HAEMATOLOGY
2012
1
TROMBOSITOPENI
Penyebab:
1. Rendahnya produksi trombosit di sumsum tulang.
a) Anemia aplastic
b) Kanker sumsum tulang
c) Cirrhosis (penyakit hepar kronis)
d) Defisiensi Folat
e) Infeksi sumsum tulang (sangat jarang)
f) Myelodysplasia
g) Defisiensi Vitamin B12
2. Meningkatnya kerusakan trombosit di pembuluh darah
(intravascular)
3. Meningkatnya kerusakan trombosit lien dan liver (extravascular)
Gangguan perusakan trombosit meliputi:
a) Disseminated intravascular coagulation (DIC)
b) Drug-induced nonimmune thrombocytopenia
c) Drug-induced immune thrombocytopenia
d) Hypersplenism
e) Immune thrombocytopenic purpura (ITP)
f) Thrombotic thrombocytopenic purpura.
Manifestasi perdarahan :
Purpura
Epistaksis, perdarahan gusi
Hematemesis, melena
Laboratorium:
Complete blood count (CBC) : jumlah trombosit rendah.
PTT dan PT : normal.
BMP
Antibodi antitrombosit.
Faktor pembekuan :
Vitamin K dependent: Faktor II, VII, IX, X
Trombin sensitivity : Faktor I, V, VIII, XIII
Contact factor : XI, XII, prekallikrein, HMWK
BT
Untuk skrening defisiensi faktor koagulasi selain faktor VII & XIII
Untuk monitoring terapi heparin
Untuk fungsi : I,II,V,IX,XI,VIII,HMWK, fletcher
PPT
Komplikasi:
a) intracranial hemorrhage
b) Gastrointestinal bleeding (hemel)
c) Perdarahan hidung
Diagnosis trombositopenia
Sum tul
Megakariosit
Normal / tinggi
Rendah
Obat
Leukemia
An. aplastik
Lien
Normal
ITP
Obat
Membesar
Pooling
MPD
DIC
SLE
Langkah diagnosis :
1. Singkirkan bukan sekunder dari lekemia, aplastik lekemi, infiltrasi
sumsum tulang oleh Ca, MM, limfoma, anemia hemolitik, DIC
2. PPT,PTTK : untuk menyingkirkan abnormalitas koagulasi.
3. BT tidak usah diperiksa bila purpura / trombositopenia berat
4. TAT : suspect von willebrand
5. Fibrinogen untuk menyingkirkan DIC
6. Coomb test AIHA
7. Test untuk SLE bila lien membesar
8. Kultur darah dan virus
2
ANEMIA
MCV/MCH=Normal
Film darah
Perifer
Normal/Rendah
Jumlah Retikulosit
Morfologi SS
Tulang
Tinggi
Hemolisis
Perdarahan Akut
Abnormal
Normal
Hipoplastik
Anemia Sekunder
- Inflamasi
- Peny. Ginjal
- Peny. Hati
- Defisiensi
Endokrin
Inifiltrasi / Fibrosis
An. Aplastik
Aplasia SDM
Myelodysplasi
a
Leukemia
Myeloma Tosis
Metastase
Myelofibricos
Diserytropoiesis
MCV/MCH=Normal
Yang tinggi
Tinggi
Perdarahan
Akut
Jumlah Retikulosit
Anemia
Hemolitik
Non Megaloblastik
Normal/Rendah
Morfologi
Sum tul
Megaloblastik
Diseritropoiesis
B12
Penyakit Hati
Alkoholik
Hypothyroid
Folat
Myelodisplasia
Defisiensi
B12
Defisiensi
Folat
MCV/MCH = rendah
Tinggi
Serum
Fe
Rendah
N / tinggi
Ferritin
N / tinggi
Hb F / A2
An. Sideroblastik
Deff Fe
Talasemia /
hemoglobinopati
An. Peny
kronik
MIKROSITIK
HIPOKROMIK
NORMOSITIK
(B) Hemolisis
Extrakorpuskuler
Intrakorpuskuler
(C) Gangguan
pembentukan darah
MAKROSITIK
- Anemia
- Sideroblastik Anemia
- Talasemia
Anemia akut setelah
perdarahan
Scorbut
Hemolitik
Purpura
Anemia Hemolitik
Karena
(1) Infeksi, zat kimia,
racun tanaman
(2) Reaksi imun tubuh
(3) Yang tak diketahui
(1) Herediter
sferositosis
(2) Anemia sel sabit
(sickle)
(3) PNH
(4) Non Sferositik
kongenital
(1) Anemia Refrakter
primer
(2) Infeksi menahun
penyakit neoplasma
(3) (3) Anemia
Myelophtisic
karena metastase
Carcinoma
(1) Anemia Pemisiosa
(2) Sprue idiopatik
(3) Tropical Nutritional
Macrocytic Anemia
(4) Makrositik Anemia
pada kehamilan
(5) Megablastik Anemia
pada penyakit
(6) Karena anti
metabolit
(1) Anemia sel sabit
(2) Penyakit hati kronik
(3) (3) Anemia
makrositik pada
3
AUTO IMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)
C. Mixed
10
Terapi
- Bila hemolisis minimal & Ht stabil observasi
- Bila hemolisis cepat WRC dengan risiko besar
Prednison 60 100 mg / hr oral
