Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan Metabolisme Mineral dan Tulang pada Penyakit Ginjal Kronik atau
Chronic Kidney Disease–Mineral and Bone Disorders (CKD-MBD), merupakan sekumpulan
gangguan yang merupakan kosekuensi lanjut dari Penyakit Ginjal Kronik. CKD-MBD
mencakup tiga pengertian yaitu 1). gangguan metabolisme calcium, fosfat dan vitamin D, 2).
gangguan tulang dalam hal turnover, mineralisasi, volume, pertumbuhan dan kekuatan, 3).
kalsifikasi vaskuler dan jaringan lunak. Dahulu gangguan ini dikenal dengan sebutan
Osteodistrofi Renal (OR) atau Renal Osteodystrophy (RO), tapi saat ini RO diistilahkan
hanya terhadap gangguan tulang yang terjadi pada CKD2.
Prevalensi Osteodistrofi renal (OR) pada pasien dengan Chronoc Kidney disease
(CKD) stadium 3 dan 4, telah dilaporkan prevalensi berkisar 5-40%, sedangkan pada CKD
stadium 5 pasien dialisis, dilaporkan Prevalensi bervariasi dari 10 sampai 50%. Persentase
yang lebih tinggi dari osteodistrofi Renal telah dilaporkan dalam dialisis peritoneal (PD)
pasien (40-70%) dibandingkan pasien hemodialisis (20-50%)4.
Patogenesis gangguan metabolisme mineral dan tulang pada penyakit gagal ginjal
kronik berawal dari penumpukan fosfat dalam tubuh akibat terhambatnya ekskresi, serta
penurunan kadar calcitriol akibat berkurangnya massa ginjal pada CKD. Fosfat yang
menumpuk dalam darah, yang sebagian besar dalam bentuk fosfat inorganik, mengakibatkan
tiga hal yaitu: 1) hipocalsemia sebagai akibat dari gangguang fisikokimiawi, 2)secara
langsung merangsang kelenjar paratiroid untuk mensekresikan hormone paratiroid (PTH), 3).
meningkatkan pembebasan fibroblast growth factor 23 (FGF 23) oleh osteosit tulang
sekelet.1-4
Patogernesis CKD-MBD berawal dari penumpukan fosfat dalam tubuh akibat
terhambatnya ekskresi, serta penurunan kadar calcitriol akibat berkurangnya massa ginjal
pada CKD. Fosfat yang menumpuk dalam darah, yang sebagian besar dalam bentuk fosfat
inorganik, mengakibatkan tiga hal yaitu: 1.hipocalsemia sebagai akibat dari gangguang
fisikokimiawi, 2.secara langsung merangsang kelenjar paratiroid untuk mensekresikan
hormone paratiroid (PTH), 3. meningkatkan pembebasan fibroblast growth factor 23 (FGF
23) oleh osteosit tulang sekelet.2

1
Diagnosis dimulai dari pemeriksaan kadar fosfat inorganik dan calcium
plasmasebagai awal terjadinya proses CKD. Kadar fosfat selalu menigkat, sedangkankadar
calcium bisa rendah, normal atau tinggi, tergantung stadium penyakit.2
Penatalaksanaaan CKD-MBD adalah (1) ) mencegah dan mengatasi hiperfostaemia
dan 2) menghambat hiperplasi kelenjar paratiroid. Modalitas terapi tergantung pada stadium
penyakit.2-4
Sampai saat ini telah banyak pasien-dengan gagal ginjal kromik yang terlambat
didiagnosa dengan CKD-MBD, banyak diantanya yang telah mengalami komplikasi yang
sebelum diberikan terapi. Selain itu, banyak hal yang masih belum jelas tentang MBD-PGK.
ini, baik tentang patogenesis, klasifikasi, diagnosis, maupun penatalaksanaannya. Sementara
itu penelitian-penelitian tentang hal ini masih terus dilaksanakan oleh para ahli2.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien :

Nama : Ny. Endang Purwatiningsih

Usia :51 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Guru

Stattus Pembayaran : BPJS

Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan utama : Tanagn kiri tidak bisa menggenggam

Seorang perempuan perempuan berusia berusia 51 tahun dating dengan keluahan


tangan kri tidak bisa menggenggam sejak 3 hari yang lalu. Hal ini dialami pasien secara
mendadak. Pasien menuturkan tiba-tiba tangan kiri tidak bias menggenggam dengan
sempurna. Hanya jari ke 3, 4 dan 5 saja yang bias ditekuk. Tidak ada riwayar trauma
sebelumnya. Pasien menuturkan 2 bulan yang lalu pasang AV-Shunt dilengan tangan sebelah
kiri. Tidak ada keluahan mengenai tangan bengkak dan sulit digerakkan setelah pemasnagan
AV-Shunt.

