Anda di halaman 1dari 65

ESSENTIAL

HAEMATOLOGY

Arifin, dr., SpPD-FINASIM


Diding HP, dr., MSi

2012

1
TROMBOSITOPENI

Penyebab:
1. Rendahnya produksi trombosit di sumsum tulang.
a) Anemia aplastic
b) Kanker sumsum tulang
c) Cirrhosis (penyakit hepar kronis)
d) Defisiensi Folat
e) Infeksi sumsum tulang (sangat jarang)
f) Myelodysplasia
g) Defisiensi Vitamin B12
2. Meningkatnya kerusakan trombosit di pembuluh darah
(intravascular)
3. Meningkatnya kerusakan trombosit lien dan liver (extravascular)
Gangguan perusakan trombosit meliputi:
a) Disseminated intravascular coagulation (DIC)
b) Drug-induced nonimmune thrombocytopenia
c) Drug-induced immune thrombocytopenia
d) Hypersplenism
e) Immune thrombocytopenic purpura (ITP)
f) Thrombotic thrombocytopenic purpura.

Manifestasi perdarahan :
Purpura
Epistaksis, perdarahan gusi
Hematemesis, melena
Laboratorium:
Complete blood count (CBC) : jumlah trombosit rendah.
PTT dan PT : normal.
BMP
Antibodi antitrombosit.

Faktor pembekuan :
Vitamin K dependent: Faktor II, VII, IX, X
Trombin sensitivity : Faktor I, V, VIII, XIII
Contact factor : XI, XII, prekallikrein, HMWK
BT

Untuk test abnormalitas hemostasis primer


Fungsi trombosit & Von Willebrand factor (vWF)
Diperiksa bila trombosit > 40.000
Normal : < 8 menit
PTTK

Untuk skrening defisiensi faktor koagulasi selain faktor VII & XIII
Untuk monitoring terapi heparin
Untuk fungsi : I,II,V,IX,XI,VIII,HMWK, fletcher
PPT

Faktor : VII,V, XI, I, II,


Untuk monitor efek kaumarin
Kedua-keduanya ( PTTK & PPT ) : V, X, I, II
Trombin time
Untuk abnormalitas pembentukan fibrinogen fibrin
Abnormal bila > 5 ( terhadap kontrol )

Komplikasi:
a) intracranial hemorrhage
b) Gastrointestinal bleeding (hemel)
c) Perdarahan hidung

Diagnosis trombositopenia

Sum tul

Megakariosit

Normal / tinggi

Rendah

Obat

Leukemia
An. aplastik

Lien

Normal

ITP

Obat

Membesar

Pooling

MPD
DIC
SLE

Langkah diagnosis :
1. Singkirkan bukan sekunder dari lekemia, aplastik lekemi, infiltrasi
sumsum tulang oleh Ca, MM, limfoma, anemia hemolitik, DIC
2. PPT,PTTK : untuk menyingkirkan abnormalitas koagulasi.
3. BT tidak usah diperiksa bila purpura / trombositopenia berat
4. TAT : suspect von willebrand
5. Fibrinogen untuk menyingkirkan DIC
6. Coomb test AIHA
7. Test untuk SLE bila lien membesar
8. Kultur darah dan virus

Gambaran darah tepi :


Neutropenia anemia Aplastik
Atypical lymfosit virus ( mononucleosis )
Blast lekemia
Fragmented red cell / schistocyte ( helm cell ), sferosit = anemia
hemolitik TTP, DIC, HUS
Oval makrosit, poikilositosis dengan hipersegmentasi polimorf
deff asam folat dan B12
Sferositosis dan policromatofilia + retikulosit : AIHA

2
ANEMIA

MCV/MCH=Normal

Film darah
Perifer

Normal/Rendah

Jumlah Retikulosit

Morfologi SS
Tulang

Tinggi

Hemolisis

Perdarahan Akut

Abnormal
Normal

Hipoplastik
Anemia Sekunder
- Inflamasi
- Peny. Ginjal
- Peny. Hati
- Defisiensi
Endokrin

Inifiltrasi / Fibrosis

An. Aplastik
Aplasia SDM
Myelodysplasi
a
Leukemia
Myeloma Tosis
Metastase
Myelofibricos

Diserytropoiesis

MCV/MCH=Normal
Yang tinggi

Film Darah Perifer

Tinggi

Perdarahan
Akut

Jumlah Retikulosit

Anemia
Hemolitik

Non Megaloblastik

Normal/Rendah

Morfologi
Sum tul

Megaloblastik

Vit B12 dan Folit


Normoblastik

Diseritropoiesis

B12
Penyakit Hati
Alkoholik
Hypothyroid

Folat

Myelodisplasia
Defisiensi
B12

Defisiensi
Folat

MCV/MCH = rendah

Filem darah perifer

Tinggi

Serum
Fe

Rendah

N / tinggi

Ferritin

Fe dlm sum tul


Rendah

N / tinggi

Hb F / A2
An. Sideroblastik
Deff Fe
Talasemia /
hemoglobinopati

An. Peny
kronik

MIKROSITIK
HIPOKROMIK

DEFISIENSI Fe, VIT B6, Cu


Reduksi pada Sintesa Hb

NORMOSITIK

(A) Kehilangan darah

(B) Hemolisis
Extrakorpuskuler

Intrakorpuskuler

(C) Gangguan
pembentukan darah

MAKROSITIK

(A) Difesiensi Vit B12, asam


Folat (Anemia
Megaloblastik)

(B) Bukan defisiensi (Non


Megablastik Makrositik)

- Anemia
- Sideroblastik Anemia
- Talasemia
Anemia akut setelah
perdarahan
Scorbut
Hemolitik
Purpura
Anemia Hemolitik
Karena
(1) Infeksi, zat kimia,
racun tanaman
(2) Reaksi imun tubuh
(3) Yang tak diketahui
(1) Herediter
sferositosis
(2) Anemia sel sabit
(sickle)
(3) PNH
(4) Non Sferositik
kongenital
(1) Anemia Refrakter
primer
(2) Infeksi menahun
penyakit neoplasma
(3) (3) Anemia
Myelophtisic
karena metastase
Carcinoma
(1) Anemia Pemisiosa
(2) Sprue idiopatik
(3) Tropical Nutritional
Macrocytic Anemia
(4) Makrositik Anemia
pada kehamilan
(5) Megablastik Anemia
pada penyakit
(6) Karena anti
metabolit
(1) Anemia sel sabit
(2) Penyakit hati kronik
(3) (3) Anemia
makrositik pada

3
AUTO IMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA (AIHA)

Anemia hemolitik oleh karena destruksi eritrosit / hemolisis akibat


timbulnya autoantibodi terhadap eritrosit sendiri.
Eritrosit diselimuti antibodi ( IgG ) dengan / tanpa komplemen
membran eritrosit.
Eritrosit difagosit oleh makrofag dalam RES, terutama limpa dan hati
hemolisis ekstravaskuler.
Klasifikasi :
1. Primer
: idiopatik
2. Sekunder : ada penyakit yang mendasari ( obat : metildopa,
MPD, SLE, infeksi, non lymphoid Ca, colitis
ulceratif )
A.
B.

Warm reactivity : aktifitas optimum antibodi pada suhu > 37 C


0

Cold reactivity : aktifitas optimum antibodi pada suhu < 37 C

C. Mixed

10

Gejala : anemia, ikterik, splenomegali ( tidak selalu )


Pemeriksaan laboratorium :
- Anemia ringan berat
- Polikromasi, sferositosis, retikulosit
- Berat : fragmentasi, kadang-kadang eritrosit difagosit oleh monosit.
- Sindrom Evans : AIHA + trombositopeni
- BMA : hiperplasi eritrosit
- Billirubin total tinggi, terutama bilirubin indirek
- Haptoglobulin menurun, LDH meningkat
- Coombs test positip

Terapi
- Bila hemolisis minimal & Ht stabil observasi
- Bila hemolisis cepat WRC dengan risiko besar
Prednison 60 100 mg / hr oral
- Bila berat metylprednisolon 300 mg / hr iv
Bila Hb stabil, tappering off 15-20 mg / hr oral
Diteruskan 2 3 bulan tappering off

- Splenektomi : bila respon lambat, anemia semakin berat.


