Disusun Oleh:
Meggy Dwi Mellinda, dr
Dokter Pembimbing:
dr. Zulfan, Sp.PD
Dokter Pendamping:
dr. Hj. Titin Ning Prihatini, MH
1
PORTOFOLIO KASUS
Obyek presentasi :
Deskripsi: Pasien datang ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan lemas dan mual.
Tujuan:
• KeteranganUmum
Nama : Tn. B
2
Umur : 51 tahun
Pendidikan Terakhir : S1
Agama : Islam
Suku : Jawa
3
BAB I
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS
Nama : Tn. B
Umur : 51 tahun
Pendidikan Terakhir : S1
Agama : Islam
Suku : Jawa
2. ANAMNESIS
Pasien datang ke IGD RSUD Indramayu dengan keluhan lemas sejak 2 hari yang
lalu dan mual. Sebelumnya pasien sudah cek darah dan didapatkan Hb:5,9 g/dL.
Pasien sudah menderita gagal ginjal kronik sejak Januari 2015, pasien rutin
melakukan hemodialisa 2 kali dalam satu minggu setiap hari rabu dan sabtu.
4
Pasien mengeluhkan BAK yang kurang lancar, pasien juga mengeluhkan tidak
bisa melakukan aktivitas yang terlalu berat karena akan mudah lelah. Bengkak
Pasien mengaku sebelum terkena gagal ginjal kronik pasien menderita asam urat,
lalu sering mengkonsumsi obat untuk asam uratnya selama beberapa tahun. Pasien
mengaku sebelumnya tidak bisa berjalan selama 1,5 tahun dan setelah rutin
darah kembali normal. Riwayat diabetes melitus, asma dan alergi disangkal.
Riwayat hipertensi, diabetes melitus, asma, penyakit jantung dan paru pada
keluarga disangkal.
Riwayat Kebiasaan :
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
GCS : E4M6V5
Nadi : 88 x/ menit
5
RR : 22x/ menit
Suhu : 36,7 C
Berat Badan : 67 kg
-/-.
edema (-/-)
edema (+/-)
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hematokrit 18.3 35 – 47 %
6
Leukosit 4800 4300 – 11300 /µL
MCV 82 80 – 100 IL
KIMIA KLINIK
5. DIAGNOSIS
6. TERAPI
1. Medikamentosa :
7
2. Non-Medikamentosa :
- Pro hemodialisa
7. PROGNOSIS
8. EDUKASI
diet pada pasien dengan diet tinggi kalori, rendah protein dan rendah
garam.
FOLLOW UP
TD : 140/90mmHg TD : 120/90mmHg
RR:22x/mnt RR:22x/mnt
8
S:36,7oC S:36,5oC
abdomen : Bising usus (+) Normal, Acites (+) abdomen : Bising usus (+) Normal, Acites (+)
A: Anemia pada Gagal Ginjal Kronik A: Anemia pada Gagal Ginjal Kronik
P: P: - Hemodialisa
- IVFD Nacl 0,9% 20 tetes per menit Jam 15.00 wib pasien pulang setelah
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
atau fungsional dari ginjal, awalnya tanpa penurunan GFR, yang dari waktu ke
yang ditandai dengan kelainan patologi dan adanya pertanda kerusakan ginjal,
dapat berupa kelainan laboratorium darah atau urine atau kelainan radiologi.