Pasien mengeluhkan pergelangan kaki sebelah kiri patah 4 bulan yang lalu setelah
pasien terpeleset dikamar mandi. Pasien menuturkan jatuhnya tidak terlalu serius. Namun
setelah jatuh pasien langsung tidak bisa berdiri. Patah tulang serius sampai terjadi patah
tulang terbuka. Pasien sudah menjalani operasi OREF (open reduction external fixation) 1
bulan yag lalu.

Pasien terdiagnosa gagal ginjal kronik sejak 4 tahun yang lalu. Setelah melakukan
hemodialisa 4 kali, setelah itu pasien memutuskan untuk pasang CAPD (continuous
ambulatory peritoneal dialysis) sampai saat ini. Pasien tidak pernah mengeluh ada masalah
pada pemakaian CAPD.

3
Pasien kadand-kadang juga mengeluh sesak saat aktivitas dan membaik dengan
istirahat. Sedsak terutama saat pasien jalan 200-300meter. Pasien sering terbangun pada
malam hari karena sesak serta pasien tidur dengan posisi setenngah duduk.

Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu. Gula darah
tertinggin pasien 500mg/dl.pasien sudah mendapatkan insulin long acting 0-0-12ui dan short
acting insulin 3x6ui. 1 tahun terakhir pasien mengeluhkan pandangan matanya kabur.
Terutama mata sebelah kiri tidak bisa melihat apapun termasuk cahaya. Riwayat hipertensi
sejak 5 tahun yang lalu. Pasien mendapatkan obat captopril 3x25mg.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat stroke Sebelumnya

Riawayat keluarga

Keluarga pasien tidak memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus

Riwayat social

Pasien memiliki 2 orang anak. Pasien bekerja sebagai guru

2.2 Pemeriksaan Fisik

TD= 120/70 mmHg Nadi : 84x/mnt RR : 22x/mnt Ax. Temp : 36.5c


Keadaan umum : GCS : 456
Kepala Anemic conjunctiva (+)
Leher JVP R+2 cm
Thorax Cor Ictus tak tampak, ictus teraba ICS V 2cm lateral MCL S
RHM ≈ SL D; LHM ≈ ictus, Cardiac waist (+), S1-S2 single,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo Symmetric; retraction (-)
SF D = S; S I S ves +I+ Rh -I- Wh -I-
Abdomen Flat, Bising usus (+) normal, Liver span 8 cm, traube’s space tympani,
shifting dullness -,
Extremities Warm acral, edema
Status Lokalis
R. Manus Sinistra: sensoris (+), flexi digiti 3,4,5. Flexi digiti 1,2 (-)
R. Femur Sinistra : terpasang OREF (+), luka 2x5cm, pus (-).

4
Gambar 1. Kondisi penderita setelah dilakukan perawatan hari ke-2 di bangsal

2.3 Hasil pemeriksaan laboratorium

Hasil Nilai Normal 16/08/17 17/08/17 20/11/17


laboratorium
Hemoglobin 11.4-15.1 gr/dl 3.0 3.9 5.2
leukosit 4.700- 18.200 14.000 10.730
11.300/mm3
HCT 38-42% 9.1% 11.5 15.1
trombosit 142.000- 433.000 365.000 343.000
424.000/mm3
Diff count 0-4/0-1/51-67/25- 0.3/0/87.2/6.3 2/0/83.4/7.8/8. 9.2/0.1/72.3/10.3
33/2-5 /6.2 8 /8.1
Mcv 80-93% 85.8 81.0 82.5
Mch 27-31% 26.3 27.5 28.4
Ureum 16.6-48.5 mg/dl 33.9
Creatinine <1.2 mg/dl 4.2
SGOT 5-40 U/L
SGPT 5-41 U/L
Albumin 3.5-5.5 gr/dl
GDS <200 mg/dl 233
Calsium 7.6-11 mg/dl 6.4
Phospor 2.7-4.5 mg/dl 1.6
Vitamin D 25 OH Deficiency <12
Natrium 136-145 mmol/L 127 124 128
Kalium 3.5-5.0 mmol/L 1.99 1.67 2.66
Clorida 98-106 mmol/L 91 94 100
Kolesterol total <200 mg/dl
HDL >50 mg/dl
LDL <100 mg/dl
Trigliseride <150 mg/dl
PPT 9.4-11.3” 11.2
APTT 24.6-30.6” 32.5

