Anda di halaman 1dari 29

Rasionalitas Transfusi Darah

Penyaji : Pembimbing :
Siti Hani Amiralevi dr. Dony Siregar, Sp. An
SMF ANESTESI RSUD DR ABDUL AZIZ
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2017
Transfusi Darah
• Tranfusi darah pada hakekatnya adalah pemberian darah atau
komponen darah dari satu individu (donor) ke individu lainnya
(resipien), dimana dapat menjadi penyelamat nyawa, tetapi dapat
pula berbahaya dengan berbagai komplikasi yang akan terjadi
sehingga tranfusi darah hendaklah dilakukan dengan indikasi yang
jelas dan tepat sehingga diperoleh manfaat yang jauh lebih besar
dari pada risiko yang mungkin terjadi.
Tujuan Resusitasi pada Perdarahan

• Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah


pembedahan, trauma).
• Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk
mempertahankan kadar hemoglobin pada klien
anemia.
• Memberikan komponen seluler tertentu sebagai
terapi (misalnya: faktor pembekuan untuk membantu
mengontrol perdarahan pada pasien hemofilia).
• Meningkatkan oksigenasi jaringan.
• Memperbaiki fungsi Hemostatis.
Indikasi Transfusi
• Anemia pada perdarahan akut setelah didahului
penggantian volume dengan cairan.
• Anemia kronis.
• Gangguan pembekuan darah karena defisiensi
komponen.
• Plasma loss atau hipoalbuminemia.
• Kehilangan sampai 30% EBV umumnya dapat diatasi
dengan cairan elektrolit saja. Kehilangan lebih daripada
itu, setelah diberi cairan elektrolit perlu dilanjutkan
dengan transfusi jika Hb<8 gr/dl.
Immunogenisitas Eritrosit - ABO
Pembuatan Komponen
Darah dan
Derivat Plasma

McClelland, Handbook of Transfusion Medicine, 2007


Jenis Transfusi Darah
1. Darah lengkap (whole blood)
• Berisi sel darah merah, leukosit, trombosit, dan plasma. Satu
unit kantong darah lengkap berisi 450 mL darah dan 63 mL
antikoagulan. Di Indonesia, satu kantong darah lengkap berisi
250 mL darah dengan 37 mL antikoagulan, ada juga yang
satu kantong darah lengkap berisi 350 mL darah dengan 49
mL antikoagulan. Suhu simpan antara 1-6º Celcius.
• Indikasi  Kehilangan darah lebih dari 25-30% volume darah
total.
• Kontraindikasi  Sebaiknya tidak diberikan pada pasien
dengan anemia kronik yang normovolemik atau yang
bertujuan meningkatkan sel darah merah.
Dosis dan Cara Pemberian
• Unit kantong darah yang dipakai yaitu antara lain 250 ml, 350
ml, 450 ml. Setiap unit darah lengkap diberikan dalam 4 jam
dengan tetesan sesuai keadaan klinis.

• Rumus kebutuhan whole blood :


6 x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB
Ket :
Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal
Hb pasien : Hb pasien saat ini
2. Sel darah merah pekat (packed red blood cell)
• Sel darah merah pekat terdiri eritrosit, trombosit, leukosit dan
sedikit plasma. Sel darah merah ini didapat dengan
memisahkan sebagian besar plasma dari darah lengkap,
sehingga diperoleh sel darah merah dengan nilai hematokrit
60-70%. Sediaan ini bukan merupakan sumber trombosit dan
granulosit, namun memiliki kemampuan oksigenasi seperti
darah langkap.
• Indikasi  Meningkatkan jumlah sel darah merah pada pasien
yang menunjukkan gejala anemia, yang hanya memerlukan
massa sel darh merah pembawa oksigen saja misalnya pada
pasien dengan gagal ginjal atau anemia karena keganasan.
• Kontraindikasi  Dapat menyebabkan hipervolemi jika
diberikan dalm jumlah banyak dalam waktu singkat.
Dosis dan cara pemberian
• Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan 4
ml/kgBB atau 1 unit dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5
%. Diberikan selama 2 sampai 4 jam dengan kecepatan 1-2
mL/menit, dengan golongan darah ABO dan Rh yang
diketahui.

