Pembimbing :
Dr. Mudzakkir Djalal Sp.PD
Disusun Oleh :
Julianthy Suento (406138141)
Daisy Ratnasari (406138143)
Rudolf Fernando Wibowo (406138124)
DAFTAR ISI
Halaman
Daftar isi
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII.
VIII.
Pendahuluan.....................
Definisi Hemodialisa
Indikasi.
Kontraindikasi..
Proses hemodialisa
Penatalaksanaan hemodialisa
Komplikasi............
Hipotensi.
Kram otot.....
Angina.
Hemolysis....
Emboli udara
Saran dan Kesimpulan...
3
4
5
7
7
13
14
15
17
18
18
19
19
Daftar pustaka
21
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak pada tahun 1960 hemodialisa diterapkan sebagai suatu terapi pengganti
ginjal pada pasien gagal ginjal akut dan gagal ginjal terminal. Hemodialisa
merupakan terapi pengganti yang bertindak sebagai ginjal buatan (artificial kidney
atau dialyzer). Biasanya di Indonesia hemodialisa dilakukan 2 kali seminggu. Setiap
kali hemodialisa dibutuhkan waktu selama kurang lebih 5 jam. Di beberapa pusat
dialysis lainnya ada yang dilakukan hemodialisa 3 kali seminggu dengan lama
dialysis 4 jam.
Hemodialisa merupakan salah satu terapi faal ginjal dengan tujuan untuk
mengeluarkan zat zat metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan air
dan elektrolit antara kompartemen darah pasien dengan kompartemen larutan diasilat
melalui membrane semipermeabel yang bersifat sebagai pengganti ginjal.
Hemodialisis sering disebut pada orang awan sebagai terapi cuci darah. Hemodialisa
terbukti dapat bermanfaat dalam memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas
hidup penderita gagal ginjal terminal. Dalam suatu proses hemodialisis, darah
penderita dipompa oleh mesin kedalam kompartemen darah pada dialyzer. Dialyzer
mengandung ribuan serat atau fiber sintetis yang berlubang kecil ditengahnya. Darah
mengalir di dalam lubang serat sedangkan cairan dialisis yaitu dialisat mengalir diluar
serat. Dinding serat bertindak sebagai membran semipermeabel tempat terjadinya
proses ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi dengan cara meningkatkan tekanan hidrostatik
melintasi membran dialyzer dengan cara menerapkan tekanan negatif ke dalam
kompartemen dialisat yang menyebabkan air dan zat-zat terlarut berpindah dari darah
ke dalam cairan dialisat. Hal ini dapat bermanfaat untuk menyedot kelebihan cairan
tubuh dan sampah-sampah sisa hasil metabolik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang ini
telah dilaksanakan pada banyak rumah sakit rujukan. Kualitas hidup yang diperoleh
cukup baik dan panjang umur tertinggi sampai sekarang adalah 14 tahun.
BAB II
DEFINISI
Hemodialisa berasal dari kata hemo dan dialisa. Hemo adalah darah
sedangkan dialisa adalah pemisahan atau filtrasi. Pada prinsipnya hemodialisa
menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat atau pencuci yang
dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi permeabel. Membran ini dapat
dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialysis yaitu
proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permeable.
Menurut Price dan Wilson, dialisa merupakan suatu proses solute dan air
mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair
menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua
tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut
sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon
terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.(15)
Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox, hemodialisa didefinisikan sebagai
pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel
(dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan
sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana
tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan
perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk
pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan
efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal
ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat.(17)
Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang
dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk
membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam
sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah,
maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)
melalui pembedahan.(13)
BAB III
INDIKASI
Hiperkalemi
BAB IV
KONTRAINDIKASI
Menurut Thiser dan Wilcox, kontra indikasi dari hemodialisa adalah
hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI kontra indikasi dari
hemodialisa adalah tidak didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses
vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi
hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi
infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan
keganasan lanjut.(14)
BAB V
PROSES HEMODIALISA
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi,
osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melaui
proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi,
kecairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah.
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan,
gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal
sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan
air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovelemia
(keseimbangan cairan).