5
Hasil pemeriksaan laboratorium

Hasil Nilai Normal 23/11/17 25/08/17 29/08/17


laboratorium
Hemoglobin 11.4-15.1 gr/dl 8.9 7.7
leukosit 4.700-11.300/mm3 14.340 15.150
HCT 38-42% 25.9 22.3
trombosit 142.000- 296.000 231.000
424.000/mm3
Diff count 0-4/0-1/51-67/25- 2/0.3/83.9/8.2/5.6 1/0.1/85.2/8.5/5.2
33/2-5
Mcv 80-93% 76.2 77.7
Mch 27-31% 26.2 26.8
Ureum 16.6-48.5 mg/dl
Creatinine <1.2 mg/dl
SGOT 5-40 U/L
SGPT 5-41 U/L
Albumin 3.5-5.5 gr/dl 0.86 1.59 2.2
GDS <200 mg/dl
Calsium 7.6-11 mg/dl 7.0
Phospor 2.7-4.5 mg/dl 2.5
Vitamin D 25 OH Deficiency <12 <5
Natrium 136-145 mmol/L 133
Kalium 3.5-5.0 mmol/L 4.33
Clorida 98-106 mmol/L 102
Kolesterol total <200 mg/dl 90
HDL >50 mg/dl 14
LDL <100 mg/dl 39
Trigliseride <150 mg/dl 138
PPT 9.4-11.3”
APTT 24.6-30.6”

2.3.1 Pemeriksaan CXR (16/8/17)

6
Foto Thorax AP

Cor : Bentuk dan posisi normal, ukuran kesan membesar CTR: 60%
Aorta : Tidak tanmpak elongasi, dilatasi dan kalsifikasi
Trachea : ditengah
Pulmo : Corakan vascular normal, hilus D/S normal.
Tidak tampak infiltrate/cavitas/nodul
Sudut costopherinus D/S : Lancip
Hemidifragma D/S : domeshaped, kiri letak tinggi
Skeleton : Intak, Tidak tampak lesi litik/blastik/garis fraktur
Soft Tissue : Normal

Kesimpulan:

 Cardiomegali
 Hemidiafragma letak tinggi

Foto Cruris Sinistra

Kesimpulan :

- Open Facture Cruris Sinistra 1/3 Distal

7
ECG 17/8/17

Frontal Axis : Normal

Horisontal Axis : Normal

PR Interval : 0.12 detik

QRS Complex : 0.08 detik

QT Interval : 0.28 detik

Kesimpulan : Sinus Rhytm HR : 75x/mnt dengan Low Voltage.

2.4 Problem List

1. Chronic kidney disease stage 5 on CAPD

1.1. DM nephropathy

2. DM type 2 Normoweight

3. Anemia gravis

3.1. Related CKD stage 5

4. Severe hipokalemia

4.1.dt. CAPD loss

5. Hipocalsemia + Hipofosfatemia + decrease of vitamin D

5.1 CKD-MBD

6. Open Fracture Cruris Sinistra 1/3 Distal

8
6. Ape Hand

6.1 Injury Nervus medianus

6.2 Carpal Tunel Syndrome

2.5 Planing Diagnosa

USG Dopler, BMD

2.6 Planing Terapy

-Diet renal 1700 kcal/hari, rendah garam <2g/hari, protein 1 g/kgbb/hari

-Ivfd KN 2 500 cc habis dalam 2 jam (2 siklus)

Intravena

-Ca gluconas 3x1 amp

Perora;

-KSR 2x600 mg

-Calsitriol 1x0.5mcg

-transfusi PRC 1 labu/hari sd hb >8 g/dl, premedikasi furosemid 1 amp

-Pro konsul BTKV

9
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi
Gangguan Metabolisme Mineral dan Tulang pada Penyakit Ginjal Kronik atau
Chronic Kidney Disease –Mineral and Bone Disorders(CKD-MBD), merupakan sekumpulan
gangguan yang merupakan kosekuensi lanjut dari Penyakit Ginjal Kronik. CKD-MBD
mencakup tiga pengertian yaitu 1). gangguan metabolisme calcium, fosfat dan vitamin D, 2).
gangguan tulang dalam hal turnover, mineralisasi, volume, pertumbuhan dan kekuatan, 3).
kalsifikasi vaskuler dan jaringan lunak.6
Sedangkan Osteodistrofi ginjal adalah perubahan morfologi tulang pada pasien
dengan CKD dan Osteodistrofi ginjal salah satu ukuran komponen skeletal dari gangguan
sistemik CKD-MBD yang dapat dihitung dengan histomorfometri biopsi tulang.6

3.2 Prevalensi
Prevalensi Osteodistrofi renal (OR) pada pasien dengan Chronoc Kidney disease
(CKD) stadium 3 dan 4, telah dilaporkan prevalensi berkisar 5-40%, sedangkan pada CKD
stadium 5 pasien dialisis, dilaporkan Prevalensi bervariasi dari 10 sampai 50%. Persentase
yang lebih tinggi dari osteodistrofi Renal telah dilaporkan dalam dialisis peritoneal (PD)
pasien (40-70%) dibandingkan pasien hemodialisis (20-50%).4
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jat Javet Altaf et al dikatakan kejadian GMT-
PGK adalah 89,28% (50 pasien) sedangkan 6 pasien (10,7%) tidak memiliki penyakit tulang.
Itu Jenis yang paling umum adalah hiperparatiroidisme sekunder (osteitis Fibrosa Cystica)
pada 32% pasien diikuti dengan campuran 15 (27%) dan penyakit tulang yang dinamis pada
13 (23%) seperti terlihat pada Gambar 1.