2. Epidemiologi
Kidney Diseases (NIDDK) melaporkan bahwa satu dari 10 orang dewasa Amerika
meningkat drastis dengan usia (29-39 tahun sebanyak 4%; usia> 70 tahun 47%),
dan perkembangan paling cepat pada usia 60 tahun atau lebih tua. Dalam
(NHANES), prevalensi CKD stage 3 pada kelompok usia meningkat dari 18,8%
pada tahun 1988 ̶ 1994 menjadi 24,5% selama tahun 2003 - 2006. Selama periode
yang sama, prevalensi CKD pada orang berusia 20-39 tahun tetap konsisten di
bawah 0,5%.2
tinggi, mencapai 300.000 orang tetapi belum semua pasien dapat ditangani,
artinya terdapat 80% pasien tak tersentuh pengobatan sama sekali. Berdasarkan
10
dari data survei yang dilakukan oleh pernefri (Perhimpunan Nefrologi Indonesia)
pada tahun 2009, prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar 12,5%, yang
kronik.3
3. Manifestasi Klinis
penderita CKD stadium 1-3 tidak mengalami gejala apapun atau tidak mengalami
secara klinis (asimtomatik). Gangguan yang tampak secara klinis biasanya baru
terlihat pada CKD stadium 4 dan 5. Beberapa gangguan yang sering muncul pada
pasien CKD anak adalah: gangguan pertumbuhan, kekurangan gizi dan protein,
4. Klasifikasi
badan dan penurunan albumin serum. Dalam klinik CKD, dengan pasien dilihat
pada interval yang sering, tujuannya adalah untuk memulai dialisis sebelum
11
Disease (CKD) Stage
GFR
penurunan ↓ GFR
Moderate
berat
5. Etiologi
Saat ini etiologi dasar yang lebih sering ditemukan adalah diabetes dan
disebabkan oleh diabetes atau hipertensi (Raghavan and Eknoyan, 2014). Penyakit
urat,ginjal polikistikdan nefropati lupus / SLE, tidak diketahui dan lain -lain.
12
Faktor resiko klinis pada Chronic Kidney Disease yaitu : diabetes,
individu peningkatan risiko Chronic Kidney Disease termasuk mereka yang lebih
tua > 55 tahun; antaralain hipertensi atau diabetes; dan kelompok suku tertentu,
seperti Afrika Amerika, penduduk asli Amerika, Hispanik, Asia, dan Kepulauan
Pasifik.6
6. Patofisiologi
Pada ginjal yang normal terdapat sekitar 1 juta nefron, yang masing-
progresif nefron, dengan cara hiperfiltrasi dan hipertrofi kompensasi dari nefron-
nefron yang masih sehat. Kemampuan adaptasi ini terus berlangsung sampai
ginjal mengalami kelelahan dan akan tampak peningkatan kadar ureum dan
kreatinin dalam plasma. Peningkatan kadar kreatinin plasma dari nilai dasar 0,6
mg/dl menjadi 1,2 mg/dl, meskipun masih dalam rentang normal, sebetulnya hal
dan hipertrofi dari nefron yang tersisa, meskipun tampak sebagai hal yang
disfungsi ginjal, karena pada keadaan ini terjadi peningkatan tekanan pada kapiler
13
glomerulus sehingga menyebabkan kerusakan kapiler-kapiler dan menuju ke
faktor.
drugs [NSAID]), Penurunan perfusi (misalnya, dari dehidrasi berat atau episode
tidak terkontrol.7
dan asam basa dalam tubuh. Perubahan fungsi ginjal dapat mengakibatkan
peningkatan konsentrasi natrium serum pada nilai yang melebihi 145 mmol / L.
Hal ini didefinisikan sebagai suatu kondisi hiperosmolar yang disebabkan oleh
c. Hiperkalemi
14
Hiperkalemia merupakan masalah yang penting pada gagal ginjal kronik.
untuk terjadinya kelainan jantung yaitu aritmia yang dapat memicu terjadinya
d. Asidosis Metabolik
endogen dan juga menyerap kembali besar jumlah bikarbonat yang disaring oleh
ekskresi asam oleh ginjal terjadi melalui ekskresi ion hidrogen baik dalam bentuk
e. Hipertensi
dan sistem saraf simpatik, dan gangguan sintesis oksida nitrat dan endotelium-
f. Anemia
Anemia merupakan hal yang sering terjadi pada penyakit ginjal kronik.