- Imunosupresif bila splenektomi dan steroid gagal :
2
Cyclofospamid 60 mg/ m
2
Azathioprine 80 mg / m

Prognosis
- Primer : relaps remisi
Survival 10 tahun 70 %
karena : DVT, emboli paru, infark limpa
- Sekunder : mortalitas 10 30 %
Bila oleh karena infeksi respons steroid baik

11

4
ANEMIA APLASTIK

Gangguan induk hemopoetik


Kegagalan stroma mikroenviromental
Defisiensi growth factor
Supresi sumsum tulang
Etiologi :
- 50 % tidak diketahui
- Obat : kloramfenikol, benzene
- Radiasi, virus
- Kongenital = fanconi

Gejala
- Pansitopenia
- Pemeriksaan fisik : tidak khas hanya oleh karena pansitopenia

Laboratorium
- Pansitopenia
- Retikulosit menurun
- Eritrosit makrositik
- Netrofil absolut menurun

Dianosis
- Pansitopenia
- Retikulosit menurun
- BMP : tidak khas
- BMB : hiposeluler

DD
- PNH
- MDS hipoplastik
- ALL
- Lekemia sel rambut

Anemia aplastik berat


- Hb < 10
- Netrofil < 500
- Trombosit < 20.000
- Retikulosit < 1 %

Perjalanan penyakit : bila tidak diterapi 3 6 bulan bleeding


Infeksi mati
12

Terapi
- Steroid 1 mg/ kg BB/ hr
- Cyclosporin 3 7 mg/kgBB/hr ( 4-6 bln )
- ATG : 1540 mg / kg BB / hr ( 4-10 hr )
- Kombinasi ATG ( anti Tymosid Globulin ) dengan Cyclosporin
- Androgen, hemopoetik growth factor

Anemia yang perlu BMP :


1. Anemia mikrositik yang Fe tinggi untuk mencari sideroblastik Fe,
bila meningkat anemia sideroblastik
2. Anemia normositik yang retikulosit tidak tinggi, tidak ada gangguan
ginjal, hepar, tiroid, dengan Fe normal atau tinggi.

Anemia sideroblastik
Untuk itu perlu
Hb elektroforesis

Fe tinggi
Talasemia

13

5
KASKADE KOAGULASI

14

Proses Fibrinolisis
AKTIVASI INSTRINSIK

AKTIVASI EKSTRINSIK

Aktivator sel Endotel


Faktor XII a
Kellikrein

Aktivator urokinase dan jaringan lain


(fibrin merangsang)

Aktivator
Plasminogen
Fibrin
Plasminogen

Plasmin
Fragmen
Streptokinase

Fragmen
Fragmen

15

6
DEEP VEIN THROMBOSIS (DVT)

Oleh karena ketidakseimbangan antara prokoagulan, inhibitor koagulan &


fibrinolisis.
Patogenesis
1. Perubahan dinding pembuluh darah
2. Perubahan aliran darah
3. Perubahan komposisi darah

Trias Virchow

Faktor risiko :
1. Usia > 40 th
2. Keganasan
3. Kegemukan
4. Operasi > 30 menit, terutama ortopedi
5. Varises vena
6. Riwayat DVT dan Pulmonary Embolism (PE)
7. Imobilisasi/ paralisis
8. Pil KB
9. Hormonal replacement terapi ( HRT )
10. Kehamilan dan nifas (pada kehamilan terjadi hiperkoagulasi,
stasis oleh karena penekanan vena cava inferior oleh uterus,
hipotoni vena oleh karena kadar estrogen yang tinggi)
11. Antibodi antifosfolipid.
12. Genetik: defisiensi inhibitor koagulasi alamiah seperti antitrombin, protein C, protein S.
13. Kelainan dalam plasma yang disertai risiko trombosis: hiperhomosisteinemia, peninggian kadar faktor koagulasi F II, F VIII, F
IX, F XI.
Diagnosis :
Gambaran klinik DVT :
Nyeri daerah betis
Pembengkaan disertai pitting oedema
Pembengkaan hingga di bawah lutut untuk DVT distal, dan sampai
daerah pantat untuk DVT proksimal.

16

Rabaan kulit hangat


Dilatasi vena superfisial
Pada obstruksi berat kulit berwarna sianosis
Pemeriksaan penunjang :
Compression ultrasonografi
D-dimer
Venografi
Pencegahan dengan obat:
Unfractionated heparin (UH)
Low moleculer weight heparin (LMWH)
Anti koagulan oral (coumarin)
Fondaparinux (arixtra) senyawa sintetik, yang spesifik menghambat F Xa
Pencegahan secara mekanik :
Penggunaan kaos elastic yang dapat memberi penekanan
(compression elastic stocking)
Intermiten pneumatic compression tekanan 3540 mmHg
selama 10 detik setiap menitnya.
Mobilisasi awal untuk meningkatkan aliran darah vena pada kondisi
statis.
Terapi :
Unfractionated heparin ( UH ) selama pemberian harus
dimonitor APTT (PTTK), efektif pemberian 5-7 hari. Berfungsi
sebagai inhibitor koagulasi dengan meningkatkan potensi
antitrombin dalam membentuk komplek antitrombin dan faktor
koagulasi yang telah diaktifkan : trombin ( IIa ), F.IXa, Xa, dan XIa.
Targetnya ratio APTT 1,5 2,5.
Low moleculer weight heparin ( LMWH ) selama pemberian
tidak memerlukan monitor APTT. Mempunyai kemampuan
menghambat F Xa lebih besar dibanding hambatannya terhadap
trombin.

17

Coumarin yang paling sering dipakai golongan obat ini adalah


warfarin. Obat ini merupakan antagonis vitamin K, sehingga
mengakibatkan penurunan aktivitas faktor koagulasi yang
tergantung vit K (II, VII, IX, X). Pemberian warfarin bersama
heparin sebagai pengobatan awal selama kurang lebih 5 hari,
selanjutnya bila INR mencapai > 2 heparin dihentikan dan
dilanjutkan warfarin 3 6 bulan dengan target INR 2-3.
Trombolitik (streptokinase, urokinase, tissue plasminogen
activator) bekerja melarutkan trombi. Digunakan terutama bagi
penderita emboli paru yang luas disertai kardiorespirasi dan
mumpunyai risiko perdarahan yang kecil.

Heparinisasi :
Bolus heparin 80 iu / Kg BB iv
Maintenance 18 iu / Kg BB / Jam
monitor PTTK tiap 6 jam dalam 24 jam pertama
Bila PTTK :
< 1,5
X kontrol naik 250 iu / jam
1,5 2,5 X kontrol dosis tetap
> 2,5
X kontrol turun 250 iu / jam
Masukkan 1 vial ( 25000 iu ) heparin dalam D5 % sampai 50 cc
Masukkan dalam siringe pump. ( 1 cc = 500 iu )
Atur dosis sesuai dengan kebutuhan

18

6
HYPERCOAGULABLE STATE

Hypercoagulable state (HS) keadaan ataupun penyakit yang


memungkinkan terjadinya trombosis lebih sering.
Faktor risiko yang umum :
DM
Hipertensi
Dislipidemia
Penyebab / latar belakang keadaan HS :
1. Kongenital ( Trombofilia ) :
Defisiensi antitrombin III ( AT III )
Defisiensi protein C
Defisiensi protein S
Disfibrinogenemia
Kecurigaan adanya trombofilia bila :
a. Trombosis pada usia muda
b. Riwayat keluarga adanya trombosis
c. Trombosis pada tempat yang tidak umum (v. Hepatika,
v. Mesenterika )
d. Trombosis berulang dengan atau tanpa faktor pencetus.
e. Nekrosis kulit yang dipacu oleh warfarin.
2. Didapat / Acquired :
Stasis vena (imobilisasi, kehamilan, gagal jantung kongestif,
obesitas)
Keganasan (tumor ganas ovarium, prostat, adeno Ca paru)
Lupus anticoagulants ( SLE )
Hyperestrogenic states (kehamilan, post partum, terapi hormonal
pada kanker prostat, kontrasepsi oral)
Pengobatan dengan protrombin complex consentrate
Keadaan post operatif
Penyakit myeloproliferatif (polisitemia vera, tromositosis esensial,
CML, idiopatik myelofibrosis)
19

20

PNH
Dislipidemia
DM
Homocysteinuria
Hyperviscosity syndrome
Sikle cell anemia
Nephrotic syndrome

7
ANTI PHOSPOLIPID SYNDROME (APS)

Kumpulan gejala akibat trombosis arteri dan atau vena dari satu atau
lebih organ tubuh pada penderita dengan antibodi antiphospolipid kadar
sedang sampai tinggi.
Antibodi antiphospolipid ada tiga, yaitu:
a. Antikoaggulan Lupus (LA), imunoglobulin yang diarahkan
terhadap protein plasma (protrombin atau Annexin V).
b. antibodi antikardiolipin (ACA) atau antibodi terhadap fosfolipid
bermuatan negatif lainnya (seperti: fosfatidilserin, fosfatidilinositol, asam fosfatidik, fosfatidilgliserol).
c. Antibodi anti-2 glycoprotein I (anti-2GPI), mengenali protein
plasma yang dikenal sebagai apolipoprotein H atau beta2glycoprotein I dan memiliki spesifisitas yang lebih tinggi dari
ACL untuk trombosis

Patogenesis :
Ada beberapa mekanisme untuk menjelaskan trombosis pada APS :
1. Antikoagulan protein C tidak efektif :
Protein C adalah antikoagulan alamiah yang terdapat di dalam
tubuh. Trombin dan trombomodulin mengaktifkan protein C
menjadi protein C aktif dan menghancurkan F Va, F. VIIIa. Pada
APS, ACA menghambat konversi Protein C menjadi protein C
aktif sehingga penghancuran F.Va dan F.VIIIa berkurang.
ACA menghambat aktifitas trombin sehingga trombomodulin
bersama trombin kurang mengaktifkan protein C.
2. Meningkatnya aktivasi trombosit
Interaksi ACA dengan fospolipid membran trombosit
menyebabkan aktivasi trombosit.
ACA menurunkan sintesis prostasiklin di endotel sehingga
prostasiklin sebagai anti agregasi menurun.