10
Gambar 1. Patterns of Renal osteodystrophy in ERSF on Maintenance Hemodialysis. OFC: Osteitis Fibrosa
Cystica;ADB: Adynamic Bone Disease; OM: Osteomalacia; MIXED:Mixed Variety; NBD: No Bone Disease
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Natalia Karlovich et al yang dilakukan pada
45 pasien ( 20 perempuan, 25 laki-laki ; usia 45,1 ±10,8 tahun; dialisis onset 40,3±12,3 tahun;
dialisis durasi 5±4 tahun) . Terdapat hubungan kadar PTH dengan usia (r = -0.51), lamanya
dialisis ( r=-0.57) . Selain itu, dalam penelitian Maarten W, Taal penelitian yang dilakukan
43 pasien (48,9%) , ditemukan bahwa BMD mempunyai korelasi negatif terhadap usia , kadar
PTH, jenis kelamin wanita, usia menarche dan riwayat fraktur sebelumnya. Sedangkan nilai
BMD memiliki hubungan yang positif signifikan adengan berat badan, kadar hemoglobin,
kadar phosphat dan suplementasi kalsium serta riwayat paratyroidektomi.8

Gambar 2. Patterns of Renal Osteodystrophy in ESRF (N=56)

3.3 Fisiologi
Dalam keadaan fisiologis terdapat mekanisme hubungan timbal balik (feedback
mechanism) antara ginjal, kelenjar paratiroid, dan tulang. Hubungan timbal balik ini
bertujuan untuk menjaga keseimbanhan homeostasis antara calcium (Ca), fosfat (P04),
vitamin D3 (vit D3) dan hormon paratiroid (HPT).2

11
Gambar 3. Mekanisme timbal balik antara ginjal, hormon paratiroid dan tulang

Vitamin D3 yang dihasilkan oleh ginjal membantu penyerapan Ca dan P04 di saluran
cerna. Ca dapat menghambat pembentukan vit D3 oleh ginjal dan menghambat produksi
hormon paratiroid oleh kelenjar paratiroid. P04 dapat merangsang produksi HPT oleh kelenjar
paratiroid. Antara P04 dan Ca terdapat keseimbangan fisikokimiawi yang stabil. Peningkatan
P04 dapat menekan Ca, tapi sebaliknya, Ca yang tinggi tidak dapat menekan P04. P04 yang
tinggi dalam darah bisa merangsang pembentukan Fibroblast Growth Factor 23 (FGF23)
oleh tulang. FGF 23 ini merangsang produksi Vit D3 dan menghambat produksi HPT. Terjadi
hubungan timbal balik antara FGF 23 dan HPT, juga antara FGF 23 dan Vit D3. Vit D3 dapat
menghambat produksi HPT, sebaliknya HPT dapat menghambat produksi Vit D3.
Pada PGK, keseimbangan ini terganggu akibat peningkatan P04 yang terjadi karena
terhambatnya ekskresi, dan penurunan kadar vit D3 karena pengurangan massa ginjal. Pada
pasien ini terjadi awalnya terjadi peningkatan kadar P04 (14,5 mg/dl) sehingga dapat terjadi
penurunan vit D3 yang akan menghambat PTH dan calsium di dalam tulang akan menghilang.2

2.4 Patogenesis CKD-MBD


Patogernesis CKD-MBD berawal dari penumpukan fosfat dalam tubuh akibat
terhambatnya ekskresi, serta penurunan kadar calcitriol yang terjadi akibat berkurangnya
massa ginjal pada PGK. Fosfat yang menumpuk dalam darah, yang sebagian besar dalam
bentuk fosfat inorganik, mengakibatkan tiga hal yaitu:
1) Hipocalsemia sebagai akibat dari gangguang fisikokimiawi,

12
2) Secara langsung merangsang kelenjar paratiroid untuk mensekresikan hormone
paratiroid (PTH),
3) Meningkatkan pembebasan fibroblast growth factor 23 (FGF 23) oleh osteosit
tulang skelet.
Selanjutnya FGF23 ini merangsang kelenjar paratiroid untuk mensekresikan PTH.
Sementara itu, hipocalsemia mengakibatkan peningkatan aktifitas Calcium Sensing Receptor
(CaSR) pada kelenjar paratiroid yang selanjutnya mengakibatkan 1) . peningkatan secresi
PTH, 2). sintesis PTH melalui pre-pro gene transcription, 3). meningkatkan proliferasi sel
kelenjar paratiroid. Sedangkan hipocalcitriolemia akan merangsang Receptor Vit D (VDR),
yang selanjutnya akan merangsang kelenjar paratiroid untuk mensekresikan PTH. Sehingga
hasil akhir dari semua proses di atas adalah “peningkatan sekresi PTH” yang dikenal dengan
“hyperparatiroidisme sekunder/ secondary hyperparathyroidism” Kondisi ini mengakibatkan
peningkatan turn over tulang sehingga terjadi renal osteodystrophy dalam bentuk osteitis
fibrosa, demineralisasi tulang, fraktur spontan dan nyeri tulang (bone pain). Di lain pihak,
pada kasus-kasus dengan usia lanjut, diabetes melitus, terapi berlebihan dengan vit D3, atau
pada intoksikasi aluminium, terjadi adynamic bone disease (ADB) yang ditandai dengan turn
over tulang yang rendah.2.6

