Anda di halaman 1dari 24

303

TERAPI NONFARMAKOLOGI PADA DIABETES MELITUS

Askandar Tjokroprawiro, Sri Murtiwi

PENDAHULUAN

Prevalesi diabetes melitus tipe 2 dari tahun ketahun semakin meningkat,


bahkan secara global diabetes melitus tipe 2 sudah dinyatakan sebagai epidemi.
Keadaan ini tentunya terkait dengan menurunnya tingkat aktivitas fisik dan
meningkatnya prevalensi obesitas. Sehubungan dengan kondisi ini penting untuk
melakukan tindakan promotif perubahan gaya hidup dengan meningkatkan
aktivitas fisik serta mengatur asupan makanan guna mencegah terjadinya obesitas.
Tindakan ini merupakan bagian yang sangat penting untuk mencegah
meningkatnya prevalensi diabetes melitus serta merupakan bagian yang penting
dalam penetalaksanaan diabetes melitus.
Di dalam modalitas terapi diabetes melitus, dibagi menjadi terapi
nonfarmakologi dan terapi farmakologi. Terapi nonfarmakologi pada dasarnya
adalah perubahan gaya hidup yang mencangkup pengaturan pola makan yang
sering disebut sebagai terapi nutrisi medis, latihan fisik dan edukasi berbagai
masalah yang terkait tentang penyakit diabetes melitus. Terapi nonfarmakologi ini
sebagai dasar, dilakukan terus menerus mendampingi terapi farmakologi.
Sedangkan terapi farmakologi adalah memberikan obat-obatan baik oral maupun
dalam bentuk injeksi yaitu insulin.3,9

TERAPI NUTRISI MEDIS (TNM)

Terapi nutrisi medis merupakan bagian penatalaksanaan diabetes secara


total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta diabetisi dan
keluarganya). Setiap diabetisi sebaiknya mendapatkan TNM sesuai dengan
kebutuhan guna mencapai sasaran terapi.
TNM ini pada dasarnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang
didasarkan pada status gizi. Kebiasaan makan dan kondisi atau komplikasi yang
telah ada.5,6
Terapi nutrisi medis dapat dipakai sebagai pencegahan timbulnya diabetes
bagi penderita yang mempunyai resiko diabetes, terapi pada penderita yang sudah
terdiagnosis diabetes (diabetisi) serta mencegah atau memperlambat laju
berkembangnya komplikasi diabetes.1,2
Tujuan terapi gizi medis bagi diabetisi adalah :
1. Untuk mencapai dan mempertahankan
Kadar glukosa darah dalam batas normal atau mendekati normal tanpa
efek samping hipoglikemi
Glukosa darah yang sebelum makan pagi (preprandial) antara 70-130
mg/dl
Glukosa darah 1 jam sesudah makan (peak postprandial) < 180 mg/dl
Kadar A 1C < 7%
Profil lipid untuk mencegah resiko penyakit kardiovaskuler
Kolesterol LDL < 100 mg/dl (bagi diabetisi dengan komplikasi
kardiovaskuler LDL < 70 mg/dl)
Kolesterol HDL > 40 mg/dl
Trigliserida < 150 mg/dl
Tekanan darah dalam batas normal atau seaman mungkin mendekati normal
< 130/80 mmHg
2. Untuk mencegah atau memperlambat laju berkembangnya komplikasi kronis
diabetes dengan melakukan modifikasi asupan nutrisi serta perubahan gaya
hidup
3. Nutrisi diberikan secara individual dengan memperhitungkan kebutuhan nutrisi
dan memperhatikan kebiasaan makan diabetisi.1,2

Berbagai organisasi profesional diantaranya adalah ADA (American


Diabetes Association), EASD (European Association Study of Diabetes), CDA
(Canadian Diabetes Association), PERKENI (Persatuan Endokrinologi Indonesia)
dan Askandar Tjokroprawiro, telah menyusun terapi nutrisi medis bagi diabetisi.
Semua organisasi sepakat bahwa susunan TNM berdasar atas distribusi
makronutrien protein, total lemak, SAFA (Saturated Fatty Acid), MUFA (Mono
Unsaturated Fatty Acid), PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid), dan karbohidrat.
Batasi lemak SFA, kolesterol dan lebih disarankan menggunakan MUFA.
Terapi nutrisi medis untuk diabetisi (diet DM) di indonesia pertama
diperkenalkan oleh Askandar Tjokroprawiro,7 pada tahun 1978 sebagai disertasi
program Doktor, yaitu diet-B sebagai diet induk. Dalam perkembangannya sampai
saat ini terdapat 21 macam diet DM yaitu Diet-B, Diet-B Puasa, Diet-B1, Diet-B1
Puasa, Diet-B2, Diet-B3, Diet-Be, Diet-M, Diet-M Puasa, Diet-G, Diet-KV, Diet-
GL, Diet-H, Diet-KV, Diet KV-T1, Diet KV-T2, Diet KV-T3, Diet KV-L, Diet B1-
T1, Diet B1-T2, Diet B1-T3, Diet B1-L (Gambar 1).2.12.19