• Kebutuhan darah (ml) :


3 x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB
Ket :
Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal
Hb pasien : Hb pasien saat ini
3. Suspensi Trombosit
• Pemberian trombosit seringkali diperlukan pada kasus
perdarahan yang disebabkan oleh kekurangan trombosit.
• Indikasi :
 Setiap perdarahan spontan atau suatu operasi besar
dengan jumlah trombositnya kurang dari 50.000/mm3.
Misalnya perdarahan pada trombocytopenic purpura,
leukemia, anemia aplastik, demam berdarah, DIC dan
aplasia sumsum tulang karena pemberian sitostatika
terhadap tumor ganas.
 Splenektomi pada hipersplenisme penderita talasemia
maupun hipertensi portal juga memerlukan pemberian
suspensi trombosit prabedah.
Rumus Transfusi Trombosit
BB x 1/13 x 0.3
Macam sediaan:
• Platelet Rich Plasma (plasma kaya trombosit)
• Platelet Concentrate (trombosit pekat)
4. Plasma
• Plasma darah bermanfaat untuk memperbaiki volume dari
sirkulasi darah (hypovolemia, luka bakar), menggantikan
protein yang terbuang seperti albumin pada nephrotic
syndrom dan cirhosis hepatis, menggantikan dan
memperbaiki jumlah faktor-faktor tertentu dari plasma seperti
globulin.
• Macam sediaan plasma adalah:
 Plasma cair
 Plasma kering (lyoplylized plasma)
 Fresh Frozen Plasma
• Indikasi :
 Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B)
 Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin
bila terdapat perdarahan yang mengancam
nyawa.
 Adanya perdarahan dengan parameter
koagulasi yang abnormal setelah transfusi
massif
 Pasien dengan penyakit hati dan mengalami
defisiensi faktor pembekuan
5. Cryopresipitate
• Komponen utama yang terdapat di dalamnya adalah
faktor VIII, faktor pembekuan XIII, faktor Von Willbrand,
fibrinogen. Penggunaannya ialah untuk menghentikan
perdarahan karena kurangnya faktor VIII di dalam darah
penderita hemofili A.
• Satu kantong (30 ml) mengadung 75-80 unit faktor VIII,
150-200 mg fibrinogen, faktor von wilebrand, faktor XIII
• Indikasi  Hemophilia A, Perdarahan akibat gangguan
faktor koagulasi, Penyakit von wilebrand

• Rumus Kebutuhan Cryopresipitate :


0.5x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB
6. Albumin
• Dibuat dari plasma, setelah gamma globulin, AHF
dan fibrinogen dipisahkan dari plasma. Kemurnian
96-98%. Dalam pemakaian diencerkan sampai
menjadi cairan 5% atau 20% 100 ml albumin 20%
mempunyai tekanan osmotik sama dengan 400 ml
plasma biasa

• Rumus Kebutuhan Albumin


∆ albumin x BB x 0.8
Reaksi Transfusi Akut

Komplikasi akut yang mengancam nyawa :


 Hemolitik akut
 Infeksi bakteri kontaminan dari alat yang
terkontaminasi
 TRALI ( Transfusion related acute-lung injury)
 TACO (transfusion associated circulatory overload)
 Reaksi alergi berat
 Anafilaksis

Weinstein, R. 2012 Clinical Practice Guide on Red Blood Cell Transfusion. American Society of Hematology 15
Reaksi Hemolitik Akut
• Inkompatibilitas sel darah merah donor dengan antibodi anti-A atau anti-B
dan timbul gejala klinis berat (perdarahan, takikardia, hipotensi atau
hipertensi)
• Dapat terjadi setelah transfusi komponen kaya plasma (platelet atau FFP),
mengandung antibodi anti-sel darah merah tinggi, anti A atau B
• Terapi :
– STOP Transfusi
– Pertahankan akses vena
– Resusitasi dengan cairan kristaloid
– Bila hipotensi menetap, pertimbangkan pemberian inotropik
– Periksa sampel dan kultur darah dari kantong darah
– Laporkan ke bank darah
– Rujuk ke ruang perawatan akut (ICU) bila diperlukan
Infeksi Bakteri Kontaminan

• Reaksi akut, terjadi hiper atau hipotensi dengan cepat,


kekakuan dan kolaps, gejala dan tanda bisa sama dengan
reaksi hemolitik atau reaksi alergi akut yang lebih berat.
• Mikroorganisme tersering :
– Staphylococcus epidermidis
– Staphylococcus aureus
– Bacillus cereus
– Group B streptococci
– E. coli

– Pseudomonas species dan gram negatif lainnya 18


TRALI
(Transfusion Related Acute-Lung Injury)

• Gejala :
– 6 jam setelah transfusi timbul sesak nafas dan batuk non produktif
– Hipotensi dan hilangnya volume sirkulasi, dapat timbul demam
atau tidak atau disertai menggigil
– Monositopenia atau neutropenia
– Infiltrat nodular bilateral (batwing)
TACO
(Transfusion Associated Circulatory Overload )

• ≈ fluid overload
• Transfusi terlalu cepat  gagal ventrikel kiri akut (acute left ventricular
failure, LVF)  dispneu, takipneu, batuk non produktif, peningkatan JVP,
crackles pada paru basal, frothy pink sputum, hipertensi dan takikardia
• Terapi :
– STOP transfusi
– Terapi medis standar (oksigen, diuretik)
• Setiap transfusi satu kantong darah dapat diberikan diuretik (misalnya
furosemide 20-40 mg) pada kondisi anemia (dimana normovolemik atau
hipervolemik, kadang dengan gejala gangguan jantung)

