Anda di halaman 1dari 24

Bagian Ilmu Penyakit THT-KL REFLEKSI KASUS

Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia

OTITIS EKSTERNA

RS IBNU SINA MAKASSAR

Dokter Pendidik Klinik :


dr. Andi Baso Sulaiman,Sp. THT-KL (K), MARS
Nama : Tn.A
No. RM : 238001
Jenis Kelamin : Laki-laki
IDENTITAS Umur : 25 tahun
PASIEN
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Jln. Asri IV Blok Q7
No. 10
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri saat menelan

Riwayat Penyakit Sekarang :


Seorang pasien laki-laki berusia 25 tahun masuk IGD Rs Ibnu Sina Makassar dengan keluhan
nyeri menelan sejak kurang lebih 5 hari yang lalu. Keluhan disertai sulit menelan, rasa mengganjal
pada leher, suara serak tidak ada, nyeri saat bersuara tidak ada, batuk tidak ada, lendir tidak ada,
sesak tidak ada. Demam ada sejak 3 hari yang lalu. Pada hidung dan telinga tidak ada keluhan.
Riwayat Alergi tidak ada. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya tidak ada . Riwayat Pengobatan
pembelian anti nyeri di Apotik. Riwayat Keluhan yang sama pada keluarga tidak ada. Riwayat
Penyakit DM dan HT tidak ada.
PEMERIKSAAN FISIK
• Status Generalis:
Kesadaran Compos mentis
BB: 62 kg, TB: 169 cm, IMT: 22,49 kg/m² (Normal).

• Tanda-tanda Vital:
TD: 120/80 mmHg
N: 80 x/menit
P: 22x/menit
S: 36,5C
PEMERIKSAAN FISIK

Mata : Dalam batas normal


Kepala : Dalam batas normal

Thorax : Dalam batas normal


Leher : Dalam batas normal

Abdomen : Dalam batas normal

Kulit : Dalam batas normal


PEMERIKSAAN FISIK

STATUS LOKALIS : PEMERIKSAAN TELINGA

TELINGA
Status Kanan Kiri
Daun telinga Nyeri tekan tragus (-) Nyeri tekan tragus (-)

Liang telinga Oedema, hiperemis (-) Oedema, hiperemis (-)


Discharge Tidak ada (-) Tidak ada (-)
MAE Normal Normal
Intake, pantulan Intake, pantulan
Membran timpani cahaya (+) cahaya (+)
Mastoid Normal Normal
PEMERIKSAAN FISIK

STATUS LOKALIS : PEMERIKSAAN HIDUNG

 Pemeriksaan Dextra Sinistra


Bentuk hidung luar Normal Normal
Massa Pada Vestibulu (-) (-)
Deformitas (-) (-)
Dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Pipi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Krepitasi (-) (-)
Sinus Paranasal    
- Nyeri tekan (-) (-)
- Nyeri ketuk (-) (-)
PEMERIKSAAN FISIK

STATUS LOKALIS : PEMERIKSAAN HIDUNG

Rhinoskopi Anterior Dextra Sinistra


Cavum nasi lapang lapang
Mukosa Normal Normal
Konka Inferior Eutrofi, tidak hiperemis Eutrofi, tidak hiperemis
Konka Media Eutrofi, tidak hiperemis Eutrofi, tidak hiperemis

Sekret (-) (-)

Krusta (-) (-)

Septum Deviasi (-), Massa (-)


Rhinoskopi Posterior Dalam Batas Normal
PEMERIKSAAN FISIK

STATUS LOKALIS : PEMERIKSAAN TENGGOROKAN

Pemeriksaan Dextra Sinistra


Uvula Ovula terdorong kontralateral kearah dextra
T2, Krypte melebar (+), detritus (-), T4, Krypte melebar (+), detritus (-),
Tonsil
hiperemis hiperemis

Permukaan faring Sulit di evaluasi

Warna Sulit di evaluasi


Pilar anterior Hiperemis
DIAGNOSIS

Abses Peritonsiler Sinistra


TATALAKSANA
• Medikamentosa :
- IVFD RL 26 Tpm
- Ketorolac 30 mg/ 8 jam
- Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Dexametasone 5mg/8 jam
- Ranitidine 50mg/8 jam
FOLLOW UP

• Follow Up

Hari pertama Di Igd Abses Pecah Spontan


Hari kedua nyeri menelan berkurang, sulit menelan berkurang,
demam sudah tidak ada. Pada pemeriksaan Tonsil : T2-T1 Krypte
melebar.

Rencana 1 bulan kedepan dilakukan Tonsilektomi


ABSES PERITONSIL
DEFINISI

Abses peritonsil adalah salah satu dari abses leher dalam yang paling sering ditemukan.
Pada abses peritonsil ditemukan kumpulan pus yang berlokasi antara kapsul fibrosa tonsil
palatina (biasanya di pul atas) dan otot konstriktor faringeal superior.
Daerah ini terdiri atas jaringan ikat longgar, infeksi dapat menjalar dengan cepat
membentuk cairan yang purulen. Inflamasi yang progresif dapat meluas secara langsung ke
arah palatum mole, dinding lateral faring, dan jarang ke arah basis lidah.
EPIDEMIOLOGI