Sistem tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan
berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme
untuk
membentuk
bikarbonat.
Darah
yang
sudah
dibersihkan
kemudian
Gambar 4. Sirkuit
Suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi
untuk dialisat. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood
line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena. Dialisat
membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan
suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa
pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian
dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga
sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi
sepanjang membran semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi,
osmosis, dan ultrafiltrasi.(11,15)
Komposisi dialisat diatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion
darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan
elektrolit yang sering menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum terdiri dari
Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl- , asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat
dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke dalam dialisat karena unsur-unsur ini
tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam
dialisat, akan berdifusi ke dalam darah. Tujuan menambahkan asetat adalah untuk
mengoreksi asidosis penderita uremia. Glukosa dalam konsentrasi rendah
ditambahkan ke dalam dialisat untuk mencegah difusi glukosa ke dalam dialisat
yang dapat menyebabkan kehilangan kalori dan hipoglikemia. Pada hemodialisa
tidak dibutuhkan glukosa dalam konsentrasi yang tinggi, karena pembuangan cairan
dapat tercapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan
dialisat.(15)
Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan
hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat
dicapai dengan meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer
yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan
menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan
negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan
kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan
garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan
darah
pasien
mungkin
cukup
untuk
mengalirkan
darah
melalui
sirkuit
ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk
membantu aliran dengan quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit)
merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus dimasukkan
pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap
bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau
bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan
pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang
memiliki alarm untuk berbagai parameter.(12,13,15)
Menurut PERNEFRI waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan
kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 45 jam dengan frekuensi 2 kali
BAB VI
PENATALAKSANAAN HEMODIALISA
Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal
atau tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat
membantu penderita. Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan
sebagai
upaya
memperpanjang
usia
penderita.
Hemodialisa
tidak
dapat
menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisa dapat
meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal.(1,8)
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa
mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu
mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan
menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang
terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan
akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi
penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala.(8)
Infection
Air embolism
Angina
Arrytmia
Cardiac tamponade
Hypotension*
Bacterimia
Colonization of temporary
central venous cateters
Endocarditis
Meningitis
Osteomyelitis
Arrytmia
Hipotension
Pulmonary edema
Mecahnical
Sepsis
Vascular access celulitis or
absess
Obstruksi pada arterivena,
terbentuk fistul trombosis
atau infeksi
Stenosis atau trombosis pada
vena subklavia atau superior
vena cava dan intern vena
jugular
Catheter obstruction
by clots, fibrin,
omentum, or fibrous
encasement
Dialysate leakage
around the catheter
Dissection of fluid
into the abdominal
wall
Hematoma in the
pericatheter tract
Perforation of a
viscus by the catheter
Hipoalbumin
Hiperglikemi
Hipertrigliserid
Obesitas
Atelectasis
Efusi pleura
Pneumonia
Abdominal and
inguinal hernias
Catheter-related
intra-abdominal
bleeding
Hypothermia
Peritoneal sclerosis
Seizures
Metabolic
Pencegahan :
-
Mengontrol suhu
Carnitine
Infus vasopressin
2. Kram otot
Kram otot adalah pemanjangan kontraksi otot involunter. Biasanya melibatkan
ekstremitas bawah. Biasanya terjadi di akhir pengobatan hemodialisa. Sering
ditemukan penurunan PTH dan tingginya serum creatin fosfokinase.
Etiologi :
- Kontraksi volume plasma
- Hipoksia jaringan
- Hiponatremia
- Hipomagnesemia
- Defisiensi carnitine
Penatalaksanaan :
Target tatalaksana adalah menurunkan frekuensi kram & mengurangi gejala
bila terjadi kram
-
Pencegahan :
-
Suplementasi carnitine
3. Angina
Angina harus dipertimbangkan pada pasien peningkatan risiko penyakit
koroner. Evaluasi riwayat, pemeriksaan fisik, dan elektrokardiogram serta
cardiac enzim yang tepat harus dievaluasi sebelum hemodialisa dilakukan.
Angina saat hemodialisis dapat dicegah dengan pemberian pemberian nitrate /
beta-blocker.