- Bila berat metylprednisolon 300 mg / hr iv
Bila Hb stabil, tappering off 15-20 mg / hr oral
Diteruskan 2 3 bulan tappering off
Prognosis
- Primer : relaps remisi
Survival 10 tahun 70 %
karena : DVT, emboli paru, infark limpa
- Sekunder : mortalitas 10 30 %
Bila oleh karena infeksi respons steroid baik
11
4
ANEMIA APLASTIK
Gejala
- Pansitopenia
- Pemeriksaan fisik : tidak khas hanya oleh karena pansitopenia
Laboratorium
- Pansitopenia
- Retikulosit menurun
- Eritrosit makrositik
- Netrofil absolut menurun
Dianosis
- Pansitopenia
- Retikulosit menurun
- BMP : tidak khas
- BMB : hiposeluler
DD
- PNH
- MDS hipoplastik
- ALL
- Lekemia sel rambut
Terapi
- Steroid 1 mg/ kg BB/ hr
- Cyclosporin 3 7 mg/kgBB/hr ( 4-6 bln )
- ATG : 1540 mg / kg BB / hr ( 4-10 hr )
- Kombinasi ATG ( anti Tymosid Globulin ) dengan Cyclosporin
- Androgen, hemopoetik growth factor
Anemia sideroblastik
Untuk itu perlu
Hb elektroforesis
Fe tinggi
Talasemia
13
5
KASKADE KOAGULASI
14
Proses Fibrinolisis
AKTIVASI INSTRINSIK
AKTIVASI EKSTRINSIK
Aktivator
Plasminogen
Fibrin
Plasminogen
Plasmin
Fragmen
Streptokinase
Fragmen
Fragmen
15
6
DEEP VEIN THROMBOSIS (DVT)
Trias Virchow
Faktor risiko :
1. Usia > 40 th
2. Keganasan
3. Kegemukan
4. Operasi > 30 menit, terutama ortopedi
5. Varises vena
6. Riwayat DVT dan Pulmonary Embolism (PE)
7. Imobilisasi/ paralisis
8. Pil KB
9. Hormonal replacement terapi ( HRT )
10. Kehamilan dan nifas (pada kehamilan terjadi hiperkoagulasi,
stasis oleh karena penekanan vena cava inferior oleh uterus,
hipotoni vena oleh karena kadar estrogen yang tinggi)
11. Antibodi antifosfolipid.
12. Genetik: defisiensi inhibitor koagulasi alamiah seperti antitrombin, protein C, protein S.
13. Kelainan dalam plasma yang disertai risiko trombosis: hiperhomosisteinemia, peninggian kadar faktor koagulasi F II, F VIII, F
IX, F XI.
Diagnosis :
Gambaran klinik DVT :
Nyeri daerah betis
Pembengkaan disertai pitting oedema
Pembengkaan hingga di bawah lutut untuk DVT distal, dan sampai
daerah pantat untuk DVT proksimal.
16
17
Heparinisasi :
Bolus heparin 80 iu / Kg BB iv
Maintenance 18 iu / Kg BB / Jam
monitor PTTK tiap 6 jam dalam 24 jam pertama
Bila PTTK :
< 1,5
X kontrol naik 250 iu / jam
1,5 2,5 X kontrol dosis tetap
> 2,5
X kontrol turun 250 iu / jam
Masukkan 1 vial ( 25000 iu ) heparin dalam D5 % sampai 50 cc
Masukkan dalam siringe pump. ( 1 cc = 500 iu )
Atur dosis sesuai dengan kebutuhan
18
6
HYPERCOAGULABLE STATE
20
PNH
Dislipidemia
DM
Homocysteinuria
Hyperviscosity syndrome
Sikle cell anemia
Nephrotic syndrome
7
ANTI PHOSPOLIPID SYNDROME (APS)
Kumpulan gejala akibat trombosis arteri dan atau vena dari satu atau
lebih organ tubuh pada penderita dengan antibodi antiphospolipid kadar
sedang sampai tinggi.
Antibodi antiphospolipid ada tiga, yaitu:
a. Antikoaggulan Lupus (LA), imunoglobulin yang diarahkan
terhadap protein plasma (protrombin atau Annexin V).
b. antibodi antikardiolipin (ACA) atau antibodi terhadap fosfolipid
bermuatan negatif lainnya (seperti: fosfatidilserin, fosfatidilinositol, asam fosfatidik, fosfatidilgliserol).
c. Antibodi anti-2 glycoprotein I (anti-2GPI), mengenali protein
plasma yang dikenal sebagai apolipoprotein H atau beta2glycoprotein I dan memiliki spesifisitas yang lebih tinggi dari
ACL untuk trombosis
Patogenesis :
Ada beberapa mekanisme untuk menjelaskan trombosis pada APS :
1. Antikoagulan protein C tidak efektif :
Protein C adalah antikoagulan alamiah yang terdapat di dalam
tubuh. Trombin dan trombomodulin mengaktifkan protein C
menjadi protein C aktif dan menghancurkan F Va, F. VIIIa. Pada
APS, ACA menghambat konversi Protein C menjadi protein C
aktif sehingga penghancuran F.Va dan F.VIIIa berkurang.
