OLEH:
dr. AGNES NOVARANI MARBUN
PEMBIMBING:
dr. INDRA WIRADINATA, Sp.B
PENDAMPING:
dr. AZHARUL YUSRI, Sp.OG
Diajukan oleh:
Disahkan Oleh :
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME berkat rahmat dan
pengalaman penulis, penulis menyadari bahwa ini tidak luput dari kekurangan.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan penulisan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Indra
Wiradinata, Sp.B yang telah membimbing serta berbagai pihak yang telah
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fraktur radius-ulna tertutup adalah terputusnya hubungan tulang radius dan ulna
yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah, baik trauma langsung maupun
trauma tidak langsung. Menurut Hoppenfeld (2011) fraktur kedua tulang bawah
merupakan cedera yang tidak stabil. Fraktur nondislokasi jarang terjadi. Stabilitas
fraktur yang bergantung pada jumlah energi yang diserap selama cedera dan gaya otot-
otot besar yang cenderung menggeser fragmen.
A. FRAKTUR
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai
daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa,
sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan
memanjang tulang akan berhenti.Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan
diafisis. Epifisis merupakan bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan
bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus
epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat
osifikasi primer.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang
mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan
transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi
dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses
penyembuhan suatu tulang yang patah.
2. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan
tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang
menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung,
misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius
distal patah. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan
arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan
tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka.
2
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai
luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.
3. KLASIFIKASI
Fraktur menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar
dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup jika kulit
diatas tulang yang fraktur masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya tertembus maka
disebut fraktur terbuka. Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan
oleh berat ringannya luka dan berta ringannya patah tulang.
Derajat Luka Fraktur
I Laserasi <2 cm Sederhana, dislokasi fragmen minimal
II Laserasi >2 cm, kontusi otot Dislokasi fragmen jelas
disekitarnya
III Luka lebar, rusak hebat, atau Kominutif, segmental, fragmen tulang
hilangnya jaringan di sekitarnya ada yang hilang
Tipe Batasan
I Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm
II Panjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat
III Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental terbuka,
trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur terbuka di
pertanian, fraktur yang perlu repair vaskuler dan fraktur yang lebih dari 8
jam setelah kejadian.
Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh Gustillo,
Mendoza dan Williams (1984):
3
Tipe Batasan
IIIA Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan jaringan
lunak yang luas
IIIB Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat, periosteal striping
atau terjadi bone expose
IIIC Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat tingkat
kerusakan jaringan lunak.
Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisis distal tibia
dibagi menjadi lima tipe :
Tipe 1 : Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh.
Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama sekali
dari metafisis.
Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram epifisis
4
Tipe 5 : Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian
dari sebagian cakram tersebut.
Menurut Mansjoer (2000 : 346-347) dan menurut Appley Solomon (1995 : 238-239)
fraktur diklasifikasikan menjadi :
5
Berdasarkan bentuk patah tulang
a. Complet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan
fragmen tulang biasanya tergeser.
b. Incomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang.
c. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan
tulang lain.
d. Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen.
e. Communited (Segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa
bagian.
f. Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh.
g. Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan
dari tempat yang patah.
h. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya
yang normal.
i. Fraktur Complikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang
terlihat.
6
4. ETIOLOGI
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulang. 2 faktor mempengaruhi terjadinya fraktur
Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan
kekuatan trauma.
Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,
kekuatan, dan densitas tulang.
Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur transversal dan
kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai dengan penghimpitan tulang
akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti dengan kerusakan jaringan lunak
yang lebih luas.
Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik trauma dan
jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada olahragawan, penari dan
7
tentara dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula atau metatarsal yang disebabkan oleh
karena trauma yang berulang.
Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti. tumor atau pada
penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan mengakibatkan fraktur. Sedang
pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur.
5. PATOFISIOLOGI FRAKTUR
Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena
dapat menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan
luka terbuka dan akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan untuk terjadinya
infeksi. Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri.
Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur
menyebabkan disposisi pada tulang, sebab tulang berada pada posisi yang kaku.
6. MANIFESTASI KLINIS
Nyeri
Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen tulang
tidak bisa digerakkan.
8
Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung
menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena
fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling
berdekatan.
Deformitas/kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui
ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang
disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur.
Krepitasi
Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan.
7. DIAGNOSIS
o Riwayat
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan
kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur
sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi,
merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.
o Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi / Look
9
Pada fraktur terbuka : klasifikasi Gustilo
Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada
daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah
cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi
c. Gerakan / Moving
Dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi
fraktur.
o Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan
urinalisa.
Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :
10
III. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan
yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum tindakan
dan sesudah tindakan.
8. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu recognition berupa diagnosis dan
penilaian fraktur, reduction, retention dengan imobilisasi, dan rehabilitation yaitu
mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint.
Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun
sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya
dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil.
Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau
dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.
11
2) IMOBILISASI / FIKSASI dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen
post reposisi sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan
(shortening), fraktur unstabel serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar
Jenis Fiksasi :
Jenis traksi :
Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut), pada
tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada
pemasangan traksi yaitu gangguan sirkulasi darah pada beban > 12 kg, trauma saraf
peroneus (kruris) , sindroma kompartemen, infeksi tempat masuknya pin
12
Indikasi OREF :
ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini adalah
reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
a. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur
talus dan fraktur collum femur.
13
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur
dislokasi.
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia,
fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi,
misalnya : fraktur femur.
3) UNION
4) REHABILITASI
9. PENYEMBUHAN FRAKTUR
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :
1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan
membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh
periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan
hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
14
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan
kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang
yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang
berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah
endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis.
Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari
diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada
tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel
osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang
sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari
organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus
dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada
pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu
daerah radiolusen.
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang
berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat
osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh
garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut
sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat
dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
15
4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi
tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan
kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
5. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses
osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus
intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus
bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.
16
10. KOMPLIKASI FRAKTUR
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan
fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik
a. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan gangguan
fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam
pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan
metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa
emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren
b. Komplikasi Lokal
Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma, sedangkan
apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.
Pada Tulang
17
2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada
fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan non
union
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering terjadi pada
fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan
kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi
1. Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena
edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan
pemasangan elastik
2. Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena
itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol
Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Hal
ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi
dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan
menimbulkan sindroma crush atau trombus (Apley & Solomon,1993).
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada
robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti
spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau
manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada
pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah
tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan
18
torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair
untuk mencegah kongesti bagian distal lesi (Apley & Solomon, 1993).
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai atas
maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena
ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat
sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.
Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan
kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara
periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala
klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi
hilang) dan Paralisis
Pada saraf
Komplikasi lanjut
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada pemeriksaan
terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan.
Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada
pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur,
Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Bila lebih 20
minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)
Non union
19
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan
diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk
union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan
sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union
tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas,
hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai,
implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang
(fraktur patologis)
Mal union
Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur
tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected non
union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan
terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot
Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,
sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan
antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan
melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan secara
20
pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi menetap (Apley &
Solomon,1993).
21
BAB III
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
I. DATA DASAR
Primary survey
A : Adekuat
B : RR : 22 x /menit
C : N : 101 x/menit, reguler, akral hangat, capilary refill < 2
D : GCS 15 (E4M6V5), Pupil isokor 3mm/3mm
E : Suhu : 36,70C, Didapatkan jejas pada kiri sebelah kanan.
Secondary survey
A. Data Subyektif
Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri jari tengah tangan kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri jari tengah tangan kanan
karena terjepit stang motor sejak 1 jam SMRS. Keluhan jari tengah tangan kiri
terjepit shock breaker motor saat sedang dibonceng pamannya 1 jam yang lalu.
Pasien menangis kesakitan dan mengeluhkan perdarahan yang tidak berhenti
semenjak kejadian. Riwayat jatuh, demam, pingsan, mual dan muntah disangkal.
