Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

PENGELOLAAN & KOMPLIKASI AKUT


HEMODIALISA

Pembimbing :

Dr. Mudzakkir Djalal Sp.PD

Disusun Oleh :

Julianthy Suento (406138141)


Daisy Ratnasari (406138143)
Rudolf Fernando Wibowo (406138124)

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD KUDUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
2014
DAFTAR ISI

Halaman

Daftar isi……………………………………………………

I. Pendahuluan……………………………………..................... 3
II. Definisi Hemodialisa……………………………………… 4
III. Indikasi………………………………………………………. 5
IV. Kontraindikasi……………………………………………….. 7
V. Proses hemodialisa…………………………………………… 7
VI. Penatalaksanaan hemodialisa………………………………… 13
VII. Komplikasi……………………………………………............ 14
Hipotensi………………………………………………. 15
Kram otot……………………………………………..... 17
Angina…………………………………………………. 18
Hemolysis…………………………………………….... 18
Emboli udara…………………………………………… 19
VIII. Saran dan Kesimpulan………………………………………... 19

Daftar pustaka………………………………………………… 21

BAB I
PENDAHULUAN
Sejak pada tahun 1960 hemodialisa diterapkan sebagai suatu terapi pengganti
ginjal pada pasien gagal ginjal akut dan gagal ginjal terminal. Hemodialisa
merupakan terapi pengganti yang bertindak sebagai ginjal buatan (artificial kidney
atau dialyzer). Biasanya di Indonesia hemodialisa dilakukan 2 kali seminggu. Setiap
kali hemodialisa dibutuhkan waktu selama kurang lebih 5 jam. Di beberapa pusat
dialysis lainnya ada yang dilakukan hemodialisa 3 kali seminggu dengan lama
dialysis 4 jam.
Hemodialisa merupakan salah satu terapi faal ginjal dengan tujuan untuk
mengeluarkan zat – zat metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan air
dan elektrolit antara kompartemen darah pasien dengan kompartemen larutan diasilat
melalui membrane semipermeabel yang bersifat sebagai pengganti ginjal.
Hemodialisis sering disebut pada orang awan sebagai terapi cuci darah. Hemodialisa
terbukti dapat bermanfaat dalam memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas
hidup penderita gagal ginjal terminal. Dalam suatu proses hemodialisis, darah
penderita dipompa oleh mesin kedalam kompartemen darah pada dialyzer. Dialyzer
mengandung ribuan serat atau fiber sintetis yang berlubang kecil ditengahnya. Darah
mengalir di dalam lubang serat sedangkan cairan dialisis yaitu dialisat mengalir diluar
serat. Dinding serat bertindak sebagai membran semipermeabel tempat terjadinya
proses ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi dengan cara meningkatkan tekanan hidrostatik
melintasi membran dialyzer dengan cara menerapkan tekanan negatif ke dalam
kompartemen dialisat yang menyebabkan air dan zat-zat terlarut berpindah dari darah
ke dalam cairan dialisat. Hal ini dapat bermanfaat untuk menyedot kelebihan cairan
tubuh dan sampah-sampah sisa hasil metabolik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang ini
telah dilaksanakan pada banyak rumah sakit rujukan. Kualitas hidup yang diperoleh
cukup baik dan panjang umur tertinggi sampai sekarang adalah 14 tahun.