Gambar 1. 21 Macam Diet DM Tjokkroprawiro 1987 20117-17


DIET DM-B (1978)
Diperkenalkan pada tahun 1978 sebagai hasil desertasi S-3 Askandar
Tjokroprawiro dan diet-B ini merupakan induk dari diet yang lain, kemudian
dikembangkan menjadi 21 macam diet DM. Diet DM-B mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
Mempunyai susunan kalori : 68% kal karbohidrat, 12% kal protein dan
20% kal lemak
Karbohidrat komplek tidak mengandung gula
Dapat menurunkan kolesterol dalam waktu satu minggu
Mempunyai kandungan kolesterol < 300 mg/hari, rasio P:S > 1.0 ( SAFA
5%, PUFA 5%, MUFA 10%)
Protein banyak mengandung asam amino esensial
Kaya akan serat : 25-35 g/hari
Diberikan 6 kali sehari, interval 3 jam terdiri dari 3 kali makanan utama
dan 3 kali makanan antara.
Makanan utama pagi sebesar 20% kalori, makanan utam siang dan malam
masing-masing 25% kalori dan makanan antara masing-masing 10%
kalori.
Meskipun diet-B ini tinggi karbohidrat, tetapi tidak menunjukkan efek
samping hipertrigliseridemia karena pemberiannya terbagi menjadi 3 kali
makanan utama dan 3 kali makanan antara (Snack).
(SAFA = Saturated Fatty Acid; PUFA = Poly Unsaturated Fatty Acid;
MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid).

Indikasi Diet DM-B


Pada umumnya diberikan pada semua diabetisi yang kurang mampu atau
para diabetisi lainnya yang dalam kondisi berikut :
Kurang tahan lapar dengan dietnya (masih merasa lapar dengan diet yang
diberikan kepadanya)
Diabetisi yang disertai dengan dislipidemia (TG, kolesterol total, LDL
kolesterol dan kolesterol HDL)
Mempunyai penyulit makroangiopati :
TIA : Transient Ischemic Attack
RIND : Reversible Ischemic Neurological Defisit
Stroke ( trombosis serebri)
PJK : Penyakit Jantung Koroner
Mempunyai penyulit mikroangiopati
Retinopati diabetik
Telah menderita DM > 10 tahun

DIET DM-B PUASA (1980)


Komposisi sama dengan Diet DM-B hanya jam pemberiannya disesuaikan
dengan jam makan bulan Ramadhan.
Untuk bulan Ramadhan hanya bisa diberikan 3 kali makanan utama yaitu
pada saat buka puasa sebagai makanan utama 1 (30% kalori), setelah sholat
tarawih sebagai makan utama 2 (25% kalori). Sedangkan makanan antara (snack)
diberikan 2 kali yaitu sebelumtidur malam dan sebelum imsyak masing-masing
10% kalori.

DIET DM-B1 (1980)


Diet DM-B1 mempunyai komposisi : 60% kalori karbohidrat, 20% kalori
protein dan 20% kalori lemak.
Indikasi Diet DM-B1
Diberikan kepada diabetisi yang memerlukan diet tinggi protein, misalnya
diabetisi dengan kondisi berikut :
Mampu atau mempunyai kebiasaan makan tinggi protein, tetapi harus memiliki
lemak yang normal
Kurus (BBR < 90%)
Masih muda perlu pertumbuhan
Mengalami patah tulang
Hamil dan menyusui
Menderita hepatitis kronis atau sirosis hati
Menderita tuberkulosis paru
Menderita selulitis atau gangren
Dalam keadaan prabedah dan pasca bedah
Menderita penyakit Graves
Menderita kanker
Menderita infeksi cukup lama (demam tifoid, meningitis dan lain- lain).

DIET DM-B1 PUASA (1980)


Diperuntukkan pada bulan ramadhan.

DIET DM-B2 (1982, 2006)


Diindikasikan pada diabetisi dengan komplikasi nefropati diabetik stadium
1,2,3 atau diabetisi yang belum menjalani hemodialisis (pra HD). Adapun sifat
diet DM-B2 sebagai berikut :
Rendah protein dengan kandungan protein 0.6 g/kgBB/hari
Komposisi diet DM-B2 (74% KH, 20% lemak, 6%protein), tinggi asam amino
esensial.

DIET DM-B3 (1983, 2006)


Diindikasikan pada penderita nefropati diabetik stadium 4a, dengan
proteinuria > 3 g/hari atau albuminuria berat (positif 4) namun belum manjalani
hemodialisis (Pra HD), adapun sifat-sifat diet DM-B3 sebagai berikut :
Rendah protein dengan kandungan protein 0.8 g/kgBB/hari
Komposisi diet DM-B3 (72% KH, 20% lemakm, 8% protein), tinggi asam
amino esensial
Dipilih lemak yang tidak jenuh (poly unsaturated fatty acid)
DIET DM-BE (1983, 2006)
Diet DM-BE (diet bebas) boleh gula dan manis bahkan es krim, bila
diperlukan suntik insulin sebelumnya. Diindikasikan pada diabetisi dengan
komplikasi nefropati diabetik stadium 4b dan 5 (pada diabetisi yang sudah
menjalani hemodialisis).
Meskipun boleh gula dan manis, namun aturan diet tetap mengikuti
pedoman 3J (jadwal dan jumlah tetap diikuti hanya saja jenis boleh manis), terdiri
dari 3 kali makanan selingan dengan interval tiap 3 jam dengan kandungan protein
1.0-1.2 g/kgBB/hari dan bebas kalium (gambar 2).

