Anda di halaman 1dari 10

LO SKEN 3

1. Fisiologi pembentukan darah


- Eritropoiesis
- Limfositosis
- Koagulasi darah
- Imunologi parasit
2. Patologi (ditampilkan gambar, sistem pembtukan, hasil pembentukan, bagaimana
beredar, faktor2 apa yg mengganggu)
Penyakit pada Sel Darah Merah
- Anemia brdasarkan morfologi
1) Anemia normokromik normositer
2) Anemia hipokromik mikrositer
3) Anemia makrositer
- Anemia berdasarkan etiopatogenesis
1) Anemia aplastik
2) Anemia hemoglobinopati
3) Anemia megaloblastik
4) Anemia defisiensi besi
- Anemia pada sistem sistemik
- Anemia hemolitik nonauto imun
- Polisitemia
- Thalassemia Mayor dan Minor
Penyakit pada Sel Darah Putih
- Agranulositois
Penyakit pada Trombosit
- Gangguan pembekuan darah
- DIC
- Inkompatibilitas gangguan darah
3. Transfusi
- Indikasi
- Kontraindikasi
- Prosedur
- Komplikasi
4. Tatalaksana antianemia
- Farmakologi
- Non farmakologi

Fisiologi Pembentukan Darah


- Eritropoiesis
Stem cell (hemocytoblast)  proeritroblas  early eritroblas  late eritoblas  normoblast 
retikulosit  eritrosit
- Lemfositopoiesis
 bone marrow dan perifer
Limfoblas  prolimfosit  menjadi NK cell atau small limfosit
Small limfosit  menjadi B limfosit atau T limfosit
- Menjaga sistem imun tubuh

- Koagulasi Darah
 mengatasi vascular injury  perdarahan tidak berlebihan
Faktor koagulasi:
Faktor XII, Faktor XI, Faktor II, Faktor X, Faktor IX mengaktifkan faktor X, Faktor VII
Protein C  aktifkan faktor Va dan VIIa
Faktor VIII  kofaktor IXa
Faktor I, Faktor XIII
Mekanisme:
Aktivasi faktor protrombin  intrinsik dan ekstrinsik
Pembentukan trombin  perlu vitamin K

- Imunologi Parasit
Innate immunity dan acquired
Innate:
Makrofag  teraktivasi pertama, untuk parasit kecil, megaktifkan sitokin
Neutrofil  protein sitotoksik
Platelet  sitotoksik
Eosinofil  patokan infestasi parasit, spesifik parasit di jaringan, membatasi migrasi parasit
Acquired:
Th1  parasit intrasel
Th2  ekstraseluler
Reaksi:
Anafilaktik, delayed hypersensitivity

PATOLOGI
- Anemia normokromik normositer
Anemia (WHO) : <13
1. Acute blood loss (internal dan eksternal)
Tidak pengaruh ke eritropoiesis  bisa menjadi anemia defisiensi besi
Eksternal  trauma, kecelakaan, fraktur
Internal  ruptur organ
Hipovolemik  bahaya jika diberi normal saline, diberikannya packed red cells
2. Chronic disease
Gangguan ginjal kronis, anemia aplastik
3. Hemolisis
Gejala:
Lemas, pucat
Diagnosis:
Blood count, hapusan darah tepi, MCH, MCHC, MCV
Morfologi:
Ukuran eritrosit normal, normokromik

- Anemia hipokromik mikrositer


Ukuran eritrosit lebih kecil dari normal, konsentrasi Hb kurang (MCV 80-95 fl, MCH >= 27 pg)
Etiologi:
1. Anemia def besi
2. Thalasemia beta
3. Anemia penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik
Cek elektroforesis  peningkatan HbA2 dan HbF  Thalasemia beta
Ring sideroblast  sideroblastik
TIBC meningkat, feritin turun, dan besi sumsum tulang negatif  anemia defisiensi besi
TIBC turun feritin normal atau meningkat penyakit kronik
Anemia penyakit kronis  infeksi kronik Tb paru, artritis reumatoid, keganasan
Terapi  penyakit dasar diterapi, transfusi jika parah
Anemia sideroblastik  ada kegagalan penggabungan besi pada senyawa heme, kemudian
menumpuk di mitokondria
Ada x-linked
Terapi: simptomatik dan transfusi, pemberian vitamin B6

