OLEH:
GATA DILA
I4061172048
PEMBIMBING:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
2
BAB I
PENDAHULUAN
sehingga bagian perifer iris terlepas dari badan siliaris. Kondisi ini disebabkan
oleh kontusio karena peregangan pada iris dan insersinya. Pasien akan
mengeluhkan pandangan ganda monocular, tergantung dari luasnya robekan.
Diagnosis yang tepat terhadap keadaan ini merupakan langkah awal dalam
penatalaksanaan kelianan ini, dimana dengan penatalaksanaan yang tepat dapat
meminimalisir kerusakan pada fungsi mata dan mencegah komplikasi.2
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga
menimbulkan kebutaan menetap.
Gambar 2. Iridodialisis1
2. Iridoplegia
Kelumpuhan otot sfingter pupil sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis,
pasien sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat gangguan
pengaturan masuknya sinar pada pupil. Pupil terlihat tidak sama besar dan
bentuknya ireguler ,disertai lambat atau tidak adanya refleks cahaya , dapat
permanen atau sementara. Pasien sebaiknya istirahat untuk mencegah terjadinya
kelelahan sfingter dan pemberian roborantia. 2
akan menjadi lebih miopi. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong iris
kedepan sehingga sudut bilik mata tertutup, bila sudut bilik mata menjadi sempit
maka mudah terjadi glaukoma sekunder. 2,3
Pada subluksasi biasanya dilakukan dengan koreksi terbaik sehingga tidak
timbul keluhan diplopia. Bila terdapat penyulit glaukoma maka dilakukan ekstraksi
lensa pada orang tua sedang pada orang muda dilakukan ekstraksi linear atau
ekstraksi lensa ekstrakapsuler.3
c. Luksasi lensa anterior
Bila seluruh zonula zinii disekitar ekuator putus maka lensa dapat masuk
kedalam bilik mata depan sehingga akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan
bilik mata yang dapat mengakibatkan glaukoma kongestif akut. Pasien akan
mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah,
mata merah dengan blefarospasme. Pada pemeriksaan fisik terdapat injeksi siliar
yang berat, edema kornea, lensa didalam bilik m a t a depan, iris terdorong
kebelakang dengan pupil yang lebar, tekanan bola mata yang tinggi. 2,3
Pada luksasi lensa anterior: harus dilakukan pengeluaran lensa yang terletak
didalam bilik mata depan. Tekanan bola mata sudah harus terkontrol baik sebelum
lensa dikeluarkan. Pembedahan lensa yang telah mengalami subluksasi atau luksasi
seringkali karena sering disertai penyulit pasca bedah, karena itu diperlukan
persiapan yang baik.3
d. Luksasi lensa posterior
Akibat putusnya zonula zinii diseluruh lingkaran ekuator sehingga lensa
jatuh kedalam badan kaca dan tenggelam dibawah polus posterior fundus okuli.
Pasien mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa yang
mengganggu kampus. Mata akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa , pasien
akan melihat normal dengan lensa + 10 ,0 dioptri untuk jauh , bilik mata
depan dalam dan iris tremulans. 2,3
e. Katarak Traumatik
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun
tumpul terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. 2
9
Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik massa lensa yang akan
bercampur magrofag dengan cepatnya, yang dapat menyebabkan uveitis. Lensa
dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan
mengakibatkan apa yang disebut sebagi cincin Soemering atau bila epitel lensa
berploriferasi aktif akan terlihat mutiara Elsching. 2
Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila terjadi
pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia.
Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okuler primer atau
sekunder. 2
Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu
sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain
sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma
sering dijumpai pada orang tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin
Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam penglihatan. Keadaan
ini dapat disertai perdarahan, ablasio retina, uveitis atau salah letak lensa. 2
10
benda yang mengenai mata dan bahan benda tersebut apakah terbuat dari kayu, besi
atau bahan lain. Apabila terjadi penurunan penglihatan, ditanyakan apakah
pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan. Ditanyakan
juga kapan terjadinya trauma. Apakah trauma disertai dengan keluarnya darah dan
rasa sakit dan apakah sudah dapat pertolongan sebelumnya. 1,4
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum terlebih dahulu diperiksa, karena 1/3 hingga ½ kejadian
trauma mata bersamaan dengan cedera lain selain mata. Untuk itu perlu
pemeriksaan neurologis dan sistemik mencakup tanda-tanda vital, status mental,
fungsi, jantung dan paru serta ekstremitas. Selanjutnya pemeriksaan mata dapat
dimulai dengan:1,4
1. Menilai tajam penglihatan, bila parah: diperiksa proyeksi cahaya, diskriminasi
dua titik dan defek pupil aferen.
2. Pemeriksan motilitas mata dan sensasi kulit periorbita. Lakukan palpasi untuk
mencari defek pada tepi tulang orbita.
3. Pemeriksaan permukaan kornea : benda asing, luka dan abrasi
4. Inspeksi konjungtiva: perdarahan/tidak
5. Kamera okuli anterior: kedalaman, kejernihan, perdarahan
6. Pupil: ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya (dibandingkan dengan mata
yang lain)
7. Oftalmoskop: menilai lensa, korpus vitreus, diskus optikus dan retina.
2.1.4 Tatalaksana
Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas
adanya ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai
pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan
sikloplegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas obat akan
meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik dapat diberikan
secara parenteral spektrum luas dan pakai pelindung pada mata. Analgetik,
antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi
makan dan minum. Induksi anestesi umum harus menghindari substansi yang dapat
menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara
12
transien tekanan bola mata, sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi
intraokular.1,3,4
Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat
kemungkinan timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu
sewaktu berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat
warna, dan obat lainnya yang diberikan ke mata yang cedera harus steril. Kecuali
untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek kontusio-
konkusio mata tidak memerlukan terapi bedah segera. Namun, setiap cedera yang
cukup parah untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga meningkatkan
risiko perdarahan sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian yang serius, yaitu
pada kasus hifema.1,3,4
2.2.3 Epidemiologi
sangat jarang ditemukn. Separuh kasus dislokasi lensa disebabkan oleh trauma.
Secara global dislokasi lensa bisa terjadi di segala usia. Lak-laki lebih beresiko
untuk mengalami dislokasi lensa. Dislokasi lensa dapat ditemukan pada 50-80%
2.2.4 Klasifikasi
a. Subluksasi Lensa
Terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinii sehingga lensa berpindah
tempat, subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan
14
pada zonula zinii yang rapuh (Sindrom Marphan). Akibat pegangan lensa pada
zonula zinii tidak ada maka lensa yang elastis akan menjadi cembung, dan mata
akan menjadi lebih miopi. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong iris
