Anda di halaman 1dari 15

REFERAT TRAUMA TUMPUL PADA MATA DISUSUN SEBAGAI SALAH SATU TUGAS KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU PENYAKIT

MATA

PEMBIMBING KLINIK : dr.BOYKE S.,Sp.M dr.INTAN DWI R

DISUSUN OLEH : NAMA : SITI ROFIQOH NPM : 01310245

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM UNIVERSITAS MALAHAYATI SMF ILMU PENYAKIT MATA RUMAH SAKIT UMUM WALED CIREBON 2010

TRAUMA TUMPUL PADA MATA

I. DEFINISI Trauma tumpul okuli adalah trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya. Trauma tumpul biasanya terjadi karena aktivitas sehari-hari ataupun karena olah raga. Biasanya benda-benda yang sering menyebabkan trauma tumpul berupa bola tenis, bola sepak, bola tenis meja, shuttlecock dan lain sebagianya. Trauma tumpul dapat bersifat counter coupe, yaitu terjadinya tekanan akibat trauma diteruskan pada arah horisontal di sisi yang bersebrangan sehingga jika tekanan benda mengenai bola mata akan diteruskan sampai dengan makula. II. ETIOLOGI Penyebab dari trauma ini adalah : 1. Benda tumpul, 2. Benturan atau ledakan di mana terjadi pemadatan udara

III. PATOFISIOLOGI Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata depan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu trauma yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan hidralis yang dapat menyebabkan hifema dan iridodialisis, serta merobek lapisan otot spingter sehingga pupil menjadi ovoid dan non reaktif. Tenaga yang timbul dari suatu trauma diperkirakan akan terus ke dalam isi bola mata melalui sumbu anterior posterior sehingga menyebabkan kompresi ke posterior serta menegangkan bola mata ke lateral sesuai dengan garis ekuator. Hifema yang terjadi dalam beberapa hari akan berhenti, oleh karena adanya proses homeostatis. Darah dalam bilik mata depan akan diserap sehingga akan menjadi jernih kembali.

IV. KLASIFIKASI Trauma tumpul dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1. Kontusio, yaitu kerusakan disebabkan oleh kontak langsung dengan benda dari luar terhadap bola mata, tanpa menyebabkab robekan pada dinding bola mata 2. Konkusio, yaitu bila kerusakan terjadi secara tidak langsung. Trauma terjadi pada jaringan di sekitar mata, kemudian getarannya sampai ke bola mata.

Baik kontusio maupun konkusio dapat menimbulkan kerusakan jaringan berupa kerusakan molekular, reaksi vaskular, dan robekan jaringan. Menurut DukeElder, kontusio dan konkusio bola mata akan memberikan dampak kerusakan mata, dari palpebra sampai dengan saraf optikus. V. GAMBARAN KLINIS Tanda dan Gejala Mata merah Rasa sakit Mual dan muntah karena kenaikan Tekanan Intra Okuler (TIO). Penglihatan kabur Penurunan visus Infeksi konjunctiva Pada anak-anak sering terjadi somnolen

Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan menetap.

VI. Berbagai kerusakan jaringan mata akibat trauma tumpul

1 .Orbita Trauma tumpul orbita yang kuat dapat menyebabkan bola mata terdorong dan menimbulkan fraktur orbita.Fraktur orbita sering merupakan perluasan fraktur dari maksila diklasifikasikan menurut Le Fort, dan fraktur tripod pada zygoma yang akan mengenai dasar orbita. Apabila pintu masuk orbita menerima suatu pukulan, maka gaya- gaya penekan dapat menyebabkan fraktur dinding inferior dan medial yang tipis , disertai dengan prolaps bola mata beserta jaringan lunak ke dalam sinus maksilaris (fraktur blow-out). Mungkin terdapat cedera intraocular terkait, yaitu hifema , penyempitan sudut, dan ablasi retina. Enoftalmos dapat segera terjadi setelah trauma atau terjadi belakangan setelah edema menghilang dan terbentuk sikatrik dan atrofi jaringan lemak.

