Anda di halaman 1dari 28

ELECTROLYTE and ACID-BASE DISORDERS in

CHRONIC KIDNEY DISEASE and


END-STAGE KIDNEY FAILURE

Oleh : NYCODEMUS SESA

Pembimbing : dr. ITA MURBANI, Sp.PD-KGH. Finasim

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

RSUD DOK II 2017


Pendahuluan
Penyakit ginjal kronik (CKD) telah menjadi penyakit global
dengan estimasi prevalensi 14 % di USA dan 5 -15 % di dunia
Ginjal berperan dalam regulasi cairan tubuh, elektrolit dan
keseimbangan asam-basa, CKD & ESRD mengakibatkan
gang. hiperkalemia, asidosis metabolik dan hiperfosfatemia
Review ini membahas proses penyakit, diagnosis dan
strategi penanganan regulasi elektrolit dan asam-basa
pada CKD & ESRD, dgn penekanan khusus diskalemia,
asidosis & mineral bone disorder (MBD)
Gangguan Kalium
Total kalium dalam tubuh : intraselular >98% dan
ekstraselular <2%
Peningkatan gradien K transelular dipengaruhi (Na-K-
ATPase) penting untuk potensial membran sel dan
fungsi seluler
Respon ginjal serum K ekskresi 98% intake kalium
perhari
Hiperkalemia
Diklasifikasikan: ringan (5.1 - <6 mmol/l), sedang (6 - <7 mmol/l) dan berat
( > 7 mmol/l)
Penyebab:
- penurunan fungsi ginjal