ACA menghambat aktifitas trombin sehingga trombomodulin
bersama trombin kurang mengaktifkan protein C.
2. Meningkatnya aktivasi trombosit
Interaksi ACA dengan fospolipid membran trombosit
menyebabkan aktivasi trombosit.
ACA menurunkan sintesis prostasiklin di endotel sehingga
prostasiklin sebagai anti agregasi menurun.
21
Gejala klinis :
Migrain berulang
Gangguan penglihatan
Disartia
DVT
Keguguran berulang
Gagal katub jantung yang akut
Trombositopenia
Stroke
Trombosis tersebar luas
pada APS trombosis dapat terjadi pada arteri maupun vena.
Berbeda dengan trombosis karena ganguan hiperkoagubilitas yang
terutama mengenai vena. APS semua pembuluh darah dan semua
ukuran dapat terkena mulai dari aorta sampai arteiole.
22
23
Terapi :
Antikoagulan dan anti agregasi trombosit
1. Antikoagulan yang dipakai :
Heparin 2 x 5000 IU dengan target ratio aPTT 1,52 atau
LMWH dengan dosis sesuai berat badan:
Berat badan
dosis
< 50 kg
0,3 mL
5060 kg
0,4 mL
> 60 kg
0,6 mL
24
8
DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION (DIC)
Penggunaan faktor
koagulasi dan platelet
Bleeding
Aktifasi koagulasi
Deposisi fibrin
Mikrovaskuler trombosis
pada organ organ yang
bervariasi
MOF
Penyebab :
1. Infeksi : gram positip, gram negatip, jamur, parasit, virus, TB millier
2. Pelepasan faktor jaringan dari :
a. Malignansi, komplikasi obstetrik, eklamsi, preeklamsi
b. Trauma, kecelakaan, kebakaran
c. Aneurisma aorta
d. Sengatan bintang
Gambaran klinik
Akut oleh karena endotoksin, trauma, emboli amnion ditandai
dengan hipotensi dan syok.
Kronik oleh karena keganasan (sering pada paru, prostat,
payudara, kolorektal ), kematian janin.
25
Akut
turun
memanjang
turun
naik
turun
turun
naik
naik
+
Kronik
turun
bervariasi
bervariasi
naik
turun
turun
turun
naik
+
Trombosis (+)
Kriteria minimal :
perdarahan atau dan tromboemboli
trombositopenia dan sel burr atau D-dimer (+)
Skor Koagulasi :
Trombosit
D-dimer
PT memanjang
Kadar fibrinogen
Katagori
26
0
< 100.000
< 500
< 3 dtk
> 100
5 overt DIC
SKOR
1
100.000- 50.000
500 - 1000
4 6 dtk
< 100
< 5 not overt DIC ,
ulang 1-2 hr
2
< 50.000
> 1000
> 6 dtk
Pengobatan:
Akut
Antibiotik untuk sepsis
Volume expander untuk syok
Evakuasi uterus untuk gangguan
obstetri
Cryoprecipitas untuk hipofibrinogenemia
Tranfusi trombosit
Kronik
Evakuasi uterus pada janin mati
Heparin untuk DIC (DVT dan TP)
Penyebab diterapi (kebanyakan
kanker)
27
9
TRANSFUSI DARAH
+
Serum pasien
28
Direk coombs positip dan atau cross match mayor positip jangan
transfusi
Indirek positip dan atau minor positip bila keadaan life saving
(Hb <5) silahkan transfusi dengan WRC.
Kalau transfusi awal setiap 2 liter kasih Ca glukonas. Kalau transfusi
berulang setiap 1 liter.
Pada pasien sirosis hati yang mengalami hematemesis melena lebih
baik diberi transfusi komponen sebab restriksi volume. Bila ada
gangguan koagulasi lebih baik diberi PRC + FFP.
10
MULTIPLE MYELOMA
29
Diagnosis :
Yang klasik terdapat adanya trias gejala dari MM :
1. Plasmasitosis dalam sum tul > 10 %
2. Lesi litik pada tulang
3. Komponen protein M dalam serum atau urine.
Diagnosis MM didasarkan pada kriteria mayor dan minor.
Kriteia mayor :
1. Diagnosis histologik plasmasitoma.
2. Plasmasitosis dalam sum tul > 30 %
3. Protein M serum (IgG > 3,5 gr/100mL, IgA > 2 gr/100mL) dan
atau dalam urin ( atau chain 1 gr/ 24 jam).
