Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

LUKSASI LENSA POSTERIOR ec. TRAUMA Tumpul OD +


IRIDODIALISIS OD + KATARAK SENILIS IMATUR OS

OLEH:

GATA DILA
I4061172048

PEMBIMBING:

dr. LIESA ZULHIDYA, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK STASE MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2020
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma tumpul okuli adalah trauma pada mata yang diakibatkan benda yang
keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat
mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada
jaringan bola mata atau daerah sekitarnya.Trauma tumpul biasanya terjadi
karena aktivitas sehari-hari ataupun karena olah raga1,2.
Prevalensi kebutaaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui
dengan pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan
Pendengaran pada tahun 1993-1996 didapatkan bahwa trauma okuli
dimasukkan ke dalam penyebab kebutaan lain-lain sebesar 0,15% dari jumlah
total kebutaan nasional yang berkisar 1,5%. Trauma okuli juga bukan
merupakan 10 besar penyakit mata yang menyebabkan kebutaan.1
Sebagai seorang dokter harus memikirkan apakah kasus yang dihadapi
merupakan true emergency yang merupakan kasus sangat gawat dan harus
ditangani dalam hitungan menit atau jam, ataukah urgent case yang harus
ditangani dalam hitungan jam atau hari. Sehingga membutuhkan diagnosa dan
pertolongan cepat dan tepat. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat
trauma okuli adalah erosi kornea, iridoplegia, hifema, iridosiklitis, subluksasi
lensa, luksasi lensa anterior, luksasi lensa posterior, edema retina dan koroid,
ablasi retina, ruptur koroid, serta avulsi papil saraf optik 1.
Dislokasi lensa merupakan salah satu sebab yang diakibatkan adanya
trauma tumpul pada mata. Akibat benturan pada mata, menyebabkan gangguan
pada ligamentum penyangga mata yaitu zonula zinii, yang akhirnya
menyebabkan lensa berpindah dari tempatnya yang semula. Manifestasi dari
dislokasi lensa ini antara lain dapat mengakibatkan gangguan penglihatan
sampai dengan gangguan lain seperti uveitis dan galukoma sekunder.
Sedangkan iridodialisis adalah rupture pada iris dan dasar / pangkal iris,
3

sehingga bagian perifer iris terlepas dari badan siliaris. Kondisi ini disebabkan
oleh kontusio karena peregangan pada iris dan insersinya. Pasien akan
mengeluhkan pandangan ganda monocular, tergantung dari luasnya robekan.
Diagnosis yang tepat terhadap keadaan ini merupakan langkah awal dalam
penatalaksanaan kelianan ini, dimana dengan penatalaksanaan yang tepat dapat
meminimalisir kerusakan pada fungsi mata dan mencegah komplikasi.2
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma Tumpul Bola Mata


2.1.1 Definisi
Trauma tumpul okuli adalah trauma pada mata yang diakibatkan benda yang
keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat
mengenai mata dengan kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada
jaringan bola mata atau daerah sekitarnya1,2
Trauma tumpul biasanya terjadi karena kecelakan di rumah, kekerasan,
ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas. Biasanya benda-benda yang
sering menyebabkan trauma tumpul berupa bola tenis, bola sepak, bola tenis meja,
shuttlecock dan lain sebagianya. Trauma tumpul dapat bersifat counter coupe, yaitu
terjadinya tekanan akibat trauma diteruskan pada arah horisontal di sisi yang
bersebrangan sehingga jika tekanan benda mengenai bola mata akan diteruskan
sampai dengan makula1,2

2.1.2 Manifestasi Klinis


Tanda dan Gejala meliputi :1,2
 Mata merah
 Rasa sakit
 Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya
 Memar disekitar mata
 Penurunan visus dalam waktu mendadak
 Mual dan muntah karena kenaikan Tekanan Intra Okuler (TIO).
 Penglihatan kabur
 Sakit kepala
 Infeksi konjunctiva
 Pada anak-anak sering terjadi somnolen
Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan
penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata,
5

terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga
menimbulkan kebutaan menetap.

Manifestasi Trauma Tumpul Pada Mata Berdasarkan Lokasi


1. Trauma Tumpul pada Palpebra
Hematoma palpebra
Merupakan pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit
kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra. Biasanya terjadi pada trauma
tumpul kelopak mata. Bila perdarahan terletak lebih dalam mengenai kedua
kelopak dan berbentuk kaca mata hitam yg sedang dipakai,disebut hematom kaca
mata. Bisa terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda
fraktur basis kranii. Dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan
perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah lama, untuk memudahkan
absorpsi darah dapat di lakukan kompres hangat pada kelopak mata. 2
2. Trauma Tumpul Konjungtiva
a. Edema Konjungtiva
Jaringan konjungtiva akan terjadi kemotik. Kemotik konjungtiva yang berat
dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah rangsangan
terhadap konjungtiva. Dapat diberikan dekongestan untuk mencegah
pembendungan cairan di dalam selaput lendir konjungtiva. 2
b. Perdarahan Subkonjungtiva
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau dibawah
konjungtiva (arteri konjungtiva dan arteri episklera). Pecahnya pembuluh darah ini
akibat batuk rejan, trauma tumpul basis kranii atau pada keadaan pembuluh darah
yang rentan dan mudah pecah misalnya pada usia lanjut, hipertensi,
arteriskerosis. Pemeriksaan Funduskopi diperlukan bila tekanan bola mata
rendah dengan pupil lonjongdisertai tajam penglihatan yang menurun dan
hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk
mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli. Pengobatan dini dilakukan
kompres hangat, Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1 –
2 minggu tanpa diobati. 2
6