Gambar 2. Pedoman Diet-B2, Diet- B3 dan Diet-BE

DIET DM-M (1989)


Diindikasikan pada diabetisi yang terkait dengan malnutrisi (DMTM =
Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi atau MRDM = Malnutrition Related Diabetes
Melitus). Komposisi terdiri dari 55% KH, 25% protein dan 20% lemak dengan
kandungan kolesterol < 300 mg/hari dan rasio P:S 1,5.

DIET DM-M PUASA (1989)


Diindikasikan pada diabetisi DMTM yang menjalani ibadah dibulan
Ramadhan.

DIET DM-G (TJOKROPRAWIRO ET AL., 1999; HARI WITARTI ET AL.,


1999; FARIDA ET AL., 2004)
Diet DM-G (diet gangren) diindikasikan pada diabetisi dengan komplikasi
gangren diabetik. Diet DM-G ini merupakan pengembangan dari diet DM-B1
dengan komposisi kalori KH 60%, protein 20% dan lemak 20% tetapi ditambah
tinggi kandungan arginin, serat 25-35 g/hari, kandungan kolosterol < 300 mg/hari,
ekstra asam folat, vitamin B6 dan B12 (dapat mengurangi homosisteinemia yang
mempunyai sifat ateroganik).
DIETDM-KV ( TJOKROPRAWIRO ET AL., 1999; HARI WITARTI ET
AL., 1999; FARIDA ET AL., 2004)
Diet kardivaskuler, diindikasikan pada diabetisi dengan komplikasi
kardiovaskuler : stroke, PJK, POAD.
Diet DM-KV merupakan pengembangan diet DM-B (KH 68%, lemak
20%, protein 12%), dengan tambahan spesifikasi : kandungan tinggi arginin
(mempunyai sifat ateroprotektif), kandungan serat 25-35 g/hari serta ekstra asam
folat, Vitamin B6, dan B12. Adapun makanan yang kaya antioksidan,
phytoestrogen, arginin adalah : tomat, kacang, wortel, pepaya,jeruk,kurma, apel,
brokoli, kubis disingkat (TKW-PJKA-BK).

DIET DM-GL (2000)


Singkatan dari diet gula diindikasikan pada diabetisi dengan komplikasi
nefropati diabetik stadium 3-4 yang misalnya mengalami penyakit SRMD. Pada
kondisi dimana diabetisi tidak bisa mendapatkan asupan nutrisi oral, namun
dibatasi juga asupan cairannya karena adanya gagal ginjal.
Cara pemberiannya tetap 6 kali dengan interval tiap 3 jam (disebut sebagai
GL-1, GL-2, GL-3, GL-4, GL-5, GL-6). Gula pasir sebanyak 30g diberikan
sublingual pada GL-1, GL-3, GL-5 sedangkan pada GL-2, GL-4, dan GL-6
diberikan gula pasir 15 sublingual. Misalnya GL-1 dimulai jam 08.00 diberikan
interval 3 jam, maka GL-6 jatuh pada jam 23.00.

DIET DM-H (2001)


Singkatan dari diet hepar diindikasikan bagi diabetisi dengan kelainan
hepar. Komposisi diet DM-H ini sama dengan diet DM-B1

DIET DM UNTUK DIABETISI WANITA HAMIL DAN MENYUSUI (2004)


Pada diabetisi wanita hamil dan menyusui yang sudah terdiagnosis DM
sebelum hamil maka diberikan diet DM-KV dengan asumsi bahwa kemungkinan
diabetisi ini sudah mengalami penyulit kardiovaskuler. Namun bagi para diabetisi
yang baru terdiagnosis DM saat hamil (diabetes melitus gestosional) maka
diberikan diet DM-B1.
Diet DM-KV ( pregestasional) komposisi sama dengan diet DM-KV ada 4
macam :
1. Diet DM-KV-T1 : diberikan pada diabetisi hamil trimester I
2. Diet DM-KV-T2 : diberikan pada diabetisi hamil trimester II
3. Diet DM-KV-T3 : diberikan pada diabetisi hamil trimester III
4. Diet DM-KV-L : diberikan pada diabetisi yang sedang menyusui

Diet DM-B1 (gestasional), komposisi sama dengan diet DM-B1, disini


juga ada 4 macam :
1. Diet DM-B1-T1 : diberikan pada DM gestasional trimester I
2. Diet DM-B1-T2 : diberikan pada DM gestasional trimester II
3. Diet DM-B1-T3 : diberikan pada DM gestasional trimester III
4. Diet DM-B1-L : diberikan pada DM gestasional menyusui

Petunjuk umum untuk pelaksanaan TNM pada diabetisi

Meskipun susunan nutrisi oral ada 21 macam diet yang berbeda-beda namun
pada prinsipnya setiap macam diet tetap diusahakan supaya dapat

Memperbaiki kesehatan umum diabetisi

Menyesuaikan berat badan diabetisi ke berat badan normal

Menormalkan pertumbuhan anak yang terkena DM atau pertumbuhan dewasa


muda yang terkena DM
Mempertahankan glukosa darah mendekati normal

Menekan atau mencegah timbulnva komplikasi DM

Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderita, misalnya


diabetisi yang hamil, diabetisi dengan periyakit hati, diabetisi dengan
penyakit tuberkulosa.

Nutrisi disajikan secara menarik serta mudah diterima bagi diabetisi.