Kriteria minor :
a. Plasmasitosis dalam sumsum tulang antara 10-30 %
b. Protein M kurang dari yang tertera pada kriteria mayor point 3.
c. Lesi osteolitik.
d. IgM < 50 mg/100 mL, IgA < 100 mL atau IgG < 600 mg/100 mL
Diagnosis MM sekurang-kurangnya satu kriteria mayor dan satu kriteria
minor atau 3 kriteia minor dan harus termasuk ( a ) dan ( b ).
Diagnosis banding :
1. MM
2. Bentuk varian MM ( Smodering MM, Lekemia sel plasma, Non
secretory myeloma )
3. Penyakit limfoproliferatif malignan
4. Heavy chain disease ( HCD )
5. Amiloidosis
Terapi :
1. Melphalan 0,15 mg / kg BB hari 1 4
2. Prednison 20 mg 3 x per hari selama 7 hari diulang setiap
minggu
30
Penanganan komplikasi :
1. Hipercalsemia pemberian cairan NaCl isotonik, dan prednison
25 mg 4 x sehari. Bila tidak membaik diberi pamidronate
disodium atau etidronat disodium atau galium nitrat.
2. Hiperviskositas plasmapharesis
31
11
PERSIAPAN KEMOTERAPI
Performance status
WHO : grade 0 4
Karnofsky : 100 % - 10 %
sitostatika diberikan bila Performance status
indeks Karnofsky 70 %
Status kebugaran (Performance Status)
Oncology Group (ECOG) score
WHO 2 dan
Eastern Cooperative
32
Tingkat
/ Grade
0
1
4
5
Skala Karnofsky :
Performance
Aktifitas fisik normal, tidak ada keluhan, tidak ada
tanda-tanda penyakit
Keluhan dan gejala penyakit ringan, mampu
melaksanakan aktifitas normal
Terdapat beberapa keluhan dan gejala bila dengan
usaha, aktifitas sehari-hari menurun
Tidak mampu melaksanankan aktifitas normal atau
bekerja aktif, dapat merawat diri sendiri.
Kadang membutuhkan bantuan, tetapi dapat
melakukan sebagian besar keperluan pribadi
( personal )
Memerlukan banyak bantuan dan perawatan,
sering memerlukan bantuan medik.
Tidak mampu merawat diri sendiri, perlu perawatan
dan bantuan.
Terdapat ketidakmampuan yang berat, indikasi
rawat rumah sakit, perlu perawatan aktif
Sakit berat, perlu perawatan di rumah sakit,
memerlukan terapi suportif aktif
Penderita dalam proses meninggal
Indeks
100 %
90 %
80 %
70 %
60 %
50 %
40 %
30 %
20 %
10 %
Syarat Kemoterapi :
Hb
: 11 gr %
Lekosit
: 4000 mm3
Trombosit
: 100 ribu / mm3
Albumin
: 2,5 mg/dL
33
Fungsi syaraf
Evaluasi psikologik & sosial :
Inform consent
Rasa cemas, takut
Depresi
Toksisitas sitostatika terhadap organ
Nama obat
Methotrexate
Daunorubicin
Doxorubicin
Paclitaxel
Docetaxel
Busulfan
Cisplatin
Carboplatin
Ifosfamide
Bleomicin
Cyclophospamide
Idarubicin
Mitoxanthrone
Hepar
Ginjal
Paru
Jantung
Koma
2. Relatif
35
12
LYMPHOMES MALINS NON HODGKINIENS (LMNH)
Khusus :
Penyakit autoimun ( SLE, Sjogren, rheuma )
Kelainan darah
Penyakit infeksi ( Toxoplasma, Mononukleosis, TBC, sifilis )
2. Pemeriksaan fisik :
Pembesaran KGB
Kelainan / pembesaran organ
Performance status : ECOG atau WHO / Karnofsky
3. Pemeriksaan diagnostik :
a. Laboratorium
Rutin / standar :
Hematologi : darah rutin lengkap, GDT
Analisis urin : urin lengkap
Kimia klinik : SGOT, SGPT, LDH, Prot total, Albumin,
globulin, asam urat, alkali fosfatase, gula darah, elektrolit.
Khusus: gamma GT, kolinesterase, LDH/fraksi, SPE, Imunoelektroforeses, tes Coomb, 2 mikroglobulin
b. Biopsi : cukup dilakukan pada 1 kelenjar yang representatif,
superfisial, dan perifer.
c. BMP dan BMB
d. Radiologi : foto thorax, USG seluruh abdomen, CT scan thorax dan
abdomen
e. Konsultasi THT
f. Pungsi cairan tubuh lain : cairan pleura, acites, LCS sitologi
g. Immunophenotyping
h. Konsultasi jantung (ECHO) bila merencanakan memberikan
doxorubicin.