- Anemia makrositer
Lebih besar dari sel normal, penyebabnya defisiensi B12 dan asam folat.
Klasifikasi: Anemia megaloblastik, non-megaloblastik
Manifestasi klinik: lemas, pucat
Diagnosis: anamnesis, morfologi eritrosit. Laju endap darah, hitung diferensial, tes serum iron,
asam folat dan vit B12, cek retikulosit
Terapi: gawat darurat PRC, terapi mengobati penyakit dasar
Non-megaloblastik  neodisplasia sindrom, alkohol, disfungsi hepar
MCV  >100 fL

- Anemia aplastik
Disertai pansitopeni karena kelainan primer sumsum tulang tanpa pendesakan
Etiologi: idiopatik
Faktor risiko: Primer: kelainan kongenital, sekunder: obat, bahan kimia
Aplastik didapat  radiasi mengenai stem cell
Aplastik famili  keturunan
Gejala: lesu, lelah, pucat, berkunang2, ekimosis, epistaksis, perdarahan, rentan infeksi
Aplasi berat: keadaan tidak ada retikulosit, trombosit<20.000  perdarahan dalam jangka waktu
lama
Morfo: normokromik normositer
Terapi: Hb<7  PRC, suportif, penyembuhansumsum tulang, transplantasi allogenik (donor
yang cocok misal saudara kandung)
Pencegahan: gaya hidup dan higiene yang baik

- Anemia hemoglobinopati
Hemoglobinopati adalah sekelompok penyakit yang mempunyai sifat keturunan dengan
manifestasi berupa bentuk atau produksi hemoglobin yang abnormal
Etiologi yang paling memegang peranan penting pada hemoglobinopati adalah adanya riwayat
thalassaemia trait pada orang tua pasien

- Anemia megaloblastik
Adanya sel megaloblas  defisiensi asam folat dan vit B12 yang dieprlukan dalam pematangan
sel
Gejala: diare, mual, tremor, lidah pucat dan licin, kegagalan penutupan neural tube (spina bifida)
Pemeriksaan: def asam folat, B12
DD: anemia def besi, anemia kronis

- Anemia defisiensi besi


Hb < 8
Etio: def Fe  Hb tidak sempurna
2-3 tahun untuk muncul gejala klinis
Khas: Spoon nails
Iron depletion  serum feritin turun  Hb normal (tahap 1)
Feritin turun  Hb turun (tahap 2)
Serum feritin turun/habis  Hb dan hematokrit turun (tahap 3)

- Anemia sistem sistemik


Karena penyakit sistemik  kronis (HIV, gagal ginjal)
a. Penyakit kronis
Inflamasi kronis dan keganasan
Patofisiologi: Eritrosit usianya memendek, aktivitas makrofag meningkat dan daya fagositosis
meningkat
Produksi sitokin berlebihan  makrofag mengikat lebih banyak Fe  mempengaruhi ginjal dan
eritropoiesis
Inflamasi  makrofag  IL6 hepar  hipsidin
 Mengganggu fungsi sumsum tulang dan tidak peka keadaan hipoksi anemia
b. Penyakit ginjal
Tidak hasilkan eritropoetin secara adekuat
c. Penyakit hepar
30% kasus hepar kronis  anemia
Patologi klinis  hemolisis ringan-berat,
Pemeriksaan lab  normokrom normositer, hipokrom mikrositer (tergantung etiologi),
penurunan Fe, penurunan transferin
Terapi  obati penyakit dasarnya, simptomatis  transfusi dan eritropoetin

- Anemia hemolitik non autoimun


Anemia hemolisis tanpa keterlibatan imunoglobulin
1. Hipersplenisme
Destruksi eritrosit berlebih oleh spleen
2. Infeksi mikroorganisme
a. Secara langsung  malaria
Lisis eritrosit karena infeksi langsung
Gejala: splenomegali
Terapi: eradikasi parasit penyebab serta transfusi darah segera pada pasien Hb<7g/dL
b. Pengeluaran toksin

