapatkan terapi yang
sesuai di rumah sakit dan mendapat hasil prognosis yang baik.
30
DAFTAR PUSTAKA
Li R, Leslie SW. Cystitis. [Updated 2022 Feb 14]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482435/
Purnomo, Basuki. 2009. Dasar Dasar Urologi. Edisi 2. Jakarta: CV. Sagung
Seto.
Setiati, S., et al., (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: Interna
Publishing.
Triscott JA, Dobbs BM, McKay RM, Babenko O, Triscott E. Prevalence and
Types of Anemia and Associations with Functional Decline in Geriatric
Inpatients. J Frailty Aging. 2015;4(1):7-12.
Turner, Jake., Meghana Parsi and Madhu Badireddy. Anemia. [Updated 2022
Jan 9]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing;. Available from:
31
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499994/