BAB II
DEFINISI
Hemodialisa berasal dari kata hemo dan dialisa. Hemo adalah darah
sedangkan dialisa adalah pemisahan atau filtrasi. Pada prinsipnya hemodialisa
menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat atau pencuci yang
dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi permeabel. Membran ini dapat
dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialysis yaitu
proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permeable.
Menurut Price dan Wilson, dialisa merupakan suatu proses solute dan air
mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair
menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua
tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut
sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon
terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.(15)
Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox, hemodialisa didefinisikan sebagai
pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel
(dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan
sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana
tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan
perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk
pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan
efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal
ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat.(17)
Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang
dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk
membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam
sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah,
maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)
melalui pembedahan.(13)
BAB III
INDIKASI
Hemodialisa sebagai terapi penyakit ginjal end-stage digunakan lebih dari
300.000 orang di Amerika Serikat. Standarisasi terapi ini dimulai pada tahun 1973
oleh beberapa ahli seperti Kolff, Merrill, Sribner dan Schreiner. Terapi ini juga
mempertimbangkan segi pendidikan, pekerjaan, dan kondisi kesehatan pasien.
Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan terapi berdasarkan kesehatan
penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan.
Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja
purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya.
Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100
ml pada pria sedangkan pada wanita diatas 4 mg/100 ml. Penderita tidak boleh
dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan
sehari-hari tidak dilakukan lagi.(1)
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik
Stadium Fungsi Ginjal Laju Filtrasi Glomerulus
(mL/menit/1,73m2)
Risiko meningkat Normal > 90, terdapat faktor risiko
Stadium 1 Normal atau meningkat > 90, terdapat kerusakan ginjal,
proteinuria menetap, kelainan
sedimen urin, kelainan kimia
darah dan urin, kelainan pada
pemeriksaan radiologi.
Stadium 2 Penurunan ringan 60-89
Stadium 3 Penurununan sedang 30-59
Stadium 4 Penurunan berat 15-29
Stadium 5 Gagal Ginjal <15
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik

Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003)


secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) kurang dari 15
mL/menit dengan gejala uremia atau malnutrisi dan walaupun tanpa gejala dapat
menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus
yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis
metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.(4,5,14)
Thiser dan Wilcox menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai ketika
bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar
kreatinin serum 8–10 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara
mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. (17)
Perbandingan Nilai Kreatinin, Laju Filtrasi Glomerulus dan Clearance
Creatinin Rate untuk menilai Fungsi Ginjal
Nilai GFR Kreatinin Clearance Rate
2
(mg/dl) (ml/menit/1,73 m ) (ml/menit)
Normal >90 Pria : <1,3 Pria : 90-145
Wanita : <1,0 Wanita : 75-115
Gangguan 60-89 Pria : 1,3-1,9 56-100
Ginjal Ringan Wanita : 1,0-1,9
Gangguan 30-59 2-4 35-55
Ginjal Sedang
Gangguan 15-29 >4 <35
Ginjal Berat
Tabel 2. Perbandingan Nilai Kreatinin, Laju Filtrasi Glomerulus dan Clearance
Creatinin Rate untuk menilai Fungsi Ginjal

Indikasi dari terapi hemodialisa pada gagal ginjal kronis adalah bila
dijumpai pemeriksaan tanda dan gejala serta pemeriksaan laboratorium, sebagai
berikut:
a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
Penderita dapat mengalami gangguan kesadaran. Adanya gangguan asidosis
metabolik dan atau gejala sindrom uremia seperti mual, muntah dan
anoreksia. Tanda – tanda overload cairan seperti edem, sesak napas akibat
edema paru, serta adanya gangguan jantung. Penderita juga dapat
mengeluhkan sulit kencing (anuria) lebih dari 5 hari.
b. Pemeriksaan Laboratorium ditemukan :
 Kreatinin serum > 8 mg/dL
 Ureum darah > 200 µ/dL
 Hiperkalemi
 pH darah < 7,1
BAB IV
KONTRAINDIKASI

Menurut Thiser dan Wilcox, kontra indikasi dari hemodialisa adalah


hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI kontra indikasi dari
hemodialisa adalah tidak didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses
vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi
hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi
infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan
keganasan lanjut.(14)