Pada soft-tissue dapat menyebabkan perdarahan disertai enoftalmus dan paralisis otototot ekstraokular yang secara klinis tampak sebagai strabismus . Diplopia dapat disebabkan kerusakan neuromuscular langsung atau edema isi orbita. Dapat pula terjadi penjepitan otot rektus inferior orbita dan jaringan di sekitarnya.Apabila terjadi penjepitan,maka gerakan pasif mata oleh forseps menjadi terbatas.

2. Palpebra Meskipun bergantung kekuatan trauma , trauma tumpul yang mengenai mata dapat berdampak pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan subkutis, dan erosi palpebra. Gambaran klinis Hematoma palpebra merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauna tumpul kelopak. Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam yang sedang dipakai, maka keadaan ini disebut hematoma kacamata. Henatoma kacamata terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya arteri oftalmika maka darah masuk kedalam kedua rongga orbita melalui fisura orbita.

Penatalaksanaan Penanganan pertama dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan. Selanjutnya untuk memudahkan absorpsidarah dapat dilakukan kompres hangat

3.Konjungtiva Dampak trauma pada konjungtiva adalah perdarahan sub-konjungtiva atau khemosis dan edema. Perdarahan subkonjungtiva umumnya tidak memerlukan terapi karena akan hilang dalam beberapa hari. Pola perdarahan dapat bervariasi, dari ptekie hingga makular. Bila terdapat perdarahan atau edema konjungtiva yang hebat, maka harus diwaspadai adanya fraktur orbita atau ruptur sklera. Gambaran klinis Edema konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtivanya.

Penatalaksanaan Pada edem konjung tiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam selapt lendir konjungtiva. Pada edem konjungtiva yang berat dapat dilakukan disisi sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.

4. Sklera Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik depan yang dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan bola mata terhambat terutama ke arah tempat ruptur. Ruptur sklera dapat terjad karena trauma langsung mngenai sklera sampai perforasi, namun dapat pula terjadi pada trauma tak langsung.

5. Koroid dan korpus vitreus Kontusio dan konkusio bola mata menyebabkan vitreus menekan koroid ke belakang dan dikembalikan lagi ke depan dengan cepat (contra- coup) sehingga dapat menyebabkan edema, perdarahan, dan robekan stroma koroid. Bila perdarahan hanya sedikit, maka tidak akan menimbulkan perdarahan vitreus. Perdarahan dapat terjadi di subretindan suprakoroid. Akibat perdarahan dan eksudasi di ruang suprakoriud, dapat terjadi pelepasan koroid dari sklera Ruptur koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas tegas, biasanya

terletak anterior dari ekuator dan ruptur ini sering terjadi pada membran Bruch. Kontusio juga dapat menyebabkan reaksi inflamasi, nekrosis, dan degenerasi koroid.

6.Kornea Edema superfisial dan aberasi kornea dapat hilang dalam beberapa jam. Edema interstisial adalah edema yang terjadi di substania propria yang membentuk kekeruhan seperti cincin dengan batas tegas berdiameter 2 3 mm. Lipatan membrana Bowman membentuk membran seperti lattice. Membrana descement bila terkena trauma dapat berlipat atau robek dan akan tampak sebagai kekeruhan yang berbentuk benang. Bila endotel robek maka akan terjadi inhibisi humor aquous ke dalam stroma kornea, sehingga kornea menjadi edema. Bila robekan endotel kornea ini kecil, maka kornea akan jernih kembali dalam beberapa hari tanpa terapi. Deposit pigmen sering terjadi di permukaan posterior kornea, disebabkan oleh adanya segmen iris yang terlepas ke depan. Laserasi kornea dapat terjadi di setiap lapisan kornea secara terpisah atau bersamaan, tetapi jarang menyebabkan perforasi. Gambaranklinis Edema kornea dapat meberikan keluhan berupa penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji plasedo yang positif.

Penatalaksanaan Pengobatan yang diberikan adalah larutan hiertonik seperti NaCL 5% atau larutan garam hipertonik 2 8%, glukosa 40% dan larutan albumin. Bila terjadi peninggian tekanan bola mata maka dapat diberikan asetozolamida. Dapat diberikan lensa kontak lembek untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan.

a. Erosi kornea

Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat mengakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea.