Pada dasarnya diet diabetes diberikan dengan cara 3 kali makanan utama dan 3
kali makanan antara (kudapan), dengan jarak (interval) antara 3 jam.Hal yang
sama digunakan pada kondisi dimana diabetisi harus menggunakan nutrisi
enteral (diet sonde) dengan menggunakan rumus: El, E2, E3, E4, ES, E6
artinya enteral kesatu, kedua dan seterusnya sampai enteral keenam (Gambar
3).

Untuk kepatuhan dan keberhasilan terhadap diet, perlu diingat 3K dari


diabetisi yaitu kemauan, kemampuan dan kesempatan. Dalam pelaksanaan diet
hendaknya mengikuti 3J (jumlah, jadwal, jenis), yang meliputi :

J 1 = Jumlah kalori yang diberikan harus dihabiskan

J 2 = jadwal makan harus diikuti

J 3 = jenis gula dan yang manis harus dipantang

Untuk kasus-kasus yang kadar glukosa darahnya sulit mendekati nilai normal
(resistensi), olah raga ringan 3 kali sehari pada saat 1-1,5 jam sesudah makan
utama adalah mutlak harus dilaksanakan. Misalnya makan pagi pukul 06.30,
latihan diaadakan pukul 08.00 dan seterusnya. Gerak badan 3 kali sehari ini
juga dianjurkan pada diabetisi rawat inap yang porsinya disesuaikan dengan
kekuatan fisik diabetisi tersebut.
Disamping itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaan diet yaitu sebagai berikut :

Harus kumur sesudah makan (tidak boleh ada sisa makanan dimulut, oleh
karena akan menjadi sumber infeksi).

Diabetisi harus pandai menggunakan daftar makanan pengganti agar tidak


bosan dengan dietnya

Diabetisi harus melapor kedokter apabila merasa lapar ataupun kelebihan


dengan dietnya (jangan melebihi atau mengurangi makanan, berkonsultasi
terus terang kepada dokter yang merawat)

Kalori yang diberikan kepada diabetisi harus cukup untuk bekerja sehari-hari
sesuai dengan jenis pekerjaan dan sesuai untuk menuju ke berat badan normal.

Cara menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan

Tentukan dahulu status gizi diabetisi berdasarkan berat badan dan tinggi
badan dengan menggunakan rumus indeks masa tubuh (IMT) atau dengan rumus
berat badan relatif (BBR).

BB
IMT =Indeks MasaTubuh= x 100
( TB )

Keterangan : BB dalam kg, TB dalam meter


Klasifikasi IMT* (dikiutip dari konsensus pengolaan dan pencegahan
diabetes melitus tipe 2 di Indonesia (2011).
IMT < 18,5 : BB Kurang
IMT 18,5-22,9 : BB Normal
IMT 23,0 : BB Lebih
IMT 23,0-24,9 : dengan resiko
IMT 25,0-29,9 : Obes I
IMT > 30 : Obes II
*WHO WRP/IASO/IOTF dalam The Asia-Pasifik Perspective Redefining Obesity
and its Treatment.
BB
BBR =Berat Badan Relatif = x 100
TB100

Keterangan: berat badan (BB) dalam kg, tinggi badan (TB) dalam cm

Gizi buruk : <90%

Normal : 90-110%

Gizi lebih : 110- 120%

Gemuk (obesitas) : >120%

Kebutuhan kalori/hari untuk menuju keberat badan normal:

1. Berat badan kurang (BBR <90%), kebutuhan kalori sehari: 40-60 kal/kg BB
2. Berat badan normal (BBR 90-100 %), kebutuhan kalori sehari: 30 kal/kg BB
3. Berat badan lebih (BBR >110%), kebutuhan kalori sehari: 20 kal/kg BB
4. Gemuk atau obesitas (BBR >120%), kebutuhan kalori sehari: 10-15 kal/kg BB

Untuk memudahkan dalam teknik pelaksanaanya diet diabetes dibagi


sesuai dengan jumlah kalorinya dengan perincian sebagai berikut:

Diet DM 1(1100 kal)

Diet DM 11(1300 kal)

Diet DM III (1500 kal)

Diet DM IV (1700 kal)

Diet DM V (1900 kal)

Diet DM VI (2100 kal)

Diet DM VII (2300 kal)


Diet DM VIII (2500 kal)

Diet DM IX (2700 kal)

Diet DM X (2900 kal)

Diet DM XI (3100 kal)

Diet DM XII (3300 kal)

Sebagai contoh.
Diabetisi dengan TB: 170 cm; B8: 73 kg, kerja biasa

73.5
BBR = x 100 =105
170100

Kebutuhan kalori sehari = 73 x 30 kal = 2.190 kkal dibulatkan menjadi 2300 kal.

Diabetisi yang hamil maupun yang menyusui bayinya diberikan diet DM


KV bagi diabetisi yang sebelum hamil memang sudah terdiagnosis DM, diberikan
diet DMB1 bagi diabetisi yang terdiagnosis dm saat hamil (DM gestasional).
Secara empirik penentuanjumlah kalori untuk diabetisi hamil dan menyusui dapat
digunakan rumus di bawah ini.