BAB V
PROSES HEMODIALISA

Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi,
osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melaui
proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi,
kecairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah.
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan,
gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal
sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan
air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovelemia
(keseimbangan cairan).
Sistem tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan
berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme
untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan kemudian
dikembalikan ke dalam tubuh melalui pembuluh darah vena.
Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu
saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk
menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa
metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa
diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke
dalam mesin hemodialisa. Hemodialisa dilakukan pada penyakit gagal ginjal
terminal yaitu dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan
(dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dialirkan
dan dipompa ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput permiabel buatan
(artificial) dengan kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialairi cairan
dialysis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit yang sama
dengan serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan
dialysis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zar
terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi kearah konsentrasi yang rendah
sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen (difusi). Pada proses
dialysis, air juga berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat
dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negative pada kompartemen cairan
dialisat. Perpindahan air disebut dengan ultrafiltrasi.(1,2,3,4)
Cairan dialysis adalah cairan yang digunakan pada proses hemodialisa, terdiri
dari campuran air dan elektrolit yang mempunyai konsentrasi hampir sama dengan
serum normal dan mempunyai tekanan osmotic yang sama dengan darah. Fungsi
cairan dialysis adalah mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa
metabolisme dari tubuh, serta mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama
dialisa. Cairan dialysis mengandung macam-macam garam, elektrolit dan atau zat
antara lain :
1. NaCl / Sodium Chloride.
2. CaCl2 / Calium Chloride.
3. Mgcl2 / Magnesium Chloride.
4. NaC2H3O2 3H2O / acetat atau NaHCO3 / Bilkarbonat.
5. KCl / potassium chloride, tidak selalu terdapat pada dialisat.
6. Dextrose.

Gambar 1. Cairan Dializer


Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa
berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran
darah melewati suatu membran semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk
dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi
sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh
efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan
ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan
mempengaruhi pemindahan larutan.(14)
Gambar 2. Mesin Hemodialisa
Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membran
semipermeabel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain
untuk dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah dialisat
ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan sebuah
hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan serabut kapiler halus
yang tersusun pararel.(7,8,9,15)

Gambar 3. Aliran Darah


Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter
kemudia masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran
semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah
dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah
darah selesai dilakukan pembersihan oleh dialyzer, darah dikembalikan ke dalam
tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt).(9,10)

Gambar 4. Sirkuit
Suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi
untuk dialisat. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood
line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena. Dialisat
membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan
suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa
pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian
dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga
sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi
sepanjang membran semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi,
osmosis, dan ultrafiltrasi.(11,15)
Komposisi dialisat diatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion
darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan
elektrolit yang sering menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum terdiri dari
Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl- , asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat
dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke dalam dialisat karena unsur-unsur ini
tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam
dialisat, akan berdifusi ke dalam darah. Tujuan menambahkan asetat adalah untuk
mengoreksi asidosis penderita uremia. Glukosa dalam konsentrasi rendah
ditambahkan ke dalam dialisat untuk mencegah difusi glukosa ke dalam dialisat
yang dapat menyebabkan kehilangan kalori dan hipoglikemia. Pada hemodialisa
tidak dibutuhkan glukosa dalam konsentrasi yang tinggi, karena pembuangan cairan
dapat tercapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan
dialisat.(15)
Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan
hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat
dicapai dengan meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer
yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan
menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan
negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan
kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan
garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan
darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit
ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk
membantu aliran dengan quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit)
merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus dimasukkan
pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap
bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau
bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan
pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang
memiliki alarm untuk berbagai parameter.(12,13,15)
Menurut PERNEFRI waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan
kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4–5 jam dengan frekuensi 2 kali
seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10–15 jam/minggu dengan QB 200–300
mL/menit. Pada akhir interval 2–3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam,
air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan
anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.
Price dan Wilson menjelaskan bahwa dialisat pada suhu tubuh akan
meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan
hemolisis sel-sel darah merah sehingga dapat menyebabkan pasien meninggal.
Robekan pada membran dializer yang mengakibatkan kebocoran kecil atau masif
dapat dideteksi oleh fotosel pada aliran keluar dialisat. Hemodialisa rumatan
biasanya dilakukan tiga kali seminggu, dan lama pengobatan berkisar dari 4 sampai
6 jam, tergantung dari jenis sistem dialisa yang digunakan dan keadaan pasien.(15)