Sekitar 90% dari hormon erythropoietin diproduksi oleh ginjal. Dalam kondisi
15
oleh ginjal, yang kemudian menstimulasi eritropoiesis. Karena terjadinya
penurunan fungsional ginjal pada pasien CKD, ginjal tidak mampu memproduksi
Penyebab lain dari anemia pada pasien dengan CKD antara lain defisiensi
zat besi, adanya inflamasi, defisiensi asam folat dan vitamin B12, dan akumulasi
uremik.
Anemia pada CKD biasanya dimulai pada CKD Tahap 3, yaitu, GFR <60
mL / menit / 1.73 m2. Anemia terjadi pada 42%, 54% dan 76% pada masing-
masing pasien CKD Tahap 3, 4 dan 5, dan lebih berat pada pasien diabetes.8
1. Definisi
konsentrasi hemoglobin < 13,0 gr/dl pada laki-laki dan wanita postmenopause dan
< 12,0 gr/dl pada wanita lainnya (NKF-DOQI, 2002). Sebaliknya, The European
Best Practices Guidelines for the Management of Anemia Patients with Chronic
(wanita) atau <13,5 g / dL (pria), dengan ketersediaan besi yang memadai dengan
parameter: TSAT (Transferrin Saturation) > 20% dan ferritin > 100 ng / mL. Pada
CKD Tahap 5, target feritin adalah > 200 ng / Ml. Anemia pada CKD dapat
16
disebabkan oleh menurunnya produksi eritropoetin atau kekurangan zat besi.
Penyebab lain dari anemia pada pasien dengan CKD antara lain defisiensi zat besi,
adanya inflamasi, defisiensi asam folat dan vitamin B12, dan akumulasi uremik.9
2. Epidemiologi
prevalensi yang meningkat secara bertahap pada saat penuruna eGFR (estimated
Glomerular Filtration Rate). Pada tahun 2007-2010 sekitar 14,0% dari populasi
populasi dengan CKD dua kali lipat (15,4%) dari pada populasi anemia tanpa
CKD (7,6%). Prevalensi anemia meningkat dengan tahap CKD, dari 8,4% pada
stage 1 sampai 53,4% pada stage 5. Sebanyak 22,8% dari pasien CKD dengan
anemia dilaporkan dirawat karena anemia selama 3 bulan sebelumnya, 14,6% dari
pasien pada tahap CKD 1-2 dan 26,4% dari pasien pada tahap 3-4.10
Anemia sering terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Studi
landmark yang dilakukan oleh Obrador et al, menunjukkan bahwa di antara pasien
dialisis, 68% dari pasien dengan CKD stadium lanjut yang diharuskan terapi
pengganti ginjal dengan hematokrit < 30 mg / dL; di antaranya, 51% dari pasien
dengan hematokrit < 28 mg / dL. Selain itu, meskipun anemia tidak ditemukan
pada tahap awal CKD, pasien dengan CKD stage 3 memiliki prevalensi anemia
5,2%, sedangkan pasien dengan CKD stage 4 memiliki prevalensi anemia 44,1%.2
3. Etiologi
17
Anemia biasanya dikelompokkan menjadi tiga kategori etiologi:
penurunan produksi RBC (Red Blood Cell), peningkatan kerusakan RBC, dan
kehilangan darah. Anemia penyakit kronis dan anemia CKD keduanya dikaitkan
pada morfologi sel darah merah, baik anemia penyakit kronis dan penyakit ginjal
anemia, antara lain memendeknya umur sel darah merah, inhibisi sumsum tulang,
dan paling sering defisiensi zat besi dan folat. Selain itu, kondisi komorbid seperti
Disease (CKD)
- Bleeding diathesis
4. Patofisologi
18
Sementara anemia pada CKD dihasilkan dari beberapa mekanisme
merah), penurunan sintesis erythropoietin adalah etiologi yang paling penting dan
disekresi oleh ginjal fibroblas interstitial dan sangat penting untuk pertumbuhan
dan diferensiasi sel-sel darah merah pada sumsum tulang. Pada pasien CKD,
erythropo yang sudah tua dan dihancurkan oleh makrofag. Ada beberapa umpan
balik siklus yang mengontrol kadar hepcidin, termasuk besi dan erythropoietin.