kedepan sehingga sudut bilik mata tertutup, bila sudut bilik mata menjadi sempit
maka mudah terjadi glaukoma sekunder. 2,3
Pada subluksasi biasanya dilakukan dengan koreksi terbaik sehingga tidak
timbul keluhan diplopia. Bila terdapat penyulit glaukoma maka dilakukan ekstraksi
lensa pada orang tua sedang pada orang muda dilakukan ekstraksi linear atau
ekstraksi lensa ekstrakapsuler.3
b. Luksasi lensa anterior
Bila seluruh zonula zinii disekitar ekuator putus maka lensa dapat masuk
kedalam bilik mata depan sehingga akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan
bilik mata yang dapat mengakibatkan glaukoma kongestif akut. Pasien akan
mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah,
mata merah dengan blefarospasme. Pada pemeriksaan fisik terdapat injeksi siliar
yang berat, edema kornea, lensa didalam bilik m a t a depan, iris terdorong
kebelakang dengan pupil yang lebar, tekanan bola mata yang tinggi. 2,3,
Pada luksasi lensa anterior: harus dilakukan pengeluaran lensa yang terletak
didalam bilik mata depan. Tekanan bola mata sudah harus terkontrol baik sebelum
lensa dikeluarkan. Pembedahan lensa yang telah mengalami subluksasi atau luksasi
seringkali karena sering disertai penyulit pasca bedah, karena itu diperlukan
persiapan yang baik.3
15
Gambar 5. A. tampak bayangan lensa pada bilik mata depan pada pasein post
trauma tumpul yang disertai adanya hifema. B. pada pemeriksaan slit lamp terlihat
bentukan lensa pada bilik mata depan, terfiksasi antara pupil dan kornea 6
2.2.5 Patofisiologi
Patofisiologi dislokasi lensa dapat dibagi menjadi dua yaitu : traumatik dan
nontraumatik.7
a. Traumatik
menyebabkan rupture serat zonula zinii. Zonula zinii merupakan bagian dari
16
serat zonula. Selain itu melalui mekanisme trauma tertentu misalnya pada
saat pembedahan katarak dapat terjadi rupture pada kapsul lensa posterior
b. Nontraumatik
pembentukan dan fungsi zonula maupun letak lensa yang timbul karena
suatu kelainan mata atau penyakit sistemik. Pada sindroma marfan, terjadi
kelainan gen FBN1 yang mengkode protein fibrilin 1 yang membentuk serat
zonula. Akibatnya zonula pada pasien sindroma marfan menjadi lebih rapuh
dan rentan mengalami rupture spontan atau akibat trauma yang ringan.
Komponen penyusun serat zonula zinii yang utama adalah fibrilin. Terdapat
3 jenis fibrilin yakni fibrilin 1 (dikode oleh gen FBN1), fibrilin 2 (gen
FBN2) dan fibrilin 3 (gen FBN3). FBN1 adalah gen yang terletak pada
komponen terbanyak pada serat zonula. Protein fibrilin 1 terdiri atas calcium
binding domain dan cysteine rich domain. Oleh karena itu, fibrilin 1
Gejala yang timbul pada pasien tergantung dari derajat keparahan dislokasi
lensa. Apabila dislokasi yang terjadi hanya ringan, mungkin tidak akan terlihat
gejala, namun sebaliknya dislokasi lensa yang parah dapat menimbulkan keluhan
17
berupa gangguan akomodasi, diplopia dan gangguan visus. Pada keadaan dengan
komplikasi seperti glaucoma, dapat timbul keluhan akibat TIO yang meningkat
seperti nyeri kepala dan mual-muntah.1,2
2.2.7 Diagnosis
1. Pemeriksaan Visus
Pada pemeriksaan dengan senter / slit lamp akan terlihat pada bagian zonula
Zinni yang terlepas, bilik mata dalam dengan iris tremulens, sedang pada bagian
zonula Zinni yang utuh terlihat bilik mata yang dangkal akibat lensa tertarik dan
mencembung pada bagian ini. Perubahan akibat subluksasi akan memberikan
penyulit glaukona atau penutupan pupil oleh lensa cembung.
2.2.8 Tatalaksana
Koreksi optik dari kesalahan refraksi yang disebabkan oleh dislokasi lensa
seringkali sulit. Tergantung pada sejauh mana dislokasi, pasien dapat melihat lebih
baik dengan koreksi miopia dengan astigmatik tau koreksi aphakic. Dengan
subluksasi sangat ringan, pasien hanya mungkin miopia dan setelah dikoreksi visus
mungkin baik. Dan jika ada pasien glaukoma penyulit harus diatasi dahulu.
