“TRAUMA OKULI”
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar,selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip,
mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan
pada bola mata dan kelopak, saraf mata serta rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat
mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma
pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih
berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi
gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata: palpebrae,
konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. Trauma mata
merupakan keadaan gawat darurat pada mata.
Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan dewasa
muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Segala umur
dapat terkena rudapaksa mata walaupun beberapa kelompok umur tersering terkena (50 %)
yaitu umur kurang dari 18 tahun (di USA). Dewasa muda, terutama pria, merupakan
kelompok yang kemungkinan besar mengalami cedera tembus mata. Kecelakaan dirumah,
kekerasan, ledakan aki, cedera akibat olahraga dan kecelakaan lalu lintas merupakan
keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.
KLASIFIKASI
1. Trauma Mekanik
a) Trauma Tumpul
b) Trauma Tajam/trauma tembus
2. Trauma Kimia
3. Trauma karena agen Fisis
a) Api
b) Radiasi
c) Ultraviolet
2) Ablasi Retina
Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina dari koroid pada
penderita ablasi retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya
ablasi retina ini, seperti retina tips akibat retinitis semata, miopia, dan proses
degenerasi retina lainnya.
Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang seperti tabir
mengganggu lapang pandanganya. Bila terkena atau tertutup daerah makula maka
tajam penglihatan akan menurun.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang brwarna abu-abu
dengan pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadang-
kadang terlihat pembuluh darah seperti yang terputus-putus. Pada pasien dengan
ablasi retina maka secepatnya dirawat untuk dilakukan pembedahan oleh dokter
mata.
3) Ruptur Koroid
Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat merupakan
akibat ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior bola mata dan
melingkar konsentris di sekitar papil saraf optik.
Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea, maka tajam
penglihatan akan sangat menurun. Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan
subretina agak sukar dilihat kan tetapi bila darah tersebut telah diabsorpsi maka
akan terlihat bagian ruptur berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung
tanpa tertutup koroid.
Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata
maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti :
- Tajam penglihatan yang menurun
- Tekanan bola mata rendah
- Bilik mata dangkal
- Bentuk dan letak pupil yang berubah
- Terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera
- Terdapat jaringan yang di proplaps seperti cairan mata, iris, lensa, bada kaca
atau retina
- Konjungtiva kemotis
Bila terlihat salah satu tanda di atas atau dicurigai adanya perforasi bola mata
maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotik topikal dan mata ditutup dan segera
dikirim ke dokter mata untuk dilakukan pembedahan.
Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan antibiotika
sistemik atau intravena dan pasien dipuasakan untuk tindakan pembedahan. Pasien
juga di beri anti tetanus profilaktik, analgetika dan kalau perlu penenang. Sebelum
dirujuk mata tidak diberi salep, karena salem dapat masuk ke dalam mata. Pasien
tidak boleh diberi steroid lokal dan beban yang diberikan pada mata tidak menekan
bola mata.
Pemeriksaan penunjang
Foto polos orbita dapat berguna untuk mengevaluasi tulang orbita, sinus
paranasal dan mengidentifikasi benda asing radioopak. Proyeksi waters menampilkan
gambaran yang paling baik dari dasar orbita dan mendeteksi air-fluid level pada sinus
maksila. Proyeksi anteroposterior untuk melihat dinding medial orbita, dan proyeksi
lateral untuk visualisasi atap orbita, sinus maksila dan frontal, zygoma dan sella
tursika.
CT Scan untuk evaluasi struktur intraokuler dan periorbita, deteksi adanya benda
asing intraokuler metalik dan menentukan terdapatnya atau derajat kerusakan
periokuler, keikutsertaan trauma intrakranial misalnya perdarahan subdural.
MRI sangat baik untuk menilai jaringan lunak dan membantu dalam melokalisasi
benda asing non metalik seperti kayu, yang pada CT Scan tampak sama dengan
jaringan lunak atau udara, tetapi pemeriksaan ini kontraindikasi pada trauma akibat
benda asing yang terbuat dari metal.
USG orbita pada keadaan media refraksi keruh untuk mendapatkan informasi
tentang status dari struktur intraokuler, lokalisasi dari benda asing intraokuler, deteksi
benda asing non metalik, deteksi perdarahan koroid, ruptur sklera posterior, ablasio
retina, dan perdarahan sub retina.
Tatalaksana trauma tembus
Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menerapkan prinsip umum bantuan
hidup lanjut pada kasus trauma.Selanjutnya dapat dilakukan sistem skoring untuk
menilai trauma mata dan orbita dan membantu mengidentifikasi setiap pasien yang
membutuhkan diagnosis dan tatalaksana segera. Hal ini sekaligus bertindak sebagai
triage dalam upaya penanganan kasus trauma mata dan orbita.