Dilaporkan insidens abses peritonsil ditemukan 10 -37 per 100.000 orang. 6,7 di
Amerika dilaporkan 30 kasus per 100 orang per tahun, 45.000 kasus baru per
tahun. Data yang akurat secara internasional belum dilaporkan. Biasanya
unilateral, bilateral jarang ditemukan.
Abses peritonsil dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling sering terjadi
pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada mereka yang
menurun sistem immunnya, tetapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas
yang signifikan pada anak-anak.
ETIOLOGI

Abses peritonsil disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang
anaerob.
Kuman aerob: Grup A beta-hemolitik streptococci (GABHS) Group B, C, G
streptococcus, Hemophilus influenza (type b and nontypeable) Staphylococcus
aureus, Haemophilus parainfluenzae, Neisseria species. Mycobacteria sp Kuman
Kuman Anaerob: Fusobacterium Peptostreptococcuse, Streptococcus sp.
Bacteroides. Virus : Eipsten-Barr Adenovirus Influenza A dan B, Herpes simplex,
Parainfluenza.
PATOFISIOLOGI

 Abses peritonsil biasanya terjadi sebagai akibat komplikasi tonsillitis akut, walaupun dapat
terjadi tanpa infeksi tonsil sebelumnya.
 Infeksi memasuki kapsul tonsil sehingga terjadi peritonsilitis dan kemudian terjadi
pembentukan nanah.
 Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu
infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga
tampak palatum mole membengkak.
 Pada stadium permulaan (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga permukaan
yang hiperemis. Bila proses tersebut berlanjut, terjadi supurasi.
 Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil ke tengah, depan, bawah, dan uvula
bengkak terdorong ke sisi kontra lateral.
GEJALA

 Nyeri menelan ( Odinofagia)


 Sulit menelan ( Disfagia)
 Mulut berbau (foetor ex ore)
 Muntah
 Hipersalivasi
 Sakit kepala
 Demam
 Rinolalia
 Nyeri alih ke telinga (otalgia)
 Trismus akan muncul bila infeksi meluas mengenai otot-otot pterigoid.
ANAMNESIS

• Riwayat pasien mengalami nyeri pada tenggorokan adalah


salah satu yang mendukung terjadinya abses peritonsilar.
• Riwayat adanya faringitis akut yang disertai tonsilitis dan
rasa kurang nyaman pada pharingeal unilateral
• Terdapat juga odinofagia (nyeri menelan) yang hebat,
biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga
(otalgia), muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex
ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara sengau (rinolalia)
Kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus), serta
pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksa akan memeriksa mulut pasien
menggunakan spatel lidah. Pembengkakan dan
kemerahan pada satu sisi tenggorokan sekitar tonsil
dapat menunjukkan adanya abses. Berdasarkan
pemeriksaan, juga terkadang ditemukan adanya tanda
dari tonsillitis akut dengan pergesaran tonsil.
Pasien umumnya datang dengan selulitis peritonsilar,
dan abses retromolar atau retrofaringeal. Pada
selulitis peritonsilar, daerah antara tonsil dan
kapsulnya menjadi edema dan eritem, namun pus
belum terbentuk
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Gold standar untuk mendiagnosa abses


peritonsilar adalah dengan mengumpulkan pus dari
abses menggunakan aspirasi jarum. Pus kemudian
dikultur dan dengan kultur ini dapat ditentukan
organisme penyebab abses peritonsilar serta
antibiotik yang tepat untuk penatalaksanaannya.
• Selain kultur, dapat juga dilakukan pemeriksaan
hitung darah lengkap Pada pasien dengan abses
peritonsiler akan didapatkan leukositosis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Ultrasonografi transkutaneus atau intraoral dapat membantu dalam
mengidentifikasi abses dan membedakan abses peritonsilar dan selulitis
peritonsilar.
• Pemeriksaan CT scan dapat membedakan selulitis peritonsilar dan abses
peritonsilar.
• MRI memiliki keuntungan melihat jaringan lebih baik daripada CT Scan tanpa
memberikan radiasi sama sekali. Selain itu MRI dapat mendeteksi komplikasi
dari infeksi leher dalam seperti trombosis vena jugular interna, atau erosi
karena abses pada organ karotis.
PENATALAKSANAAN
Setelah dibuat diagnosa abses peritonsil,segera dilakukan aspirasi kemudian insisi abses dan drainase.

Pus yang diambil dilakukan pemeriksaan kultur dan resistensi test Penanganan meliputi, menghilangkan
nyeri, dan antibiotik yang efektif mengatasi Staphylococcus aureus dan bakteri anaerob.

Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi, dan obat simtomatik. Juga perlu kumur-kumur
dengan cairan hangat

Penisilin merupakan “drug of chioce” pada abses peritonsil dan efektif pada 98% kasus jika yang
dikombinasikan dengan metronidazole. Metronidazole merupakan antimikroba yang baik untuk infeksi
anaerob.
PROGNOSIS
• Pemberian antibiotik yang adekuat dan drainase abses merupakan penanganan yang
kebanyakan hasilnya baik, dalam beberapa hari terjadi penyembuhan. Dalam jumlah
kecil,diperlukan tonsilektomi beberapa lama kemudian. Bila pasien tetap mengeluh sakit
tenggorok setelah insisi abses, maka tonsilektomi menjadi indikasi. Kekambuhan abses
peritonsil pada usia lebih muda dari 30 tahun lebih tinggi terjadi, demikian juga bila
sebelumnya menderita tonsilitas sebelumnya sampai 5 episode.

Anda mungkin juga menyukai