Gambaran klinis Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair, fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media yang keruh. Pada korne akan terlihat adanya defek efitel kornea yang bila diberi fuorosein akan berwarna hijau. Penatalaksanaan Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan rasa sakit yang sangat. Anestesi topikal diberikan dengan hati-hati karena dapat menambah kerusakan epitel. Epitel yan terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk mencegah terjadinya infeksi dapat diberikan antibiotika spektrum luas seperti neosporin, kloramfenikol dan sufasetamid tetes Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka dapat diberikan sikloplegik aksipendek seperti tropikamida.

Untuk mengurangi rangsangan cahaya dan membuat rasa nyaman pada pasien, maka bisa diberikan bebat tekan pada pasien minimal 24 jam. b. Erosi kornea rekuren Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal atau tukak metaherpetik. Epitel akan sukar menutup dikarenakan terjadinya pelepasan membran basal epitel kornea sebagai sebagai tempat duduknya sel basal epitel kornea. Penatalaksanaan Pengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea sehingga regenerasi epitel tidak cepat terlepas untuk membentuk membran basal kornea.

Pemberian siklopegik bertujuan untuk mengurangi rasa sakit ataupun untuk mengurangi gejala radang uvea yang mungkn timbul. Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk mempercepat pertumbuhan epitel baru dan mencegah infeksi skunder.

Dapat digunakan lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren pada kornea dengan maksud untuk mempertahankan epitel berada ditempatnya 7. Iris dan Korpus Siliaris Segera setelah trauma, akan terjadi miosis dan akan kembali normal bila trauma ringan. Bila trauma cukup kuat, maka miosis akan segera diikuti dengan iridoplegi dan spasme akomodasi sementara. Dilatasi pupil biasanya diikuti dengan paralisis otot akomodasi, yang dapat menetap bila kerusakannya cukup hebat. Penderita umumnya mengeluh kesulitan melihat dekat dan harus dibantu dengan kacamata. Konkusio dapat pula menyebabkan perubahan vaskular berupa vasokonstriksi yang segera diikuti dengan vasodilatasi, eksudasi, dan hiperemia. Eksudasi kadang-kadang hebat sehingga timbul iritis. Perdarahan pada jaringan iris dapat pula terjadi dan dapat dilihat melalui deposit-deposit pigmen hemosiderin. Kerusakan vaskular iris, akar iris, dan korpus siliaris dapat menyebabkan terkumpulnya darah di kamera okuli anterior, yang disebut hifema. Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamar okuli anterior. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam kamera anterior, mengotori permukaan dalam kornea. Tanda dan gejala hifema, antara lain: - Pandangan mata kabur - Penglihatan sangat menurun - Kadang kadang terlihat iridoplegia & iridodialisis - Pasien mengeluh sakit atau nyeri - Nyeri disertai dengan efipora & blefarospasme - Pembengkakan dan perubahan warna pada palpebra - Retina menjadi edema & terjadi perubahan pigmen - Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan

- Pupil tetap dilatasi (midriasis) - Tidak bereaksi terhadap cahaya beberapa minggu setelah trauma. - Pewarnaan darah (blood staining) pada kornea - Kenaikan TIO (glukoma sekunder ) - Sukar melihat dekat - Silau akibat gangguan masuknya sinar pada pupil - Anisokor pupil - Penglihatan ganda (iridodialisis) Hifema primer dapat cepat diresorbsi dan dalam 5 hari bilik mata depan sudah bersih. Komplikasi yang ditakutkan adalah hifema sekunder yang sering terjadi pada hari ke-3 dan ke-5, karena viskositas darahnya lebih kental dan volumenya lebih banyak. Hifema sekunder disebabkan lisis dan retraksi bekuan darah yang menempel pada bagian yang robek dan biasanya akan menimbulkan perdarahan yang lebih banyak. Penatalaksanaan Penanganan awal pada pasien hifema yaiu dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulansia dan mata ditutup. Pada pasien yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Bila terjadi glaukoma dapat diberikan Asetazolamida. Parasentesis atau pengeluaran darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma skunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau setelah 5 hari tidak terliaht tanda-tanda hifema berkurang. 8. Lensa Kerusakan yang terjadi pada lensa paska-trauma adalah kekeruhan, subluksasi dan dislokasi lensa. Kekeruhan lensa dapat berupa cincin pigmen yang terdapat pada kapsul anterior karena pelepasan pigmen iris posterior yang disebut cincin Vosslus. Kekeruhan lain adalah kekeruhan punctata, diskreta, lamelar aau difus seluruh massa lensa.

