Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSIP

HERNIA INGUINALIS DEXTRA

Disusun Oleh:
dr. Angga Prizki Putra

Pembimbing:
dr. Indra Wiradinata, Sp.B
Pendamping:
dr. Azharul Yusri, Sp.OG

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI
TAHUN 2021
HALAMAN PENGESAHAN

Diajukan oleh:

dr. Angga Prizki Putra

Telah disetujui sebagai laporan kasus dengan judul:

Hernia Inguinalis Dextra

Hari / Tanggal : Oktober 2021


Tempat: RSUD KAB.KEP.MERANTI

Disahkan Oleh :

Pembimbing

dr. Indra Wiradinata, Sp.B

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan berkah
dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
Hernia Inguinalis Dextra. Shalawat berangkaikan salam kepada Rasulullah
Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat yang harus diselesaikan dalam
Program Internsip Dokter Indonesia di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Kepulauan
Meranti. Pada kesempatan ini saya sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada
2
dr. Indra Wiradinata, Sp.B yang telah membimbing serta berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian presentasi kasus ini.
Begitu pula dalam penulisan ini masih terdapat kekeliruan baik dalam
referensi maupun dalam metodologi penulisan, Untuk itu penulis menerima kritik dan
saran demi perbaikan penelitian ini. Harapan kedepannya laporan kasus ini dapat
memberikan manfaat dalam menambah ilmu pengetahuan.

Selat Panjang, Oktober 2021

Penulis

3
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn.S
Usia : 25 tahun
Alamat: Jl. Handayani
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum menikah
Tanggal masuk: 25 September 2021
Tanggal pemeriksaan : 25 September 2021

Keluhan Utama
Nyeri pada buah zakar sebelah kanan sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien laki laki 25 tahun datang ke IGD RSUD Kab. Kep. Meranti dengan
keluhan utama nyeri pada buah zakar sebelah kanan yang dirasakan memberat sejak 2
hari SMRS. Nyeri dirasakan berdenyut dan terdapat penjalaran ke perut bagian kanan
bawah, nyeri dirasakan terus-menerus. Nyeri dirasakan diperberat apabila tersentuh dan
tidak berkurang dengan istirahat. Dari skala 1-10 pasien merasakan nyeri ada di angka
5. tidak ada nyeri saat berkemih, cairan atau sekret yang keluar dari penis, juga tidak
ada keluhan peningkatan frekuensi berkemih atau rasa tidak lampias saat berkemih.
Riwayat demam, batuk dan pilek disangkal. Penurunan berat badan, mual atau muntah
disangkal. Riwayat berhubungan seksual selain dengan pasangan disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat menderita hernia disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien

4
Riwayat pekerjaan :
Pasien seorang mahasiswa
Riwayat pengobatan :
Pasien belum berobat untuk keluhannya saat ini.

Riwayat alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.

Pemeriksaan Fisik
 KU : tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis, GCS:15, E4 M6 V5
 Nadi : 62 kali/menit, kuat angkat
 Nafas : 20 kali/menit
 Suhu : 36,8 0 C
 Tekanan darah : 138/97 mmHg
 Kepala : normocephal
 Leher : Pembesaran KGB colli(-)
 THT : tidak ada kelainan.
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
 Thoraks :
 Inspeksi : simetris (+), retraksi subkostae (-), gerakan napas simetris
 Palpasi : gerakan napas simetris
 Perkusi : sonor +/+, batas jantung normal
 Paru : vesikuler +/+, ronkhi -/- di basal paru, wheezing -/-
 Jantung : BJ I-II reguler, gallop(-), murmur (-)
 Abdomen
 Inspeksi : datar
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Perkusi : timpani paada seluruh kuadran
 Palpasi : supel, nyeri tekan epigastik (-), nyeri tekan suprapubic(-), nyeri
tekan kuadran kiri bawah (+), hepar lien tidak teraba
 Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, oedem (-), ptekie (-),
purpura (-), hematom (-)

5
 Status lokalis (scrotum sinistra)
 Inspeksi : Scrotum terlihat eritem,bengkak (+), pus/sekret (-), jejas pada
scrotum (-), transiluminasi negative.
 Palpasi : nyeri tekan (+), benjolan di scrotum/ inguinal (-), scrotum
nyeri pada saat digerakan, Phren sign(-) ,reflex cremaster (-)

Pemeriksaan Laboratorium :