Gambar 4. Patogenesis osteodistrofi renal

13
Hiperfosfatemia mengakibatkan hipocalcemia akibat terjadinya gangguan
keseimbangan fisikokimiawi (physicochemistry), dimana peningkatan PO4 akan selalu
dikompensasi dengan penurunan Ca. Tetapi peningkatan Ca tidak dikompensasi dengan
penurunan PO4, malah akan terbentuk garam CaPO4 yang mudah mengendap dan
mengakibatkan metastatik kalsifikasi. Juga tampak pada gambar bahwa peran CaSR (Calcium
Sensing Receptor) sangat besar dalam pengaturan sekresi PTH oleh kelenjar paratiroid. Hal
ini mengindikasikan peranan calcimemetic agent (cinacalcet) dalam penatalaksanaan
hiperparatiroidisme sekunder.2,6
Pada penyakit ginjal kronik stadium akhir yang bertahan lama, misal pada pasien
dengan dialisis lama, bisa terjadi hipercalsemia. Kondisi ini bisa diakibatkan oleh pemakaian
pengikat fosfat yang mengandung calcium (calcium base phosphate binders), terapi dengan
vitamin D berlebih dan mobilisasi calsium dari tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder.
Kondisi ini, apabila disertai dengan hiperfosfatemia dan perkalian produk CaXP di atas 55,
dapat mengakibatkan pengendapan garam calciumfosfat (CaPO4) di pembuluh darah dan
jaringan lunak. Hal ini disebut metastatic calcification. Kalsifikasi sering terjadi di daerah
subkutan, pembiuluh darah besar seperti aorta dan miokard, yang dapat meningkatkan
komplikasi kardiovaskuler.2.6

Fibroblast growth factor 23 (FGF 23)


Fibroblast Growth Factor (FGF) 23 adalah sejenis faktor yang berperan untuk
mengatur reabsorbsi fosfat inorganic di tubuli renalis. Pada PGK terjadi peningkatan kadar
FGF23. Peningkatan FGF-23 ini disebabkan oleh peningkatan kadar fosfat inorganik, yang
akan melepaskan FGF-23 dari osteosit dan osteoblast tulang skelet. 1.25(OH)2D3 juga
merangsang pelepasan FGF-23. Pengaruh FGF-23 yang paling menonjol adalah menghambat
Na-Pi cotransport di ginjal dan mengakibatkan fosfaturia, menghambat 1-α vit D3
hydroxilase sehingga terjadi penurunan kadar 1.25 (OH)2D3. Hal ini akan mengakibatkan
penghambatan resorbsi Pi dan Ca di saluran cerna. Diduga HPTjuga merangsang pelepasan
FGF-23.2.6

14
Gambar 5. Skema regulasi FGF-23

2.5 Manifestasi kilinis


Penderita dengan Mineral and Bone stadium awal sering tidak merasakan keluhan.
Kadang-kadang bisa terjadi keluhan akibat hipocalcemia berupa paraestesia atau kejang
fokal, yang sering dikacaukan dengan neuropati uremik. Keluhan nyeri tulang terjadi pada
ODR stadium lanjut, yang sudah disertai dengan hiperparatiroidisme sekunder. Tidak jarang
terjadi fraktur spontan akibat osteoporosis.2.3.4
Kalsifikasi metastatik sering berupa kalsifikasi subkutaneus (benjolan-benjolan yang
berisi endapan garam kalsium fosfat), atau kalisfikasi pada pembuluh darah besar (seperti
aorta, arteri karotis) maupun miokard yang baru tampak pada pemeriksaan echokardiografi.
Pada beberapa kasus juga terjadi calsifilaxis, yaitu nekrosis yang luas (biasanya pada
ekstrimitas atas maupun bawah) akibat oklusi pembuluh darah oleh garam calsium fosfat.
Manifestasi klinis ADB dapat berupa osteomalasia, yang ditandai dengan gangguan postur
tulang-tulang panjang, seperti kiposis, scoliosis, atau pembengkokan tuilang-tulang
ekstrimitas.2
Pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri sendi bahu kiri sesaat setalah pasien kejang
saat dilakukan hemodialisa. Nyeri sendi bahu dirasakan ketika kedua tangan diangkat dan
dirotasikan.

