Anda di halaman 1dari 28

Refleksi Kasus

Dokter Muda:
I Wayan Gede Mahardika Putra (2171121015)

Pembimbing :
dr. Wayan Sulistiawan Sp.THT-KL
KSM Ilmu Kesehatan THT-KL/RSUD Sanjiwani Gianyar
I. Identitas Pasien
•Nama : NMS
•Nomor RM : 713847
•Umur : 38 th
•Jenis Kelamin : Perempuan
•Alamat : Bresela Payangan
•Agama : Hindu
•Ruangan : Poli THT
•Tanggal Pemeriksaan : 19 Maret 2022
II. Anamnesis
• Keluhan Utama : Nyeri Tenggorokan

• Riwayat Penyakit Sekarang :

Seorang perempuan 38 tahun datang ke poli THT-KL RSUD Sanjiwani Gianyar diantar oleh suaminya dengan
keluhan nyeri pada tenggorokan sejak 3 minggu yang lalu, pasien mengeluh Nyeri tenggorokan seperti ada yang
mengganjal mengakibatkan pasien sering mendehem seperti ada dahak yang tidak bisa keluar, keluhan dirasakan terus
menerus dan dirasakan semakin memberat, awalnya pasien mengatakan pernah menderita batuk kering dan Nyeri
tenggorokan namun sempat membaik sejenak setelah berobat ke praktik dokter specialis dan kembali kambuh setelah
obat anti radang pasien habis.

Keluhan lain seperti demam (-), sesak (-), nyeri menelan (+), nyeri seperti terbakar di ulu hati (+), suara serak (-), serig
mendehem (+), adanya lender di tenggorokan (+), kesulitan menelan (+), rasa mengganjal di tenggorokan (+), batuk
(+)

.
II. Anamnesis
• Riwayat Penyakit Terdahulu:

Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini dan sudah sempat berobat ke praktik dokter
specialis dan sudah mendapatkan obat anti radang namun kembali kambuh saat obat habis. Pasien memiliki
riwayat gastritis sejak pasien masih berusia muda. Riwayat memiliki penyakit kronis seperti DM dan HT
disangkal oleh pasien

• Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama, Riwayat penyakit kronis pada keluarga seperti HT
dan DM disangkal oleh pasien.

• Riwayat Pribadi dan Sosial:

Pasien tinggal bersama keluarga dan keseharian pasien beraktivitas seperti biasa. Pasien mengatakan senang makan
makanan yang pedas, asam, dan berminyak, Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal oleh pasien.
III. Pemeriksaan Fisik
STATUS PRESENT
• Keadaan umum : Sakit Sedang
• Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
• Tanda Vital:
Frekuensi nadi : 80 per menit
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Frekuensi nafas : 18 kali per menit
Suhu : 36.6 C
III. Pemeriksaan Fisik
STATUS LOKASIS THT

Telinga
Dekstra Sinistra
Aurikula Bentuk (N), nyeri Tarik (-), benjolan Bentuk (N), nyeri Tarik (-), benjolan (-), lesi
(-), lesi kulit (-) kulit (-)
Preaurikula Nyeri tekan tragus (-), fistula (-), abses Nyeri tekan tragus (-), fistula (-), abses (-),
(-), hiperemi (-) hiperemi (-)
Retroaurikula Nyeri tekan (-), fistula (-), abses (-), Nyeri tekan (-), fistula (-), abses (-),
hiperemi (-) hiperemi (-)
Mastoid Nyeri tekan (-), fistula (-), abses (-), Nyeri tekan (-), fistula (-), abses (-),
hiperemi (-) hiperemi (-)
MAE Discharge (-), udem (-), serumen (+) Discharge (-), udem (-), serumen (+)
minimal minimal
Membran Intak, Reflek cahaya (+) Intak, Reflek cahaya (+)
Timpani
III. Pemeriksaan Fisik
STATUS LOKASIS THT

Tes Penala
Dextra Sinistra
Rinne Positif Positif

Swabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa


Weber Tidak ditemukan lateralisasi
Kesan telinga normal
III. Pemeriksaan Fisik
STATUS LOKASIS THT

Hidung
Dekstra Sinistra
Inspeksi Luar Tampak normal Tampak normal
Palpasi Nyeri (-), massa (-), krepitasi (-) Nyeri (-), massa (-), krepitasi (-)
Vestibulum Massa (-), hiperemis (-) Massa (-), hiperemis (-)
Kavum nasi Lapang, sekret (-) Lapang, sekret (-)
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
Konka inferior Dekongesti, hiperemis (-) Dekongesti, hiperemis (-)
Meatus media Sekret (-) polip (-) Sekret (-) polip (-)
III. Pemeriksaan Fisik
STATUS LOKASIS THT
Tenggorok
Uvula Simetris, hiperemis (-), udem (-)
Tonsil T1 T1
Palatum Simetris, merah muda
Mole
Mukosa hiperemi (+), refleks muntah (+/+), sekret (+) post
Dinding
nasal drip (-)
Faring
Arkus faring Simetris Simetris