LVF 21
Reaksi Alergi

• Anafilaksis
– Komplikasi jarang tetapi mengancam nyawa, pada saat awal
transfusi
– Disebabkan pemberian plasma terlalu cepat
– Gejala berupa sesak, nyeri dada, nyeri abdomen dan mual.
Klinis dapat terjadi hipotensi, bronkospasme, edema
periorbital dan laryngeal, eritema, urtikaria dan
konjungtivitis
– Antibodi yang terlibat diantaranya IgE, IgG, atau IgA
(anafilaksis lebih berat)
– Bila diperlukan transfusi berulang, sebaiknya meminta bank
darah untuk menyeleksi komponen darah lebih lanjut
Reaksi Alergi

• Reaksi Alergi Ringan


– Urtikaria dan/ atau gatal beberapa menit setelah transfusi
dimulai terutama dengan komponen darah dengan jumlah
plasma yang besar misalnya platelet konsentrat dan FFP.
– Keluhan berkurang dengan penurunan kecepatan transfusi
dan antihistamin (misalnya chlorpheniramine 10mg, i.v pelan
atau i.m bila tidak ada trombositopenia)
– Terapi :
• Bila keluhan tidak memberat setelah 30 menit, transfusi dapat
dilanjutkan
Reaksi Transfusi Lambat

• Klompikasi transfusi tipe lambat :


– DHTR (Delayed transfusion reaction)
– TA-GvHD (Transfusion associate graft-versus-host
disease)
– PTP (post transfusion purpura)
– Iron overload
– Transmisi penyakit : HIV, Hep B, Hep C, Malaria,
Syphilis, Chagas disease
DHTR
(Delayed Haemolytic Transfusion Reaction)

• Reaksi hemolitik > 24 jam setelah transfusi, pada penderita yang pernah
terpapar antigen sel darah merah transfusi sebelumnya atau kehamilan
• Tersering karena antibody.
• Terjadi 1-14 hari setelah transfusi disertai penurunan Hb, peningkatan Hb
tidak signifikan, jaundice, demam, hemoglobinuria dan gagal ginjal jarang
terjadi
• Terapi :
– Pemeriksaan kadar Hb, hapusan darah, LDH, antiglobulin langsung, monitor ketat
fungsi renal, bilirubin serum, haptoglobin dan urinalisis (mencari hemoglobinuria)
– Pengulangan skrining golongan darah dan antibodi, uji crossmatch ulang contoh
darah pre- dan post-transfusi
– Dilaporkan sebagai SABRE 27
TA-GvHD
(Transfusion Associate Graft-versus-Host Disease)

• Komplikasi serius yang jarang terjadi


• Akibat dari proliferasi dan grafting limfosit donor merusak sel resipien
yang membawa antigen HLA.
• Organ yang terlibat yaitu kulit, gastrointestinal, liver, limpa, dan sumsum
tulang menyebabkan demam, ruam kulit, diare dan hepatitis dimana
timbul 1-2 minggu setelah transfusi dan seringkali fatal
• Resiko tinggi pada kondisi immunocompromised serta resipien transfusi
dari keturunannya (karena pertukaran haplotipe HLA)
• Penderita dengan resiko terjadi GvHD sebaiknya hanya menerima
komponen darah dengan inaktivasi limfosit donor sebagai pencegahan.
PTP
(Post-transfusion Purpura)

• Komplikasi sel darah merah atau platelet (trombosit) yang jarang tetapi
dapat mengancam nyawa, sering pada wanita, disebabkan alloantibodi
spesifik platelet.
• Platelet sangat rendah dan perdarahan yang terjadi 5-9 hari
setelah transfusi
• Terapi :
– Imunoglobulin intravena dosis tinggi menunjukkan perbaikan pada 85%
kasus, peningkatan platelet dengan cepat
– Steroid dan plasma exchange dapat diberikan pada beberapa kasus
– Transfusi trombosit tidak dapat meningkatkan kadar trombosit, tetapi bila
diberikan dalam dosis besar bertujuan mengontrol perdarahan berat pada
kasus akut
Iron Overload
• Sering pada Thallasemia beta, tetapi juga pada penderita sickle cell
disease dan kondisi yang tergantung transfusi lainnya.
• Satu kantong sel darah merah mengandung 250 mg besi, efek
toksik sering timbul setelah transfusi 10-50 kantong darah.
• Diperlukan terapi iron chelation jangka panjang mulai dari usia 2-3
tahun dapat mencegah kematian (gangguan jantung, sirosis dan
diabetes) pada dekade tiga dan empat hingga 90%
• Iron chelation : Desferioxamine 30-50mg infus pelan minimal lima

kali/ minggu

Anda mungkin juga menyukai