37
4. Stadium penyakit
Stadium Keterangan
I
Pembesaran KGB hanya 1 regio
I E : jika hanya terkena 1 organ ekstra limfatik tidak
difus / batas tegas
II
Pembesaran 2 regio KGB atau lebih, tetapi masih
satu sisi diafragma :
II 2 : pemebsaran 2 regio KGB dalam 1 sisi diafragma
II 3 : pembesaran 3 regio KGB dalam 1 sisi diafragma
II E : pembesaran 1 regio atau lebih KGB dalam 1 sisi
diafragma dan 1 organ ekstra limfatik tidak difus /
batas tegas
III
Pembesaran KGB di 2 sisi diafragma
IV
Jika mengenai 1 organ ekstra limfatik atau lebih tetapi
secara difus.
5. Prognostik
LMNH indolen : prognostik relati baik, median survival 10 th.
LMNH agresif : lebih mudah disembuhkan dengan sitostatika
intensif
6. Terapi :
Stadium I, II radioterapi 2500 4000 cGy
Standar pilihan terapi :
1. Irradiasi
2. Kemoterapi + radiasi
3. Extended ( regional ) irradiasi
4. Kemoterapi saja
5. Subtotal / total irradiasi
Stadium II, III, dan IV
Standar pilihan terapi :
1. Tanpa terapi
2. Rituximab
3. Purine nucleoside analogs
4. Ankilating agent oral ( siklofospamid, chlorambucyl )
5. Kemoterapi kombinasi
6. Antibodi monoklonal radioaktif.
7. Kemoterapi intensif
8. IFN-
9. Radioterapi paliatif
38
13
LEUKEMIA AKUT
Leukemia akut adalah penyakit yang ditandai adanya infiltrasi sel ganas
dari sistem hematopoetik ke sumsum tulang, darah, hepar, lien, otak,
kulit, testis.
Pada dewasa prognosisnya jelek karena :
pada dewasa merupakan kelainan sel induk sehingga, kemoterapi
tidak menyembuhkan
Merupakan leukemia sekunder berasal dari pre lekemi/MDS/
lekemi post kemoterapi dari keganasan lain.
Cadangan sumsum tulang relatif sedikit.
Epidemiologi:
Paling sering pada anak, AML - dewasa
laki : wanita = 1,4:1
Patogenesis
Adanya perubahan susunan molekul DNA sel hematopoetik
transformasi maligna proliferasi klonal abnormal sel induk/progenitor
Etiologi
1. Radiasi - kejadian lekemi akut setelah 1,5 tahun (puncaknya 6-7
tahun)
2. Riwayat kontak dengan insektisida/cat
3. Obat-obatan : mephalan, busulfan, cyclofosfamid, clorampenicol,
clorambucyl
4. Genetik
5. Virus HTLV
Klasifikasi berdasarkan :
1. morfologi FAB ( AML : M1,M2,M3,M4,M5,M6/M7; all : L1,L2.L3)
2. pengecatan sitokimia
3. sifat imunologik/fenotip
4. sitogenetik
39
Gambaran klinik
1. Gejala non spesifik seperti rasa lelah, lemah, anoreksia
2. Gejala 3 bulan muncul sebelum diagnosa ditegakkan pada 50%
pasien
Keluhan dan tanda
1. Akibat kegagalan sumsum tulang
Anemia
Neutropenia
Trombositopeni perdarahan spontan, purpura hematom, GIT
bleeding, DIC sering pada M3
2. Akibat infiltrasi ke organ
Nyeri tulang- terutama pada anak
Organomegali : adenopati, hepatomegali, splenomegali (terutama
LLA)
Sindroma meningeal : nyeri kepala, mual, muntah, mata kabur,
edema papil, perdarahan retina( sering ditemukanpad LLA,M4,M5)
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah
Anemia (NN) akibat eritropoesis yg menurun, survival eritrosit
yg menurun/ destruksi maupun akibat kehilangan darah
Leukositosis, bisa normal/ turun.
GDT :Ditemukan sel blast ( pada 95% penderita), batang auer,
promielosit, mielosit, neutrofil agranuler, eritroblast dalam
jumlah banyak (M6)
Trombositopeni
Faal koagulasi DIC : sering pada M3
Kimia klinik; peningkatan asam urat, LDH, ca
2. Sumsum tulang
Hiperseluler dengan proliferasi sel blast 50-75%. Aspirasi
sumsum tulang pada ALL kadang sulit karena meningkatnya
serabut retikulin.
Khas pada M7: pansitopenia mendadak dan adanya fibrosis
sumsum tulang.
Foto Rontgent: dapat ditemukan proses litik tulang (terutama pada ALL
anak), massa mediastinum (pembesaran thymus/kel mediastinum)
40
Membedakan LMA/ALL
1. Pada sebagian besar kasus,dengan gambaran klinik,
pengecatan darah rutin untuk melihat morfologi sudah dapat
membedakan LMA/ALL
2. Pada sebagian kecil kasus, masih sulit dibedakan sehingga perlu
pemeriksaan sitokimia (sudan black, mieloperoksidase, esterase,
PAS, acid fosfatase, pemeriksaan marker imunologik, pemeriksaan kromosom)
Terapi Leukemia akut :
1. induksi remisi: tujuan untuk menurunkan massa sel lekemi lebih
9
10
rendah dari 10 10 sel
Kriteria remisi sempurna :
- blast di sumsum tulang < 5 %
- tidak ditemukan sel lekemi dlm drh tepi/ hitung drh tepi N
- tidak ditemukan gejala klinik adanya keterlibatan
ekstrameduler
2. Kemoterapi intensif
Diberikan segera setelah induksi remisi, disebut sebagai terapi
intensifikasi dini= konsolidasi
3. Maintenance kemoterapi
Dengan diberikan dosis rendah yang diberikan selama beberapa
tahun.