21

3. Gangguan fibrinolisis ACA meningkatkan PAI-1 di dalam


darah sehingga plasminogen yang dikonversi menjadi plasmin
berkurang.
4. Mengaktifkan koagulasi ACA meningkatkan sintesis faktor
jaringan ( tissue factor ) oleh endotel sehingga aktifasi koagulasi
melalui jalur ektrinsik meningkat.

Gambar 1 . Mekanisme patogenik antibodi anti-fosfolipid


(Tektonidou et al., 2000)

Gejala klinis :
Migrain berulang
Gangguan penglihatan
Disartia
DVT
Keguguran berulang
Gagal katub jantung yang akut
Trombositopenia
Stroke
Trombosis tersebar luas
pada APS trombosis dapat terjadi pada arteri maupun vena.
Berbeda dengan trombosis karena ganguan hiperkoagubilitas yang
terutama mengenai vena. APS semua pembuluh darah dan semua
ukuran dapat terkena mulai dari aorta sampai arteiole.

22

Manifestasi APS pada neurologi :


Serebral iskemik attack ( TIA )
Migrain
Stroke
Guillan barre syndrome
Manifestasi APS pada mata :
Oklusi arteri dan vena retina.
Neuritis optikus
Manifestasi APS pada obstetri :
Abortus berulang
Diagnosis :
Kreteria klinis :
1.Trombosis pembuluh darah satu atau lebih episode :
Arteri atau
Vena atau
Pembuluh darah kecil
2. Morbiditas kehamilan
Tiga atau lebih keguguran berurutan yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya seperti kelainan anatomis, genetik,
hormonal
Satu atau lebih kematian fetus dengan morfologi normal
Satu atau lebih kelahiran prematur, morfologi normal, atau
sebelum 34 minggu kehamilan disertai preeklamsi berat atau
insufisiensi plasenta.
Kreteria laboratorium :
1. antikardiolipin antibodi ditemukan IgG dan atau IgM dengan
titer sedang atau tinggi yang diperiksa sebanyak 2 kali atau lebih
dalam jarak 6 minggu atau lebih
2. lupus antikoagulan positif dalam 2 kali atau lebih pemeriksaan
dalam jangka waktu 6 minggu atau lebih.
Diagnosis APS ditegakkan bila dipenuhi satu kreteria klinis dan satu
kreteria lab.

23

Terapi :
Antikoagulan dan anti agregasi trombosit
1. Antikoagulan yang dipakai :
Heparin 2 x 5000 IU dengan target ratio aPTT 1,52 atau
LMWH dengan dosis sesuai berat badan:
Berat badan

dosis

< 50 kg

0,3 mL

5060 kg

0,4 mL

> 60 kg

0,6 mL

2. Anti agregasi trombosit :


Aspirin atau
Ticlopidin atau
Clopidogrel

24

8
DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION (DIC)

Syndrome yang ditandai dengan aktivasi koagulasi pada


intravaskuler disertai deposisi dari fibrin di dalam mikrovaskuler
menyebabkan iskemik jaringan infark MOF ( multi organ failure )
Penggunaan faktor pembekuan darah dan trombosit secara difus untuk
membentuk trombin menyebabkan diatesa hemoragik dan perdarahan.

Penggunaan faktor
koagulasi dan platelet

Bleeding

Aktifasi koagulasi
Deposisi fibrin

Mikrovaskuler trombosis
pada organ organ yang
bervariasi

MOF

Penyebab :
1. Infeksi : gram positip, gram negatip, jamur, parasit, virus, TB millier
2. Pelepasan faktor jaringan dari :
a. Malignansi, komplikasi obstetrik, eklamsi, preeklamsi
b. Trauma, kecelakaan, kebakaran
c. Aneurisma aorta
d. Sengatan bintang
Gambaran klinik
Akut oleh karena endotoksin, trauma, emboli amnion ditandai
dengan hipotensi dan syok.
Kronik oleh karena keganasan (sering pada paru, prostat,
payudara, kolorektal ), kematian janin.

25

Patofisiologi : disregulasi mekanisme hemostatik.


1. Aktivasi berlebihan sistem koagulasi
2. Penurunan regulasi antikoagulan ( ATIII, Protein C, TFP 1 )
3. Pengahambatan fibrinolisis
Perjalanan kinis : Akut dan kronik
Trombosis
APTT dan PT
Fibrinogen
FDP
Koagulation inhibitor
Plasminogen
t-PA
PA-i
Anemia
homeostasis

Akut
turun
memanjang
turun
naik
turun
turun
naik
naik
+

Kronik
turun
bervariasi
bervariasi
naik
turun
turun
turun
naik
+
Trombosis (+)

Kriteria minimal :
perdarahan atau dan tromboemboli
trombositopenia dan sel burr atau D-dimer (+)
Skor Koagulasi :

Trombosit
D-dimer
PT memanjang
Kadar fibrinogen
Katagori

26

0
< 100.000
< 500
< 3 dtk
> 100
5 overt DIC

SKOR
1
100.000- 50.000
500 - 1000
4 6 dtk
< 100
< 5 not overt DIC ,
ulang 1-2 hr

2
< 50.000
> 1000
> 6 dtk

Pengobatan:
Akut
Antibiotik untuk sepsis
Volume expander untuk syok
Evakuasi uterus untuk gangguan
obstetri
Cryoprecipitas untuk hipofibrinogenemia
Tranfusi trombosit

Kronik
Evakuasi uterus pada janin mati
Heparin untuk DIC (DVT dan TP)
Penyebab diterapi (kebanyakan
kanker)

27

9
TRANSFUSI DARAH

Syarat untuk menjadi donor :


1. Sehat, BB > 45 Kg ( wanita ), 50 kg ( laki )
2. Hb minimal 12 Gr %
3. Tekanan Darah sistol 100-180 mmHg, diastol 50-100 mmHg
4. Tidak hamil, tidak menstruasi
5. Tidak Hepatitis, HIV
6. usia 18 60 th
pengambilan darah tiap 3 bulan atau maksimum 5 kali/tahun
Cross match ( uji silang )
Minor
: serum donor, eritrosit resipien
Mayor
: eritrosit donor, serum resipien

Inkubasi suhu kamar


45 menit

+
Serum pasien

Sel donor 3-5%


Gambar Cross match mayor

28

Direk coombs positip dan atau cross match mayor positip jangan
transfusi
Indirek positip dan atau minor positip bila keadaan life saving
(Hb <5) silahkan transfusi dengan WRC.
Kalau transfusi awal setiap 2 liter kasih Ca glukonas. Kalau transfusi
berulang setiap 1 liter.
Pada pasien sirosis hati yang mengalami hematemesis melena lebih
baik diberi transfusi komponen sebab restriksi volume. Bila ada
gangguan koagulasi lebih baik diberi PRC + FFP.

10
MULTIPLE MYELOMA

Kebanyakan pada usia tua, laki > wanita


Gejala klinik :
1. Nyeri tulang terutama punggung dan dada, fraktur patologis.
2. Anemia normokrom normositer (lemah , lesu, mudah capai,
pucat, sesak nafas, takikardia)
3. Akiabat lesi tulang hiperkalsemia dan osteoporosis.
Hiperkalsemia akan menimbulkan gejala kelemahan, malas,
rasa ingin tidur, cemas dan kalut.
4. Bila fraktur terjadi di tulang belakang kompresi medula
spinalis akan menimbulkan nyeri radikuler, neuropati,
tetraparese, tetraplegi.
5. Bila terjadi Hiperviskositet nyeri kepala, gangguan
penglihatan, retinopati, dan rasa kelelahan.
6. Funduskopi perdarahan retina, distensi vena retina.
Laboratorium :
1. Anemia normokrom, normositer
2. GDT : rouleaux formation eritrosit.
3. SPE hipergammaglobulinemia
4. Didapatkan protein monoklonal (protein M) dalam serum maupun
urin.
5. Kreatinin meningkat
6. Hiperkalsemia
7. Limfosit T helper menurun, dan limfosit T supresor meningkat.
8. BMP : sel plasma > 10 %, dan ditemukan bentuk abnormal sel
plasma ( inti ganda, flaming, besar, inti piknotik )
9. Terdapat kelainan kromosom 14 yaitu 4q+.
10. Pemeriksaan radiologik : adanya lesi litik, yang klasik yaitu
punched out dari tulang tengkorak.