- pergeseran transeluler karena kekurangan insulin


- asidosis metabolik mineral
- kerusakan jaringan (hemolisis, rabdomiolisis, lisis tumor, iskemia jaringan)
- tinggi intake K (pasien underlying CKD)
- induksi obat gang. ekskresi K: angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitors,
angiotensin receptor blockers (ARBs), mineralocorticoid receptor antagonists,
diuretik hemat K, calcineurin inhibitors
- diabetes dengan CKD (hipoaldosteronisme hiporeninemik / tipe 4 renal tubular
acidosis)
Lanj. Hiperkalemia
Manifestasi klinis: kelemahan otot sampai parestesia,
paralisis, aritmia jantung dan serangan jantung
Manifestasi jantung pada hiperkalemia sangat penting,
Hiperkalemia mengurangi gradien K transmembran
perubahan EKG (gel T memuncak, interval PR panjang,
gelombang P hilang dan pelebaran kompleks QRS)
Terdapat keterbatasan penggunaan terapi pada pasien
CKD karena karena hiperkalemia, e.g penggunaan Renin-
angiotensin-aldosteron (RAAS) inhibitor
Lanj. Hiperkalemia
Ada bukti definitif mendukung manfaat RAAS inhibitors
pada gagal jantung, SKA, CKD, nefropati diabetik. Namun
dibatasi pada pasien hiperkalemia
Data studi (n=205.108) pasien dgn RAAS inhibitors,
dihentikan pada 16-18% pasien, hasilnya angka mortalitas
3x lebih tinggi pada yg menghentikan pengobatan
daripada yang melanjutkan pengobatan
Pilihan terapi pasien hiperkalemia: diet rendah K, hentikan
RAAS inhibitors, diuretik loop/thiazid, Na polistiren sulfonat
Lanj. Hiperkalemia
Patiromer: agen penurun kadar K terbaru, berisi sorbitol
penganti polimer K-kalsium dgn mengikat K di kolon
Onset kerja 7 jam
Studi OPAL-HK (n=237) menunjukan normokalemia pd 76%
pasien setelah 4 minggu pengobatan, dgn diagnosis
hiperkalemia + CKD stad. 3 & 4 on RAAS inhibitors
Tahun 2015 FDA setuju terapi hiperkalemia pada pasien
CKD non-dialisis yg tidak akut. Sediaan Bubuk (8.4, 16.2, dan
25.2 g) dosis maksimal 25.2 g sehari, jeda >6 jm mencegah
resiko interaksi obat
Lanj. Hiperkalemia
Patiromer & ZS-9 dapat digunakan untuk hiperkalemia
interdialisis, Bukti terbaru studi konsep patiromer (n=6)
pasien hemodialisa ditemukan efektif menurunkan
hiperkalemia interdialisis
Untuk hiperkalemia berat, dapat menggunakan obat-
obatan namun dialisis adalah terapi paling efektif
Hipoglikemia
Pasien CKD juga dapat mengalami hipokalemia karena
kehilangan K pencernaan melalui diare, muntah, atau
karena diuretik hemat K
Secara akut hipokalemia berat dapat menyebabkan
paralisis, ileus dan aritmia jantung
Hipokalemia dapat terjadi pada pasien dialisis karena
pajanan rendah K (<2 K) dialisat
Lanj. Hipoglikemia
Kadar K dialisat yg rendah dan perpindahan volume yg
banyak dapat menyebabkan resiko atrial fibrilasi dan
denyut ventrikel prematur
Pada studi case control pasien dialisis (n=43.000) terpajan K
dialisat < 2 meq/l, memiliki resiko 2x lipat serangan jantung
mendadak, terlepas dari kadar K pre dialisis
Rekomendasi terkini pasien pre dialisis serum K < 5 mmol
menggunakan K dialisat > 3
Pada pasien dengan hiperkalemia pre dialisis (K > 5 mEq/l)
dapat digunakan dialisat yang rendah
Lanj. Hipoglikemia
Tantangannya adalah menyeimbangkan kebutuhan
hiperkalemia pre dialisis dan menghindari hipokalemia post
dialisis
Beberapa cara menyeimbangkan yaitu: menilai K, dialisis
yang lebih lama dan lebih sering, dan kontrol hiperkalemia
interdialitik dengan patiromer/ZS-9 memiliki potensi untuk
meminimalkan hipokalemi selama dialisis dan komplikasinya
Asidosis Metabolik
Secara klinis dikatakan asidosis metabolik saat kadar serum
bikarbonat turun <22 mmol/l.
Pada data analisis cross sectional pada
Dalam analisis cross sectional data dasar dalam studi
Cohort Gangguan ginjal ginjal kronis dengan stadium CKD
2-4 (n = 3.900), prevalensi serum bikarbonat <22 mmol / l
adalah 17,3% untuk keseluruhan, masing-masing 7%
13 % dan 33 % untuk CKD tahap 2, 3 dan 4
Lanj. Asidosis Metabolik
asidosis metabolik menyebabkan: katabolisme protein,
pengecilan otot, demineralisasi tulang, resistensi insulin,
gangguan hormon tiroid dan sekresi hormon pertumbuhan,
eksaserbasi akumulasi mikroglobulin 2 dan meningkatkan
mortalitas
Sebuah studi baru-baru ini pasien CKD (n = 1.065) dengan
median laju filtrasi glomerulus (GFR) dari 37,6 ml/menit/1,73
m2 diikuti selama 4,3 tahun, menunjukkan bahwa ekskresi
kemih amonia (keseimbangan asam positif) dengan
penurunan GFR lebih cepat dan perkembangan CKD ke
ESRD (HR 1,82 dengan 95% CI 1,06-3,13)
Lanj. Asidosis Metabolik
Phisitkul et al. pengurangan pada ekskresi urin endotelin-1
dan N-asetil-beta-D-glucosaminidase (penanda cedera
tubulo interstitial) dan memperlambat perkembangan CKD
dengan alkali oral (Na sitrat) pada pasien CKD
Dalam studi lainnya dari 20 pasien CKD (eGFR 15-45 ml /
menit / 1,73 m2) dengan serum bikarbonat 20-24 mmol / l,
oral NaHCO3 meningkatkan kekuatan otot ekstremitas
bawah
Lanj. Asidosis Metabolik
Pedoman KDIGO merekomendasikan NaHCO3 oral untuk
pasien CKD dengan NaHCO3 <22 mmol / l
Menariknya, Goraya et al. menunjukkan efek
menguntungkan dari NaHCO3 oral atau diet alkali (buah-
buahan dan sayuran) dalam meniliai fungsi ginjal dalam
studi kohort pasien CKD stage 3 dengan tingkat NaHCO3
(22-24 mmol / l), menunjukkan manfaat pada awal
optimasi diet
Gangguan Metabolime Mineral Tulang
Bone mineral metabolism and calcium-phosphorus homeostasis
involve a complex interplay among kidneys, gut, bone and
parathyroid glands. The metabolism involves parathyroid
hormone (PTH), vitamin D and vitamin D receptors, fibroblast
growth factor-23 (FGF23), Klotho and calcium-sensing receptors

As regulated excretion of calcium and phosphate is carried out


primarily by the kidney, kidney failure inevitably causes
abnormalities in bone turnover and, in most cases, soft tissue and
vascular calcification, leading to increased mortality.