I. ALL
Onset : mendadak
Symptom dalam hari-minggu
Banyak terdapat pada anak-anak
50% anak mengalami remisi komplit dalam 5 tahun dari diagnosis
70-80% anak dengan ALL mempunyai survival > 5 tahun dan tidak
terjadi rekurensi
Gejala :
Keluhan perdarahan, sering pertama-tama dikeluhkan
Letargi, malaise
BB turun
Hipertrofoi gusi (bisa pada AML) : terjadi jika ada infiltrasi ke gusi.
Demam
41
42
43
14
CHRONIC MYELOGENOUS (or myeloid) LEUKEMIA (CML)
45
Kondisi-kondisi khusus
1. CML jarang fulminan, bila fulminan: transformasi akut
2. Akselerasi & krisis biasanya oleh karena maturasi blok
3. Akselerasi:
Peningkatan basofilik dan penambahan kromosom
abnormal, myielofibrosis
Ditandai dengan malaise,fatique,anoreksia, weight Loss,
limfadenopati(biopsi; predominan blast)
Penurunan trombosit, anemia menjadi berat
Krisis:
60% predominan blast granulocytic
30% predominan lymphobast
Sisanya monoblast,erytroblast
Adanya tipe-tipe balst tidak berpengaruh terhadap terapi,kecuali
tipe lymphoid blast di mana TdT positip oleh karena dapat diterapi
seperti ALL
Pada krisis lymphoblast krisis: lymphoblast berlebihan, TdT
positip, CALLA Antigen positip.
Atypical CML:
5-10% Ph CHr
Biasanya pada usia tua, insiden anemia> tinggi, tombositopeni,
monositosis blast lebih banyak pada sumsum tulang, megakariosit
menurun, basofilia menurun
Poor prognosis (14 bulan)
Komplikasi:
Infeksi bakteri/virus
Diatesa hemoragikinfark limpa
Gout dan urat nefropati oleh karena hiperurisemi
Terapi:
Indikasi terapi:
1. Anemia
2. Keluhan ok splenomegali
3. Penurunan BB
4. Nyeri tulang dan perdarahan
46
1. Hydroxyurea:
Dosis: 20-50 mg/kg BB/hr
Target jumlah lekosit : 5000
2.Busulfan(Myleran):
Dosis: 8 mg/hr
Target jumlah lekosit 20000
3.Radioterapi
Dosis:75-100 rad , 3 kali seminggu, sampai dosis total 500-800
rad
4.TST:
Pilihan utama, untuk usia < 40 tahun
Prognosis:
Bila dikemoterapi:3-5 tahun, bila TST: bisa sampai 10 tahun
47
15
DEMAM NETROPENI
Difinisi:
Netropeni: hitung netrofil <500/L (segmen dan batang) atau
<1000 /L dengan prediksi penurunan sampai 500 /L dalam dua
hari.
Febris : t 38,3C sekali, atau
t 38C dua kali, bertahan selama paling tidak 1 jam atau diukur
dua kali dalam 12 jam
Kelompok risiko:
Risiko rendah : durasi netropeni 5 hari tanpa faktor risiko tinggi
Risiko sedang : durasi netropeni 6-9 hari
Risiko tinggi : durasi netropeni 10 hari
Diagnostik:
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Perubahan kulit atau mukosa, tempat akses vena / suntikan,
saluran napas atas dan bawah, traktus urogenital, regio abdomen
dan perianal
(Pemeriksaan pada tempat-tempat di atas harus dilakukan setiap
hari apabila dijumpai demam)
Monitoring tekanan darah, nadi, dan frekwensi napas, x-foto thorak
dua posisi, pemeriksaan pencitraan lain yang mendukung seperti
CTScan atau MRI
Diagnosis Mikrobiologik
Paling tidak dua sampel darah tepi vena untuk kultur (aerob/
anaerob)
Kultur urin, kultur feses, swab luka, kultur cairan, material pungsi
Diagnosis Kimia-Klinik
Hb, lekosit, trombosit, diff. count, SGOT, SGPT, LDH, alkali
phospatase, -GT, bilirubin, Ureum, kreatinin, natrium, kalium,
asam urat,
Quicks test, PTT, CRP
Diagnosis setelah 72-96 jam terapi tidak ada respon
48
Resiko rendah
Oral
Ciprofloxacin
+
Amoxicillin clavulanat
IV
Vancomicin tidak
dibutuhkan
Monoterapi
Dua obat
Cefepim
Ceftazidine
carbapenem
Aminoglikosida
+
Antipseudomon