22
Ujung jari tampak bengkok dan kuku sudah membiru. Pasien tidak mengeluh
mual, muntah, pusing.
B. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Baik, kooperatif
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital : N 101x/menit, RR 24x/menit, T 36,2°C , SpO2: 97%
VAS: 8
Kepala : mesosefal
Mata : conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (-/-) raccon eye (-/-)
Hidung : nafas cuping (-), sekret (-), septum deviasi (-), rhinorrea(-)
Telinga : discharge (-/-), ottorhea(-),
Mulut : bibir sianosis (-), parrese
Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-).
Leher : simetris, trakhea ditengah, pembesaran limfonodi (-)
Thorax
Pulmo I : simetris statis dan dinamis
Pa : stem fremitus kanan = kiri
Pe : sonor seluruh lapangan paru
Au : Suara dasar vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Cor I : ictus cordis tak tampak
23
Pa : ictus cordis teraba pada SIC V 2 cm medial Linea
Midclavikularis Sinistra
Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal
Au : Suara jantung I-II murni, bising (-), gallop (-).
Abdomen I : datar
Au : bising usus (+) normal
Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Pa : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), defans
muskuler (-)
Status lokalis :
Regio Pedis Dextra
Look : deformitas digiti III (+), vulnus laceratum pada phalanx distal
digiti III manus sinistra, perdarahan aktif..
Feel : nyeri tekan digiti III (+), krepitasi (+), pulsasi arteri radialis (+),
akral hangat (+), sensasi (+), capp refill (< 2’),
Move : Keterbatasan pergerakan fleksi dan extensi pada digiti III manus
sinistra
24
1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab. Darah (tanggal 15-01-2022)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Darah rutin :
Hemoglobin 13,5 gr% 14-18
Eritrosit 5,44 106/mm3 4,5-5,5
3 3
Leukosit 21.710 10 /mm 4-11
Hematokrit 39,5 % 40-54
Trombosit 476.000 103/mm3 150-450
MCV 73 fl 82-92
MCH 25 Pg 27-31
MCHC 34 % 32-37
Kimia klinik:
Glukosa sewaktu 103 mg/dl < 200
HbsAg Negatif Negatif
25
X foto pedis dextra et sinistra (tanggal 15-01-2022)
Kesan : Tampak fraktur pada phalanx distal digiti III manus sinistra
2. DIAGNOSIS KERJA
Open fraktur phalanx distal digiti III manus sinistra
3. PENATALAKSANAAN
IGD :
IVFD RL 10 tpm
Konsul dr. Indra, Sp.B :
o Operasi CITO : Amputasi
o Inj. Pycin sesuai BB 766mg/8jam
Konsul dr. Devi, Sp.B :
o IVFD RL 65 cc/jam
o Pastikan infus lancar
26
o Premed : Inj. Ranitidin ½ ampl
Inj. Metoclopramide ½ ampl
4. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia
27
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Seorang pria datang dengan keluhan nyeri pada jari tengah tangan kanan sebelum
masuk rumah sakit. karena terjepit stang motor sejak 1 jam SMRS. Keluhan jari tengah
tangan kiri terjepit shock breaker motor saat sedang dibonceng pamannya 1 jam yang
lalu. Dari keadaan umum pasien tampak sakit berat dengan kesadaran kompos mentis.
Untuk tanda vital dan status generalisata dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik didapati deformitas, krepitasi dan terbatasnya pergerakan
sendi yang merupakan tanda dari fraktur. Diagnosis diperkuat dengan adanya
pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen tangan yaitu posisi Antero Posterior dan
Obliq.
Pada kasus ini tatalaksananya adalah operasi amputasi untuk membuang jaringan
yang sudah mati dan mengurangi komplikasi. Tatalaksana harus dilakukan dengan
segara.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, A.Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed.7. Jakarta :
Widya Medika.1995
2. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.1995.
3. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif
Watampone. 2007
4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004.
5. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta :
EGC.2000.
6. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994.
29