Darah Lengkap Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 14.5 L:13-17, P:12-15 (g/dl)

Hematokrit 38 36-51 (%)

Leukosit 23.360 4000-10000 (mm3)

Trombosit 305.000 150000-450000 (mm3)

Eritrosit 6.7 L:4.5-5.5, P:3.8-4.6 (jut/ul)

MCV 56 80-95 (fl)

MCH 22 27-31 (pg)

MCHC 38 32-36 (g/l)

6
Kimia Klinik

Nama Test Hasil Nilai Rujukan


Gula Darah Sewaktu 115 <200 mg/dl

Imunoserologi

HbsAg Negatif Negatif

B20 Negatif Negatif

Sifilis Negatif Negatif

Rapid test Negatif Negatif

7
Resume:
Laki laki, 25 tahun, datang ke IGD RSUD Kabupaten Kepulauan Meranti dengan nyeri
pada buah zakar sebelah kanan sejak 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan diperberat apabila
tersentuh dan tidak berkurang dengan istirahat. KU tampak sakit sedang, Kesadaran
CM, Tekanan darah : 138/97mmHg, Nadi : 62 x/menit, RR : 20 x/menit, suhu : 36.8oC
PF abdomen terdapat nyeri tekan pada kuadran kanan bawah. Status lokalis: terdapat
bengkak dan eritem pada scrotum sinistra, nyeri tekan(+), transiluminasi (-), Phren sign
(-), reflex cremaster (-). Pada pemeriksaan hasil lab : dalam batas normal

Assesment :
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan didapatkan diagnosis : Hernia Inguinalis Dextra dengan Komplikasi
Strangulata dd Inkarserata

8
Terapi :
Medika mentosa
- IVFD RL 20 tpm
- Inj Ketorolac 10 mg/24 jam
- Inj Ranitidine 50 mg/ 24 jam
- Inj. Pycin 1x 1,5g
- Rencana OK CITO

Non Medika mentosa


- Tirah baring, dengan posisi scrotum lebih di tinggikan
- Kompres dengan air hangat atau dingin bila di perlukan
- Jaga kebersihan area genitalia

9
TINJAUAN PUSTAKA

Hernia Inguinalis

I. DEFINISI

Hernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia didefinisikan adalah suatu
penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah (defek) yang diliputi
oleh dinding. Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai tempat dari tubuh kebanyakan defek
melibatkan dinding abdomen pada umumnya daerah inguinal.7
Hernia ingunalis dibagi menjadi dua yaitu Hernia Ingunalis Lateralis (HIL) dan
Hernia Ingunalis Medialis. Hernia inguinalis lateralis mempunyai nama lain yaitu hernia
indirecta yang artinya keluarnya tidak langsung menembus dinding abdomen. Selain hernia
indirek nama yang lain adalah hernia oblique yang artinya kanal yang berjalan miring dari
lateral atas ke medial bawah. Hernia ingunalis lateralis sendiri mempunyai arti pintu
keluarnya terletak disebelah lateral vasa epigastrica inferior. Hernia inguinalis lateralis (HIL)
dikarenakan kelainan kongenital meskipun ada yang didapat.8. Hernia inguinalis medialis
(HIM) atau hernia direk hampir selalu disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdomen
kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach.1

II. KLASIFIKASI1,11

1. Menurut waktu
a. Hernia kongenital
b. Hernia akuisita/didapat
2. Menurut lokasi/letaknya
a. Hernia inguinalis
b. Hernia femoralis
c. Hernia umbilikalis
3. Secara klinis
a. Hernia reponibilis: bila isi hernia dapat keluar masuk. Keluar saat berdiri atau
mengedan, masuk ketika berbaring atau bila didorong masuk perut

1
0
b. Hernia ireponibilis: bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam
rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh pelekatan isi kantong kepada
peritoneum kantong hernia.
c. Hernia strangulasi: hernia ireponibel yang disertai gangguan vaskularisasi
d. Hernia inkarserata: hernia ireponibel yang disertai gangguan pasasse

III. ETIOLOGI
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat. Hernia dapat
dijumpai pada segala usia, dan lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan. Berbagai
faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia di anulus internus yang
cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu diperlukan pula
faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.1
Faktor yang dipandang berperan dalam terjadinya hernia ingunalis antara lain:1,6,9
1.Peninggian tekanan intra abdomen yang berulang.
 Mengangkat barang yang berat yang tidak sesuai dengan ukuran badan
 Sering mengedan karena adanya gangguan konstipasi atau gangguan saluran
kencing
 Batuk yang kronis dikarenakan infeksi, bronchitis, asthma, emphysema, alergi
 Partus
2. Kelemahan otot dinding perut karena usia.
3. Prosesus vaginalis yang terbuka