Salah satu sistem skoring yang sering digunakan adalah Madigan Eye and Orbit
Trauma Scale (MEOTS) yang memiliki beberapa parameter, antara lain:
1. Tajam penglihatan
2. Struktur bola mata
3. Proptosis
4. Pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya
5. Motillitas okular
Adapun fungsi dilakukannya penilaian awal dengan sistem skoring adalah:
- Dapat mendeskripsikan beratnya trauma / luka
- Memberikan pelayanan triage yang efektif
- Membantu dalam hal kesiapan operasi
- Memprediksikan prognosis penglihatan
2. Trauma Kimia
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di dalam laboratorium,
industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian dan peperangan yang
memakai bahan kimia di abad modern.
Bahan kimia yang dapat mengakibatkan kelainan pada mata dapat dibedakan dalam
bentuk : trauma asam dan trauma basa atau alkali.
Pengaruh bahan kimia sangat bergantung pada pH, kecepatan dan jumlah bahan kimia
tersebut mengenai mata.
Dibanding bahan asam, maka trauma oleh alkali cepat dapat merusak dan menembus
kornea. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang
terkena trauma kimia merupakan tindakan harus dilakukan karena dapat memberikan penyulit
yang lebih berat. Pembilasan dilakukan dengan memakai garam fisiologik yang lebih berat
lainnya selama mungkin dan paling sedikit 15-30 menit.
Luka bahan kimia harus dibilas secepatnya dengan air yang tersedia pada saat itu seperti
dengan air keran, larutan garam fisiologik dan asam berat. Anastesi topikal diberikan pada
keadaan dimana terdapat blefarospasme berat.
Untuk bahan asam digunakan larutan natrium bikarbonat 3% sedang basa larutan asam
borat, asam asetat 0,5% atau bufer asam asetat pH untuk menetralisir. Diperhatikan
kemungkinan terdapatnya benda asing penyebab luka tersebut.
Untuk bahan basa diberikan EDTA. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika
topikal, sikloplegik dan bebat mata selama mata masih sakit. Regenerasi epitel akibat asam
lemah dan alkali sangat lambat yang biasanya sempurna setelah 3-7hari.
a. Trauma Asam
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik (Asetat,
forniat) dan organik anhidrat (asetat). Bila bahan asam mengenai mata maka akan
segera terjadi pengendapan ataupun pengumpalan protein permukaan sehingga bila
konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali.
Biasanya akan terjadi kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Bahan asam
dengan konsentrasi tinggi dapat bereaksi seperti trauma basa sehingga kerusakan yang
diakibatkannya akan lebih dalam.
Asam terdisosiasi menjadi ion-ion Hidrogen dan anion di kornea. Molekul
hidrogen merusak permukaan bola mata dengan merubah pH, sedangkan anion
menyebabkan denaturasi, presipitasi dan koagulasi protein pada epitel – epitel kornea
yang terpajan. Presipitasi dan koagulasi permukaan bola mata disebut nekrosis
koagulatif. Koagulasi protein mencegah terjadinya penetrasi asam lebih dalam,
sehingga bila konsentrasi tidak tinggi tidak akan bersifat destruktif seperti trauma
alkali. Umumnya kerusakan yang terjadi bersifat nonprogresif dan hanya pada bagian
superfisial saja.
Asam hidrofluorat adalah pengecualian dalam kasus trauma akibat asam. Asam
hidrofluorat adalah asam lemah yang dapat melewati membran sel dengan cepat,
dalam keadaan tetap tidak terionisasi, sementara ion fluoride berpenetrasi lebih baik
ke stroma dibanding asam lainnya sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih
parah di segmen anterior. Karena itu asam hidrofluorat bekerja seperti basa,
menyebabkan nekrosis liquefactive. Ion fluoride yang dilepaskan ke dalam sel dapat
menginhibisi enzim glikolitik dan dapat bergabung dengan kalsium dan magnesium,
membentuk kompleks tidak larut. Nyeri lokal yang hebat diduga sebagai akibat dari
kegagalan imobilisasi kalsium, yang kemudian mendorong stimulasi syaraf oleh
perpindahan potassium.
Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secapatnya dan
selama mungkin untuk menghilangkan dan melarutkan bahan yang mengakibatkan
trauma. Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali sehingga tajam
penglihatan tidak terganggu.
Komplikasi paling serius dari trauma asam adalah jaringan parut konjungtiva dan
kornea, vaskularisasi kornea, glaukoma dan uveitis.
b. Trauma Basa
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat pada
mata. Alkali akan menembus dengan cepat kornea, bilik mata depan, dan sampai pada
jaringan retina. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea.
Bahan kimia alkali bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, disertai
dengan dehidrasi. Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan
dalam waktu 7 detik.
Pada trauma alkali akan terbentuk kolagenase yang akan menambah kerusakan
kolagen kornea. Alkali yang menembus ke dalam bola mata akan merusak retina
sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.
Tindakan bila terjadi trauma basa adalah dengan secepatnya melakukan irigasi
dengan garam fisiologik. Sebaiknya irigasi dilakukan selama mungkinPenyulit yang
dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah simblefaron, kekeruhan kornea, edema dan
neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan terjadi ftisis bola mata. Penyulit
jangka panjang dari luka bakar kimia adalah glaukoma sudut tertutup, pembentukan
jaringan parut kornea, simblefaron, entropion, dan keratitis sika.