Gambar 1. Perdarahan Subkonjungtiva1

3. Trauma tumpul pada kornea


a. Edema Kornea
Trauma tumpul dapat mengenai membran descemet yang
mengakibatkan edema kornea. Pasien merasa penglihatan kabur dan
terlihat pelangi disekitar sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat
keruh dengan uji plasido yang positif. Edema kornea ynag berat akan dapat
mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan neovaskularisasi kedalam
jaringan stroma kornea. Pengobatan diberikan Nacl, glukosa dan larutan
albumin. Bila terdapat peningkatan tekanan bola mata maka diberikan
asetazolamida. 2
b. Erosi Kornea
Merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan
oleh gesekan keras. Pasien merasa sakit sekali akibaterosi merusak kornea yang
mempunyai serat sensibel yang banyak ,mata berair, blefarospasme, fotofobia
dan penglihatan akan terganggu oleh media kornea yang keruh. Pada kornea
akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi pewarnaan fluoresein
aan berwarna hijau. Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam
penglihatan dan menghilangkan rasa sakit, pemberiannnya harus hati – hati
karena dapat menambah kerusakan epitel. Epitel yang terkelupas atau terlipat
sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan
antibiotika , akibat rangsangan yang mengakibatkan spasmesiliar maka
diberikan sikloplegik aksi pendek seperti tropikamida. 2
7

4. Trauma Tumpul Uvea


1. Iridodialisis
Disinsersi akar iris dan badan siliar, biasanya bersamaan dengan terjadinya
hifema. Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya , pupil terlihat menonjol.
Sebaiknya dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang
terlepas. 2

Gambar 2. Iridodialisis1
2. Iridoplegia
Kelumpuhan otot sfingter pupil sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis,
pasien sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat gangguan
pengaturan masuknya sinar pada pupil. Pupil terlihat tidak sama besar dan
bentuknya ireguler ,disertai lambat atau tidak adanya refleks cahaya , dapat
permanen atau sementara. Pasien sebaiknya istirahat untuk mencegah terjadinya
kelelahan sfingter dan pemberian roborantia. 2

3. Trauma Tumpul pada Lensa.


a. Dislokasi Lensa
Dislokasi lensa terjadi karena putusnya zonula zinii yang akan
mengakibatkan kedudukan lensa terganggu. Bila zoluna ziniii putus maka lensa
akan mengalami luksasi ke depan (luksasi anterior) atau luksasi ke belakang
(luksasi posterior).2,3
b. Subluksasi Lensa
Terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinii sehingga lensa berpindah
tempat, subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan
pada zonula zinii yang rapuh (Sindrom Marphan). Akibat pegangan lensa pada
zonula zinii tidak ada maka lensa yang elastis akan menjadi cembung, dan mata
8

akan menjadi lebih miopi. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong iris
kedepan sehingga sudut bilik mata tertutup, bila sudut bilik mata menjadi sempit
maka mudah terjadi glaukoma sekunder. 2,3
Pada subluksasi biasanya dilakukan dengan koreksi terbaik sehingga tidak
timbul keluhan diplopia. Bila terdapat penyulit glaukoma maka dilakukan ekstraksi
lensa pada orang tua sedang pada orang muda dilakukan ekstraksi linear atau
ekstraksi lensa ekstrakapsuler.3
c. Luksasi lensa anterior
Bila seluruh zonula zinii disekitar ekuator putus maka lensa dapat masuk
kedalam bilik mata depan sehingga akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan
bilik mata yang dapat mengakibatkan glaukoma kongestif akut. Pasien akan
mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah,
mata merah dengan blefarospasme. Pada pemeriksaan fisik terdapat injeksi siliar
yang berat, edema kornea, lensa didalam bilik m a t a depan, iris terdorong
kebelakang dengan pupil yang lebar, tekanan bola mata yang tinggi. 2,3
Pada luksasi lensa anterior: harus dilakukan pengeluaran lensa yang terletak
didalam bilik mata depan. Tekanan bola mata sudah harus terkontrol baik sebelum
lensa dikeluarkan. Pembedahan lensa yang telah mengalami subluksasi atau luksasi
seringkali karena sering disertai penyulit pasca bedah, karena itu diperlukan
persiapan yang baik.3
d. Luksasi lensa posterior
Akibat putusnya zonula zinii diseluruh lingkaran ekuator sehingga lensa
jatuh kedalam badan kaca dan tenggelam dibawah polus posterior fundus okuli.
Pasien mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa yang
mengganggu kampus. Mata akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa , pasien
akan melihat normal dengan lensa + 10 ,0 dioptri untuk jauh , bilik mata
depan dalam dan iris tremulans. 2,3
e. Katarak Traumatik
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun
tumpul terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. 2
9

Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular


anterior maupun posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang,
dan dapat pula dalam bentuk tercetak (imprinting) yang cincin Vossius. 2,3

Gambar 3. Vossius ring.3


Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil
akan menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan
terbatas kecil. Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya
katarak dengan cepat disertai dengan terdapatnya massa lensa di dalam bilik depan.
2,3

Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik massa lensa yang akan
bercampur magrofag dengan cepatnya, yang dapat menyebabkan uveitis. Lensa
dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan
mengakibatkan apa yang disebut sebagi cincin Soemering atau bila epitel lensa
berploriferasi aktif akan terlihat mutiara Elsching. 2
Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila terjadi
pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia.
Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okuler primer atau
sekunder. 2
Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu
sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain
sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma
sering dijumpai pada orang tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin
Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam penglihatan. Keadaan
ini dapat disertai perdarahan, ablasio retina, uveitis atau salah letak lensa. 2
10

Gambar 4. Katarak traumatik (Flower-shaped cataract).3

4. Trauma tumpul Retina dan Koroid


a. Edema Retina
Warna retina terlihat lebih abu – abu akibat sukarnya melihat jaringan
koroid melalui retina yang sembab ,terjadi edema makula sehingga tidak terdapat
cherry red spot, penglihatana akan sangat menurun. Pada trauma tumpul yang
paling ditakutkan adalah terjadi edema makula atau edema berlin. 2,3
b. Ablasi Retina
Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadi ablasio retina ini
seperti retina tipis akibat miopia dan proses degenerasi retina lainnya. Pada
pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang berwarna abu – abu, pembuluh
darah yang terlihat terangkat dan berkelok – kelok.2,3
c. Ruptur koroid
Terjadi perdarahan subretina, biasanya terletak di polus posterior bola mata
dan melingkar konsentris disekitar papilsaraf optik. Bila ruptur koroid ini mengenai
daerah makulalutea maka tajam penglihatan akan menurun dengan cepat, ruptur
bila tertutup oleh perdarahan subretina sukar dilihat tetapi bila darah tersebut telah
diabsorpsi maka akan terlihat bagian ruptur berwarna putih karena sklera dapat
dilihat langsung tanpa tertutup koroid. 2,3
2.1.3 Diagnosis
Anamnesa
Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai proses terjadi
trauma, benda apa yang mengenai mata tersebut, bagaimana arah datangnya benda
yang mengenai mata tersebut apakah dari depan, samping atas, bawah dan
bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata. Perlu ditanyakan pula berapa besar
11

benda yang mengenai mata dan bahan benda tersebut apakah terbuat dari kayu, besi
atau bahan lain. Apabila terjadi penurunan penglihatan, ditanyakan apakah
pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan. Ditanyakan
juga kapan terjadinya trauma. Apakah trauma disertai dengan keluarnya darah dan
rasa sakit dan apakah sudah dapat pertolongan sebelumnya. 1,4
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum terlebih dahulu diperiksa, karena 1/3 hingga ½ kejadian
trauma mata bersamaan dengan cedera lain selain mata. Untuk itu perlu
pemeriksaan neurologis dan sistemik mencakup tanda-tanda vital, status mental,
fungsi, jantung dan paru serta ekstremitas. Selanjutnya pemeriksaan mata dapat
dimulai dengan:1,4
1. Menilai tajam penglihatan, bila parah: diperiksa proyeksi cahaya, diskriminasi
dua titik dan defek pupil aferen.
2. Pemeriksan motilitas mata dan sensasi kulit periorbita. Lakukan palpasi untuk
mencari defek pada tepi tulang orbita.
3. Pemeriksaan permukaan kornea : benda asing, luka dan abrasi
4. Inspeksi konjungtiva: perdarahan/tidak
5. Kamera okuli anterior: kedalaman, kejernihan, perdarahan
6. Pupil: ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya (dibandingkan dengan mata
yang lain)
7. Oftalmoskop: menilai lensa, korpus vitreus, diskus optikus dan retina.
2.1.4 Tatalaksana

Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas
adanya ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai
pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan
sikloplegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas obat akan
meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik dapat diberikan
secara parenteral spektrum luas dan pakai pelindung pada mata. Analgetik,
antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi
makan dan minum. Induksi anestesi umum harus menghindari substansi yang dapat
menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara
12

transien tekanan bola mata, sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi
intraokular.1,3,4
Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat
kemungkinan timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu
sewaktu berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat
warna, dan obat lainnya yang diberikan ke mata yang cedera harus steril. Kecuali
untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek kontusio-
konkusio mata tidak memerlukan terapi bedah segera. Namun, setiap cedera yang
cukup parah untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga meningkatkan
risiko perdarahan sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian yang serius, yaitu
pada kasus hifema.1,3,4