15
Gambar 6. Patofisiologi anatra tulang, ginjal dan kelenjar paratyroid. 4
Diagnosis

2.6 Diagnosis
Kelainan biokimia sering terjadi pada ginjal kronis penyakit (CKD) dan merupakan
indikator utama dimana diagnosis dan pengelolaan CKD-mineral dan tulang gangguan
(CKD-MBD) dibuat. Dua komponen lainnya CKD-MBD (kelainan tulang dan kalsifikasi
vaskular).6.7
Komponen penyakit tulang CKD-MBD dapat menyebabkan Fraktur (termasuk fraktur
asimtomatik yang terlihat pada vertebra radiograf), nyeri tulang, kelainan bentuk pada anak
yang sedang tumbuh, mengurangi kecepatan pertumbuhan, dan tinggi abnormal. Komplikasi
patah tulang pinggul termasuk perdarahan, infeksi, kehilangan kemandirian, dan peningkatan
angka kematian. Fraktur vertebra mengarah ke tinggi badan kehilangan, fungsi paru yang
berkurang, refluks gastrointestinal, dan cacat kronis Pada anak-anak, keterbelakangan dan
tungkai pertumbuhan kelainan bentuk mengurangi kualitas hidup.6.7
Diagnosis CKD-MBD mencakup pendeteksian kalsifikasi ekstraosseus, termasuk
arteri, katup, dan kalsifikasi miokard. Prevalensi kalsifikasi meningkat secara progresif

16
penurunan fungsi ginjal dan lebih besar dari pada populasi umum. Kalsifikasi kardiovaskular
berhubungan dengan, dan prediksi, hasil klinis yang merugikan, termasuk kejadian
kardiovaskular dan kematian.2,6,7
Diagnosis dimulai dari pemeriksaan kadar fosfat inorganik dan calcium plasma
sebagai awal terjadinya proses CKD-MBD. Kadar fosfat selalu menigkat, sedangkan kadar
calcium bisa rendah, normal atau tinggi, tergantung stadium penyakit. Ada dua jenis calcium
plasma yaitu Ca bebas dan Ca ion. Ca bebas, kadarnya tergantung pada kadar albumin
plasma, sehingga untuk mendapatkan Ca ion harus dikonversi dengan rumus yang sudah
ditetapkan.2,6,7
Lebih lanjut, dilakukan pemeriksaan PTH, bisa disertai dengan pemeriksaan
alkalifosfatase tulang (bone alkaliphosphatase/BAP). Pemeriksaan kalsitriol plasma tidak
dilaksanakan secara rutin. Pemeriksaan radiologi tulang, sering memperlihatkan tanda yang
tidak spesifik dan baru tampak setelah terjadi kerusakan tulang stadium lanjut. Biopsi serta
analisis histomorfometrik tulang, walaupun merupakan baku emas, tidak dilaksanakan secara
rutin Indikasinya adalah, keadaan dimana terdapat ketidaksesuaian (inconsistencies)
parameter biokimiawi, nyeri tulang yang tidak dapat dijelaskan (unexplained), serta fraktur
yang tidak dapat dijelaskan (unexplained).2,6,7
Klasifikasi histologis pada gangguan tulang yang terjadi pada CKD-MBD
berdasarkan pada derajat abnormalitas bone turnover dan kegagalan mineralisasi matriks
ekstraselular, tampak pada tabel berikut :