This triad of laboratory abnormalities, bone disorder and soft


tissue calcification is collectively termed MBD
Lanj. Gangguan Metabolime Mineral Tulang
Serum phosphorous may remain normal in most CKD patients
with eGFR >40 ml/min/1.73 m 2 due to the upregulation of PTH
and FGF23 and attendant inhibition of proximal tubular
phosphate reabsorption.
As CKD progresses, renal phosphate excretory capacity
becomes exhausted, and hyperphosphatemia ensues
Hyperphosphatemia, through PTH, causes an increased bone
turnover and contributes to the development of osteitis fibrosa
cystica and osteomalacia
hyperphosphatemia promotes osteo-chondrogenic
transformation and apoptosis of vascular smooth muscle cells
and vessel wall collagen matrix accumulation and mineralization
Lanj. Gangguan Metabolime Mineral Tulang
Secondary hyperparathyroidism develops in CKD and ESRD
patients due to hyperphosphatemia, hypocalcemia, 1,25(OH) 2
vitamin D deficiency, skeletal resistance to vitamin D, and
reduced expression of calcium sensing receptors
Vitamin D deficiency in patients with and without CKD is
associated with increased mortality.
Vitamin D deficiency has also been associated with
cardiovascular disease, decreased muscle strength, and
decreased cognitive function.
CKD patients are more prone to develop vitamin D deficiency. In
the NHANES III cohort (n = 15,828), CKD was associated with 32%
more vitamin D deficiency than in non-CKD patients
Lanj. Gangguan Metabolime Mineral Tulang
The management of CKD-MBD is complex and consists of
efforts to maintain serum phosphate and calcium levels
within or near the normal range, supplement vitamin D or
active vitamin D when appropriate, and treat secondary
hyperparathyroidism.
The management of hyperphosphatemia requires
reduction in dietary phosphate (<1,000 mg/day) and the
use of phosphate binders, which can be broadly classified
into calciumbased and non-calcium-based binders
Lanj. Gangguan Metabolime Mineral Tulang
The KDIGO 2009 CKD-MBD guidelines recommend avoiding
an absolute PTH value-based target for non-dialysis CKD
patients but to monitor the PTH trend and initiate therapy in
the setting of prominent PTH rise. For dialysis patients, a
target PTH range of 29 times the upper limit of normal is
recommended
Cinacalcet, a calcimimetic agent, has been approved by
the FDA to treat secondary hyperparathyroidism in dialysis
patients
study has shown beneficial effects of cinacalcet in lowering
PTH, calcium and phosphate in non-dialysis CKD patients
Disnatremia
Dysnatremia usually indicates a condition where body
water becomes excess or deficient
Hyponatremia (Na <135 mmol/l) is the most common
electrolyte disorder in community and in hospital patients,
ranging from 5 to up to >30%
Hypernatremia (Na >145 mmol/l) is much less common,
occurring in 14% of hospital patients
Lanj. Disnatremia
In a large cohort of 655,000 veterans with a mean eGFR of
50 ml/min/1.73 m 2 , hyponatremia was seen in 13.5%, and
hypernatremia in 2% .
During a median follow-up of 5.5 years, 26 and 7% of
patients developed at least one episode of hypo- or
hypernatremia.
A recent meta-analysis of 15 studies has shown a mortality
benefit with improving hyponatremia
Lanj. Disnatremia
The management of dysnatremia in CKD patients is similar
to that for the general patients and should start with
identifying and, if possible, correcting the underlying cause.
For dialysis patients, extra sessions of dialysis may be
considered
Dismagnesemia
The hypo- and hypermagnesemia are common in
hospitalized patients with reduced eGFR
Sustained hypermagnesemia is seen mostly in patients with
advanced CKD and ESRD
In dialysis patients, serum Mg is often affected by dialysate
Mg content
Sakaguchi et al. investigated a large cohort of dialysis
patients (n = 142,000) and found hypomagnesaemia, due
to lower Mg dialysate, to be a significant predictor of
cardiovascular and non-cardiovascular mortality.
Kesimpulan
Gangguan elektrolit dan asam basa terjadi karena gangguan progresif fungsi
ginjal. Sebagian besar gangguan berhubungan erat dengan morbiditas dan
mortalitas

Hiperkalemia dapat menyebabkan kematian jantung akut pada pasien CKD


dan ESRD. Terdapat obat baru dan lebih efektif, patiromer dan ZS-9, memiliki
potensi untuk mengurangi hiperkalemia dan meningkatkan perbaikan pasien,
terutama pada mereka yang mendapatkan kombinasi pengobatan RAAS
Inhibitor

Demikian juga, asidosis pada pasien gagal ginjal harus diperhatikan dengan
baik
Kesimpulan
Secara bersama-sama, gangguan elektrolit dan perubahan asam basa
membentuk bagian utama dari proses penyakit pada pasien penyakit ginjal

Diagnosis dan manajemen yang tepat harus baik CKD / ESRD hati untuk
meningkatkan hasil pasien
TERIMAKASIH
TUHAN MEMBERKATI

Anda mungkin juga menyukai