Kerusakan membran eritrosit  def G6PD  mutasi


G6PD  mempertahankan eritrosit dari proses oksidasi
Klinis: jaundice
Terapi: hentikan obat analgetika, obat malaria, berat  transfusi
- Polisitemia
Sering laki-laki, usia 60 tahun
Klasifikasi: primer: polisitemia vera (sensitif terhadap growth factor sehingga terus membelah
walaupun tidak ada rangsangan signifikan eritropoetin, ada abnormalitas di stem cell), sekunder:
penurunan O2 jaringan  meningkatkan kadar eritropoetin, polisitemia relatif  penurunan
volume plasma
Gejala: lelah, pusing, kemerahan di wajah, pruritus, berkeringat, splenomegali, hepatomegali
(produksi lebih baik di spleen dan liver)
Patofisiologi: Viskositas darah meningkat  aliran darah melambat  penurunan aliran ke
organ
Komplikasi: blood clotting, syok, heart attack
Patologi Klinis: eritrosit > 6 juta, normokrom normositer, trombosit 450.000-800.000/mL
Tatalaksana: plebotomi (pengeluaran darah  hematokrit > 55%), sitostatika, antihistamin,
blood clotting  aspirin, hidroksiurea

- Thalasemia Mayor dan Minor


Kelainan genetik
Klasifikasi: alfa dan beta
1. Thalasemia beta
Gambaran klinis: mayor: Cooley’s anemia (dahi menonjol), hairy skull, minor: bentuk
heterozigot asimtomatik
Gejala: pucat, anemis, kurus, hepatosplenomegali, gangg. Pertumbuhan
Gambaran hematologi : Hb 3-9 / dL, hipokromik mikrositer, retikulositosis, sumsum tulang ada
Sedang: 7-10/dL
Diagnostik: gejala klinis
Tatalaksana: mencegah penumpukan besi  terapi kelasi besi,asam folat, mayor: transfusi
seumur hidup, terapi sumsum tulang
2. Thalasemia alfa
Epidemiologi: Asia Tenggara
Etio: gangguan sintesis gen alfa
Klasifikasi:
a. Silent carrier alpha
b. Prethalasemia
MCV: 60-75
c. HBH disease (3 deletion gen alpha)
Anemia sedang. Hb 8-10, hiprokromik mikrositer, pada pengecatan tampak multiple inclusion
bodies. Terapi: kondisi anemia berat: transfusi, pemberian asam folat

Penyakit Pada Sel Darah Putih


- Agranulositosis
Neutropeni akut berat, hilangnya prekursor neutrofil pada sumsum
Etio: obat, infeksi virus, sepsis bakterial
Klasifikasi: berat (<500 sel), sedang, ringan
Gejala: menggigil, demam, lemah berlebih, nekrosis gusi, kelainan GI tract
Mekanisme:
- Produksi granulosit berkurang karena kegagalan sumsum tulang (bisa karena
tumor atau kemoterapi). Bisa diikuti penurunan platelet
- Kerusakan granulosit menigkat  infeksi dan konsumsi obat (obat antitiroid,
sulfonamid, fenilbutazon). Drug induce A karena pengaruh dosis, drug induce
tipe B karena imunologik
Diagnosis: neutrofil <500 sel, riwayat konsumsi obat atau post kemoterapi
Terapi: identifikasi dan eliminasi obat yang menginduksi, antibiotik medikasi (dibatasi 7-10
hari)
Penyakit Pada Trombosit
- Gangguan pembekuan Darah
Peningkatan dan penurunan trombosit, faktor herediter
1. Trombositosis
>400.000/mm3
Etio: primer: abnormal proliferasi. Sekunder: anemia hemolitik, perdarahan, stres, setelah
olahraga (terjadi pelepasan cadangan)
2. Trombositopenia
Etio: berkurangnya produksi atau penghancuran yang terlalu cepat
Gejala: ekimosis, perdarahan memanjang, petekiae
Pemeriksaan: aspirasi dan biopsi sumsum tulang
3. Von Willebrand disease
Penurunan aktivitas faktor VIII
Tipe 1: dominan autosomal. Terjadi karena mutasi genetik
Gejala: eprdarahan mukokutaneus, bleeding time memanjang, epistaksis
4. Hemofilia
Autosomal resesif. Terjadi perdarahan tanpa trauma yang jelas atau spontan
Hemofilia A faktor VIII,
Hemofilia B  faktor IX
Gejala: hematoma
Diagnosis: ditemukan perdarahan intrakranial atau tali pusar, platelet count, bleeding time