17
2.7 Penatalaksanaan atau Terapi
Strategi ke depan dalam penatalaksanaaan CKD-MBD adalah 1) mencegah dan
mengatasi hiperfostaemia dan 2) menghambat hiperplasi kelenjar paratiroid. Modalitas terapi
tergantung pada stadium penyakit dan tujuan terapi yang diberikan. Pada stadium pradialisis,
terapi terutama ditujukan pada pengendalian fosfat. Usaha ini dilakukan dengan, 1)
pemberian diet rendah fosfat, 2) pemberian pengikat fosfat (phosphate binders). Pemberian
diet rendah fosfat terkendala dengan malnutrisi yang bisa terjadi pada penderita. Berbagai
jenis pengikat fosfat sudah tersedia, baik yang calcium base maupun yang noncalcium base,
namun usaha pengendalian fosfat pada penderita penyakit ginjal kronik tetap menjadi
masalah. Dialisis, walaupun dalam jumlah terbatas dikatakan dapat mengurangi
hiperfosfatemia.
Hasil yang baik dilaporkan terjadi pada hemodialisis setiap hari (daily hemodyalisis).
Pemberian Vitamine D3 Receptor Activator (VDRA) dengan tujuan menghambat terjadinya
hiperparatiroidisme sekunder, dilaporkan banyak memberikan hasil, walau masih terdapat
sedikit kontroversi. Pemberian preparat calcimemetik yang dapat mengakibatkan down
regulation Calcium Sensing Receptor (CsR) sehingga sekresi PTH dapat dihambat,
dilaporkan juga banyak memberikan hasil. Dan apabila sudah terjadi hipertrofi kelenjar
paratiroid (parathyroid adenoma), atas indikasi tertentu, dilakukan paratireoidektomi; baik
medical maupun surgical.2.6.7
Pada pasien dialisis orang dewasa dengan serum P >14,5 mg / dL, asupan makanan
sehari-hari phospor harus dibatasi sampai 800mg. Untuk mencapai tujuan membatasi asupan
Phospor sambil mempertahankan Asupan protein, dianjurkan agar pasien memilih makanan
dengan alow phosphorus-protein (P-P) ratio. lalu Phospor aditif ditemukan di beberapa
minuman berkarbonasi dan daging olahan harus dihindari.6.,11,12
Meski Hemodialisa telah berkembang secara signifikan dengan perkembangan
membran dialisis dan penggunaan ultra murni dialisat, ada keterbatasan dalam hal fosfat yang
dikeluarkan melalui dialisis. Jumlah fosfat yang dikeluarkan oleh HD konvensional
(3x/minggu) kira-kira 2,3-2,6 g /minggu, dan jumlah phosphor yang dikeluarkan oleh CAPD
adalah 2,0-2,2 g per minggu.12
Pengikat fosfat yang ada saat ini adalah aluminium-mengandung pengikat fosfat,
pengikat fosfat yang mengandung Ca,dan pengikat fosfat berbasis nonCa. Keuntungan dari
pengikat fosfat yang mengandung aluminium (mis., aluminiumhidro-xide) adalah kapasitas
pengikat fosfat yang sangat baik dan murah. Padahal kelemahannya adalah risiko akumulasi
aluminium tubuh. Karena risiko osteomalacia yang diinduksi aluminium dan ensefalopati,
penggunaan jangka panjang aluminium hidroksida adalah tidak lagi dianjurkan.6.12

18
Pengikat fosfat yang mengandung Ca, baik Ca karbonat atau Ca asetat, mulai aktif
digunakan dalam praktik klinis pada tahun 1980-an. Meskipun pengikat fosfat yang
mengandung Ca sedikit lebih rendah kapasitas pengikat fosfat dari pada fosfat yang
mengandung aluminium pengikat, harganya murah dan tidak memiliki risiko aluminium
akumulasi. Namun, peningkatan pemuatan Ca dan Ca-P Produk dikaitkan dengan
hiperkalsemia dan kalsifikasi vaskular.12
Sehubungan dengan pengikat fosfat berbasis nonCa, sevelamer hidroklorida /
karbonat dan lantanum karbonateare digunakan di negara ini. Sevelamer memiliki
keuntungan mengurangi Ca kelebihan beban, karena kurangnya kandungan Ca sebagai anion-
resin pertukaran, namun memiliki kekurangan kapasitas pengikat fosfat yang relatif rendah
dan harga tinggi.6.7.12
Menurut NHIS Korea 2014 untuk perawatan sekunder hiperparatiroidisme (SHPT),
pemberian calcitriolis ditunjukkan saat iPTH naik > 200pg / mL. KDIGO pedoman
merekomendasikan agar tingkat iPTH menjadi 2-9 kali Rentang normal (yaitu, 130-585 pg /
mL, diberikan di atas normal nilai 65pg / mL). Untuk mencegah SHPT, pengendalian
hiperfosfatemia penting dilakukan dengan pembatasan diet, dialisis yang cukup, dan masuk
akal pengikat fosfat. Untuk menekan pelepasan hormon paratiroid yang berlebihan, VDRA
(calcitriol, paricalcitol) dan / atau calcimimetic berguna sesuai dengan kondisi rawat jalan.
Pengobatan bedah seharusnya hanya diindikasikan untuk SHPT yang tidak bisa dikendalikan
oleh semua upaya dengan perawatan medis.6.12
Cinacalcet dapat dikelola jika tingkat iPTH > 300pg / mL. Dosis awal adalah 25mg
dan harus diberikan saat makan malam. Bila cinacalcet diberikan atau Dosis berubah,
pengukuran Ca serum harus dipertimbangkan pada sesi dialisis berikutnya. Calcimimetics
menurunkan PTH dengan mentransmisikan sinyal ke sel dari reseptor pengenal paratiroid.
Mengandung Reseptor ada tidak hanya di paratiroid, tapi juga dipembuluh dan organ lainnya,
calcimimetics diprediksi berperan protektif dalam sistem kardiovaskular.12