29

Diagnosis :
Yang klasik terdapat adanya trias gejala dari MM :
1. Plasmasitosis dalam sum tul > 10 %
2. Lesi litik pada tulang
3. Komponen protein M dalam serum atau urine.
Diagnosis MM didasarkan pada kriteria mayor dan minor.
Kriteia mayor :
1. Diagnosis histologik plasmasitoma.
2. Plasmasitosis dalam sum tul > 30 %
3. Protein M serum (IgG > 3,5 gr/100mL, IgA > 2 gr/100mL) dan
atau dalam urin ( atau chain 1 gr/ 24 jam).
Kriteria minor :
a. Plasmasitosis dalam sumsum tulang antara 10-30 %
b. Protein M kurang dari yang tertera pada kriteria mayor point 3.
c. Lesi osteolitik.
d. IgM < 50 mg/100 mL, IgA < 100 mL atau IgG < 600 mg/100 mL
Diagnosis MM sekurang-kurangnya satu kriteria mayor dan satu kriteria
minor atau 3 kriteia minor dan harus termasuk ( a ) dan ( b ).
Diagnosis banding :
1. MM
2. Bentuk varian MM ( Smodering MM, Lekemia sel plasma, Non
secretory myeloma )
3. Penyakit limfoproliferatif malignan
4. Heavy chain disease ( HCD )
5. Amiloidosis
Terapi :
1. Melphalan 0,15 mg / kg BB hari 1 4
2. Prednison 20 mg 3 x per hari selama 7 hari diulang setiap
minggu

30

Penanganan komplikasi :
1. Hipercalsemia pemberian cairan NaCl isotonik, dan prednison
25 mg 4 x sehari. Bila tidak membaik diberi pamidronate
disodium atau etidronat disodium atau galium nitrat.
2. Hiperviskositas plasmapharesis

CERABI: C = Calcium (elevated), R = Renal failure, A = Anemia, B = Bone


lesions, I = Infections

31

11
PERSIAPAN KEMOTERAPI

Performance status
WHO : grade 0 4
Karnofsky : 100 % - 10 %
sitostatika diberikan bila Performance status
indeks Karnofsky 70 %
Status kebugaran (Performance Status)
Oncology Group (ECOG) score

WHO 2 dan

Eastern Cooperative

Definisi menurut WHO :


Performance
Aktifitas fisik normal, tidak ada keluhan
Keluhan ringan, aktifitas fisik sedikit menurun,
mampu melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari ,
berobat halan
Tidak dapat bekerja mampu melaksanakan sebagian
aktifitas sehari-hari, kadang membutuhkan bantuan,
berbaring di tempat tidur < 50 % dari waktu dalam
sehari
Tidak mampu merawat diri sendiri, membutuhkan
bantuan secara terus menerus atau perawatan di
rumah sakit, penyakit memburuk dengan cepat,
berbaring di tempat tidur > 50 % dari waktu dalam
sehari.
Berbaring di tempat tidur perlu perawatan suportif
aktif
Meninggal

32

Tingkat
/ Grade
0
1

4
5

Skala Karnofsky :

Performance
Aktifitas fisik normal, tidak ada keluhan, tidak ada
tanda-tanda penyakit
Keluhan dan gejala penyakit ringan, mampu
melaksanakan aktifitas normal
Terdapat beberapa keluhan dan gejala bila dengan
usaha, aktifitas sehari-hari menurun
Tidak mampu melaksanankan aktifitas normal atau
bekerja aktif, dapat merawat diri sendiri.
Kadang membutuhkan bantuan, tetapi dapat
melakukan sebagian besar keperluan pribadi
( personal )
Memerlukan banyak bantuan dan perawatan,
sering memerlukan bantuan medik.
Tidak mampu merawat diri sendiri, perlu perawatan
dan bantuan.
Terdapat ketidakmampuan yang berat, indikasi
rawat rumah sakit, perlu perawatan aktif
Sakit berat, perlu perawatan di rumah sakit,
memerlukan terapi suportif aktif
Penderita dalam proses meninggal

Indeks
100 %
90 %
80 %
70 %
60 %

50 %
40 %
30 %
20 %
10 %

Evaluasi penderita sebelum pemberian kemoterapi


Laboratorium :
Darah lengkap (Hb, Ht, MCV, MCH, hitung lekosit, granulosit,
trombosit)
Granulositopeni : risiko infeksi
Trombositopeni : perdarahan spontan (otak fatal)
Fungsi ginjal
Fungsi hepar
Pemeriksaan sistem :
Fungsi kardiovaskuler
Fungsi respirasi
Kesehatan mulut dan gigi
Fungsi gastrointestinal

Syarat Kemoterapi :
Hb
: 11 gr %
Lekosit
: 4000 mm3
Trombosit
: 100 ribu / mm3
Albumin
: 2,5 mg/dL

33

Fungsi syaraf
Evaluasi psikologik & sosial :
Inform consent
Rasa cemas, takut
Depresi
Toksisitas sitostatika terhadap organ
Nama obat
Methotrexate
Daunorubicin
Doxorubicin
Paclitaxel
Docetaxel
Busulfan
Cisplatin
Carboplatin
Ifosfamide
Bleomicin
Cyclophospamide
Idarubicin
Mitoxanthrone

Hepar

Ginjal

Paru

Jantung

Efek samping kemoterapi :


1. Reaksi cepat (dalam beberapa menit) : Syok anafilaktik, aritmia
jantung.
2. Reaksi awal (dalam beberapa jam) : reaksi hipersensitifitas, mual
muntah.
3. Reaksi sedang (beberapa hari) : depresi sumsum tulang,
stomatitis, diare, alopecia.
4. Reaksi lambat (beberapa bulan) : hiperpigmentasi kulit, gangguan
fungsi jantung, paru, liver, ginjal, reproduksi.

Kontra indikasi kemoterapi :


1. Absolut
Penyakit stadium terminal
Kehamilan trimester pertama
Septikemia
34

Koma

2. Relatif

Bayi umur < 3 bulan


Usia lanjut
Performance status < 40 %
Gagal organ berat

35

12
LYMPHOMES MALINS NON HODGKINIENS (LMNH)

(Malignant Non-Hodgkins Lymphoma)


Definisi
Keganasan primer limfosit yang berasal dari limfosit B, T, dan dari
sel NK dalam sistem limfe yang sangat heterogen baik tipe histologis,
gejala, perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan maupun
prognosis.
Etiologi : sebagian besar tidak diketahui
Faktor resiko :
Imunodefisiensi
Agen infeksius
Paparan lingkungan dan pekerjaan.
Diet dan paparan lainnya
Klasifikasi :
Neoplasma sel B
1. Neoplasma sel B prekursor ( B - ALL, LBL )
2. Neoplasma sel B perifer
Neoplasma sel T dan NK sel
1. Neoplasma sel T prekursor ( T ALL, LBL )
2. Neoplasma sel T perifer
Pendekatan diagnostik :
1. Anamnesis :
Umum :
Pembesaran kelenjar getah bening atau malaise umum
Berat badan menurun 10 % dalam waktu 6 bulan
0
Demam tinggi 38 C seminggu tanpa sebab
Keringat malam
Keluhan anemia
Keluhan organ ( misal lambung, nasofaring )
Penggunaan obat ( diphantoine )
36

Khusus :
Penyakit autoimun ( SLE, Sjogren, rheuma )
Kelainan darah
Penyakit infeksi ( Toxoplasma, Mononukleosis, TBC, sifilis )

2. Pemeriksaan fisik :
Pembesaran KGB
Kelainan / pembesaran organ
Performance status : ECOG atau WHO / Karnofsky
3. Pemeriksaan diagnostik :
a. Laboratorium
Rutin / standar :
Hematologi : darah rutin lengkap, GDT
Analisis urin : urin lengkap
Kimia klinik : SGOT, SGPT, LDH, Prot total, Albumin,
globulin, asam urat, alkali fosfatase, gula darah, elektrolit.
Khusus: gamma GT, kolinesterase, LDH/fraksi, SPE, Imunoelektroforeses, tes Coomb, 2 mikroglobulin
b. Biopsi : cukup dilakukan pada 1 kelenjar yang representatif,
superfisial, dan perifer.
c. BMP dan BMB
d. Radiologi : foto thorax, USG seluruh abdomen, CT scan thorax dan
abdomen
e. Konsultasi THT
f. Pungsi cairan tubuh lain : cairan pleura, acites, LCS sitologi
g. Immunophenotyping
h. Konsultasi jantung (ECHO) bila merencanakan memberikan
doxorubicin.