BAB VI
PENATALAKSANAAN HEMODIALISA

Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal
atau tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat
membantu penderita. Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan
sebagai upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisa tidak dapat
menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisa dapat
meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal.(1,8)
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa
mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu
mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan
menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang
terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan
akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi
penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala.(8)
Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal
jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga
merupakan bagian dari terapi diet untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis
yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya
memerlukan beberapa penyesuaian dan pembatasan pada asupan protein, natrium,
kalium dan cairan. (8)

BAB VII
KOMPLIKASI

Hemodialisa sangat penting untuk menggantikan fungsi ginjal yang rusak tetapi
hemodialisa juga dapat menyebabkan komplikasi umum berupa hipertensi (20-30% dari
dialisis), kram otot (5-20% dari dialisis), mual dan muntah (5-15% dari dialisis), sakit
kepala (5% dari dialisis), nyeri dada (2-5% dialisis), sakit tulang belakang (2- 5% dari
dialisis), rasa gatal (5% dari dialisis) dan demam pada anak-anak (<1% dari dialisis).
Sedangkan komplikasi serius yang paling sering terjadi adalah sindrom disequilibrium,
arrhythmia, tamponade jantung, perdarahan intrakaranial, hemolisis dan emboli paru.
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah
hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung,
gatal, demam dan menggigil.(16)
Komplikasi dari renal replacement theraphy
complication Hemodialisis Peritonel dialysis
cardiovascular  Air embolism  Arrytmia
 Angina  Hipotension
 Arrytmia  Pulmonary edema
 Cardiac tamponade
 Hypotension*
Infection  Bacterimia  Catheter exit sitre
 Colonization of temporary infection
central venous cateters  peritonitis
 Endocarditis
 Meningitis
 Osteomyelitis
 Sepsis
 Vascular access celulitis or
absess
Mecahnical  Obstruksi pada arterivena,  Catheter obstruction
terbentuk fistul trombosis by clots, fibrin,
atau infeksi omentum, or fibrous
 Stenosis atau trombosis pada encasement
vena subklavia atau superior  Dialysate leakage
vena cava dan intern vena around the catheter
jugular  Dissection of fluid
into the abdominal
wall
 Hematoma in the
pericatheter tract
 Perforation of a
viscus by the catheter
Metabolic  Hipoglikemi pada orang  Hipoalbumin
diabetik yang memakai  Hiperglikemi
insulin  Hipertrigliserid
 Hipokalemi  Obesitas
 Hiponatremi dan
hipernatremi
Pulmonary  Dispnea sampai reaksi  Atelectasis
anafilasis oleh membran  Efusi pleura
hemodialisa  Pneumonia
 Hipoksia
Miscellaneous  Deposit amiloid  Abdominal and
 Hemorragic cateter inguinal hernias
 Demam yang disebabkan  Catheter-related
oleh bakterimia, pirogen, intra-abdominal
atau panas dialysate bleeding
 Perdarahan (GI, Intracranial,  Hypothermia
retroperitonel, intraocular)  Peritoneal sclerosis
 Insomnia  Seizures
 Pruritus
 Keram otot
 Restlessness
 Kejang
*most common complication overall

Penatalaksanaan pada komplikasi akut hemodialisa:


1. Hipotensi
Hipotensi merupakan manifestasi ketidakstabilan hemodinamik selama
ultrafiltrasi hemodialisis. Terdapat 2 macam hipotensi terkait dialisis:
a. Episodic hypotension
Dimana terjadi pada stadium lanjut dialisis; hipotensi ini terjadi
bersamaan dengan muntah, kram otot, dan vagal symptom (seperti
menguap).
b. Chronic persistent hypotension
Terjadi pada pasien dengan terapi jangka panjang dengan predialisis
tekanan darah sistolik kurang dari 100mmHg.
Etiologi :
- Penurunan cepat osmolalitas plasma, dimana menyebabkan cairan
ekstraselular berpindah kedalam sel.
- Pembuangan cairan secara cepat dalam upaya untuk mencapai
- Autonom neuropathy, peran baroreseptor dan peningkatan aktifitas
simpatetik eferen.
- Penggunaan asetat sebagai buffer dialysate (akumulasi asetat dalam darah
mempunyai aktivitas vasodilator)
- Penggunaan konsentrasi sodium yang rendah dalam dialysate
- Arrhythmias / efusi pericardial dengan tamponade
- Peningkatan sintesis vasodilator endogen seperti nitrit oxide
- Pelepasan tiba tiba adenosine selama iskemik organ.
- Tingginya konsentrasi magnesium pada dialysate
- Kegagalan untuk meningkatkan level plasma vasopressin.

Penatalaksanaan :
- Menghentikan ultrafiltrasi / menurunkan tingkat ultrafiltrasi.
- Pasien harus diposisikan Tredelenburg
- Aliran darah harus dikurangi
- Volume intravascular dapat menggantikan mannitol / saline. Penggunaan
bolus saline intravea sebagai terapi awal hipotensi.

Pencegahan :
- Meningkatkan konsentrasi dialysate sodium
- Bikarbonat dialysate buffer
- Mengontrol suhu
- Peningkatan kinerja cardiovascular pada pasien penyakit jantung
- Pemberian Midodrine (alpha-1 adrenergik agonist selektif) pada pasien
dengan autonom neuropathy
- Carnitine
- Adenosine Receptor antagonist
- Infus vasopressin

2. Kram otot
Kram otot adalah pemanjangan kontraksi otot involunter. Biasanya melibatkan
ekstremitas bawah. Biasanya terjadi di akhir pengobatan hemodialisa. Sering
ditemukan penurunan PTH dan tingginya serum creatin fosfokinase.
Etiologi :
- Kontraksi volume plasma
- Hipoksia jaringan
- Hiponatremia
- Hipomagnesemia
- Defisiensi carnitine
Penatalaksanaan :
Target tatalaksana adalah menurunkan frekuensi kram & mengurangi gejala
bila terjadi kram
- Pemberian benzodiazepine jangka pendek (oxazepam), nifedipine,
phenytoin, creatine monohidrat, carbamazepine, amitriplatin, gabapentin.
Pencegahan :
- Mencegah dialisis terkait hipotensi
- Penggunaan sodium konsentrasi tinggi pada dialisat
- Suplementasi carnitine
- Penggunaan quinine untuk menurunkan eksitabilitas motor end plate
untuk stimulasi saraf & meningkatkan periode refrakter otot, sehingga
mencegah perpanjangan kontraksi involunter otot.

3. Angina
Angina harus dipertimbangkan pada pasien peningkatan risiko penyakit
koroner. Evaluasi riwayat, pemeriksaan fisik, dan elektrokardiogram serta
cardiac enzim yang tepat harus dievaluasi sebelum hemodialisa dilakukan.
Angina saat hemodialisis dapat dicegah dengan pemberian pemberian nitrate /
beta-blocker.

4. Hemolisis
Dapat muncul sebagai nyeri dada dan terjadi hiperkalemia berat yang dapat
mengarah ke kematian. Tanda gejala hemolisis:
- Warna keunguan pada jalur intravena
- Keluhan nyeri dada, nafas pendek, nyeri punggung
- Penurunan Hematokrit
- Warna merah muda pada spesimen plasma yang di sentrifuse.
Etiologi:
- Overheating
- Hipotonik karena insufisiensi rasio konsentrasi air
Penatalaksanaan:
- Hentikan dialysis segera
- Klem jalur darah (jangan mengembalikan darah untuk mencegah
hyperkalemia)
- Persiapkan hyperkalemia dan kemungkinan anemia berat
- Mencari penyebab
- Rawat inap untuk pemantauan karena hyperkalemia yang mengancam
jiwa mungkin berkembang setelah dialysis diakhiri.
5. Emboli udara
Jarang tetapi sangat fatal (adanya gelembung pada jalur vena dicurigai udara
masuk ke system dialysis). Pemutusan sambungan ke jalur pembuluh darah
secara langsung dapat juga menyebabkan emboli udara pada pasien yang
didialisis dengan kateter vena sentral (CVC).
Gejala bergantung dari posisi pasien pada waktu kejadian. Pada pasien yang
duduk, udara cenderung migrasi kedalam system vena serebral tanpa masuk
ke jantung menyebabkan hilangnya kesadaran dan kejang, sementara pasien
yang berbaring, udara cenderung masuk ke jantung dan kemudian paru
menyebabkan dipsnea, batuk, dan mungkin sesak napas.
Penatalaksanaan:
- Klem jalur vena dan memberhentikan pompa darah.
- Posisikan pasien pada sisi kiri dengan posisi supinasi dengan dada dan
kepala tilted downward
- Cardiorespiratory support
- Berikan oksigen 100% dengan masker atau endotracheal tube.