2.2 Dislokasi lensa


2.2.1 Definisi

Dislokasi lensa adalah berpindahnya lokasi lensa dari tempatnya yang


diakibatkan karena putusnya zonula zinii. Lensa dapat berpindah ke daerah depan
(anterior) maupun ke belakang (posterior). Putusnya zonula zinii pada kebanyakan
kasus disebabkan oleh adanya trauma pada mata, dan kelainan pada zonula zinii
yang bersifat herediter seperti pada marfan sindrom4,5
2.2.2 Etiologi

Penyebab tersering dari terjadinya dislokasi lensa adalah karena terjadi


trauma tumpul pada mata. Truma yang terjadi bisa menyebabkan kerusakan pada
zonula zinii yang merupakan ligamentum yang menfiksasi kapsul lensa. Kerusakan
pada ligamentum ini bisa menyebabkan perpindahan lokasi lensa, bisa ke depan
(anterior) maupun ke belakang (posterior). Penyebab lain dari dislokasi lensa bisa
karena adanya gangguan pada fibrinilin yang terdapat pada zonula zinii. Keadaan
ini terjadi pada penderita Marfan Sindrom. Gangguan tersebut menyebabkan
kelainan pada zonula zinii dan akhirnya menganggu fungsinya sebagai penyangga
lensa. Bisa terjadi dislokasi lensa yang sebagian (subluksasi) maupun total (luksasi)
4,5
13

Tabel 1. Beberapa penyebab terjadinya dislokasi lensa5

2.2.3 Epidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan bahwa dislokasi lensa adalah kondisi yang

sangat jarang ditemukn. Separuh kasus dislokasi lensa disebabkan oleh trauma.

Secara global dislokasi lensa bisa terjadi di segala usia. Lak-laki lebih beresiko

untuk mengalami dislokasi lensa. Dislokasi lensa dapat ditemukan pada 50-80%

pasien dengan sindrom marfan.5

2.2.4 Klasifikasi

a. Subluksasi Lensa
Terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinii sehingga lensa berpindah
tempat, subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan
14

pada zonula zinii yang rapuh (Sindrom Marphan). Akibat pegangan lensa pada
zonula zinii tidak ada maka lensa yang elastis akan menjadi cembung, dan mata
akan menjadi lebih miopi. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong iris
kedepan sehingga sudut bilik mata tertutup, bila sudut bilik mata menjadi sempit
maka mudah terjadi glaukoma sekunder. 2,3
Pada subluksasi biasanya dilakukan dengan koreksi terbaik sehingga tidak
timbul keluhan diplopia. Bila terdapat penyulit glaukoma maka dilakukan ekstraksi
lensa pada orang tua sedang pada orang muda dilakukan ekstraksi linear atau
ekstraksi lensa ekstrakapsuler.3
b. Luksasi lensa anterior
Bila seluruh zonula zinii disekitar ekuator putus maka lensa dapat masuk
kedalam bilik mata depan sehingga akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan
bilik mata yang dapat mengakibatkan glaukoma kongestif akut. Pasien akan
mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah,
mata merah dengan blefarospasme. Pada pemeriksaan fisik terdapat injeksi siliar
yang berat, edema kornea, lensa didalam bilik m a t a depan, iris terdorong
kebelakang dengan pupil yang lebar, tekanan bola mata yang tinggi. 2,3,
Pada luksasi lensa anterior: harus dilakukan pengeluaran lensa yang terletak
didalam bilik mata depan. Tekanan bola mata sudah harus terkontrol baik sebelum
lensa dikeluarkan. Pembedahan lensa yang telah mengalami subluksasi atau luksasi
seringkali karena sering disertai penyulit pasca bedah, karena itu diperlukan
persiapan yang baik.3
15

Gambar 5. A. tampak bayangan lensa pada bilik mata depan pada pasein post
trauma tumpul yang disertai adanya hifema. B. pada pemeriksaan slit lamp terlihat
bentukan lensa pada bilik mata depan, terfiksasi antara pupil dan kornea 6

c. Luksasi lensa posterior


Akibat putusnya zonula zinii diseluruh lingkaran ekuator sehingga lensa
jatuh kedalam badan kaca dan tenggelam dibawah polus posterior fundus okuli.
Pasien mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa yang
mengganggu. Mata akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa , pasien akan
melihat normal dengan lensa + 10 ,0 dioptri untuk jauh , bilik mata depan
dalam dan iris tremulans. 2,3

2.2.5 Patofisiologi

Patofisiologi dislokasi lensa dapat dibagi menjadi dua yaitu : traumatik dan

nontraumatik.7

a. Traumatik

Dislokasi traumatik disebabkan adanya energi yang besar dari luar

sehingga terjadi ekspaansi mendadak daerah ekuator bola mata yang

menyebabkan rupture serat zonula zinii. Zonula zinii merupakan bagian dari
16

badan siliar berupa jaringan fibrosa yang berfungsi memegang lensa.