Sasaran Terapi Keterangan

Diet rendah fosfat Risiko malnutrisi


Hiperfosfatemia Phosphat binder
Dialisis
Vitamin D3 analog Pengendalian fosfat tetap
Hiper PTH sekunder Calcimemetic dilaksankan
Paratiroidektomi
Hipercalsemia Phosphat binder no Ca base
Hemodialisis rendah Ca

Tabel 2. Modalitas Terapi CKD-BMD

19
20
BAB IV
KESIMPULAN

Gangguan Metabolisme Mineral dan Tulang pada Penyakit Ginjal Kronik atau
Chronic Kidney Disease –Mineral and Bone Disorders(CKD-MBD), merupakan sekumpulan
gangguan yang merupakan kosekuensi lanjut dari Penyakit Ginjal Kronik. GMT-PGK
mencakup tiga pengertian yaitu 1). gangguan metabolisme calcium, fosfat dan vitamin D, 2).
gangguan tulang dalam hal turnover, mineralisasi, volume, pertumbuhan dan kekuatan, 3).
kalsifikasi vaskuler dan jaringan lunak.6
Prevalensi Osteodistrofi renal (OR) pada pasien dengan Chronoc Kidney disease
(CKD) stadium 3 dan 4, telah dilaporkan prevalensi berkisar 5-40%, sedangkan pada CKD
stadium 5 pasien dialisis, dilaporkan Prevalensi bervariasi dari 10 sampai 50%. Persentase
yang lebih tinggi dari osteodistrofi Renal telah dilaporkan dalam dialisis peritoneal (PD)
pasien (40-70%) dibandingkan pasien hemodialisis (20-50%).4
Penderita dengan Mineral and Bone stadium awal sering tidak merasakan
keluhan. Kadang-kadang bisa terjadi keluhan akibat hipocalcemia berupa paraestesia atau
kejang fokal, yang sering dikacaukan dengan neuropati uremik. Keluhan nyeri tulang terjadi
pada ODR stadium lanjut, yang sudah disertai dengan hiperparatiroidisme sekunder. Tidak
jarang terjadi fraktur spontan akibat osteoporosis.2.3.4
Diagnosis dimulai dari pemeriksaan kadar fosfat inorganik dan calcium plasma
sebagai awal terjadinya proses GMT-PGK. Kadar fosfat selalu menigkat, sedangkan kadar
calcium bisa rendah, normal atau tinggi, tergantung stadium penyakit. Dan dilakukan
pemeriksaan PTH.2.6.7
Strategi ke depan dalam penatalaksanaaan GMT-PGK adalah (1) ) mencegah dan
mengatasi hiperfostaemia dan 2) menghambat hiperplasi kelenjar paratiroid. Modalitas terapi
tergantung pada stadium penyakit dan tujuan terapi yang diberikan.2.6.7

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Buargub Mahdai A et al. 2006. Prevalence and Pattern of Renal Osteodystrophy in


Chronic Hemodialysis Patients: A Cross Sectional Study of 103 Patients. Saudi Journal of
Kidney Disease and Transplantasion. Arab Saudi Vol 17;401-407.

2. Suwitra Ketut. 2010. Gangguan Mineral dan Tulang Pada Penyakit Ginjal Kronik
Patogenesis, Diagnosis, dan Modalitas Terapi. RSUP Saglah Denpasar.

3. Llach F, Fernandez E. Overview of renal bone disease: Causes of treatment failure,


clinical observations, the changing pattern of bone lesion, and future therapeutic approach.
Kidney Int 2003; 64 (87): S113-S119.
4. Andress DL. Adynamic bone in patients with chronic kidney disease. Kidney Int
2008;73:1345-1354.
5. Kovesdy CP, Zadeh KK. Vitamin D receptor activation and survival in chrnic kidney
disease. Kidney Int 2009;73:1355-1363.
6. KDIGO, Clinical practice guideline for diagnosis, evaluation, prevention and treatment of
chronic kidney disease-mineral and bone disorder. 2009. Vol.76: 1-140
7. KDIGO, Clinical practice guideline for diagnosis, evaluation, prevention and treatment of
chronic kidney disease-mineral and bone disorder. 2016.
8. Jat Javed Altaf et al. Renal osteodystrophy in End Stage Renal Failure Patients on
Maintenance Hemodialysis. Journal of Clinical and Experiemntal Nephrology. 2016.
Vol1;4:25
9. R Gupta et al. Bone Mineral Density In Kuwaiti patients with end stage renal disease.
PubMed. 2011:20(2) :156-8
10. Taal Maarten W et al. Risk for Reduce Bone Density in Hemodialysis Patients.
Nephrology Dialisys Transpalntaion Journal. 1999. 14 (8): 1922-1928.
11. Markus ketteler et al. Executive summary of 2017 KDIGO CKD-MBD guideline update :
what change and why it matters. 2017
12. Eunang hwang et al. Management of chronic kidney disease-mineral and bone disorder :
Korean working group recommendations. 2015.

22

Anda mungkin juga menyukai