- DIC
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan
Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) merupakan suatu sindrom patologi klinis yang
menyebabkan berbagai komplikasi. Hal ini ditandai dengan aktivasi sistemik jalur menuju dan
mengatur koagulasi, yang dapat mengakibatkan generasi bekuan fibrin yang dapat menyebabkan
kegagalan organ bersamaan dengan konsumsi trombosit dan faktor koagulasi yang dapat
mengakibatkan klinis perdarahan.
a. DIC akut:
– Infeksi : Bakteri (gram negatif, gram positif, ricketsia), virus (HIV, varicella, CMV, hepatitis,
virus dengue), fungal (histoplasma), parasit (malaria)
– Keganasan : Hematologi (AML), Metastase (mucin secreting adenocarcinoma)
– Trauma berat : aktivasi tromboplastin jaringan.
– Reaksi Hemolitik, Reaksi transfuse, Gigitan ular, Penyakit hati, Acute hepatic failure, luka
bakar.
b. DIC kronik:
– Keganasan : tumor solid, leukemia
– Obstetri : intrauterin fetal death, abrasio plasenta
– Hematologi : sindrom mieloproliferatif
Patofisiologi dasar DIC adalah terjadinya :
1. Aktivasi system koagulasi (consumptive coagulopathy)
2. Depresi prokoagulan
3. Defek Fibrinolisis
Manifestasi yang sering dilihat pada DIC antara lain:
• Sirkulasi : Dapat terjadi syok hemoragik
• Sistem Gastrointestinal : Hematemesis, Hematochezia

- Inkompatibilitas Gangguan Darah


Sistem ABO dan sistem Rhesus
Pemaparan antigen
Mekanisme:
Dapat melalui transfusi darah maupun kehamilan (misal Rhesus)
Transfusi  terjadi sensitisasi  menghasilkan antigen
Gejala: peningkatan bilirubin ringan
Diagnosis: igG anti B / anti A pada ibu hamil, investigasi bayi baru lahir yang jaundice.
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan urin

Tranfusi
- Indikasi
Hb < 7, kehilangan darah akut, anemia berat,syok septik, tujuannya untuk memberikan plasma,
neonatus dengan ikterus berat
- Risiko penularan HIV, hepatitis
- Prosedur
Cuci tangan  beritau pasien mengenai tindakan  persiapan peralatan  pengukuran tanda
vital  siapkan area penusukan  periksa kantong darah (nama, golongan darah, rhesus, dll) 
pasang infus NaCl  ganti NaCl dengan kantong darah
- Perhatikan reaksi transfusi, tetesan
Donor:
Berat badan 50 kg atau lebih, denyut nadi normal
Darah pendonor perlu dicek antibodi (ABO, rhesus), kemudian cek kompabilitas
Komplikasi:
1. Reaksi segera
Reaksi hemolitik  karena lisis eritrosit, reaksi fibril, bronkospasme (sensitivitas terhadap
leukosit), anafilaktik (sesak, hipotensi, edema periorbita karena protein dalam plasma), edema
paru karena volume overload
2. Delayed reaction
Infeksi contoh: hepatitis B dan C

Tatalaksana Anemia
- Farmakologi
1. Vitamin B12
Melalui diet hewani  kelebihan tidak akan diserap
 Perlu faktor intrisik mukosa lambung
Kontraindikasi: alergi B12
Dosis: oral 1000 mg/hari, injeksi IM
Efek samping: diare ringan, gatal-gatal
2. Asam folat
Indikasi: anemia megaloblastik def asam folat, def asam folat pada ibu hamil dan hemodialisis
Dosis: 5-15mg/hari
Efek samping: demam tinggi dan ruam pada kulit
- Non-farmakologi
Asupan zat besi dari makanan (daging, ikan, olahan unggas. Untuk vegetarian sereal, kacang,
sayuran). Minum kaya akan vitamin C.
Menghindari minum the dan kopi bersama konsumsi makanan mengandung zat besi. Lebih baik
konsumsi susu.
ASI eksklusif selama 6 bulan

Anda mungkin juga menyukai