Berbagai mekanisme trauma dapat menimbulkan gangguan dan disfungsi

serat zonula. Selain itu melalui mekanisme trauma tertentu misalnya pada

saat pembedahan katarak dapat terjadi rupture pada kapsul lensa posterior

yang mengakibatkan dislokasi lensa.

b. Nontraumatik

Dislokasi lensa nontraumatik umumnya terjadi akibat kelainan

pembentukan dan fungsi zonula maupun letak lensa yang timbul karena

suatu kelainan mata atau penyakit sistemik. Pada sindroma marfan, terjadi

kelainan gen FBN1 yang mengkode protein fibrilin 1 yang membentuk serat

zonula. Akibatnya zonula pada pasien sindroma marfan menjadi lebih rapuh

dan rentan mengalami rupture spontan atau akibat trauma yang ringan.

Komponen penyusun serat zonula zinii yang utama adalah fibrilin. Terdapat

3 jenis fibrilin yakni fibrilin 1 (dikode oleh gen FBN1), fibrilin 2 (gen

FBN2) dan fibrilin 3 (gen FBN3). FBN1 adalah gen yang terletak pada

kromososm 15q21.1. fibrilin 1 yang dikode oleh FBN1 merupakan

komponen terbanyak pada serat zonula. Protein fibrilin 1 terdiri atas calcium

binding domain dan cysteine rich domain. Oleh karena itu, fibrilin 1

berperan penting dalam memperkut serat zonula menjadikannya lebih

resisten terhadap degradasi sehingga mampu mempertahankan posisi lensa

kristalin dengan baik.

2.2.6 Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul pada pasien tergantung dari derajat keparahan dislokasi
lensa. Apabila dislokasi yang terjadi hanya ringan, mungkin tidak akan terlihat
gejala, namun sebaliknya dislokasi lensa yang parah dapat menimbulkan keluhan
17

berupa gangguan akomodasi, diplopia dan gangguan visus. Pada keadaan dengan
komplikasi seperti glaucoma, dapat timbul keluhan akibat TIO yang meningkat
seperti nyeri kepala dan mual-muntah.1,2
2.2.7 Diagnosis

Diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan slit lamp, apabila lensa


terdapat di bilik depan maka akan terlihat bentukan lensa di bilik mata depan. Pada
dislokasi posterior, mungkin bisa dilihat apabila pupil diperbesar (midriasis),
namun apabila masih sulit, maka pemeriksaan dengan USG dapat membantu5,6
Pemeriksaan oftalmologikus yang penting untuk ektopia lentis adalah:8

1. Pemeriksaan Visus

Ektopia lentis berpotensi melemahkan visus. Ketajaman visus bervariasi


dengan tingkat malposisi lensa. Ambliopia adalah penyebab umum dari visus
menurun pada ektopia lentis bawaan dan dapat dicegah dan diobati.

2 .Pemeriksaan Okular Eksternal

Perhatian terhadap anatomi orbital adalah penting untuk mengevaluasi


kelainan herediter (misalnya, enophthalmos dengan penampilan miopati wajah
terlihat pada pasien dengan sindrom Marfan). Ukur diameter kornea
(megalokornea dikaitkan dengan sindrom Marfan).

3. Pemeriksaan senter / slit lamp

Pada pemeriksaan dengan senter / slit lamp akan terlihat pada bagian zonula
Zinni yang terlepas, bilik mata dalam dengan iris tremulens, sedang pada bagian
zonula Zinni yang utuh terlihat bilik mata yang dangkal akibat lensa tertarik dan
mencembung pada bagian ini. Perubahan akibat subluksasi akan memberikan
penyulit glaukona atau penutupan pupil oleh lensa cembung.

4. Retinoskopi dan refraksi

Retinoskopi dengan hati-hati dan refraksi adalah penting, sering


menemukan miopia dengan silindris. Keratometri dapat membantu memastikan
tingkat astigmat kornea.11
18

2.2.8 Tatalaksana

Penatalaksanaan dislokasi lensa biasanya tergantung pada gejala yang


timbul. Apabila tidak timbul gejala/asimptomatik maka hanya perlu dilakukan
observasi pada pasien. Namun apabila telah timbul gejala seperti gangguan
penglihatan sampai komplikasi seperti glaukoma akibat peningkatan TIO, maka
ekstraksi lensa harus segera dilakukan.
Pada dislokasi anterior, ekstraksi lensa harus dilakukan sedapat mungkin
untuk menghidari terjadinya glaucoma akut akibat lensa yang terlepas ke arah
anterior dapat menyebabkan glaucoma sudut tertutup akut. Sedangkan lensa yang
terlepas ke arah posterior (badan vitreus) yang biasanya tidak menimbulkan
masalah dapat dibiarkan, kecuali apabila setelah beberapa lama dapat terjadi
decomposisi dari lensa yang dapat menyebabkan peradangan pada vitreus, maka
perlu dilakukan pengambilan lensa5,6,
Setelah pengambilan lensa pasien dapat tetap dibiarkan afakia dan diberikan
alat bantu visus seperti kacamata afakia dan lensa kontak. Dapat juga diberikan
penanaman lensa intraokuler seperti halnya pada pasien katarak 5,6
1. Koreksi Optik

Koreksi optik dari kesalahan refraksi yang disebabkan oleh dislokasi lensa
seringkali sulit. Tergantung pada sejauh mana dislokasi, pasien dapat melihat lebih
baik dengan koreksi miopia dengan astigmatik tau koreksi aphakic. Dengan
subluksasi sangat ringan, pasien hanya mungkin miopia dan setelah dikoreksi visus
mungkin baik. Dan jika ada pasien glaukoma penyulit harus diatasi dahulu.