• Regio Fasialis:
Inspeksi : pembengkakan pipi (-), deformitas wajah (-)
Palpasi : nyeri tekan pada area sinus paranasalis (-)
• Pemeriksaan Gigi : caries gigi (-)
• Leher : pembesaran KGB (-)
IV. Pemeriksaan Penunjang
Fiber Optic Laryngoscopy (FOL)
IV. Pemeriksaan Penunjang
Indeks Gejala Refluks (RSI) (LPR jika >13)
Refluks Symptom Indexs
No Dalam 1 Bulan Terakhir Apakah Anda Menderta Skor
1 Suara serak/ problem suara 0

2 Sering mengeluarkan lendir / mendehem 3


3 Lendir berlebihan / PND 2
4 Kesukaran menelan 3
5 Batuk setelah makan / berbaring 0
6 Kesulitan bernafas 0
7 Batuk yang menganggu 2
8 Rasa yang mengganjal di tenggorok 5
9 Heart burn, rasa nyeri di dada, gangguan pencernaan, 4
regurgitasi asam
Total 19
(menunjukan LPR)
IV. Pemeriksaan Penunjang
Refluks Finding SCORE (LPR jika >7)
Refluks Symptom Indexs
No Kriteria Skor
1 Edema sub glottis 0: tidak ada, 2 : ada 2
2 Ventrikular obliterasi 2 : pasial, 4: komplit 2
3 Eritema/ hyperemia 2: hanya arytenoid, 4: difus 4
4 Edema pita suara 1 : ringan, 2 : moderat , 3: berat , 4 : polipoid 1
5 Edema laring difus 1 : ringan, 2 : moderat , 3: berat , 4 : obstrukting 1
6 Hipertrofi komisura posterior 1 : ringan, 2 : moderat , 3: berat , 4 : obstrukting 1

7 Granuloma/ jaringan 0: tidak ada, 2 : ada 0


granulasi
8 Mukus kental endolaring 0: tidak ada, 2 : ada 2
Total 13 (LPR)
V. Diagnosis
DIAGNOSIS KERJA
Refluks Laringopharing

DIAGNOSIS BANDING
Tumor Laring
Laringitis
VI. Penatalaksanaan

Terapi :

Lansoprazole 30 mg 1x1 tab


Ranitidin 150 mg 1x1 tab
Antasida sirup 60 3x1 cth

KIE :
Hindari makanan yang mengiritasi saluran cerna seperti terlalu pedas, panas, aspirin dan kafein. Tidur
minimal 4 jam setalah makan.
DESKRIPSI

Hal yang menarik pada kasus ini adalah bagaimana pasien dengan riwayat
dyspepsia dapat mengalami Refluks Laringofaring
PERASAAN YANG DIRASAKAN

• Perasaan menyenangkan adalah dapat bertemu langsung dengan pasien


yang mengalami Refluks Laringofaring dan dapat mengetahui secara
detail mengenai keluhan pasien tersebut.
• Perasaan yang tidak menyenangkan adalah saya tidak bisa mengikuti
perjalanan control pasien secara menyeluruh
EVALUASI

• Pengalaman baik yang saya dapatkan adalah saya diberikan kesempatan untuk
melakukan anamnesis, dan pemeriksaan fisik secara langsung pada pasien
Refluks Laringofaring .

• Namun saya menyadari bahwa saya masih banyak kurang dalam keterampilan
menganamnesis pasien secara sistematis dan masih ragu saat melakukan
pemeriksaan fisik karena kurangnya pengalaman saya dalam melakukan
pemeriksaan langsung dengan pasien.
ANALISIS

1. Bagaimana pasien dengan riwayat dyspepsia dapat mengalami Refluks


Laringofaring?

2. Bagaimana cara menegakan diagnosis pasien Refluks Laringofaring ?

3. Bagaimana prinsip penatalaksanaan pasien Refluks Laringofaring ?

4. Bagaimana managemen pasien dengan Refluks Laringofaring yang


dapat dilakukan di fasilitas kesehatan primer?
KESIMPULAN
Bagaimana pasien dengan riwayat dyspepsia dapat mengalami Refluks Laringofaring?

Dispepsia adalah sindrom yang muncul akibat adanya sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau
ketidaknyamanan, bisa disertai mual, muntah, kembung, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh atau begah dan rasa terbakar,
yang telah dirasakan3 bulan terakhir dengan onset minimal 6 bulan sebelum diagnosis. Sindrom dyspepsia merupakan salah satu
gejala yang dialami pasien refluks gastroesofageal. Refluks cairan asam lambung yang sebelumnya hanya sampai di esophagus dapat
berkembang mengenai daerah laring, faring, trakea dan bronkus yang menyebabkan asam lambung yang bersifat iritan kontak dengan
jaringan pada traktus aerodigestif atas yang menimbulkan jejas pada laringofaring dan saluran napas bagian atas, dengan manifestasi
penyakit-penyakit oral, faring, laring dan paru. Karakteristik gejala dapat berupa suara serak, berdehem (throat clearing), sekret di
belakang hidung (post nasal drips), kesulitan dalam proses menelan atau rasa mengganjal di tenggorok, batuk setelah makan/saat
berbaring atau batuk kronik, dan tersedak. Adapun faktor yang mendorong terjadinya refluks laringofaring adalah Pola hidup tidak
sehat, seperti makan berlebihan, merokok, dan minum alkohol. Sfingter esofagus rusak atau tidak berfungsi dan refleks lambung
berjalan lambat, kelebihan berat badan, kehamilan.
KESIMPULAN
Bagaimana cara menegakan diagnosis pasien Refluks Laringofaring ?