37

4. Stadium penyakit
Stadium Keterangan
I
Pembesaran KGB hanya 1 regio
I E : jika hanya terkena 1 organ ekstra limfatik tidak
difus / batas tegas
II
Pembesaran 2 regio KGB atau lebih, tetapi masih
satu sisi diafragma :
II 2 : pemebsaran 2 regio KGB dalam 1 sisi diafragma
II 3 : pembesaran 3 regio KGB dalam 1 sisi diafragma
II E : pembesaran 1 regio atau lebih KGB dalam 1 sisi
diafragma dan 1 organ ekstra limfatik tidak difus /
batas tegas
III
Pembesaran KGB di 2 sisi diafragma
IV
Jika mengenai 1 organ ekstra limfatik atau lebih tetapi
secara difus.
5. Prognostik
LMNH indolen : prognostik relati baik, median survival 10 th.
LMNH agresif : lebih mudah disembuhkan dengan sitostatika
intensif
6. Terapi :
Stadium I, II radioterapi 2500 4000 cGy
Standar pilihan terapi :
1. Irradiasi
2. Kemoterapi + radiasi
3. Extended ( regional ) irradiasi
4. Kemoterapi saja
5. Subtotal / total irradiasi
Stadium II, III, dan IV
Standar pilihan terapi :
1. Tanpa terapi
2. Rituximab
3. Purine nucleoside analogs
4. Ankilating agent oral ( siklofospamid, chlorambucyl )
5. Kemoterapi kombinasi
6. Antibodi monoklonal radioaktif.
7. Kemoterapi intensif
8. IFN-
9. Radioterapi paliatif
38

13
LEUKEMIA AKUT

Leukemia akut adalah penyakit yang ditandai adanya infiltrasi sel ganas
dari sistem hematopoetik ke sumsum tulang, darah, hepar, lien, otak,
kulit, testis.
Pada dewasa prognosisnya jelek karena :
pada dewasa merupakan kelainan sel induk sehingga, kemoterapi
tidak menyembuhkan
Merupakan leukemia sekunder berasal dari pre lekemi/MDS/
lekemi post kemoterapi dari keganasan lain.
Cadangan sumsum tulang relatif sedikit.
Epidemiologi:
Paling sering pada anak, AML - dewasa
laki : wanita = 1,4:1
Patogenesis
Adanya perubahan susunan molekul DNA sel hematopoetik
transformasi maligna proliferasi klonal abnormal sel induk/progenitor
Etiologi
1. Radiasi - kejadian lekemi akut setelah 1,5 tahun (puncaknya 6-7
tahun)
2. Riwayat kontak dengan insektisida/cat
3. Obat-obatan : mephalan, busulfan, cyclofosfamid, clorampenicol,
clorambucyl
4. Genetik
5. Virus HTLV
Klasifikasi berdasarkan :
1. morfologi FAB ( AML : M1,M2,M3,M4,M5,M6/M7; all : L1,L2.L3)
2. pengecatan sitokimia
3. sifat imunologik/fenotip
4. sitogenetik

39

Gambaran klinik
1. Gejala non spesifik seperti rasa lelah, lemah, anoreksia
2. Gejala 3 bulan muncul sebelum diagnosa ditegakkan pada 50%
pasien
Keluhan dan tanda
1. Akibat kegagalan sumsum tulang
Anemia
Neutropenia
Trombositopeni perdarahan spontan, purpura hematom, GIT
bleeding, DIC sering pada M3
2. Akibat infiltrasi ke organ
Nyeri tulang- terutama pada anak
Organomegali : adenopati, hepatomegali, splenomegali (terutama
LLA)
Sindroma meningeal : nyeri kepala, mual, muntah, mata kabur,
edema papil, perdarahan retina( sering ditemukanpad LLA,M4,M5)
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah
Anemia (NN) akibat eritropoesis yg menurun, survival eritrosit
yg menurun/ destruksi maupun akibat kehilangan darah
Leukositosis, bisa normal/ turun.
GDT :Ditemukan sel blast ( pada 95% penderita), batang auer,
promielosit, mielosit, neutrofil agranuler, eritroblast dalam
jumlah banyak (M6)
Trombositopeni
Faal koagulasi DIC : sering pada M3
Kimia klinik; peningkatan asam urat, LDH, ca
2. Sumsum tulang
Hiperseluler dengan proliferasi sel blast 50-75%. Aspirasi
sumsum tulang pada ALL kadang sulit karena meningkatnya
serabut retikulin.
Khas pada M7: pansitopenia mendadak dan adanya fibrosis
sumsum tulang.
Foto Rontgent: dapat ditemukan proses litik tulang (terutama pada ALL
anak), massa mediastinum (pembesaran thymus/kel mediastinum)
40

Membedakan LMA/ALL
1. Pada sebagian besar kasus,dengan gambaran klinik,
pengecatan darah rutin untuk melihat morfologi sudah dapat
membedakan LMA/ALL
2. Pada sebagian kecil kasus, masih sulit dibedakan sehingga perlu
pemeriksaan sitokimia (sudan black, mieloperoksidase, esterase,
PAS, acid fosfatase, pemeriksaan marker imunologik, pemeriksaan kromosom)
Terapi Leukemia akut :
1. induksi remisi: tujuan untuk menurunkan massa sel lekemi lebih
9
10
rendah dari 10 10 sel
Kriteria remisi sempurna :
- blast di sumsum tulang < 5 %
- tidak ditemukan sel lekemi dlm drh tepi/ hitung drh tepi N
- tidak ditemukan gejala klinik adanya keterlibatan
ekstrameduler
2. Kemoterapi intensif
Diberikan segera setelah induksi remisi, disebut sebagai terapi
intensifikasi dini= konsolidasi
3. Maintenance kemoterapi
Dengan diberikan dosis rendah yang diberikan selama beberapa
tahun.

I. ALL
Onset : mendadak
Symptom dalam hari-minggu
Banyak terdapat pada anak-anak
50% anak mengalami remisi komplit dalam 5 tahun dari diagnosis
70-80% anak dengan ALL mempunyai survival > 5 tahun dan tidak
terjadi rekurensi
Gejala :
Keluhan perdarahan, sering pertama-tama dikeluhkan
Letargi, malaise
BB turun
Hipertrofoi gusi (bisa pada AML) : terjadi jika ada infiltrasi ke gusi.
Demam
41

Nyeri tulang :jika terjadi infiltrasi ke tulang dapat


menyebabkan fraktur patologis
Atralgia
Lympadenopati, splenomegali, hepatomegali. Ini lebih sering terjadi
pada AML, pada ALL
Keluhan nyeri pada organ karena adanya peregangan kapsul
organ tersebut.
Limpadenopati dapat menyebabkan edema lokal.
Ro thorax, pembesaran tymus 10-15% pada dewasa
ALL dapat mengenai CNS, tapi manefestasi klinis jarang
terdiagnosa.
Nyeri kepala dan papil edema karena adanya infiltrasi
meningeal dan obstruksi cairan cerebrospinal.
Laboratorium
BMP/BMB sebagai gold standard
Klasifikasi menurut FAB
L1 : - jumlah >80 % small cell leukemia pada anak-anak
- ukuran sering heterogen, membran inti reguler
- 1 membran nukleolus
L2: - Sebagian besar pada dewasa
- ukuran lebih besar dan heterogen
- ratio N/S lebih kecil
- 1 nukleolus
L3: kurang umum, 3-4% pada anak.
Lebih umum yaitu :
BURKIT LEUKEMIA
- inti besar
- homogen
- sitoplasma basofil. Vacuola >>

42

Faktor prognosis leukemia


1. Golongan risiko rendah
Lama mencapai remisi sempurna < 4 minggu
Umur < 35 th
Hitung leukosit < 30X 109 / lebih
Imunologik : common/sel T
2. Golongan resiko rendah
Lama mencapai remisi > 4 mgg
Umur > 35 th
Hitung leukosit > 30X 109
Imunologik : null ALL

43

14
CHRONIC MYELOGENOUS (or myeloid) LEUKEMIA (CML)

20 % dari seluruh leukemia lebih-lebih pada usia pertengahan,


jarang pada anak-anak.
Karena translokasi kromosom 9-22 Philadelphia chromosome.
Hiperplasi pada seluruh stage pada maturasi sumsum tulang oleh
karena kombinasi ekspansi stem sel dan perlambatan siklus sel,
maturasi, pembagian, dan waktu transit.
Rata-rata half life granulosit di dalam darah pasien CML, 5-10 kali
lebih lama dibanding normal, turn over rate meningkat 10 kali lipat
Gejala klinis :
Gejala awal : malaise, fatigue, BB menurun, upper abdominal
discomfort.
Pemeriksaan Fisik
Splenomegali bila progresif splenomegali progresif (dimana
splenomegali berhubungan dengan jumlah leukosit).
Hepatomegali jarang.
Jika ada Pembesaran limfononoduli lebih mengarah ke arah
transformasi akut.
Langkah-langkah diagnostik
1. CBC : sangat khas tapi bukan diagnostik pasti.
DD : leukomoid reaksi oleh karena infeksi, myelofibrosis
Anemia normokrom normositer ringan, bila berat itu akan
seiring peningkatan lekosit.
Peningkatan lekosit ini terjadi secara graduil jumlahnya
20.000 500.000
Trombosit bisa normal atau meningkat ringan.
2. Gambaran darah tepi :
Seri granulosit seluruh spektrum ada dengan predominan
granulosit matur dan metamyeolosit.
Khas : akan dijumpai peningkatan eosinofil dan basofil. Inilah
yang membedakan reaksi lekemoid.
44