Akibat lainnya adalah robekan kapsula lensa anterior atau posterior. Bila robekan kecil, lesi akan segera tertutup dengan meninggikan kekeruhan yang tidak akan mengganggu

penglihatan. Kekeruhan ini pada orang muda akan menetap, sedangkan pada orang tua dapat progresif menjadi katarak presenil. Dengan kata lain, trauma dapat mengaktivasi proses degeneratif lensa. Subluksasi lensa dapat aksial dan lateral. Subluksasi lensa kadang-kadang tidak mengganggu visus, namun dapat juga mengakibatkan diplopia monokular, bahkan dapat mengakibatkan reaksi fakoanafilaktik. Dislokasi lensa dapat terjadi ke bilik depan, ke vitreus, subskleral, ruang interretina, konjungtiva, dan ke subtenon. Dislokasi ke bilik depan sering menyebabkan glaukoma akut yang hebat, sehingga harus segera diekstraksi. Dislokasi ke posterior biasanya lebih tenang dan sering tidak menimbulkan keluhan, tetapi dapat menyebabkan vitreus menonjol ke bilik depan dan menyebabkan blok pupil dan peninggian TIO.

9. Retina Edema Retina adalah terjadinya sembab pada daerah retina yang bias diakibatkan oleh trauma tumpul. Gambaran klinis Edema retina akan memberikan warna retina lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Pada edema retina akibat trauma tumpul mengakibatkan edema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot. Penglihatan pasien akan menurun. Penatalaksanaan Penanganan yaitu dengan menyuruh pasien istirahat. Penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunya daerah makula oleh sel pigmen epitel.

10. Ablasi Retina Yaitu terlepasnya retina dari koroid yang bisa disebabkan karena trauma. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina. Seperti adanya retinitis sanata, miopia dan proses degenerasi retina lainnya.

Gambaran klinis Pada pasien akan terdapat keluhan ketajaman penglihatan menurun, terlihat adanya selaput yang seperti tabir pada pandangannya. Pada pemeriksaan fundus kopi akan terlihat retina berwarna abu-abu dengan pembuluh darah yang terangkat dan berkelok-kelok. Penatalaksanaan Ablasi retina ditangani dengan melakukan pembedahan oleh dokter mata. Robekan retina jarang terjadi pada mata sehat. Biasanya robekan retina terjadi pada mata yang memang telah mengalami degenerasi sebelumnya, sehingga trauma yang ringan sekalipun dapat memicu robekan. Ruptur retina sering disertai dengan ruptur koroid. Dialisis ora serata sering terjadi pada kuadran inferotemporal atau nasal atas, berbentuk segitiga atau tapal kuda, disertai dengan ablasio retina. Ablasio retina pada kontusio dan konkusio dapat terjadi akibat: - Kolaps bola mata yang tiba-tiba akibat rupture - Perdarahan koroid dan eksudasi - Robekan retina dan koroid - Traksi fibrosis vitreus akibat perdarahan retina atau vitreus. - Adanya degenerasi retina sebelumnya, trauma hanya sebagai pencetus. 11. Nervus Optikus Kontusio dan konkusio dapat menyebabkan edem dan inflamasi di sekitar diskus optik berupa papilitis, dengan sekuele berupa papil atrofi. Keadaan ini sering disertai pula dengan kerusakan koroid dan retina yang luas. Kontusio dan konkusio yang hebat juga mengakibatkan nervus optikus terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata yang bisa diakibatkan Gambaran klinis Penderita akan mengalami penurunan tajam penglihatan yang sangat drastis dan dapat terjadi kebutaan. karena trauma tumpul.