Hernia terdiri atas tiga bagian:6


a. Kantong hernia, merupakan kantong (divertikulum) peritonei dan mempunyai leher
dan badan (corpus)
b. Isi hernia dapat terdiri atas setiap struktur yang ditemukan di dalam cavitas
abdominalis dan dapat bervariasi dari sebagian kecil omentum sampai organ besar
seperti ren
c. Pelapis hernia dibentuk dari lapisan-lapisan dinding abdomen yang dilalui oleh
kantong hernia

1
1
Gambar 3.3.1 Bagian-bagian dari hernia

IV. PERBANDINGAN ANTARA HIL DAN HIM

Tipe Deskripsi Hubungan Dibungkus oleh Onset biasanya


dengan vasa fascia pada waktu
epigastrica spermatica

inferior interna
Herni Penojolan melewati Lateral Ya Kongenital
a cincin inguinal dan dan bisa pada
ingun biasanya merupakan waktu dewasa.
alis kegagalan penutupan
latera cincin ingunalis interna
lis pada waktu embrio

setelah penurunan testis


Hernia Keluarnya langsung Medial Tidak Dewasa
ingun menembus fascia
alis dinding abdomen
medi
alis
Tabel 3.4. Perbandingan HIM dan HIL

Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh epigastrika
inferior. Dikenal sebagai indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran, yaitu annulus
dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan hernia lateralis akan tampak tonjolan berbentuk
lonjong. Dapat terjadi secara kongenital atau akuisita: 5,6

1
2
 Hernia inguinalis indirekta congenital.

Terjadi bila processus vaginalis peritonei pada waktu bayi dilahirkan sama sekali tidak
menutup. Sehingga kavum peritonei tetap berhubungan dengan rongga tunika vaginalis
propria testis. Dengan demikian isi perut dengan mudah masuk ke dalam kantong peritoneum
tersebut.

 Hernia inguinalis indirekta akuisita.

Terjadi bila penutupan processus vaginalis peritonei hanya pada suatu bagian saja. Sehingga
masih ada kantong peritoneum yang berasal dari processus vaginalis yang tidak menutup
pada waktu bayi dilahirkan. Sewaktu-waktu kantung peritonei ini dapat terisi dalaman perut
(misalkan pada saat tekanan intra abdomen meningkat)

Gambar 3.4.1. Hernia Inguinalis Indirekta Akuisita

Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol langsung ke
depan melalui segitiga Hasselbach, daerah yang dibatasi ligamentum inguinale di bagian
inferior, pembuluh epigastrika inferior di bagian lateral dan tepi otot rektus di bagian medial.
Dasar segitiga Hasselbach dibentuk oleh fasia transversal yang diperkuat oleh serat

1
3
aponeurosis muskulus transversus abdominis yang kadang-kadang tidak sempurna sehingga
daerah ini potensial untuk menjadi lemah. Hernia medialis, karena tidak keluar melalui
kanalis inguinalis dan tidak ke skrotum, umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin
hernia longgar.

V. PATOFISIOLOGI

Pada bulan ke – 8 dari kehamilan, terjadinya desensus testikulorum melalui kanal.


Penurunan testis itu akan menarik peritoneum ke daerah scrotum sehingga terjadi tonjolan
peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonea. Bila bayi lahir umumnya
prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis
tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup, karena testis yang kiri turun
terlebih dahulu dari yang kanan, maka prosesus vaginalis yang kanan lebih sering terbuka.
Dalam keadaan normal, prosesus yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila
prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital.
Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi kerana usia lanjut, karena pada umur
tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan
jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua prosesus tersebut telah menutup.
Namun karena daerah ini merupakan locus minoris resistance, maka pada keadaan yang

1
4
menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat seperti batuk – batuk kronik, bersin
yang kuat dan mengangkat barang – barang berat, mengejan. Prosesus yang sudah
tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena
terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut. Akhirnya
menekan dinding rongga yang telah melemas akibat trauma, hipertropi protat, asites,
kehamilan, obesitas, dan kelainan kongenital dan dapat terjadi pada semua. 14,15,16