Pada pasien CKD (terutama pada pasien penyakit ginjal stadium akhir
klirens ginjal dan induksi akibat inflamasi, yang mengarah pada terbatasnya
eritropoiesis besi. CKD juga menghambat produksi EPO diginjal, dan juga dapat
5. Komplikasi
penyakit ginjal kronis (CKD). Kehadiran anemia pada pasien CKD memiliki
gagal jantung kongestif. Menurut pengetahuan saat ini, anemia juga berkontribusi
19
terhadap perkembangan CKD dan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi
a. Hipoksia
hemoglobin, ada peningkatan risiko 6% dari Hipertrofi ventrikel kiri pada pasien
c. Penyakit kardiovaskular
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Dalam studi hasil parktek dialisi atau
beberapa negara dan menujukan penurunakan konsentrasi Hb kurang < 11g / dL,
terjadi peningkatan terkait dalam tingkat rawat inap dan kematian pada pasien
Medical Care of North America (FMCNA) (seleksi dibatasi untuk pasien dalam
20
sensus selama 6 bulan berturut-turut dari tanggal 1 Juli 1998, sampai 30 Juni
2000) dan menunjukkan bahwa semakin lama pasien dengan gagal ginjal kronis
dengan terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal. Tujuan dari terapi
membahayakan pasien, diet kalori untuk menambah energi pasien gagal ginjal
yang sering mengalami malnutrisi dan pengaturan kebutuhan cairan, mineral, dan
ginjal maka dilakukan terapi pengganti ginjal yaitu hemodialisis yang merupakan
Untuk pasien dengan penyakit ginjal kronis yang tidak dalam dialisis, zat
besi oral atau besi IV dapat digunakan untuk suplemen zat besi. Rekomendasi
dan penderita dengan kadar feritin serum < 100 ng/mL harus mendapat
suplementasi besi. Terapi besi oral dengan garam besi ferro yang tidak berlapis
enterik dan sustained release, dianjurkan pada dosis harian 200 mg. Pada anemia
defisiensi vitamin B12, pemberian terapi suplemen vitamin B12 Oral tampaknya
21
sama efektif dengan parenteral. Cobalamin oral dimulai pada dosis 1 sampai 2 mg
Anemia defisiensi asam folat diberi terapi, Oral asam folat 1 mg setiap
hari selama 4 bulan biasanya cukup untuk pengobatan anemia karena defisiensi
asam folat, kecuali etiologi tidak dapat diperbaiki. Jika terjadi malabsorpsi, maka
dosis harian harus ditingkatkan sampai 5 mg. Pemberian epoetin alfa dengan dosis
awal adalah 50 sampai 100 unit / kg tiga kali seminggu. Jika Hb tidak meningkat
setelah 6 sampai 8 minggu, dosis dapat meningkat menjadi 150 unit / kg tiga kali
seminggu.
dalam terapi ESA, pemeriksaan Hb dilakukan bila ada indikasi klinik atau
minimal setiap 3 bulan pada pasien dengan PGK stadium 3-5-non dialisis (PGK3-
5-ND) dan minimal setiap bulan pada PGK stadium 5 yang menjalani
22
Anemia pada PGK
Manajemen Besi
dahulu. Agar respon eritropoiesis optimal, maka status besi harus cukup. Status
besi yang diperiksa meliputi Serum Iron (SI), total iron binding capacity (TIBC),
saturasi transferin (ST) dan feritin serum (FS). Terapi besi dilakukan bila anemia
defisiensi besi absolut, anemia defisiensi besi fungsional dan tahap pemeliharaan
23
status besi. Terapi besi tidak diberikan pada kondisi : hipersensitifitas terhadap
besi, gangguan fungsi hati berat, kandungan besi tubuh berlebih (iron overload).