4. Hemolisis
Dapat muncul sebagai nyeri dada dan terjadi hiperkalemia berat yang dapat
mengarah ke kematian. Tanda gejala hemolisis:
-
Penurunan Hematokrit
Etiologi:
-
Overheating
Penatalaksanaan:
-
Mencari penyebab
5. Emboli udara
Jarang tetapi sangat fatal (adanya gelembung pada jalur vena dicurigai udara
masuk ke system dialysis). Pemutusan sambungan ke jalur pembuluh darah
secara langsung dapat juga menyebabkan emboli udara pada pasien yang
didialisis dengan kateter vena sentral (CVC).
Gejala bergantung dari posisi pasien pada waktu kejadian. Pada pasien yang
duduk, udara cenderung migrasi kedalam system vena serebral tanpa masuk
ke jantung menyebabkan hilangnya kesadaran dan kejang, sementara pasien
yang berbaring, udara cenderung masuk ke jantung dan kemudian paru
menyebabkan dipsnea, batuk, dan mungkin sesak napas.
Penatalaksanaan:
-
Posisikan pasien pada sisi kiri dengan posisi supinasi dengan dada dan
kepala tilted downward
Cardiorespiratory support
BAB VIII
SARAN DAN KESIMPULAN
Hemodialisa merupakan pengganti terapi faal ginjal dengan tujuan untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan air
dan elektrolit antara kompartemen darah pasien dengan kompartemen larutan dialisat
melalui selaput semipermeabel yang bertindak sebaagai ginjal buatan. Tujuan dari
hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah
pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan
ketubuh pasien. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa yaitu difusi,
osmosis dan ultrafiltrasi. Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan
mencegah
kematian.
Namun
demikian,
hemodialisa
tidak
menyebabkan
BAB IX
DAFTAR PUSTAKA
1. Wijaya,
Awi
Mulyadi;dr.
Rabu,
27
Januari
2010.
http://www.infodokterku.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=68:terapi-pengganti-ginjal-ataurenal-replacement-therapy-rrt&catid=29:penyakit-tidakmenular&Itemid=18. Terapi Pengganti Ginjal atau Renal Replacement
Therapy (RRT).
2. Daugridas, JT. Cronic Hemodyalisis Prescription : A Urea Kinetic
Approach. Daugirdas JT, Ing TS (Eds) Handbook of Dialysis 3dh edition by
Lippincott Williams and Willkins Publisers 2000 : 12-47.
3. Rahardjo P., Susalit E., Suhardjono. Hemodialisis. Dalam Buku AJar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi IV,
4. Xue JL, Ma JZ, Louis TA, Collins AJ: Forecast of the number of patients
with end-stage renal disease in the United States to the year 2010. J Am Soc
Nephrol 12:2753-2758, 2001.
5. Albert Lasker : Award for Clinical Medical Research. J Am Soc Nephrol
13:3027-3030, 2002.
6. Kinchen KS, Sadler J, Fink N, et al: The timing of specialist evaluation in
chronic kidney disease and mortality. Ann Intern Med 137:479-486, 2002
7. Vanholder R, De Smet SR: Pathophysiologic effects of uremic retention
solutes. J Am Soc Nephrol 10:1815-1823, 1999.
8. Jonathan Himmelfarb, MD. Hemodialysis Complications. American Journal
of Kidney Disease, vol 45, No.6 (June); 2005: pp 1125-1131.
9. Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan
Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien,
Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta.
10. Ganong, W. F., 1998, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 17. EGC,
Jakarta.
11. Guyton, A. C. & Hall, J. E., 1997, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 9.
EGC, Jakarta.
12. Havens, L. & Terra, R. P, 2005, Hemodialysis. Terdapat pada:
http://www.kidneyatlas.org.
13. NKF, 2006, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org.
14. PERNEFRI, 2003, Konsensus dialisis. Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi
Bagian Ilmu Penyakit dalam. FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Jakarta.
15. Price, S. A. & Wilson, L. M., 1995, Patofisiologi: Konsep klinis prosesproses penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta.
16. Rose, B. D. & Post, T. W, 2006, Hemodialysis: Patient information,
Terdapat pada: http://www.patients.uptodate.com.