VI. GAMBARAN
KLINIS1,17 Hernia
inguinalis lateralis
 Terdapat benjolan dilipat paha yang timbul pada waktu mengedan, batuk,
bersin, berdiri, mengangkat berat dan hilang setelah berbaring (apabila masih
reponibel)
 Nyeri atau rasa tidak enak di daerah epigastrium atau para umbilical sewaktu
segmen usus halus masuk ke kantong hernia
 Mual, muntah, kolik bila terjadi inkaserasi ataupun strangulasi

Hernia inguinalis medialis


 Pada umumnya hernia direct akan memberikan gejala yang sedikit
dibandingkan hernia ingunalis lateralis

VII. DIAGNOSA
Diagnosis hernia dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, gejala klinis
maupun pemeriksaan khusus. Bila benjolan tidak tampak, pasien dapat disuruh
mengejan dengan menutup mulut dalam keadaan berdiri. Bila hernia maka
akan tampak benjolan, atau pasien diminta berbaring, bernafas dengan mulut
untuk mengurangi tekanan intraabdominal.

PEMERIKSAAN16

 Hernia reponibel terdapat benjolan dilipat paha yang muncul pada


waktu berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan menghilang saat
berbaring atau saat direposisi. Hernia ireponibel terdapat benjolan
dilipat paha yag muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin atau
mengedan dan tidak menghilang saat berbaring atau saat direposisi
Hernia inguinal
15
 Lateralis : muncul benjolan di regio inguinalis yang berjalan dari
lateral ke medial, tonjolan berbentuk lonjong.

 Medialis : tonjolan biasanya terjadi bilateral, berbentuk bulat.

Pemeriksaan Finger Test :


1. Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.
2. Dimasukkan lewat skrortum melalui anulus eksternus ke kanal inguinal.
3. Penderita disuruh batuk:
 Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis.
 Bila impuls disamping jari Hernia Inguinnalis Medialis.

Gambar 7.3.1 Finger Test

Pemeriksaan Zieman Test :


1. Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu (biasanya oleh penderita).
2. Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan.
3. Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada :
 jari ke 2 : Hernia Inguinalis Lateralis.
 jari ke 3 : hernia Ingunalis Medialis.
 jari ke 4 : Hernia Femoralis.

16
Gambar 7.3.2. Zieman TestPemeriksaan Thumb Test :
 Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan
 Bila keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis medialis.
 Bila tidak keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis Lateralis.

Gambar 7.3.3. Thumb Test

17
VIII. DIAGNOSA BANDING

Gambar 8.3.1. diagnosa banding hernia inguinalis

1. Hidrokel1
Tidak dapat dimasukkan kembali. Testis pada pasien hidrokel tidak dapat
diraba. Pada hidrokel, pemeriksaan transiluminasi akan memberi hasil
positif. Hidrokel dapat dikosongkan dengan pungsi, tetapi sering kambuh
kembali. Pada pungsi didapatkan cairan jernih

2. Varikokel1
Peninggian tekanan di dalam pleksus pampiniformis dapat diraba sebagai
struktur yang terdiri atas varises pleksus pampiniformis yang memberikan
kesan raba seperti kumpulan cacing. Permukaan testis normal licin tanpa
tonjolan dengan konsistensi elastis.

IX. KOMPLIKASI
1. Hernia inkarserasi :
Isi hernia yang tercekik oleh cincin hernia yang menimbulkan gejala obstruksi
usus yang sederhana, menyebabkan gangguan dari pasase usus, mual, dan
muntah. Hernia yang membesar mengakibatkan nyeri dan tegang. Pada hernia
inkarserasi, hernia tidak dapat direposisi.
2. Hernia strangulasi :
Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia.
18
Pada permulaan, terjadi bendungan vena sehingga terjadi oedem organ atau
struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya
oedem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga
akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan
kantong hernia akan berisi transudat berupa cairan serosanguinus.

X. PENATALAKSANAAN
 Konservatif :
- Reposisi bimanual : tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong
sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan
tekanan lambat dan menetap sampai terjadi reposisi

Reposisi spontan pada anak : menidurkan anak dengan posisi Trendelenburg,


pemberian sedatif parenteral, kompres es di atas hernia, kemudian bila
berhasil, anak boleh menjalani operasi pada hari berikutnya.

 Operatif:
Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi dan hernioplasti. Pada herniotomi

dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia

dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi

mungkin kemudian dipotong.

Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan


memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting artinya dalam
mencegah terjadinya residif dibandingkan herniotomi. Pada anak-anak dilakukan
herniotomi tanpa hernioraphy karena masalahnya pada kantong hernia sedangkan keadaan
otot-otot abdomen masih kuat (tidak lemah), maka dilakukan pembebasan kantong hernia
sampai dengan lehernya, dibuka dan dibebaskan isi hernia, jika ada perlekatan lakukan
reposisi, kemudian kantong hernia dijahit setinggi-tinggi mungkin lalu dipotong. Karena
herniotomi pada anak-anak sangat cepat dan mudah, maka kedua sisi dapat direparasi
sekaligus jika hernia terjadi bilateral
Teknik Operasi
Adapun teknik-teknik operasi hernia ada beberapa cara, yaitu

19
 Bassini, dahulu merupakan metode yang sering digunakan, dengan
cara conjoint tendon didekatkan dengan ligamentum Poupart’s dan
spermatic cord diposisikan seanatomis mungkin di bawah
aponeurosis muskulus oblikuus eksterna. Menjait conjoint tendon
dengan ligamentum inguinale.
 Shouldice : seperti bassini ditambah jahitan fascia transversa
dengan lig. Cooper. Lichtenstein : menggunakan propilene (bahan
sintetik) menutup segitiga Hasselbach dan mempersempit anulus
internus.
 Halsted, menempatkan muskulus oblikuus eksterna diantara cord
kebalikannya cara Bassini. seperti Bassini tetapi funikulus
spermatikus berada diluar Apponeurosis M.O.E.
 Mc Vay, dikenal dengan metode ligamentum Cooper, meletakkan
conjoint tendon lebih posterior dan inferior terhadap ligamentum
Cooper.₉‚₁₄

Berdasarkan pendekatan operasi, banyak teknik hernioraphy dapat dikelompokkan dalam 4


kategori utama:
a. Open Anterior Repair
Kel. 1 operasi hernia (teknik Bassini, McVay dan Shouldice) melibatkan
pembukaan aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus dan membebaskan
funnikulus spermatikus. Fascia transversalis kemudian dibuka, dilakukan inspeksi
kanalis spinalis, celah direct dan indirect. Kantung hernia diligasi dan dasar
kanalis spinalis di rekonstruksi.
Teknik Bassini
Komponen utama dari teknik ini adalah :
- Membelah aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus dikanalis
inguinalis hingga ke cincin eksternal.
- Memisahkan otot kremaster dengan cara reseksi untuk mencari hernia
indirect sekaligus menginspeksi dasar dari kanalis inguinal untuk
mencari hernia direct.
- Memisahkan bagian dasar atau dinding posterior kanalis inguinalis
(fascia transversalis)
- Melakukan ligasi kantong hernia seproksimal mungkin.
- Rekonstruksi dinding posterior dengan menjahit fascia transversalis,
20
otot transversalis abdominis dan otot abdominis internus ke
ligamentum inguinalis lateral.

-
Gambar 9.3.1 Bassini technique

Teknik kelompok ini berbeda dalam pendekatan mereka dalam rekonstruksi, tetapi
semuanya menggunakan jahitan permanen untuk mengikat fascia disekitarnya dan
memperbaiki dasar dari kanalis inguinalis. Kelemahannya adalah tegangan yang
terjadi akibat jahitan tersebut, selain dapat menimbulkan nyeri juga dapat terjadi
nekrosis otot yang akan menyebabkan jahitan terlepas dan mengakibatkan
kekambuhan.

b. Open Posterior Repair

Posterior repair (iliopubic repair dan teknik Nyhus) dilakukan dengan membelah
lapisan dinding abdomen superior hingga ke cincinluar dan masuk ke properitoneal
space. Diseksi kemudian diperdalam kesemua bagian kanalis inguinalis. Perbedaan
utama antara teknik ini dan teknik open anterior adalah rekonstruksi dilakukan dari
bagian dalam. Posterior repair sering digunakan pada hernia dengan kekambuhan