2. Lensektomi
2.2.9 Komplikasi2,3,4
a. Glaukoma Sekunder
b. Uveitis Posterior
c. Kebutaan
2.2.10 Prognosis
Tergantung pada derajat dislokasi lensa, usia onset, dan komplikasi yang terkait
sekunder, prognosis kebanyakan pasien adalah dubia ad bonam. Pasien yang
memiliki trauma terkait ektopia lentis mungkin memiliki komplikasi yang lebih
mengancam jiwa lainnya (tergantung pada beratnya trauma)8.
2.3 Iridodialisis
Iridodialisis adalah rupture pada iris dan dasar / pangkal iris, sehingga bagian
perifer iris terlepas dari badan siliaris. Kondisi ini disebabkan oleh kontusio karena
peregangan pada iris dan insersinya. Pasien akan mengeluhkan pandangan ganda
monocular, tergantung dari luasnya robekan. Pasien juga dapat mengeluhkan silau,
fotofobia. Pada iridodialisis tampak perubahan bentuk pupil yang umumnya
menjadi bentuk lonjong.9
Pada iridodialisis dilakukan penjahitan dengan metode yang sering digunakan
yaitu metode Mc Cannel. Salah satu komplikasi pada prosedur ini adalah
pertumbuhan epitel kearah dalam (epithelial drowngrowth) dengan glaucoma
sekunder.9
20
BAB III
PENYAJIAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.I
Umur : 67 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Melayu
Alamat : Jl.Adi Sucipto, Gang Keluarga No.5
Hari, Tanggal Pemeriksaan : Selasa, 10 Maret 2020
3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama:
Pasien mengeluhkan penglihatan buram
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Klinik Mata Ayani dengan keluhan pengelihatan
buram. Keluhan pengelihatan buram dirasakan sejak 3 tahun yang lalu
setelah terkena tali ban pada bola mata kanan saat melepaskan tali dari
motor pada saat membawa minyak. Pada saat kejadian pasien mengeluhkan
nyeri dan pengelihatan menjadi buram serta mata merah. Sekarang pasien
mengeluhkan pengelihatan buram namun tidak disertai nyeri. Keluhan lain
disangkal pasien.
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit mata
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya lebih
kurang 3 tahun yg lalu yaitu penglihatan buram disertai dengan nyeri
dan merah. Pasien mengaku tidak pernah berobat untuk keluhannya.
b. Riwayat penyakit sistemik
Pasien tidak memiliki riwayat DM. Pasien juga tidak memiliki
riwayat penyakit jantung dan riwayat penyakit ginjal. Hipertensi dan
asma disangkal.
21
obat apapun. Pasien mengaku hanya tinggal seorang diri dirumah dan bekerja
sambil-sambilan biasa. Pasien memiliki riwayat merokok sejak usia 20 tahun. Pada
pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan tajam penglihatan mata kanan adalah
1/4
/60 +10,00 6/12 Tph tetap. Sedangkan tajam penglihatan mata kiri adalah 6/6.
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan bentuk iris mata kanan berbentuk
lonjong dan ireguler. Pupil middilatasi dan tidak didapatkan reflek cahaya langsung
dan tak langsung. pada lensa didapatkan luksasi lensa kearah posterior. Pada mata
kiri diapatkan lensa keruh dan shadow test (+). Pada pemeriksaan fundus
didapatkan refleks fundus pada mata kanan menurun. Pada pemeriksaan funduskopi
didapatkan vitreus strain minimal. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan TIO
mata kanan 11 mmHg dan mata kiri 10 mmHg.
3.5 Diagnosis
OD : Luksasio Lensa Posterior + Iridodialisis
OS : Katarak Senilis Imatur
3.7 Tatalaksana
3.7.1 Medikamentosa
Flamar 4 x 1 gtt OD
3.7.2 Non-Medikamentosa
Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien dan
rencana pengobatan yang akan dilakukan.