Promyelosit dan myeloblast tdk akan lebih 10 %


Kadang-kadang ditemukan eritrosit berinti
3. sumsum tulang :
Hiperseluler dengan peningkatan ME ratio.
Prekursor eritroid menurun
Megakariosit meningkat, berkorelasi dengan derajad
myelofibrosis
Terdapat gambaran displasia
Myelofibrosis ringan, bila berat prognosis buruk, sebab
berhubungan dengan fase akselerasi atau krisis blast.
Indikasi pemeriksaan sumtul hanya untuk memeriksa
kromosom Philadelphia, dan evaluasi derajad fibrosis sumtul
untuk prognostik.
4. Pemeriksaan lain :
a. Lekosit alkalin fosfatase
Tes konfirmasi CML
0 / < 10 , dan bila meningkat reaksi lekemoid, polisitemia
vera, myelofibrosis dengan metaplasi myeloid
bila normal atau meningkat infeksi, hamil, post splenektomi,
saat fase akselerasi
b. Cytogenetik
Philadelphia chromosome, oleh karena mutasi somatik
akuisitik dari stem cell granulosit, megakariosit, erytroid dan
monosit
Kromosom ini ada sepanjang perjalanan penyakit
Ada pada >95% pasien CML baik fase remisi atau relaps
Pada fase akselerasi / blast sering muncul tambahan
abnormalitas kromosom lain
hanya sedikit pasien CML yang tanpa kromosom ini.
c. TdT(Terminal deoxynucleotydil Transferase)
Petanda adanya early lymphoid cell
Hampir 30% pasien CML dengan krisis blast: TdT positip
Materi aspirasi / biopsi sumsum tulang, darah tepi dengan
jumlah blast yang adekuat.

45

Kondisi-kondisi khusus
1. CML jarang fulminan, bila fulminan: transformasi akut
2. Akselerasi & krisis biasanya oleh karena maturasi blok
3. Akselerasi:
Peningkatan basofilik dan penambahan kromosom
abnormal, myielofibrosis
Ditandai dengan malaise,fatique,anoreksia, weight Loss,
limfadenopati(biopsi; predominan blast)
Penurunan trombosit, anemia menjadi berat
Krisis:
60% predominan blast granulocytic
30% predominan lymphobast
Sisanya monoblast,erytroblast
Adanya tipe-tipe balst tidak berpengaruh terhadap terapi,kecuali
tipe lymphoid blast di mana TdT positip oleh karena dapat diterapi
seperti ALL
Pada krisis lymphoblast krisis: lymphoblast berlebihan, TdT
positip, CALLA Antigen positip.
Atypical CML:
5-10% Ph CHr
Biasanya pada usia tua, insiden anemia> tinggi, tombositopeni,
monositosis blast lebih banyak pada sumsum tulang, megakariosit
menurun, basofilia menurun
Poor prognosis (14 bulan)
Komplikasi:
Infeksi bakteri/virus
Diatesa hemoragikinfark limpa
Gout dan urat nefropati oleh karena hiperurisemi
Terapi:
Indikasi terapi:
1. Anemia
2. Keluhan ok splenomegali
3. Penurunan BB
4. Nyeri tulang dan perdarahan

46

1. Hydroxyurea:
Dosis: 20-50 mg/kg BB/hr
Target jumlah lekosit : 5000
2.Busulfan(Myleran):
Dosis: 8 mg/hr
Target jumlah lekosit 20000
3.Radioterapi
Dosis:75-100 rad , 3 kali seminggu, sampai dosis total 500-800
rad
4.TST:
Pilihan utama, untuk usia < 40 tahun

Prognosis:
Bila dikemoterapi:3-5 tahun, bila TST: bisa sampai 10 tahun

47

15
DEMAM NETROPENI

Difinisi:
Netropeni: hitung netrofil <500/L (segmen dan batang) atau
<1000 /L dengan prediksi penurunan sampai 500 /L dalam dua
hari.
Febris : t 38,3C sekali, atau
t 38C dua kali, bertahan selama paling tidak 1 jam atau diukur
dua kali dalam 12 jam
Kelompok risiko:
Risiko rendah : durasi netropeni 5 hari tanpa faktor risiko tinggi
Risiko sedang : durasi netropeni 6-9 hari
Risiko tinggi : durasi netropeni 10 hari
Diagnostik:
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Perubahan kulit atau mukosa, tempat akses vena / suntikan,
saluran napas atas dan bawah, traktus urogenital, regio abdomen
dan perianal
(Pemeriksaan pada tempat-tempat di atas harus dilakukan setiap
hari apabila dijumpai demam)
Monitoring tekanan darah, nadi, dan frekwensi napas, x-foto thorak
dua posisi, pemeriksaan pencitraan lain yang mendukung seperti
CTScan atau MRI
Diagnosis Mikrobiologik
Paling tidak dua sampel darah tepi vena untuk kultur (aerob/
anaerob)
Kultur urin, kultur feses, swab luka, kultur cairan, material pungsi
Diagnosis Kimia-Klinik
Hb, lekosit, trombosit, diff. count, SGOT, SGPT, LDH, alkali
phospatase, -GT, bilirubin, Ureum, kreatinin, natrium, kalium,
asam urat,
Quicks test, PTT, CRP
Diagnosis setelah 72-96 jam terapi tidak ada respon
48

Diulangi seperti di atas, x foto thorak, bila negatif lakukan CT


Scan paru,
USG abdomen.

Indikasi Terapi Antibiotik:


a. Febris Febris : t 38,3C sekali, atau t 38C dua kali, bertahan
selama paling tidak 1 jam atau diukur dua kali dalam 12 jam dan
netropeni <500/L atau <1000/L bila diduga akan terjadi
penurunan sampai <500/L.
Pengecualian: febris dengan penyebab non infeksi
b. Tanda infeksi pada netropeni afebril: simptom atau bukti adanya
infeksi atau diagnosis klinik sindroma sepsis atau syok septik
Gambar algoritme penanganan febrile netropenia (IDSA Guideline 2002 )
Demam ( temperature > 38, 3 0 C ) + Netropenia ( < 500 / mmk )
Resiko tinggi

Resiko rendah
Oral

Ciprofloxacin
+
Amoxicillin clavulanat

IV

Vancomicin tidak
dibutuhkan

Monoterapi

Dua obat

Cefepim
Ceftazidine
carbapenem

Aminoglikosida
+
Antipseudomon
as penicillin
Cefepim
Ceftazidine
carbapenem

Vancomicin

Vancomicin
+
Cefepim
Ceftazidine, atau
carbapenem
+/aminoglikosida

Pengkajian ulang sesudah 3 5 hari

49

Lama
Lamaterapi
terapiantibiotik
antibiotik

Tidak
Tidakdemam
demamdlm
dlm3-5
3-5hr
hr
3
ANC
ANC500/mm
500/mm3
selama
selama22hrhr
berturut-turut
berturut-turut

Demam
Demampersisten
persisten

3
ANC
ANC<<500/mm
500/mm3

Antibiotik
Antibiotikdihentikan
dihentikan Resiko rendah
Resiko rendah
48
48jam
jamssd
ssdtdk
tdk
Klinik
demam
+
Klinikbaik
baik
demam +
3
ANC500/mm
3
ANC500/mm

Hentikan
Hentikan5-7
5-7hrhr
bebas
bebasdemam
demam

Resiko
Resikotinggi
tinggi
-ANC<100/mm3
-ANC<100/mm3
-Mukositis
-Mukositis
-Klinis
-Klinistak
takstabil
stabil

Lanjutkan
Lanjutkan
antibiotik
antibiotik

3
ANC
ANC500/mm
500/mm3

3
ANC
ANC<500/mm
<500/mm3

Hentikan
Hentikan4-5
4-5hrhrssd
ssd
3
ANC
ANC>500/mm
>500/mm3

Pekajian
Pekajianulang
ulang

Lanjutkan
Lanjutkan
selama
selama22
minggu
minggu
Pekajian
Pekajianulang
ulang

Hentikan
Hentikanjkjkkondisi
kondisistabil
stabil
&tak
&takada
adainfeksi
infeksi

Bagan penggunaan antibiotik untuk beberapa kondisi (IDSA Guidelines 2002)

50

16
MYELOPROLIFERATIF DISORDER
Adalah kelompok penyakit kronik yang ditandai oleh proliferasi satu
atau lebih klon sel hematologi.
Myeloproliferatif Disorder terdiri dari:
1. CML
2. Polisitemia vera
3. Trombositosis esensial
4. Mielofibrosis idiopatik kronik/netrophilik kronik
1) Polisitemia Verae
kriteria diagnosa :
a) Volume eritrosit > 36 cc/kgbb laki-laki
> 32 cc/kgbb wanita
b) SaO2 >92%
c) Kadar eritropoiten serum sangat rendah/kosong
Pemeriksaan konfirmasi
a) Splenomegali ( > 50% kasus)
b) trombosirtosis > 400.000; lekosit > 12.000
c) Gambaran klinik : - hematokrit > 51 %- laki;
> 48 % - wanita
d) indikator paling baik adalah Hb, jika eritrosit tidak naik, tetapi ht
naik apparent polisitemia
Manifestasi klinik:
TIA, stroke, iskemi jantung, nyeri kepala, mental clouding, facial
phletora, pruritus, perdarahan.gout.
Terapi:
1. Plebotomi. target : Ht < 40 % - perempuan
Ht < 45 % - laki-laki
Komplikasi :
tombositosis berat.
defisiensi Fe kronik: stomatitis, angulitis, kelemahan otot,
glositis, pica, trombohaemorhage
2. Hydroxyurea sering dikombinasi dengan plebotomi.
3. IFN- (mengontrol indeks eritrosit 6 12 bln)
4. Cllorambucyl/busulfan
51