Penatalaksanaan Penderita perlu dirujuk untuk menilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya akibatkan ruptur atau avulsi nervus optikus yang biasanya disertai kerusakan mata berat. VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan paska-cedera bertujuan menilai ketajaman visus dan sebagai prosedur diagnostik, antara lain: 1. Kartu snellen (tes ketajaman pengelihatan) : mungkin terganggu akibat kerusakan kornea, aqueus humor, iris dan retina. 2. Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh patologi vaskuler okuler, glukoma. 3. Pengukuran tonografi : mengkaji tekanan intra okuler ( TIO ) normal 12-25 mmHg. 4. Tes provokatif : digunakan untuk menentukan adanya glukoma bila TIO normal atau meningkat ringan. 5. Pemerikasaan oftalmoskopi dan teknik imaging lainnya (USG, CT-scan, x-ray): mengkaji struktur internal okuler, edema retine, bentuk pupil dan kornea. 6. Darah lengkap, laju sedimentasi LED : menunjukkan anemia sistemik/infeksi. 7. Tes toleransi glokosa : menentukan adanya /kontrol diabetes

Pemeriksaan Penunjang - Laboratorium (tes fungsi hati, prothombin, trombosit dan waktu perdarahan) - Pemeriksaan visus - Pemeriksaan lampu celah - Pemeriksaaan goneoskopi (untuk mencari pembuluh darah yang rusak dan resesif sudut) VII. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan Trauma Tumpul Bola Mata Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas adanya ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada jaringan intraokular yang

terpajan. Antibiotik dapat diberikan secara parenteral spektrum luas dan pakai pelindung pada mata. Analgetik, antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum harus menghindari substansi yang dapat menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara transien tekanan bola mata, sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi intraokular. Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat warna, dan obat lainnya yang diberikan ke mata yang cedera harus steril. Kecuali untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek kontusio-konkusio mata tidak memerlukan terapi bedah segera. Namun, setiap cedera yang cukup parah untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga meningkatkan risiko perdarahan sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian yang serius, yaitu pada kasus hifema. Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema dan perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang sendiri dalam beberapa jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu mengurangi edema dan menghilangkan nyeri, dilanjutkan dengan kompres hangat pada periode selanjutnya untuk mempercepat penyerapan darah. Pada laserasi kornea , diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi dan terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik. Sisa-sisa lensa dan darah dapat dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau vitrektomi. Luka di sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interrupted yang tidak dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara dilepaskan dari insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan. Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera makula, robekan besar di retina, dan pembentukan membran fibrovaskular intravitreus. Vitrektomi merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi tersebut.

Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka pasien harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma,

atau bercak darah di kornea akibat pigmentasi hemosiderin. Penanganan hifema, yaitu : 1. Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap. 2.Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan. 3. Pasien tidur dengan posisi kepala miring 60 diberi koagulasi. 4. Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat. (asetasolamida). 5. Di beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5 hari. 6. Pada anak-anak yang gelisah diberi obat penenang 7. Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan bila ada tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang. 8. Asam aminokaproat oral untuk antifibrinolitik. 9. Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH selama 5 hari. 10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior. 11. Viskoelastik dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.

Pada fraktur orbita, tindakan bedah diindikasikan bila: - Diplopia persisten dalam 30 derajat dari posisi primer pandangan, apabila terjadi penjepitan - Enoftalmos 2 mm atau lebih - Sebuah fraktur besar (setengah dari dasar orbita) yang kemungkinan besar akan menyebabkan enoftalmos. Penundaan pembedahan selama 1 2 minggu membantu menilai apakah diplopia dapat menghilang sendiri tanpa intervensi. Penundaan lebih lama menurunkan kemungkinan keberhasilan perbaikan enoftalmos dan strabismus karena adanya sikatrik. Perbaikan secara bedah biasanya dilakukan melalui rute infrasiliaris atau transkonjungtiva. Periorbita diinsisi dan diangkat untuk memperlihatkan tempat fraktur di dinding medial dan dasar. Jaringan yang mengalami herniasi ditarik kembali ke dalam orbita, dan defek ditutup dengan implan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Bruce, Chris, dan Anthony. 2006. Lecture Notes : Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta : Penerbit Erlangga. 2. Mansjoer, Arif, Kuspuji Triyanti et al. 2005. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius 3. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 4. Wijana,Nana S,Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke VI 1993 5. Prihatno AS. Cedera Mata. 2007 (Diakses dari website www.medicastore.com, pada tanggal 8 Desember 2010)

Anda mungkin juga menyukai