Terapi ESA dimulai setelah identifikasi dan koreksi faktor lain yang
memperberat anemia, dan pastikan bahwa status besi cukup. Dalam pemberian
Indikasi Terapi ESA Bila Hb <10 g/dl dan penyebab lain anemia sudah
disingkirkan dengan syarat pemberian tidak ada anemia defisiensi besi absolut dan
juga tidak ada infeksi yang berat. Kontraindikasi terapi ESA bila hipersensitivitas
terhadap ESA. Perlu diperhatikan pada terapi ESA adalah tekanan darah tinggi
dan hiperkoagulasi.
bila kenaikan Hb terlalu cepat atau menggunakan ESA dosis tinggi. Selama terapi
ESA perlu perhatian khusus terhadap tekanan darah terutama pada fase koreksi.
Trombosis dapat terjadi jika Hb meningkat secara cepat melebihi target. Kejang
yang cepat Hb >10 g disertai tekanan darah yang tidak terkontrol. Terutama
terjadi pada terapi ESA fase koreksi. Pure red cell aplasia dicurigai bila pasien
dalam terapi ESA >4 minggu ditemukan semua gejala berikut: penurunan Hb
24
mendadak 0.5-1 g/dl/minggu atau membutuhkan transfusi 1-2 kali/minggu,
Target level HB pada koreksi anemia renal sampai saat ini masih
kontroversi. Berikut ini adalah rekomendasi dari KDIGO 2013 mengenai inisiasi
terapi ESA dan target kadar HB pada pasien PGK yang memakai ESA, baik yang
Transfusi Darah
menghindari transfusi sel darah merah untuk meminimalkan risiko. Transfusi juga
harus dihindarkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi ginjal untuk
ditimbulkannya misalnya pada pasien yang terapi ESAnya tidak efektif, pasien
yang sebelumnya ada riwayat stroke atau menderita keganasan, pasien yang
(perdarahan akut, unstable coronary artery disease) dan pada pasien peroperatif
7. Prognosis
replacement therapy dapat meningkatkan angka harapan hidup pada CKD stadium
25
5. Transplantasi ginjal dapat menimbulkan komplikasi akibat pembedahan. CAPD
26
DAFTAR PUSTAKA
9. Hassan, K., 2015. Association Of Low Potassium Diet And Folic Acid
Deficiency In Patients With CKD. Therapeutics and Clinical Risk
Management, Vol. 11, pp. 824
10. Stauffer, M.E., and Fan, T., 2014. Prevalence of Anemia in Chronic Kidney
Disease in the United States. Plos One, Vol. 9 No. 1, p 1.
27
11. Babitt, J.L., and Lin, H.Y., 2012. Mechanisms of Anemia in CKD, Science In
Renal Medicine. J Am Soc Nephrol, Vol. 23, pp 1631.
12. Zadrazil, J., and Horak, P., 2015. Pathophysiology of Anemia In Chronic
Kidney Diseases: A review. Biomed Pap Med Fac Univ Palacky Olomouc Czech
Repub, Vol. 159 No. 2, pp 197.
13. Haryanti, I.A.P., dan Nisa. K., 2015. Terapi Konservatif dan Terapi
Pengganti Ginjal sebagai Penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik.
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung, Vol. 4. Hal 49-52.
14. PERNEFRI, 2011. Konsensus Manajemen Anemia Pada Penyakit Ginjal
Kronik. Jakarta; PB PERNEFRI.
15. Nahas ME. The patient with failing renal failure. Dalam: Cameron JS,
DavisonAM. Oxford Textbook of Clinical Nephrology. Edisi ke-3. Oxford
University Press.2003; hal 1648-98
28