2. Lensektomi

Lensektomi adalah proses koreksi penglihatan untuk orang penderita


ektopia lentis, yaitu dalam prosedurnya lensa mata akan dihapus dan diganti
dengan lensa buatan khusus denga kemampuan fokus yang jelas. Hal ini digunakan
untuk koreksi yang sangat tinggi, atau ketika operasi laser tidak dianjurkan. Setiap
mata dikoreksi pada hari bedah yang berbeda.
19

3. Implantasi Lensa Phakic

Lensa yang digunakan untuk refraksi adalah Lensa Phakic.


Adapun metode implantasi Lensa Phakic yaitu memasukkan lensa tambahan ke
mata, baik di depan iris mata atau hanya di belakangnya. Lensa intraokular Phakic
terbuat dari bahan lembut, lentur, mirip dengan bahan yang digunakan untuk
membuat lensa kontak lunak.

2.2.9 Komplikasi2,3,4

a. Glaukoma Sekunder
b. Uveitis Posterior
c. Kebutaan
2.2.10 Prognosis

Tergantung pada derajat dislokasi lensa, usia onset, dan komplikasi yang terkait
sekunder, prognosis kebanyakan pasien adalah dubia ad bonam. Pasien yang
memiliki trauma terkait ektopia lentis mungkin memiliki komplikasi yang lebih
mengancam jiwa lainnya (tergantung pada beratnya trauma)8.

2.3 Iridodialisis
Iridodialisis adalah rupture pada iris dan dasar / pangkal iris, sehingga bagian
perifer iris terlepas dari badan siliaris. Kondisi ini disebabkan oleh kontusio karena
peregangan pada iris dan insersinya. Pasien akan mengeluhkan pandangan ganda
monocular, tergantung dari luasnya robekan. Pasien juga dapat mengeluhkan silau,
fotofobia. Pada iridodialisis tampak perubahan bentuk pupil yang umumnya
menjadi bentuk lonjong.9
Pada iridodialisis dilakukan penjahitan dengan metode yang sering digunakan
yaitu metode Mc Cannel. Salah satu komplikasi pada prosedur ini adalah
pertumbuhan epitel kearah dalam (epithelial drowngrowth) dengan glaucoma
sekunder.9
20

BAB III
PENYAJIAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.I
Umur : 67 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Melayu
Alamat : Jl.Adi Sucipto, Gang Keluarga No.5
Hari, Tanggal Pemeriksaan : Selasa, 10 Maret 2020

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama:
Pasien mengeluhkan penglihatan buram
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Klinik Mata Ayani dengan keluhan pengelihatan
buram. Keluhan pengelihatan buram dirasakan sejak 3 tahun yang lalu
setelah terkena tali ban pada bola mata kanan saat melepaskan tali dari
motor pada saat membawa minyak. Pada saat kejadian pasien mengeluhkan
nyeri dan pengelihatan menjadi buram serta mata merah. Sekarang pasien
mengeluhkan pengelihatan buram namun tidak disertai nyeri. Keluhan lain
disangkal pasien.
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit mata
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya lebih
kurang 3 tahun yg lalu yaitu penglihatan buram disertai dengan nyeri
dan merah. Pasien mengaku tidak pernah berobat untuk keluhannya.
b. Riwayat penyakit sistemik
Pasien tidak memiliki riwayat DM. Pasien juga tidak memiliki
riwayat penyakit jantung dan riwayat penyakit ginjal. Hipertensi dan
asma disangkal.
21

3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa pada anggota keluarga yang lain disangkal, riwayat
asma disangkal, dan riwayat diabetes mellitus serta hipertensi disangkal
3.2.5 Riwayat Alergi
Pasien menyangkal riwayat alergi obat dan makanan.
3.2.6 Riwayat Pengobatan
Pasien tidak mengkonsumsi obat apapun.
3.2.7 Riwayat Sosial dan Pekerjaan
Pasien mengaku hanya tinggal seorang diri dirumah dan bekerja sambil-
sambilan biasa. Pasien memiliki riwayat merokok sejak usia 20 tahun.