BAB VIII
SARAN DAN KESIMPULAN

Hemodialisa merupakan pengganti terapi faal ginjal dengan tujuan untuk


mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan air
dan elektrolit antara kompartemen darah pasien dengan kompartemen larutan dialisat
melalui selaput semipermeabel yang bertindak sebaagai ginjal buatan. Tujuan dari
hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah
pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan
ketubuh pasien. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa yaitu difusi,
osmosis dan ultrafiltrasi. Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan
mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyebabkan
penyembuhan atau pemulihan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi
hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan tampak
dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien.
BAB IX
DAFTAR PUSTAKA

1. Wijaya, Awi Mulyadi;dr. Rabu, 27 Januari 2010.


http://www.infodokterku.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=68:terapi-pengganti-ginjal-atau-
renal-replacement-therapy-rrt&catid=29:penyakit-tidak-
menular&Itemid=18. Terapi Pengganti Ginjal atau Renal Replacement
Therapy (RRT).
2. Daugridas, JT. Cronic Hemodyalisis Prescription : A Urea Kinetic
Approach. Daugirdas JT, Ing TS (Eds) Handbook of Dialysis 3dh edition by
Lippincott Williams and Willkins Publisers 2000 : 12-47.
3. Rahardjo P., Susalit E., Suhardjono. Hemodialisis. Dalam Buku AJar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi IV,
4. Xue JL, Ma JZ, Louis TA, Collins AJ: Forecast of the number of patients
with end-stage renal disease in the United States to the year 2010. J Am Soc
Nephrol 12:2753-2758, 2001.
5. Albert Lasker : Award for Clinical Medical Research. J Am Soc Nephrol
13:3027-3030, 2002.
6. Kinchen KS, Sadler J, Fink N, et al: The timing of specialist evaluation in
chronic kidney disease and mortality. Ann Intern Med 137:479-486, 2002
7. Vanholder R, De Smet SR: Pathophysiologic effects of uremic retention
solutes. J Am Soc Nephrol 10:1815-1823, 1999.
8. Jonathan Himmelfarb, MD. Hemodialysis Complications. American Journal
of Kidney Disease, vol 45, No.6 (June); 2005: pp 1125-1131.
9. Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan
Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien,
Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta.
10. Ganong, W. F., 1998, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 17. EGC,
Jakarta.
11. Guyton, A. C. & Hall, J. E., 1997, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 9.
EGC, Jakarta.
12. Havens, L. & Terra, R. P, 2005, Hemodialysis. Terdapat pada:
http://www.kidneyatlas.org.
13. NKF, 2006, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org.
14. PERNEFRI, 2003, Konsensus dialisis. Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi–
Bagian Ilmu Penyakit dalam. FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Jakarta.
15. Price, S. A. & Wilson, L. M., 1995, Patofisiologi: Konsep klinis proses-
proses penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta.
16. Rose, B. D. & Post, T. W, 2006, Hemodialysis: Patient information,
Terdapat pada: http://www.patients.uptodate.com.

Anda mungkin juga menyukai