Penghitungan jumlah kalori diabetisi yang hamil maupun yang menyusui

Trimester 1 (Ti) : {(TB-100) x 30) + 100 kkal

Trimester 2 (12) : ((TB-100) x 30) + 200 kkal

Trimester 3 (13): ((18-100) x 30) + 300 kkal

Bila menyusui atau Laktast (L) : {(TB-100) x 30+ 400 kkal


(TB : tinggi badan; BB : berat badan)

NUTRISI ENTERAL PADA DIABETES MELITUS

Karbohidrat apabila diberikan dalam bentuk cair aborpsinya berbeda


dibanding apabila diberikan dalam bentuk padat. Pengosongan lambung makanan
cair lebih cepat dibanding dengan pengosongan lambung makanan padat. OIeh
karena itu pemberian makanan cair pada penderita DM dengan komposisi tinggi
karbohidrat (formula standard) akanmenyebabkan gula darah naik dengan cepat
sehingga menimbulkan problem hiperglikemi postprandial untuk mengatasi
problem hiperglikemi postprandial maka dikembangkan formula baru, yaitu
sebagai sumber kalori yang berasal dari karbohidrat jumlahnya diturunkan diganti
dengan lemak MUFA (mono unsaturated fatty acid), karena lemak MUFA
absorpsinya Iebih lambat dan tidak berpengaruh terhadap kadar gula darah
maupun profil lemak darah.

ADA 2004,2008 merokomendasikan bahwa komposisi nutrisi enteral


untuk penderita DM adalah 50% asupan kalori berasal dari karbohidrat atau lebih
rendah lagi yaitu 33-40% (sebagai sumber energi sebagian karbohidratdiganti
dengan MUFA), lemak sebesar 30% dan kebutuhan protein antara 1-1.5 g/kgBB
bila tidak didapatkan gangguan fungsi ginjal. Sedangkan kebutuhan asupan kalori
penderita DM yang dirawat dirumah sakit adalah antara 25-35 kcal/kgBB.

Kebutuhan cairan rata-rata sekitar 30 ml/kgBB, kecuali pada penderita


dengan gagal jantung dan asites yang memerlukan restriksi cairan.

Ada beberapa cara pemberian nutrisi enteral (gambar 3)

1. Kontinyu, nutrisi diberikan secara terus menerus selama 24 jam

2. Berkala (intermiten), pada penderita DM nutrisi enteral ebih cocok diberikan


secara berkala oleh karena sesuai dengan pola makan penderita dan diberikan
setiap 3 jam sebanyak 6 kali pemberian. Selanjutnya disebut sebagai El, E2,
E3,E4, E5, E6 (enteral-1 sampai dengan Enteral-6). El sebaiknya mulai
diberikan pada jam 08.00 pagi dan berakhir pada jam 23.00.

Ada beberapa keuntungan dengan cara pemberian seperti ini:

Karena pemberian mulai jam 08.00 maka masih ada kesempatan untuk
mengambil darah guna pemeriksaan

Bagian gizi mempunyai cukup waktu untuk menyiapkan El

Pemberian insulin (short atau rapit acting) lebih mudah yaitu diberikan
sebelum jarak pemberian setiap 6jam (13,15,16,17).

SEPULUH PETUNJUK POLA HIDUP SEHAT


Di dalam praktek sehari-hari perlu dilakukan penyuluhan bagi para
diabetisi agar bisa melakukan pola hidup sehat yang meliputi Pola Makan dan
Pola Latihan Fisik dengan mudah,untuk ini Askandar Tjokroprawiro 1995- 2010
telah menyusun sepuluh petunjuk pola hidup sehat yang disingkat dengan
GULOH-SISAR = SINDROMA-lO (Gambar 2). Singkatan ini dimaksudkan agar
mudah dimengerti dan mudah untuk dihafalkan. GULOH-SISAR termasuk terapi
non farmakologi oleh karena mengandung unsur terapi nutrisi medis dan latihan
fisik.
GULOH-SISAR dilaksanakan dengan pedoman BNI (Batasi, Nikmati,
Imbangi) artinya bahwa para diabetisi bisa menikmati semua jenis makanan
namun jumlahnya harus dibatasi kecuali yang manis (gula dan lain-lain)
sebaiknya dihindari. Tetapi bila mengkonsumsi makanan dengan jumah berlebih
harus diimbarigi dengan melakukan olah raga yang Iebih dari biasa yang
dilakukannya.
GULOH-SISAR merupakan singkatan dan:
1. G (Gula): artinya bagi para diabetisi sebaiknya pantang gula dan bagi non DM
membatasi asupan gula
2. U (Urat): untuk mencegah atau mengatasi hiperu risemia maka batasi konsumsi
JAS-BUKET yaitu Jerohan, Alkohol, Sarden, Burung Dara, Unggas, Kaldu,
Kacang-kacangan, Emping, Tape
3. L (Lemak) batasi TEK-KUK-CS2: Telor, Keju-Kepiting, Udang,Kerang-cumi,
Susu, Santan
4. 0 (Obesitas) lakukanlah penurunan berat badan bila terjadi obesitas dengan
target lingkar pinggang untuk laki-laki <90 cm, untuk wanita <80 cm
5. H (Hipertensi) untuk pasien hipertensi batasi ekstra garam, ikan asin, dan lain-
lain
6. S (Sigaret), stop merokok
7. I (lnaktivitas) lakukanlah olah raga setiap hari yang bisa mengeluarkan kalori
kurang lebih 300 kcal/hari atau jalan 3 km atau sit-up 50-200 x/hari
8. S (Stres) usahakan tidur nyenyak 6-7 jam sehari, bila tidur malam kurang maka
bisa diganti pada siang harinya
9. A (Alkohol) stop alkohol
10. R(Regular check up) lakukanlah kontrol secara teratur, bagi umur > 40 tahun
setiap 3,6,12 bulan, konsultasikan kepada ahlinya dan terapi.