21
karena menghindari jaringan parut dari operasi sebelumnya. Operasi ini biasanya
dilakukan dengan anastesi regional atau anastesi umum.
c. Tension-free repair with Mesh
Kelompok 3 operasi hernia (teknik Lichtenstein dan Rutkow) menggunakan
pendekatan awal yang sama dengan teknik open anterior. Akan tetapi tidak menjahit
lapisan fascia untuk memperbaiki defek, tetapi menempatkan sebuah prostesis, yaitu
Mesh yang tidak diserap. Mesh ini dapat memperbaiki defek hernia tanpa
menimbulkan tegangan dan ditempatkan di sekitar fascia. Hasil yang baik diperoleh
dengan teknik ini dan angka kekambuhan dilaporkan kurang dari 1 persen. Beberapa
ahli bedah meragukan keamanan jangka panjang penggunaan implant prosthesis,
khususnya kemungkinan infeksi atau penolakan. Akan tetapi pengalaman yang luas
dengan mesh telah mulai menghilangkan anggapan ini, dan teknik ini terus populer.
Teknik ini dapat dilakukan dengan anastesi lokal, regional atau general.

d. Laparoscopic

Operasi hernia laparoscopic makin populer dalam beberapa tahun terakhir, tetapi juga
menimbulkan kontroversi. Pada awal pengembangan teknik ini, hernia diperbaiki
dengan menempatkan potongan mesh yang besar di regio inguinal diatas peritoneum.
Teknik ini ditinggalkan karena potensi obstruksi usus halus dan pembentukan fistel
karena paparan usus terhadap mesh. Saat ini kebanyakan teknik laparoscopic
herniorhappies dilakukan menggunakan salah satu pendekatan transabdominal
preperitoneal (TAPP) atau total extraperitoneal (TEP). Pendekatan TAPP dilakukan
dengan meletakkan trokar laparoskopik dalam cavum abdomen dan memperbaiki
regio inguinal dari dalam. Ini memungkinkan mesh diletakkan dan kemudian ditutupi
dengan peritoneum. Sedangkan pendekatan TEP adalah prosedur laparokopik
langsung yang mengharuskan masuk ke cavum peritoneal untuk diseksi.
Konsekuensinya, usus atau pembuluh darah bisa cedera selama operasi

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad C. Hernia. Dalam : Sjamsuhidajat R, Jong WD, editor. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2010; hal. 619-29
2. Townsend, Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery. 17th Edition.
Philadelphia. Elsevier Saunders. 1199-217.
3. Norton,Jeffrey A. 2001. Hernias And Abdominal Wall Defects. Surgery Basic
Science and Clinical Evidence. New York. Springer. 787-803.
4. Sadler, T.W. Embriologi Kedokteran Langman. Alih bahasa: Joko Suyono. Edisi
ke-7. Jakarta: EGC, 2000; hal. 304-9
5. Bland, Kirby I. 2002. Inguinal Hernias. The Practice of General Surgery. New
York. WB Saunders Company. 795-801
6. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran; alih bahasa: Liliana
Sugiharto, edisi ke-6. Jakarta:EGC, 2006, hal. 148-65, 189-90
7. Manthey, David. Hernias .2007.on 14 June 2012
Available athttp://www.emedicine.com/emerg/topic251.htm
8. Inguinal Hernia: Anatomy and Management Accesed on 14 June 2012 Available at
http://www.medscape.com/viewarticle/420354_4
9. Brunicardi, F Charles. 2005. Inguinal Hernias. Schwartz’s Principles of Surgery.
Eighth edition. New York. Mc Graw-Hill. 1353-94.
10. Kerry V. Cooke.incarcerated hernia.2005.on 13 June 2012 Available
http://www.webmed.com.
11. Inguinal hernia.Accesed on 13 June 2012 Available at
http://www.healthsystem.virginia.edu/toplevel/home/
12. C. Palanivelu. Operative Manual of Laparoscopic Hernia Surgery. Edisi I. Penerbit
GEM Foundation. 2004. Hal 39-58
13. Brian W. Ellis & Simon P-Brown. Emergency surgery. Edisi XXIII. Penerbit
Hodder Arnold. 2006.
14. A. Mansjoer, Suprohaita, W.K. Wardhani, W. Setiowulan. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2000. Hal 313-17
15. Dr. P. Bhatia & Dr. S. J. John. Laparoscopic Hernia Repair (a step by step
approach). Edisi I. Penerbit Global Digital Services, Bhatia Global Hospital &
Endosurgery Institute. New Delhi. 2003
23
16. H G, Burhitt & O.R.G. Quick. Essential Surgery . Edisi III. 2003. Hal 348-56
17. Michael M. Henry & Jeremy N. T. Thompson. Clinical Surgery. Edisi II. 2005.

24

Anda mungkin juga menyukai