Menurut klasifikasi Thoft menjadi :
- Derajat 1 : hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata
- Derajat 2 : hiperemi konjungtiva disertai dengan hilangnya epitel kornea
- Derajat 3 : hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel
kornea
- Derajat 4 konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%
Patogenesis
Bahan asam dan basa menyebabkan trauma dengan mekanisme yang berbeda.
Baik bahan asam (pH<4) dan alkali (pH>10) dapat menyebabkan terjadinya trauma
kimia. Kerusakan jaringan akibat trauma kimia ini secara primer akibat proses
denaturasi dan koagulasi protein selular, dan secara sekunder melalui kerusakan
iskemia vaskular. Bahan asam menyebabkan terjadinya nekrosis koagulasi dengan
denaturasi protein pada jaringan yang berkontak. Hal ini disebabkan karena bahan
asam cenderung berikatan dengan protein jaringan dan menyebabkan koagulasi pada
epitel permukaaan. Timbulnya lapisan koagulasi ini nerupakan barier terjadinya
penetrasi lebih dalam dari bahan asam sehingga membatasi kerusakan lebih lanjut.
Oleh karena itu trauma asam sering terbatas pada jaringan superfisial.
Bahan alkali dapat menyebabkan nekrosis likuefaksi yang potensial lebih
berbahaya dibandingkan bahan asam. Larutan alkali mencairkan jaringan dengan jalan
mendenaturasi protein dan saponifikasi jaringan lemak. Larutan alkali ini dapat terus
mempenetrasi lapisan kornea bahkan lama setelah trauma terjadi.
Kerusakan jangka panjang pada konjungtiva dan kornea meliputi defek pada
epitel kornea, simblefaron serta pembentukan jaringan sikatriks. Penetrasi yang dalam
dapat menyebabkan pemecahan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasitas
lapisan stroma kornea. Jika terjadi penetrasi pada bilik mata depan, dapat terjadi
kerusakan iris dan lensa. Kerusakan epitel silier dapat menggangu sekresi asam
askorbat yang diperlukan untuk produksi kolagen dan repair kornea. Selain itu dapat
terjadi hipotoni dan ptisis bulbi.
Proses penyembuhan dapat terjadi pada epitel kornea dan stroma melalui proses
migrasi sel epitel dari stem cells pada daerah limbus. Kolagen stroma yang rusak akan
difagositosis dan dibentuk kembali.
Gejala klinis
Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis
dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dengan
derajat yang bervariasi, fotofobia, penurunan penglihatan serta adanya halo di sekitar
cahaya.Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan atau
gas kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa mengganjal
di mata, pandangan kabur, fotofobia, mata merah dan rasa terbakar. Jenis bahan
sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol bahan kimia, hal ini dapat
membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata. Waktu dan durasi dari
pajanan, gejala yang timbul segera setelah pajanan, serta penatalaksanaan yang telah
diberikan di tempat kejadian juga merupakan anamnesis yang dapat membantu dalam
diagnosis.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi yang
banyak pada mata yang terkena dan PH mata telah netral. Setelah dilakukan irigasi,
dilakukan pemeriksaan dengan seksama terutama melihat kejernihan dan integritas
kornea, iskemia limbus dan tekanan intraokular. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
pemberian anestesi topikal.
Tanda-tanda yang dapat ditemui pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi adalah :
Defek epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan
seluruh epitel. Kerusakan semua epitel kornea dapat tidak meng-up take fluoresin
secepat abrasi kornea sehingga dapat tidak teridentifikasi.
Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi
total sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.
Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang
penyembuhannya tidak baik.
Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini
biasa terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih
dalam.
Peningkatan tekanan intraokular
Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini menyebabkan
kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose permukaan bola yang telah
terkena trauma.
Inflamasi konjungtiva.
Iskemia perilimbus
Penurunan tajam penglihatan . Terjadi karena kerusakan epitel, kekeruhan
kornea, banyaknya air mata.
Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan berupa
kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit sekitar, serta
adanya sel dan flare pada bilik mata depan. Pada kornea dapat ditemukan keratitis
punktata sampai erosi epitel kornea dengan kekeruhan pada stroma. Sedangkan pada
derajat berat mata tidak merah, melainkan putih karena terjadinya iskemia pada
pembuluh darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan derajat luka bakar yang
lebih berat pada kulit sekitar mata, serta opasitas pada kornea.
Ilyas, S. Yulianti, S.R. 2012. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Vaughan D. and Riordan-Eva P. 2007. General ophtalmology. 17th edition. USA:
The McGraw-Hill Companies. Chapter 1: Anatomy and Embriology of The Eye.
Ilyas, Sidharta dkk. 2002. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa
kedokteran, Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto
Randleman JB. 2007. Ophthalmologic Approach to Chemical Eye Burns.
Emedicine. October