Makanan yang dianjurkan bagi para diabetisi adalah : (Gambar 4).


Kaya akan Chromium baik dikomsumsi bagi para diabetisi oleh karena
Chromium dapat memperbaiki sensitivitas insulin disingkat MABUK : Mrica,
Apel, Brokoli,Udang, kacang-kacangan
Buncis, bawang putih, teh hijau
Tinggi anti oksidan TKW-PJKA-BK : tomat, kacang-kacangan, wortel-pepaya,
jeruk, kurma, apel-brokoli, Kobis.
LATIHAN FISIK

Selama latihan fisik kebutuhan energi akan meningkat dan ini dipenuhi
dari pemecahan glikogen dan pembongkaran trigliserida, asam lemak bebas dan
jaringan adiposa serta pelepasan glukosa dari hepar Kadar glukosa dipertahan-kan
normal untuk mernenuhi kebutuhan energi otak selama latihan fisik melalui
mekanisme hormonal. Menurunnya hormon insulin dan meningkatnya hormon
glukagon diperlukan untuk meningkatkan produksi glukosa hepar selama latihan
fisik dan pada latihan fisik yang lama akan terjadi peningkatan hormon glukagon
dan katekolamin. Namun pada pasien DM tipe 1 respons hormonal ini hilang,
sebagai dampaknya bila kadar insulin dalam sirkulasi rendah akibat terapi yang
tidak adekuat, pelepasan hormon kontrainsulin yang berlebihan selama latihan
fisik akan meningkatkan kadar glukosa darah yang memang sudah tinggi disertai
dengan terbentuknya benda keton dan ini akan mencetuskan terjadinya
ketoasidosis diabetik. Sebaliknya kadar insulin dalam darah yang tinggi akibat
pemberian insulin eksogen akan menurunkan bahkan mencegah meningkatnya
mobilisasi glukosaatau subtrat lain selama latihan fisik sehingga terjadi
hipoglikemia.
Pada DM tipe2 yang mendapatkan terapi insulin atau golongan
sulfonilurea terjadi hipoglikemi selama latihan fisik tidak terlalu menimbulkan
masalah, bahwa latihan fisik pada DM tipe 2 akan memperbaiki sensitivitas
insulin dan membantu menurunkan kadar glukosa darah.

Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2


selain bisa memperbaiki sensitivitas insulin, juga untuk menjaga kebugaran tubuh.
Beberapa penelitian membuktikan dengan latihan fisik bisa memasukkan glukosa
kedalam sel tanpa membutuhkan insulin, selain itu latihan fisik bisa untuk
menurunkan berat bdan bagi diabetisi dengan obesitas serta mencegah laju
progresivitas gangguan toleransi glukosa menjadi DM tipe2.

Dalam satu penelitian dengan melakukan intervensi gaya hidup dengan


latihan fisik 150 menit/minggu dan diet untuk menurunkan berat badan sebesar 5-
7% dapat menurunkan risiko progresivitas gangguan toleransi glukosa menjadi
DM tipe 2 sebesar 58%. Sedangkaan Boule et al, melakukan kajian metaanalisis
terhadap dampak latihan fisik selama 8 minggu terhadap penurunan A1C dan
indek masa tubuh (IMT) pada DM tipe 2. Dengan intervensi latihan fisik ternyata
bisa menurunkan A1C secara bermakna dibanding dengan kelompok kontrol (7.6
vs 8.31%; p <0.001), sebaliknya setelah intervensi latihan fisik,penurunan berat
badan tidak berbeda antara dua kelompok. Dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa manfaat latihan fisik terhadap penurunan A1C adalah bebas (independent),
tidak dipengaruhi oleh dampak latihan fisik terhadap penurunan berat badan.

Askandar joroprawiro (1978) rnenyarankan semua diabetisi untuk


melakukan latihan fisik ringan teratur setiap hari pada saat 1 atau 1.5 jam sesudah
makan, termasuk dabetisi yang dirawat dirumah sakit (bed exercise). Misalnya
makan pagi jam 07.00, makan siang jam 13.00 dan makan malam jam 19.00,
maka latihan latihan fisik ringan dilakukan berturut-turut jam 08.00, jam 14.00
dan jam 20.00. Latihan fisik ini disebut latihan fisik primer.
Sedangkan latihan fisik sekunder dengan melakukan latihan fisik dengan
intensitas agak berat terutama ditujukan pada diabetisi dengan obesitas dan sehat
bisa dilaksanaka pagi hari atau sore hari.

Di dalam konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di


Indonesia PERKENI, 2011 menyarankan bahwa setiap diabetisi melakukan
kegiatan fisik sehari-hari dan latihan fisik secara teratur 3-4 kali seminggu selama
30 menit. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki kepasar, menggunakan tangga,
berkebun harus tetap dilakukan. Latihan fisik yang dianjurkan adalah berupa
latihan fisik yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging dan
berenang. Untuk mereka yang relatif sehat intensitas latihan fisik bisa
ditingkatkan. sementara yang sudah mendapatkan komplikasi DM dapat
dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup kurang gerak atau bermalas-malasan.
Hindari aktivitas sedenter misalnya menonton televisi, menggunakan internet,
main game komputer. Persering aktivitas dengan mengikuti olah raga rekreasi
dan beraktivitas fisik tinggi pada waktu liburan, misalnya jalan cepat, golf, olah
otot, bersepeda. Biasakan bergaya hidup sehat dengan berjalan kaki kepasar (tidak
memakai mobil), menggunakan tangga (tidak menggunakan lift), menemui rekan
kerja (tidak hanya melalui telepon internal), jalan dari tempat parkir.