2. CML - see page about CML


3.Trombositosis essensial
Ditandai dengan:
Trombosit > 600.000
Hb < 13 gr %
Gambaran sumsum tulang: hiperplasi megakariositik
Massa eritrosit meningkat
Kadar Fe normal
Tidak ada kelainan yang mendasari trombositosis reaktif;
misalnya : reaktif trombositositosis, pembedahan, infeksi,
defisiensi Fe, keganasan.
Tidak ada krom Philadelphia
Trombositosis essensial dapat bertransformasi menjadi
leukemia akut/mielofibrosis.
Terapi
a. Hydroksiurea: untuk mempertahankan jumlah trombosit
< 600.000
Dosis 10-30 mg/kg BB diberikan dalam dosis terbagi.
b. Anagrelide: inhibitor pertumbuhan trombosit yang bersifat
kurang toksik
Dosis : 0,5- 2 mg/hari, diberikan dalam dosis terbagi.
Dapat diawali dengan dosis 1 mg/hari mis. 2 X 0,5 mg.
dosis dapat dinaikan tiap 7 hari.
Target trombosit : 150.000-50.000. max dose : 5 mg/hari.
Efek samping :
Anemia ringan- sedang
Trombohemorhage
Gangguan GIT. Neurologik
Efek vasodilator : hipotensi, retensi cairan, kelemahan.
Tidak boleh untuk wanita hamil

52

17
BONE MARROW ASPIRATION AND BIOPSY
Malempati S, Joshi S, Lai S, Braner DAV, and Tegtmeyer K. 2009. Bone Marrow
Aspiration and Biopsy. N Engl J Med 361:e28.

Indikasi:
Aspirasi sumsum tulang dilakukan untuk mendapatkan spesimen
yang digunakan untuk menilai morfologi selular dan untuk melakukan tes
khusus pada sumsum tulang, seperti flow cytometry untuk analisis
immunophenotypic, sitogenetika, atau penelitian molekuler.
Digunakan untuk evaluasi kondisi hematologi, kanker, metastase
penyakit, dan gangguan penyimpanan serta beberapa kondisi sistemik
yang kronis.
Kontra indikasi:
Aspirasi sumsum tulang dan biopsi tidak memiliki kontraindikasi
absolut, tetapi mungkin ada kontraindikasi relatif terkait dengan kondisi
umum pasien atau risiko anestesi atau sedasi yang dalam. Infeksi aktif
pada lokasi aspirasi, seperti krista iliaka posterior, akan menghalangi
penggunaan tempat aspirasi tersebut. Namun, prosedur dapat dilakukan
pada lokasi alternatif jika indikasi untuk prosedur itu diperlukan. Tempat
lain yang digunakan untuk melakukan aspirasi termasuk krista iliaka
anterior, manubrium sternum, tibia (pada bayi), dan, dalam kasus sangat
jarang, vertebra.
Trombositopenia dan koagulopati lain bukan kontraindikasi untuk
prosedur ini jika dijalankan oleh dokter yang terampil. Sternum tidak
dianjurkan sebagai lokasi untuk biopsi.
Komplikasi :
mungkin termasuk trauma pada struktur sekitarnya (misalnya, laserasi
cabang arteri glutealis) dan jaringan lunak, infeksi, dan perdarahan.
Komplikasi yang paling sering adalah perdarahan. Faktor risiko
perdarahan termasuk trombositopenia, penggunaan bersamaan
antikoagulan, dan adanya gangguan mieloproliferatif yang mendasarinya.
Hematom retroperitoneal, patah tulang, terutama pada pasien dengan
osteoporosis.

53

Bone marrow aspiration

54

18
SERUM PROTEIN ELEKTROFORESIS
Oconnell TX, Horita TJ, and Kasravi B.

Serum Protein Elektroforesis (SPE) adalah pemeriksaan laboratorium


yang umum digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan multiple
myeloma dan gangguan protein serum lainnya, termasuk skrining SPE
pada kebanyakan evaluasi awal kondisi klinis. Kadang-kadang,
bagaimanapun, hasil pemeriksaan ini dapat membingungkan atau sulit
untuk ditafsirkan.
DEFINISI
Elektroforesis adalah metode yang memisahkan protein berdasarkan
sifat fisik mereka.
KOMPONEN
Pola hasil SPE tergantung pada fraksi-fraksi dari dua jenis protein
utamanya yaitu albumin dan globulin.
Albumin merupakan komponen protein utama serum, dalam
kondisi normal diproduksi oleh hati.
Globulin terdiri dari lima komponen yaitu 1, 2, 1, 2, dan .

_
Gambar 1. Pola normal distribusi protein dengan SPE.

55

Albumin
Pita (band ) albumin merupakan komponen protein terbesar dari
serum manusia. Kadar albumin menurun dalam situasi di mana ada
produksi kurang dari protein oleh hati atau terjadi peningkatan hilangnya
atau degradasi protein ini. Malnutrisi, penyakit hati yang bermakna,
kehilangan protein lewat ginjal (misalnya, sindrom nefrotik), terapi
hormon, dan kehamilan mungkin kadar albumin rendah. Luka bakar juga
dapat mengakibatkan kadar albumin yang rendah. Kadar albumin
meningkat pada pasien dengan pengurangan air relatif dalam serum
(misalnya, dehidrasi).
Fraksi alpha
Bergerak menuju elektroda negatif, puncak berikutnya melibatkan
komponen 1 dan 2. Fraksi protein 1 terdiri dari 1-antitripsin,
thyroid-binding globulin, dan transcortin. Keganasan dan inflamasi akut
(produk dari reaktan fase akut) dapat meningkatkan band protein 1.
Protein 1 menurun dapat terjadi karena defisiensi 1-antitripsin atau
penurunan produksi globulin sebagai akibat dari penyakit hati.
Fraksi protein 2 terdiri dari Ceruloplasmin, 2-macroglobulin, dan
haptoglobin. Komponen 2 meningkat sebagai reaktan fase akut.
Fraksi beta
Fraksi memiliki dua puncak yaitu 1 dan 2. 1 sebagian besar
terdiri dari transferin, dan 2 mengandung beta-lipoprotein.
IgA, IgM, IgG dan kadang-kadang protein komplemen, juga dapat
diidentifikasi dalam fraksi .
Fraksi gamma
Sebagian besar kepentingan klinis difokuskan pada daerah dari
spektrum protein serum karena imunoglobulin bermigrasi ke wilayah ini.
Perlu dicatat bahwa imunoglobulin seringkali dapat ditemukan di seluruh
spektrum elektroforesis. Protein C-reaktif (CRP) terletak di daerah antara
komponen dan .
Indikasi
Serum Protein Elektroforesis umumnya dilakukan ketika dicurigai
multiple myeloma. Pemeriksaan juga harus dipertimbangkan dalam
situasi lain seperti yang disajikan pada tabel 1.

56

Tabel 1. Indikasi SPE


- Curiga multiple myeloma, Waldenstrms macroglobulinemia, amiloidosis
primer, ataupun gangguan terkait.
- Neuropati perifer yang tidak dapat dijelaskan (tidak dihubungkan dengan
diabetes mellitus berlangsung lama, paparan toksin, kemoterapi, dll)
- Onset baru anemia yang berhubungan dengan gagal atau insufisiensi ginjal
dan nyeri tulang
- Sakit punggung yang diduga multiple myeloma
- Hiperkalsemia yang berhubungan dengan keganasan (misalnya: terakait
kehilangan berat badan, kelelahan, nyeri tulang, perdarahan abnormal)
- Bentukan Rouleaux pada gambaran darah tepi
- Insufisiensi renal yang berkaitan dengan peningkatan protein serum.
- Fraktur patologis ataupun lesi litik yang diidentifikasi pada rontgen
- Bence Jones proteinuria

Jika pemeriksaan normal, tetapi multiple myeloma, Waldenstrom


macroglobulinemia, amiloidosis primer, atau gangguan terkait masih
dicurigai, harus dilakukan immunofixation karena teknik ini mungkin lebih
sensitif dalam mengidentifikasi protein monoklonal (M) yang kecil.

Interpretasi Hasil
Kadar protein plasma menampilkan perubahan yang bisa diprediksi
dalam respon terhadap peradangan akut, keganasan, trauma, nekrosis,
infark, luka bakar, dan cedera kimiawi. Hal ini disebut "pola protein reaksi
akut" yang melibatkan peningkatan fibrinogen, 1-antitripsin,
haptoglobin, seruloplasmin, CRP, komplemen (C3), dan asam glikoprotein 1. Seringkali, kadar protein plasma menurun terkait dengan
penurunan kadar albumin dan transferin.