Diagnosis RLF dapat ditegakkan dari riwayat penyakit, gejala klinik dan pemeriksaan laringoskopi, serta menentukan
adanya refluks asam lambung ke laringofaring. Kini diagnosis RLF ditegakkan secara definitive dengan menggunakan
sistem skoring, berdasarkan gejala klinis (Reflux Symptoms Index/RSI) dan pemeriksaan laring (Reflux Finding
Score/RFS). Skor RSI berkisar dari 0 hingga 45, dengan skor 13 atau lebih besar menunjukkan diagnosis refluks
laringofaring (LPR). . Skor maksimum dari RFS adalah 26 dan bila skor lebih dari 7 dapat didiagnosis sebagai RLF.
Penelitian terbaru untuk mendeteksi RLF adalah dengan menentukan ada tidaknya pepsin pada laring dengan metode
immunoasssay (ELISA). Karena pepsin tidak disintesis oleh sel tipe apapun dalam saluran napas, maka adanya pepsin
pada saluran napas merupakan bukti nyata bahwa pepsin tersebut berasal dari refluks isi lambung ke laringofaring.
Pada pasien ini didapatkan skor RSI sebesar 19, dan RFS sebesar 13 Sehingga pasien dapat dikategorikan sebagai
RLF.
KESIMPULAN
Bagaimana prinsip penatalaksanaan pasien Refluks Laringofaring ?

Non Farmakologi : Diet bebas asam atau rendah asam (A strict low acid or acid free), memberitahukan kepada
pasien untuk berhenti makan 2 jam sebelum tidur, mengurangi konsumsi makanan yang berlemak, kopi, soda, alkohol,
serta diet rendah asam, serta memberitahukan kepada pasien untuk memposisikan kepala sedikit lebih tinggi dari dada
saat berbaring.

Farmakologi : Penatalaksaan yang diberikan pada pasien yaitu golongan obat proton pump inhibitor (PPI) yang
menjadi pilihan utama, dapat juga diberikan dengan H2 Bloker dan antasida, semua obat memiliki prinsip mengurangi
sekresi dan afek dari asam lambung
KESIMPULAN
Bagaimana managemen pasien dengan Refluks Laringofaring yang dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
primer?

Pasien yang datang dengan gejala refuks laringofaring, sebaiknya dianamnesis dengan baik, dokter harus menemukan
komponen yang megarahkan kepada diagnosis refluks laringofaring, komponen yang terdapat dalam skoring Indeks
Gejala Refluks (RSI), jika skoring lebih dari 7 maka pasien tersebut patut dicurigai menderita refluks laringofaring.
Riwayat penyakit pasien yang menderita dyspepsia atau dengan GERD dan korelasinya dengan stress psikologis.
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan menggunakan dengan mencarai tanda- tanda refluks laringofaring, RSA
adalah skroing yang dapat dilakukan di fasilitas kesehatan primer. Pasien dengan suspek LPR dirujuk ke fasilitas
kesehatan tingkat II pada Bagian THT-KL.
KESIMPULAN
Bagaimana managemen pasien dengan Refluks Laringofaring yang dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
primer?
KESIMPULAN

Bagaimana managemen pasien dengan


Refluks Laringofaring yang dapat dilakukan
di fasilitas kesehatan primer?

Jika RSA>14 maka dianggap LPR


KESIMPULAN
Bagaimana managemen pasien dengan Refluks
Laringofaring yang dapat dilakukan di fasilitas
kesehatan primer?
RENCANA TINDAK LANJUT

Bila saya bertemu kasus serupa, saya akan melakukan anamnesis,


pemeriksaan lebih detail dan menganalisis berdasarkan teori dan
kepustakaan yang sesuai dengan kompetensi saya.
REFERENSI
• Lechien J R, Saussez S, Muls V et all. 2020. Laryngopharyngeal Reflux: A State of the Art Algorithm
Management for Primary Care Physicians. Journal Medicine. Available at : doi:10.3390/jcm9113618

• Widiantari, I.A.A., Sucipta, I.W. 2019. Karakteristik penderita laryngopharyngeal reflux yang
didiagnosis berdasarkan reflux symptom index dan reflux finding score di Poliklinik THT-KL RSUP
Sanglah Tahun 2015-2017. Medicina 50(3): 457-461. DOI:10.15562/Medicina.v50i3.678

• Aulia A. 2020. Refluks Laringofaring. Scientific Medical Journal.


MATUR
SUKSMA

Anda mungkin juga menyukai