as penicillin
Cefepim
Ceftazidine
carbapenem
Vancomicin
Vancomicin
+
Cefepim
Ceftazidine, atau
carbapenem
+/aminoglikosida
49
Lama
Lamaterapi
terapiantibiotik
antibiotik
Tidak
Tidakdemam
demamdlm
dlm3-5
3-5hr
hr
3
ANC
ANC500/mm
500/mm3
selama
selama22hrhr
berturut-turut
berturut-turut
Demam
Demampersisten
persisten
3
ANC
ANC<<500/mm
500/mm3
Antibiotik
Antibiotikdihentikan
dihentikan Resiko rendah
Resiko rendah
48
48jam
jamssd
ssdtdk
tdk
Klinik
demam
+
Klinikbaik
baik
demam +
3
ANC500/mm
3
ANC500/mm
Hentikan
Hentikan5-7
5-7hrhr
bebas
bebasdemam
demam
Resiko
Resikotinggi
tinggi
-ANC<100/mm3
-ANC<100/mm3
-Mukositis
-Mukositis
-Klinis
-Klinistak
takstabil
stabil
Lanjutkan
Lanjutkan
antibiotik
antibiotik
3
ANC
ANC500/mm
500/mm3
3
ANC
ANC<500/mm
<500/mm3
Hentikan
Hentikan4-5
4-5hrhrssd
ssd
3
ANC
ANC>500/mm
>500/mm3
Pekajian
Pekajianulang
ulang
Lanjutkan
Lanjutkan
selama
selama22
minggu
minggu
Pekajian
Pekajianulang
ulang
Hentikan
Hentikanjkjkkondisi
kondisistabil
stabil
&tak
&takada
adainfeksi
infeksi
50
16
MYELOPROLIFERATIF DISORDER
Adalah kelompok penyakit kronik yang ditandai oleh proliferasi satu
atau lebih klon sel hematologi.
Myeloproliferatif Disorder terdiri dari:
1. CML
2. Polisitemia vera
3. Trombositosis esensial
4. Mielofibrosis idiopatik kronik/netrophilik kronik
1) Polisitemia Verae
kriteria diagnosa :
a) Volume eritrosit > 36 cc/kgbb laki-laki
> 32 cc/kgbb wanita
b) SaO2 >92%
c) Kadar eritropoiten serum sangat rendah/kosong
Pemeriksaan konfirmasi
a) Splenomegali ( > 50% kasus)
b) trombosirtosis > 400.000; lekosit > 12.000
c) Gambaran klinik : - hematokrit > 51 %- laki;
> 48 % - wanita
d) indikator paling baik adalah Hb, jika eritrosit tidak naik, tetapi ht
naik apparent polisitemia
Manifestasi klinik:
TIA, stroke, iskemi jantung, nyeri kepala, mental clouding, facial
phletora, pruritus, perdarahan.gout.
Terapi:
1. Plebotomi. target : Ht < 40 % - perempuan
Ht < 45 % - laki-laki
Komplikasi :
tombositosis berat.
defisiensi Fe kronik: stomatitis, angulitis, kelemahan otot,
glositis, pica, trombohaemorhage
2. Hydroxyurea sering dikombinasi dengan plebotomi.
3. IFN- (mengontrol indeks eritrosit 6 12 bln)
4. Cllorambucyl/busulfan
51
52
17
BONE MARROW ASPIRATION AND BIOPSY
Malempati S, Joshi S, Lai S, Braner DAV, and Tegtmeyer K. 2009. Bone Marrow
Aspiration and Biopsy. N Engl J Med 361:e28.
Indikasi:
Aspirasi sumsum tulang dilakukan untuk mendapatkan spesimen
yang digunakan untuk menilai morfologi selular dan untuk melakukan tes
khusus pada sumsum tulang, seperti flow cytometry untuk analisis
immunophenotypic, sitogenetika, atau penelitian molekuler.
Digunakan untuk evaluasi kondisi hematologi, kanker, metastase
penyakit, dan gangguan penyimpanan serta beberapa kondisi sistemik
yang kronis.
Kontra indikasi:
Aspirasi sumsum tulang dan biopsi tidak memiliki kontraindikasi
absolut, tetapi mungkin ada kontraindikasi relatif terkait dengan kondisi
umum pasien atau risiko anestesi atau sedasi yang dalam. Infeksi aktif
pada lokasi aspirasi, seperti krista iliaka posterior, akan menghalangi
penggunaan tempat aspirasi tersebut. Namun, prosedur dapat dilakukan
pada lokasi alternatif jika indikasi untuk prosedur itu diperlukan. Tempat
lain yang digunakan untuk melakukan aspirasi termasuk krista iliaka
anterior, manubrium sternum, tibia (pada bayi), dan, dalam kasus sangat
jarang, vertebra.