Sebelum melakukan program latihan fisik yang lebih intensif dari jalan
cepat, bagi diabetisi sebaiknya dilakukan evaluasi kemungkinan risiko
kardiovaskular dan kondisi Pada lain yang bisa menyebabkan cidera sebagai
dampak latihan fisik seperti neuropati autonomik yang berat, neuropati yang
berat, retinopati pre-pnoliferatif atau proliferatif. Umur dan aktivitas fisik
sebelumnya juga harus menjadi pertimbangan untuk menentukan jenis dan
intensitas latihan fisik.
LATIHAN FISIK PADA KENDALI GLUKOSA DARAH YANG TIDAK
OPTIMAL

Hiperglikemi

Pada DM tipe 1 yang tidak mendapatkan insulin dalam waktu 12-48 jam
dan adanya ketosis, latihan fisik justru akan memperburuk hiperglikimi dan
ketosis. ADA (American Diabetes Association) exercise position satement, latihan
fisik harus dihindari bila kadar glukosa darah puasa > 250 mg/dl dan disertai
dengan adanya ketosis, bila kadar glukosa darah > 300 mg/dl walaupun tidak
didapatkan ketosis maka latihan fisik harus dilakukan dengan hati-hati bahkan ada
yang menyarankan tetap tidak melakukan latihan fisik. Pada pasien DM tipe 2 bila
tidak ada defenisi insulin yang sangat berat, latihan fisik dengan intensitas ringan
atau sedang akan menurunkan glukosa darah, bila diabetisi dalam kondisi baik,
asupan cairan cukup, keton urin maupun darah negatif.

Hipoglikemi

Pada diabetisi yang mendapatkan terapi insulin maupun insulin


sekretagogus, latihan fisik akan menyebabkan hipoglikimia bila asupan
karbohidrat maupun dosis obat tidak berubah. Hipoglikemi akan terjadi bila kadar
insulin eksogen mencapai kadar puncak dan latihan fisik diperpanjang.
Hipoglikemi jarang terjadi pada diabetisi yang tidak mendapatkan terapi insulin
dan insulin sekretagogus.

Menurut ADA guideline diberikan tambahan karbohidrat bila kadar


glukosa darah sebelum latihan fisik > 100 mg/dl, namun tambahan karbohidrat
tidak diperlukan bagi diabetisi yang hanya mendapat terapi diet saja, metformin,
alfa glukosidae inhibitor dan atau thiazolidinedion tanpa insulin atau insulin
sekretagogus.

LATIHAN FISIK DENGAN KOMPLIKASI KRONIS

Retinopati
Pada retinopati proliferatif atau retinopati nonproliferatif yang berat,
latihan fisik aerobik yang berat merupakan kontra indikasi karena meningkatkan
resiko terjadinya perdarahan vitreus atau ablisio retina.

Neuropati Perifer

Pada neuropati perifer terutama neuropati sensori, latihan fisik akan


meningkatkan resiko terjadinya luka dan infeksi oleh karen sensasi nyeri pada
kaki menurun. Oleh karena itu pada diabetisi dengan komplikasi neuropati perifer
yang berat disarankan latihan fisik yang terbaik adalah latihan fisik non-weight-
bearing seperti renang, sepeda atau latihan tangan.

Neuropati Autonomik

Neuropati autonomik mempunyai risiko akan menurunnya respon jantung


terhadap latihan fisik, hipotensi postural, gangguan termoregulasi oleh karena
gangguan aliran darah kulit dan gangguan berkeringat, gangguan penglihatan
malam hari oleh karena terjadi gangguan reaksi papiler dan gangguan rasa haus
sehingga meningkatkan risiko dehidrasi, gastroparesis menyebabkan asupan
makanan yang tidak bisa diprediksi. Neuropati autonomik pada diabetesi
mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan penyakit kardsovaskular.

Pada diabetisi dengan komplikasi neuropati autonomik bila ingin


melakukan latihan fisik yang lebih intesif dari biasanya harus dilakukan evaluasi
terlebih dahulu kondisi jantungnya.

Mikroalbuminuria dan Nefropati

Latihan fisik bisa meningkatkan eksresi protein secara mendadak, hal ini
terkait dengan meningkatnya tekanan darah secara mendadak. Para ahli
menyarankan pada diabetisi dengan komplikasi nefropati diabetikum (diabetic
kidney disease) latihan fisik dilakukan dengan intensitas ringan-sedang, asal
tekanan darah tidak meningkat >200 mmHg selama latihan fisik.

PERTUNJUK UMUM PELAKSANAAN LATIHAN FISIK


1. Kontrol metabolik,sebelum latihan fisik periksa glukosa darah

Hindari latihan fisik bila glukosa darah puasa >250 mg/dl dan didapatkan
ketosis, namun bilaglukosa darah >300 mg/dl dan tidak didapatkan ketosis
maka latihan fisik harus dilakukan dengan hati-hati

Tambahasupan karbohidrat bila glukosa darah <100 mg/dl

2. Monitoring glukosa darah sebelum dan sesudah latihan fisik

Perhatikan apakah penlu dilakukan perubahan dosis insulin atau asupan


makan

Pelajari respon glikemia terhadap kondisi latihan fisik yang berbeda

3. Asupan makanan

Bila perlu tambahlah asupan karbohidrat untuk menghindari hipoghkemia

Makanan yang mengandung karbohidrat harus siap tersedia selama dan


sesudah melakukan kegiatan latihan fisik.