57

Tabel 2. Karakteristik pola protein reaksi akut pada SPE, dan kondisi
atau gangguan yang terkait.

Dalam interpretasi SPE, perhatian sebagian besar berfokus pada


wilayah , yang terdiri sebagian besar dari antibodi jenis IgG. Zona
gammaglobulin
menurun
dalam
hypogammaglobulinemia
dan
agammaglobulinemia. Penyakit yang menghasilkan peningkatan kadar
gammaglobulin termasuk penyakit Hodgkin, limfoma ganas, leukemia
limfositik kronis, penyakit granulomatosa, penyakit jaringan ikat, penyakit
hati, multiple myeloma, Waldenstrom macro-globulinemia, dan
amiloidosis.
Meskipun banyak kondisi dapat menyebabkan peningkatan di
daerah , kedaan beberapa penyakit menyebabkan puncak lonjakan
seperti homogen dalam suatu daerah fokal dari zona gammaglobulin
(Gambar 2). Ini disebut "gammopati monoklonal" merupakan sekelompok
gangguan yang ditandai oleh proliferasi klon tunggal sel-sel plasma yang
menghasilkan protein M homogen.

58

Gambar 2. Pola SPE abnormal pada multiple myeloma

Monoclonal Versus Polyclonal Gammopathies


Sangat penting untuk membedakan gamopati monoklonal dari
poliklonal. Gamopati monoklonal terkait dengan proses klon yang ganas
atau berpotensi ganas. Sebaliknya, gamopati poliklonal dapat
disebabkan oleh proses reaktif atau inflamasi, dan biasanya
berhubungan dengan kondisi nonmalignan. Kondisi yang paling umum
dalam diferensial diagnosis gamopati poliklonal tercantum dalam Tabel 3.
Tabel 3. Differential Diagnosis gamopati poliklonal

59

Protein M ditandai oleh adanya band yang tajam sebagai rantai berat
tunggal dan band yang sama dengan rantai ringan atau dari antibodi.
Gamopati poliklonal ditandai oleh band menyebar luas dengan satu atau
lebih rantai berat dan rantai ringan kappa dan lambda
Setelah gamopati monoklonal diidentifikasi oleh SPE, multiple
myeloma harus dibedakan dari penyebab lain dari jenis gamopati. Di
antara penyebab lain adalah Waldenstrom macroglobulinemia, plasmasitoma soliter, smoldering multiple myeloma, gamopati monoklonal yang
belum bisa ditentukan, leukemia sel plasma, heavy chain disease, dan
amiloidosis.
Jumlah protein M dapat membantu membedakan multiple myeloma
dari gamopati monoklonal yang belum bisa ditentukan. Diagnosis definitif
dari multiple myeloma membutuhkan 10 sampai 15 persen keterlibatan
sel plasma yang ditentukan dengan biopsi sumsum tulang. Ciri-ciri yang
membedakan gamopati monoklonal tercantum dalam tabel 4.
Tabel 4. Ciri utama gamopati monoklonal

60

Pada beberapa pasien dengan discrasia sel plasma, SPE mungkin


normal karena imunoglobulin monoklonal lengkap tidak ada atau ada
tetapi dalam kadar yang sangat rendah. Dalam satu seri,
SPE
menunjukkan band yang meruncing atau terlokalisir hanya pada 82%
pasien dengan multiple myeloma. Sisanya menunjukkan pola
hipogamaglobulinemia atau normal. Akibatnya, elektroforesis protein urin
dianjurkan pada semua pasien yang dicurigai memiliki discrasia sel
plasma.
Perlu dipertimbangkan ukuran dari keruncingan (spike ) protein-M.
Meskipun spike ini biasanya lebih besar dari 3 g/dL pada pasien dengan
multiple myeloma, hingga seperlima dari pasien dengan tumor ini
mungkin memiliki spike protein-M kurang dari 1 g/dL. Hipogamaglobulinemia pada SPE terjadi pada sekitar 10% pasien dengan multiple
myeloma yang tidak memiliki spike protein-M serum. Sebagian besar
pasien memiliki jumlah besar protein Bence Jones (monoklonal yang
bebas rantai atau ) di urin. Dengan demikian, ukuran spike protein-M
tidak dapat membantu termasuk multiple myeloma.
Jika secara klinis pasien masih dianggap multiple myeloma yang tidak
memiliki spike protein-M pada SPE, maka harus dilakukan elektroforesis
protein urin.
Gamopati monoklonal didapatkan pada sampai dengan 8% dari
pasien-pasien geriatri sehat. geriatri Semua pasien dengan gamopati
monoklonal memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan
penyebab dari kelainan. Pasien dengan gamopati monoklonal yang
belum ditentukan secara bermakna memerlukan follow up lebih lanjut,
karena sekitar 1% per tahun berkembang ke arah multiple myeloma atau
gamopati monoklonal keganasan lainnya. Algoritma untuk tindak lanjut
dari pasien dengan gamopati monoklonal disajikan pada gambar 3.

61

Gambar 3. Algoritma Follow-up gamopati monoklonal


(SPEP= serum protein electrophoresis)

Jika keruncingan protein-M serum 1,5 sampai 2,5 g/dL, penting


dilakukan nephelometry untuk mengukur adanya imunoglobulin dan
mendapatkan koleksi urin 24-jam untuk elektroforesis dan immunofixation. Jika pemeriksaan ini normal, SPE harus diulang dalam tiga
sampai enam bulan, jika pemeriksaan normal, SPE harus diulang setiap

62

tahun. Jika pemeriksaan ulang polanya abnormal, langkah berikutnya


adalah merujuk pasien ke ahli onkologi hematologi.
Keruncingan protein-M >2,5 g/dL harus dinilai dengan metastatic
bone survey yang mencakup humeri dan Femur. Selain itu, uji
mikroglobulin beta2, CRP, dan koleksi urin 24-jam untuk elektroforesis
dan
immunofixation
harus
dilakukan.
Jika
Waldenstrom
macroglobulinemia atau proses limfoproliferatif lainnya diduga, perlu
dilakukan CT scan abdomen serta aspirasi dan biopsi sumsum tulang
harus dilakukan. Kelainan pada salah satu dari tes tersebut akan
menghasilkan rujukan ke ahli onkologi hematologi. Jika semua tes
normal, pola tindak lanjut pada Gambar 4 dapat dilakukan. Jika
elektroforesis protein serum tidak normal pada setiap saat selama tindak
lanjut, segera dirujuk.
Rujukan:
Alexanian R, Weber D, Liu F. Differential diagnosis of monoclonal
gammopathies. Arch Pathol Lab Med. 1999;123:10813.
Bigos SJ, et al. Acute low back problems in adults. Rockville, Md.: U.S.
Dept. of Health and Human Services, Public Health Service,
Agency for Health Care Policy and Research, 1994; clinical
practice guideline no. 14, AHCPR publication no. 950642.
Boccadoro M, Pileri A. Diagnosis, prognosis, and standard treatment of
multiple myeloma. Hematol Oncol Clin North Am. 1997;11:111
31.
Dispenzieri A, Gertz MA, Therneau TM, Kyle RA. Retrospective cohort
study of 148 patients with polyclonal gammopathy. Mayo Clin
Proc. 2001;76:47687.
George ED, Sadovsky R. Multiple myeloma: recognition and
management. Am Fam Physician. 1999;59:188594.
Hoffman R, et al., eds. Hematology: basic principles and practice. 3d ed.
New York: Churchill Livingstone, 2000:36970,1403,25059.
Jacoby RF, Cole CE. Molecular diagnostic methods in cancer genetics.
In: Abeloff MD, et al., eds. Clinical oncology. 2d ed. New York:
Churchill Livingstone, 2000:11921.
Kyle RA, Gertz MA, Witzig TE, Lust JA, Lacy MQ, Dispenzieri A, et al.
Review of 1027 patients with newly diagnosed multiple myeloma.
Mayo Clinic Proc. 2003;78:2133.
Kyle RA, Therneau TM, Rajkumar SV, Offord JR, Larson DR, Plevak
MF, et al. A long-term study of prognosis in monoclonal
gammopathy of undetermined significance. N Engl J Med.
2002;346:5649.
Kyle RA. Sequence of testing for monoclonal gammopathies. Arch
Pathol Lab Med. 1999;123:1148.

63

Kyle RA. The monoclonal gammopathies. Clin Chem. 1994;40(11 pt


2):215461.
Oconnell TX, Horita TJ, and Kasravi B. 2005. Understanding and
Interpreting Serum Protein Electrophoresis. Am Fam Physician
71:105-12.
Ravel R. Clinical laboratory medicine: clinical application of laboratory
data. 6th ed. St. Louis: Mosby, 1995:3436,350.
Wallach JB. Interpretation of diagnostic tests. 7th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins, 2000:7883.

64

Anda mungkin juga menyukai