3.7.3 Tindakan Operasi
Ekstraksi Lensa + Implementasi IOL O
3.8 Prognosis
Okuli Dekstra
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Functional : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
Okuli Sinistra
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Functional : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
25
BAB IV
PEMBAHASAN
Anamnesis
Teori Temuan
Trauma tumpul biasanya terjadi Terjadi akibat terkena tali ban yang
karena kecelakan di rumah, terlepas saat membawa minyak
kekerasan, ledakan, cedera Keluhan :
olahraga, dan kecelakaan lalu lintas Mata merah dan nyeri
Gejala yang dapat timbul : Penurunan penglihatan dalam
Mata merah waktu mendadak
Nyeri
Perdarahan atau keluar cairan dari
mata atau sekitarnya
Memar disekitar mata
Penurunan penglihatan dalam
waktu mendadak
Mual dan muntah karena kenaikan
Tekanan Intra Okuler (TIO).
Sakit kepala
Keluhan yang dialami pasien sesuai dengan manifestasi klinis yang terjadi
pada pasien dengan trauma tumpul yang mengakibatkan luksasi lensa posterior dan
iridodialisis. Keluhan yang disampaikan berupa penglihatan buram disebabkan
adanya energi yang besar dari luar sehingga terjadi ekspaansi mendadak daerah
ekuator bola mata yang menyebabkan terlepasnya lensa dari serat zonula zinn yang
26
mana lensa sendiri berfungsi memfokuskan cahaya yang masuk ke mata agar
sampai ke macula. Karena lensa yang lepas dari serat zonula zinn maka tidak ada
yang memfokuskan cahaya yang masuk sehingga pasien mengeluhkan pandangan
buram.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik , tidak terdapat
tanda cidera sistemik atau gangguan hemodinamik. Pada pemeriksaan tajam
1/4
penglihatan didapatkan tajam penglihatan mata kanan adalah /60 +10,00 6/12
Tph tetap. Sedangkan tajam penglihatan mata kiri adalah 6/6. Pada pemeriksaan
oftalmologi didapatkan bentuk iris mata kanan berbentuk lonjong dan ireguler.
Pupil middilatasi dan tidak didapatkan reflek cahaya langsung dan tak langsung.
pada lensa didapatkan luksasi lensa kearah posterior. Pada mata kiri diapatkan lensa
keruh dan shadow test (+). Pada pemeriksaan fundus didapatkan refleks fundus
pada mata kanan menurun. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan vitreus strain
minimal. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan TIO mata kanan 11 mmHg dan
mata kiri 10 mmHg. Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan hasil yang
mengarahkan pada luksasi lensa posterior dimana ditemukan lepasnya lensa dari
serat zonula zin kearah posterior atau badan kaca dan juga didapatkan adanya
robekan pada iris yang menyebabkan iridodialisis.
Penatalaksanaan
Teori Kasus
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Asbury & Sanitato (eds). Trauma Dalam Oftalmologi Umum, Edisi 17,
Vaughan, Asbury, Riordan-Eva (eds). Jakarta: Penerbit Widya Medika. 2009.
2. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
; 2001.
3. Bord SP and Judith L. Trauma to the Globe and Orbit. Emergency Medicine
Clinics of North America. Elsevier Inc. 2008
4. Lang G. Opthamology, a Color Atlas 2nd Edition. Thieme : New York. 2006
5. Schlote T, et al. Pocket Atlas of Opthamology. Thieme : New York. 2008
6. Sreckovic S et al. Case Report : Traumatic dislocation of The Crystalline Lens
and It’s Surgical Management
7. Chandra A, Charteris D. Molecular Pathogenesis and Management Strategies
of Ectopia Lentis. Eye (Lond). 2014;28(2):162-168.
8. Omulecki W, Wilczynski M, Gerkowicz M. Management of bilateral ectopia
lentis et pupillae syndrome.Ophthalmic Surg Lasers Imaging. Jan-Feb
2006;37(1):68-71.
9. Sitorus R, Sitompul R, Widyawati S & Bani A. Buku Ajar Oftalmologi.
Jakarta:Badan Penerbit FKUI.2017