Trombositopenia dan koagulopati lain bukan kontraindikasi untuk
prosedur ini jika dijalankan oleh dokter yang terampil. Sternum tidak
dianjurkan sebagai lokasi untuk biopsi.
Komplikasi :
mungkin termasuk trauma pada struktur sekitarnya (misalnya, laserasi
cabang arteri glutealis) dan jaringan lunak, infeksi, dan perdarahan.
Komplikasi yang paling sering adalah perdarahan. Faktor risiko
perdarahan termasuk trombositopenia, penggunaan bersamaan
antikoagulan, dan adanya gangguan mieloproliferatif yang mendasarinya.
Hematom retroperitoneal, patah tulang, terutama pada pasien dengan
osteoporosis.
53
54
18
SERUM PROTEIN ELEKTROFORESIS
Oconnell TX, Horita TJ, and Kasravi B.
_
Gambar 1. Pola normal distribusi protein dengan SPE.
55
Albumin
Pita (band ) albumin merupakan komponen protein terbesar dari
serum manusia. Kadar albumin menurun dalam situasi di mana ada
produksi kurang dari protein oleh hati atau terjadi peningkatan hilangnya
atau degradasi protein ini. Malnutrisi, penyakit hati yang bermakna,
kehilangan protein lewat ginjal (misalnya, sindrom nefrotik), terapi
hormon, dan kehamilan mungkin kadar albumin rendah. Luka bakar juga
dapat mengakibatkan kadar albumin yang rendah. Kadar albumin
meningkat pada pasien dengan pengurangan air relatif dalam serum
(misalnya, dehidrasi).
Fraksi alpha
Bergerak menuju elektroda negatif, puncak berikutnya melibatkan
komponen 1 dan 2. Fraksi protein 1 terdiri dari 1-antitripsin,
thyroid-binding globulin, dan transcortin. Keganasan dan inflamasi akut
(produk dari reaktan fase akut) dapat meningkatkan band protein 1.
Protein 1 menurun dapat terjadi karena defisiensi 1-antitripsin atau
penurunan produksi globulin sebagai akibat dari penyakit hati.
Fraksi protein 2 terdiri dari Ceruloplasmin, 2-macroglobulin, dan
haptoglobin. Komponen 2 meningkat sebagai reaktan fase akut.
Fraksi beta
Fraksi memiliki dua puncak yaitu 1 dan 2. 1 sebagian besar
terdiri dari transferin, dan 2 mengandung beta-lipoprotein.
IgA, IgM, IgG dan kadang-kadang protein komplemen, juga dapat
diidentifikasi dalam fraksi .
Fraksi gamma
Sebagian besar kepentingan klinis difokuskan pada daerah dari
spektrum protein serum karena imunoglobulin bermigrasi ke wilayah ini.
Perlu dicatat bahwa imunoglobulin seringkali dapat ditemukan di seluruh
spektrum elektroforesis. Protein C-reaktif (CRP) terletak di daerah antara
komponen dan .
Indikasi
Serum Protein Elektroforesis umumnya dilakukan ketika dicurigai
multiple myeloma. Pemeriksaan juga harus dipertimbangkan dalam
situasi lain seperti yang disajikan pada tabel 1.
56
Interpretasi Hasil
Kadar protein plasma menampilkan perubahan yang bisa diprediksi
dalam respon terhadap peradangan akut, keganasan, trauma, nekrosis,
infark, luka bakar, dan cedera kimiawi. Hal ini disebut "pola protein reaksi
akut" yang melibatkan peningkatan fibrinogen, 1-antitripsin,
haptoglobin, seruloplasmin, CRP, komplemen (C3), dan asam glikoprotein 1. Seringkali, kadar protein plasma menurun terkait dengan
penurunan kadar albumin dan transferin.
57
Tabel 2. Karakteristik pola protein reaksi akut pada SPE, dan kondisi
atau gangguan yang terkait.
58
59
Protein M ditandai oleh adanya band yang tajam sebagai rantai berat
tunggal dan band yang sama dengan rantai ringan atau dari antibodi.
Gamopati poliklonal ditandai oleh band menyebar luas dengan satu atau
lebih rantai berat dan rantai ringan kappa dan lambda
Setelah gamopati monoklonal diidentifikasi oleh SPE, multiple
myeloma harus dibedakan dari penyebab lain dari jenis gamopati. Di
antara penyebab lain adalah Waldenstrom macroglobulinemia, plasmasitoma soliter, smoldering multiple myeloma, gamopati monoklonal yang
belum bisa ditentukan, leukemia sel plasma, heavy chain disease, dan
amiloidosis.
Jumlah protein M dapat membantu membedakan multiple myeloma
dari gamopati monoklonal yang belum bisa ditentukan. Diagnosis definitif
dari multiple myeloma membutuhkan 10 sampai 15 persen keterlibatan
sel plasma yang ditentukan dengan biopsi sumsum tulang. Ciri-ciri yang
membedakan gamopati monoklonal tercantum dalam tabel 4.
Tabel 4. Ciri utama gamopati monoklonal
60
61
62
63
64