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran/GCS : Composmentis / E4V5M6
3.3.2 Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 72 kali/menit
Frekuensi Napas : 19 kali/menit
Suhu : 36,7 O C

3.3.3 Pemeriksaan Oftalmologis

Gambar 3.1 Foto mata pasien


1. Visus naturalis 1/4
/60 +10,00 6/12 6/6 22
Tph tetap
2. Posisi Bola Mata Ortho
3. Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Gerakan lancar, Gerakan lancar,
jangkauan penuh, jangkauan penuh,
nyeri (-) nyeri (-)

4. Palpebra Edema (-) (-)


Superior
Hiperemi (-) (-)
Pseudoptosis (-) (-)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
5. Palpebra Edema (-) (-)
Inferior
Hiperemi (-) (-)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
6. Konjungtiva Hiperemi (-) (-)
Palpebra
Sikatrik (-) (-)
Superior
Anemis (-) (-)
8. Konjungtiva Hiperemi (-) (-)
Palpebra
Sikatrik (-) (-)
Inferior
Anemis (-) (-)
9. Konjungtiva Injeksi (-) (-)
Bulbi Konjungtiva
Injeksi Siliar (-) (-)
Massa (-) (-)
Edema (-) (-)
Anemis (-) (-)
10. Kornea Bentuk Cembung Cembung
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Kesan licin Kesan licin
Sikatrik (-) (-)
Benda Asing (-) (-)
11. Kedalaman Kesan dalam Kesan dalam
23

Bilik Mata Hifema (-) (-)


Depan
12. Iris Warna Coklat Coklat
Bentuk Lonjong dan ireguler Bulat dan regular
Neovaskularisasi (-) (-)
13. Pupil Bentuk Lonjong,middilatasi Bulat
RCL (-) (+)
RCTL (-) (+)
14. Lensa Kejernihan Jernih Keruh
Iris Shadow (-) (+)
Subluksasi (-) (-)
Dislokasi Luksasi lensa (-)
posterior
15. TIO Non Contact 11 mmHg 10 mmHg
Tonometer (10
Maret 2020)
16. Funduskopi Refleks Fundus Menurun Normal
Gambaran Vitreus strain Dalam batas normal
Funduskopi minimal
3.4 Resume
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan pada Tn.I, 67 tahun yang datang
ke Klinik Mata Ayani dengan keluhan pengelihatan buram. Keluhan pengelihatan
buram dirasakan sejak 3 tahun yang lalu setelah terkena tali ban pada bola mata
kanan saat melepaskan tali dari motor pada saat membawa minyak. Pada saat
kejadian pasien mengeluhkan mata terasa nyeri, merah dan pengelihatan menjadi
buram. Pasien menyangkal adanya mata merah. Sekarang pasien mengeluhkan
pengelihatan buram namun tidak disertai nyeri. Keluhan lain disangkal pasien.
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya lebih kurang 3 tahun yg
lalu yaitu penglihatan buram disertai dengan nyeri. Pasien mengaku tidak pernah
berobat untuk keluhannya. Pasien tidak memiliki riwayat DM. Pasien juga tidak
memiliki riwayat penyakit jantung dan riwayat penyakit ginjal. Hipertensi dan asma
disangkal. Riwayat keluhan serupa pada anggota keluarga yang lain disangkal,
riwayat asma disangkal, dan riwayat diabetes mellitus serta hipertensi disangkal.
Pasien menyangkal riwayat alergi obat dan makanan. Pasien tidak mengkonsumsi
24

obat apapun. Pasien mengaku hanya tinggal seorang diri dirumah dan bekerja
sambil-sambilan biasa. Pasien memiliki riwayat merokok sejak usia 20 tahun. Pada
pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan tajam penglihatan mata kanan adalah
1/4
/60 +10,00 6/12 Tph tetap. Sedangkan tajam penglihatan mata kiri adalah 6/6.
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan bentuk iris mata kanan berbentuk
lonjong dan ireguler. Pupil middilatasi dan tidak didapatkan reflek cahaya langsung
dan tak langsung. pada lensa didapatkan luksasi lensa kearah posterior. Pada mata
kiri diapatkan lensa keruh dan shadow test (+). Pada pemeriksaan fundus
didapatkan refleks fundus pada mata kanan menurun. Pada pemeriksaan funduskopi
didapatkan vitreus strain minimal. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan TIO
mata kanan 11 mmHg dan mata kiri 10 mmHg.

3.5 Diagnosis
OD : Luksasio Lensa Posterior + Iridodialisis
OS : Katarak Senilis Imatur
3.7 Tatalaksana
3.7.1 Medikamentosa
Flamar 4 x 1 gtt OD
3.7.2 Non-Medikamentosa
Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien dan
rencana pengobatan yang akan dilakukan.
3.7.3 Tindakan Operasi
Ekstraksi Lensa + Implementasi IOL O
3.8 Prognosis
Okuli Dekstra
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Functional : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
Okuli Sinistra
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Functional : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
25

BAB IV
PEMBAHASAN

Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien bernama Tn.I


pada Selasa 10 Maret 2020 di Klinik Mata Ayani. Pasien datang dengan keluhan
utama penglihatan yang buram pada mata kanan yang muncul sejak 3 tahun yang
lalu mendadak setelah mata pasien terkena tali ban saat bekerja.