REFERENSI

American Diabetes Association. Nutrition Principles and Recommendations in

Diabetes. Diabetes Care 2004; 27 (Suppl 1): S36-S46

American Diabetes Association. Nutritions Recommendations and Interventions

for Diabetes. A of the American Diabetes Association. Diabetes Care

2008 ; 31 (Suppl 1):S61-574

American Diabetes Association.Standard of Medical Care of Diabetes-2011.

Diabetes Care 2011; 34 (Suppl 1) : S11-S61


American Diabetes Asociation. Physical Activity/Exercise and Diabetes Mellitus.

Diabetes Care 2003;26 (suppl 1): S73-S77

American Association of Clinical Endocrinologists. Medical Guidelines for

Clinical Practice for Developing Diabetes Melitus Comprehensive Care

Plan.Endocrine Practice 2011;17(Suppl 2)

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengolahan dan Pencegahan

Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011.

Tjokroprawiro A. The Dietetic Regimen For Indonesian Patients With Diabetes

Mellitus (An experimental study on 200 orally treated and 60 insulin

treated diabetic patients). Disertation for PhD Degree in Medical

Science AirlanggaUniversity. Airlangga University Press 1978

Tjokroprawiro A. Medical Nutrition Therapy : Principles of Parentera Nutrition.

On the Basis Clinical Experiences. focus on DM. MKDU. Surabaya, 2

August 2005A

Tjokroprawiro A. Kuliah Diabetes Mellitus untuk mahasiswa Semester 7.

Surahaya, 12 September 2005B

Tjokroprawiw A. PPN: Peripheral Nutrition (Basic Principles and Clinical

Experiences Experiences in Diabetic Patients). SDW-6. Surabaya. 17

June 2006A

Tjokroprawiro A. Par Enteral Nutrition (Lipid Emulsion in Daily Practice, Esp in

Pts with (DM). Surabaya, 19 September 2006B


Tjokroprawiro A. Par Enteral Nutrition in Internal Medicine (Basic Principles in

Daily Clinical Practice) SDW-7. Surabaya, 18 November 2006C

Tjokroprawiro A Medical Nutrition Therapy (MNT) In Daily Practice Oral -

Enteral - Parenteral Clinic Formulas Based on Clinical Experiences

(Examples of Formula: x 12,-1, x2,2.5-1,5-1, Etc). MKDU. Surabaya,

6 February 2007A

Tjokroprawiro A. Basic Principles of Parenteral Nutrition in Clinics (Practical

Guidelines for Patients with Diabetes Melitus Litus) Workshop

PKB-22. Surabaya, 10-12 August 2007B

Tjokroprawiro A. Medical Nutrition Therapy (MNT) In Clinical Practice Oral

Enteral- Parental the Empirical Formulas in P.E.N.: -1 , x12 , 3, x2, 2.5-

1,5-1,Etc. (Based on Clinical) Experiences : 1978-2009). MKDU.

Surabaya, 17 February 2009

Tjokroprawiro A. Medical Nutrition Therapy (MNT) In Clinical Practice Oral -

Enteral Parental The Empirical Formulas in P.E.N.: -l,x12,3,x2,2.5-

1,5-1, Etc (Based on Experiences : 1978-2010). MKDU. Surabaya, 8

February 2010A

Tjokroprawiro A. Garis Besar Diet Oral-Enteral, dan Par Ental pada Diabetes (21

Macam Diet-Diabetes-Diet-Enteral El s/d E6 -10 Petunjuk NPE).

Workshop Nutrisi. Surabaya 6 March 2010B


Sigal RJ, Kenny GP, Wasserman DH, Sceppa CC, White RD. Physical Activity/

Exercise and Type2 Diabetes association) Diabetes as Care 2006;

29:1433-1438

Sri murtiwi. The 21 Diabetic Diets Available at Dr. Soetomo Hospital Surabaya
(From the B Diet to B1-L Diet) In Joint Symposium : Surabaya Diabetes
Update XVIII (SDU- XVIII)- Metabolic Cardiovascular Disease
Surabaya Update-3 (MECARSU-3), Editors : Askandar Tjokroprawiro,
Ari Sutjahjo, Agung Pranoto, Sri Murtiwi, Soebagijo Adi, Sony
Wibisono. JW Marriott Hotel 13-14 December 2008:112-124

Sri Murtiwi. Possible Aplication of Dianeral as Rationale Dietary Application of


Dianeral as Rationale Dietary Approach in Medical Nutrition Therapy. JW
Marriott Hotel Surabaya, 12 june 2010 A

Sri Murtiwi. Possible Use of Dianeral in E1-E6 Formulas of Enteral nutrition


(Fokus On Partients With Diabetes Mellitus). In Forum Endocrine And
Diabetes Regional Sumatera-3. Palembang, 15-16 October 2010B :103-
113

Sri Murtiwi. 21 Macam Diet Oral Diabetes Di RS Dr. Soetomo. Workhsop Nutrisi
Para Ahli Gizi. Pusat Diabetes Dan Nutrisi Surabaya (PDNS), GDC Lt7. 6
Maret 2010 C

Anda mungkin juga menyukai