Anamnesis

Teori Temuan

 Trauma tumpul biasanya terjadi  Terjadi akibat terkena tali ban yang
karena kecelakan di rumah, terlepas saat membawa minyak
kekerasan, ledakan, cedera  Keluhan :
olahraga, dan kecelakaan lalu lintas  Mata merah dan nyeri
 Gejala yang dapat timbul :  Penurunan penglihatan dalam
 Mata merah waktu mendadak
 Nyeri
 Perdarahan atau keluar cairan dari
mata atau sekitarnya
 Memar disekitar mata
 Penurunan penglihatan dalam
waktu mendadak
 Mual dan muntah karena kenaikan
Tekanan Intra Okuler (TIO).
 Sakit kepala

Keluhan yang dialami pasien sesuai dengan manifestasi klinis yang terjadi
pada pasien dengan trauma tumpul yang mengakibatkan luksasi lensa posterior dan
iridodialisis. Keluhan yang disampaikan berupa penglihatan buram disebabkan
adanya energi yang besar dari luar sehingga terjadi ekspaansi mendadak daerah
ekuator bola mata yang menyebabkan terlepasnya lensa dari serat zonula zinn yang
26

mana lensa sendiri berfungsi memfokuskan cahaya yang masuk ke mata agar
sampai ke macula. Karena lensa yang lepas dari serat zonula zinn maka tidak ada
yang memfokuskan cahaya yang masuk sehingga pasien mengeluhkan pandangan
buram.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik , tidak terdapat
tanda cidera sistemik atau gangguan hemodinamik. Pada pemeriksaan tajam
1/4
penglihatan didapatkan tajam penglihatan mata kanan adalah /60 +10,00 6/12
Tph tetap. Sedangkan tajam penglihatan mata kiri adalah 6/6. Pada pemeriksaan
oftalmologi didapatkan bentuk iris mata kanan berbentuk lonjong dan ireguler.
Pupil middilatasi dan tidak didapatkan reflek cahaya langsung dan tak langsung.
pada lensa didapatkan luksasi lensa kearah posterior. Pada mata kiri diapatkan lensa
keruh dan shadow test (+). Pada pemeriksaan fundus didapatkan refleks fundus
pada mata kanan menurun. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan vitreus strain
minimal. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan TIO mata kanan 11 mmHg dan
mata kiri 10 mmHg. Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan hasil yang
mengarahkan pada luksasi lensa posterior dimana ditemukan lepasnya lensa dari
serat zonula zin kearah posterior atau badan kaca dan juga didapatkan adanya
robekan pada iris yang menyebabkan iridodialisis.
Penatalaksanaan

Teori Kasus

Luxatio lensa posterior : Medikamentosa


 Ektraksi lensa Flamar 4x1 gtt OD
 Pemasangan IOL Operatif
Iridodialisis Ekstraksi lensa dan pemasangan IOL
Penjahitan Mc Cannel OD
Penanganan trauma okuli dengan luxatio lensa posterior yaitu ekstraksi
lensa untuk menghindari komplikasi seperti uveitis anterior dan glaukoma karena
lensa terlepas dan terjatuh ke badan kaca. Pada pasien dilakukan operasi ekstraksi
lensa dan pemasangan IOL untuk memperbaiki pengelihatan pasien. Kemudian
diberikan Flamar yang mengandung natrium diklofenac yang berfungsi untuk
mengurangi nyeri pada pasien.
27

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis pada pasien Tn.


I 67 tahun, ditemukan hasil yang mendukung diagnosa Luksasio Lensa Posterior
OD + Iridodialisis OD + Katarak Senilis Imatur OS. Pada kasus diberikan
tatalaksana yaitu Flamar 4x1 tetes ODS dan direncanakan untuk ekstraksi lensa +
Implementasi IOL OD.
28

DAFTAR PUSTAKA

1. Asbury & Sanitato (eds). Trauma Dalam Oftalmologi Umum, Edisi 17,
Vaughan, Asbury, Riordan-Eva (eds). Jakarta: Penerbit Widya Medika. 2009.
2. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
; 2001.
3. Bord SP and Judith L. Trauma to the Globe and Orbit. Emergency Medicine
Clinics of North America. Elsevier Inc. 2008
4. Lang G. Opthamology, a Color Atlas 2nd Edition. Thieme : New York. 2006
5. Schlote T, et al. Pocket Atlas of Opthamology. Thieme : New York. 2008
6. Sreckovic S et al. Case Report : Traumatic dislocation of The Crystalline Lens
and It’s Surgical Management
7. Chandra A, Charteris D. Molecular Pathogenesis and Management Strategies
of Ectopia Lentis. Eye (Lond). 2014;28(2):162-168.
8. Omulecki W, Wilczynski M, Gerkowicz M. Management of bilateral ectopia
lentis et pupillae syndrome.Ophthalmic Surg Lasers Imaging. Jan-Feb
2006;37(1):68-71.
9. Sitorus R, Sitompul R, Widyawati S & Bani A. Buku Ajar Oftalmologi.
Jakarta:Badan Penerbit FKUI.2017

Anda mungkin juga menyukai