Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSIP

ABORTUS INKOMPLIT

Disusun Oleh:
dr. Angga Prizki Putra

Pembimbing:
dr. Valentina, Sp.OG
Pendamping:
dr. Azharul Yusri, Sp.OG

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI
TAHUN 2021
HALAMAN PENGESAHAN

Diajukan oleh:

dr. Angga Prizki Putra

Telah disetujui sebagai laporan kasus dengan judul:

Abortus Inkomplit

Hari / Tanggal : Oktober 2021


Tempat: RSUD KAB.KEP.MERANTI

Disahkan Oleh :

Pembimbing

dr. Valentina, Sp.OG

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan berkah
dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
Abortus Inkomplit. Shalawat berangkaikan salam kepada Rasulullah Muhammad
SAW yang telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat yang harus diselesaikan dalam
Program Internsip Dokter Indonesia di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Kepulauan
Meranti. Pada kesempatan ini saya sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada
2
dr. Valentina, Sp.OG yang telah membimbing serta berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian presentasi kasus ini.
Begitu pula dalam penulisan ini masih terdapat kekeliruan baik dalam
referensi maupun dalam metodologi penulisan, Untuk itu penulis menerima kritik dan
saran demi perbaikan penelitian ini. Harapan kedepannya laporan kasus ini dapat
memberikan manfaat dalam menambah ilmu pengetahuan.

Selat Panjang, Oktober 2021

Penulis

3
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. ZO
Umur : 37 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Pekanbaru

ANAMNESIS
Pasien masuk RSUD Kepulauan Meranti tanggal 19 September, pukul 17.39
WIB.

Keluhan Utama: Pasien datang via IGD dengan keluhan utama keluar darah dari
jalan lahir.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke RSUD Kepulauan Meranti dengan keluhan keluar darah
dari jalan lahir sejak 1 hari yang lalu. Awalnya keluar darah berupa flek,
kemudian darah keluar semakin banyak berwarna merah segar dan bergumpal-
gumpal. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut bagian bawah seperti diremas-
remas. Nyeri perut dirasakan terus menerus. Pasien kemudian menggunakan
pembalut untuk menghentikan pendarahan namun darah yang menggumpal tetap
keluar , pasien mengganti pembalut sebanyak 3 kali dan setiap pembalut penuh
berisi darah.
Pasien mengaku telat haid 1 bulan ini, dengan HPHT 24 Juni 2021.
Riwayat urut (-), Riwayat terjatuh (-),riwayat keputihan (-), dan riwayat minum
jamu-jamu (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Demam saat hamil, perdarahan,
dan keputihan tidak ada.

4
Riwayat Haid:
Pasien menarche usia 14 tahun, teratur setiap bulan dengan siklus 28 hari, lama
haid 4-5 hari, ganti pembalut 2-3 kali sehari, nyeri haid tidak ada.

Riwayat Kehamilan
I. 2009/ aterm/ laki-laki/ 2900 gr/ normal/ bidan/ hidup
II. 2012/ aterm/ perempuan/ 2500 gr/ normal/ bidan/ hidup
III. Hamil ini

Riwayat Kontrasepsi :
Tidak pernah menggunakan KB.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Tidak ada riwayat hipertensi, DM, jantung, paru, ginjal, ataupun alergi.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada riwayat penyakit menurun, menular, dan kejiwaan.

Riwayat Operasi:
Pasien tidak pernah mengalami operasi sebelumnya.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga

PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


b. Kesadaran : Komposmentis
c. Tanda Tanda Vital
Tekanan Darah : 124/85 mmHg Nadi : 122 x/menit
Suhu : 36,7 0C Nafas : 22 x/menit

5
d. Status Generalis
TB : 145 cm
BBH : 43 kg
IMT : 20,45 kg/m2 (normoweight)

 Kepala
Mata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
 Leher
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening
 Thoraks
Paru : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : Status ginekologis
 Genitalia : Status ginekologis
 Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema tungkai (-/-)

e. Status ginekologis
 Abdomen

Inspeksi : Perut membuncit, sikatrik (-), striae gravidarum (+).


Palpasi : (Leopold tidak dilakukan) Nyeri tekan (+), nyeri lepas
(-), defans muscular(-), TFU tidak teraba.
Perkusi :-
Auskultasi : Bising usus (+)

 Genitalia eksterna
Inspeksi/palpasi : tampak darah keluar dari vagina berwarna merah
kecoklatan dan uretra tenang

 Genitalia interna
Inspekulo :Porsio livide, licin, OUE terbuka, tampak darah

6
mengalir dari OUE, jaringan (+), fluor (-).
VT :Dinding vagina normal, portio licin lunak, korpus
uteri antefleksi, ukuran sebesar telur ayam.
Paramentrium lemas, tidak teraba massa adneksa,
cavum douglas tidak menonjol, nyeri goyang portio
(-).

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Hasil laboratorium (22/10/2019)
 Darah Perifer Lengkap
Hb : 13,6 gr/dl
Ht : 40,9 %
Leukosit : 13.010/uL
Trombosit : 342.000/uL
 Hemostasis
PT : 14,2 detik

APTT : 30,6 detik


INR : 1,00

 Imunoserologi
HIV rapid test : Non Reaktif
Hbsag : Negatif

7
USG ( 19/07/2021 )
Kesan : G3P3A0H3 gravid 12-13 minggu + Abortus Inkomplit

DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0H0 gravid 12-13 minggu + Abortus inkomplit

PENATALAKSANAAN
1. Hemodinamik stabil
- Observasi keadaan umum, tanda-tanda vital, dan perdarahan
2. Rencana dilatasi dan kuratase tgl 20/11/21 jam 08.00
3. Persiapan operasi
- Informed consent
- Konsul Anestesi
- Lapor OK
- Gastrul pervaginam 1x1 tgl 19/11/2021 jam 22.00
- Puasa dari jam 00.00

8
TINJAUAN PUSTAKA

Abortus

Definisi

            Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun, spontan maupun buatan,

sebelum janin mampu bertahan hidup. Batasan ini berdasar umur kehamilan dan berat badan.

Dengan lain perkataan abortus adalah terminasi kehamilan sebelum 20 minggu atau dengan

berat kurang dari 500 gr. Abortus biasanya ditandai dengan terjadinya perdarahan pada wanita

yang sedang hamil, dengan adanya peralatan USG sekarang dapat diketahui bahwa abortus dapat

dibedakan menjadi 2 jenis, yang pertama adalah abortus karena kegagalan perkembangan janin

dimana gambaran USG menunjukkan kantong kehamilan yang kosong. Sedangkan jenis yang

kedua adalah abortus karena kematian janin, dimana janin tidak menunjukkan tanda-tanda

kehidupan seperti denyut jantung atau pergerakan yang sesuai dengan usia kehamilan.9

Epidemiologi

Sekitar 114 kasus abortus terjadi per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus

antara 15-20 % dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa

mendekati 50%. Komplikasi abortus berupa perdarahan atau infeksi yang dapat menyebabkan

kematian. World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat 210 kematian wanita tiap

100.000 kelahiran hidup akibat komplikasi kehamilan dan persalinan pada tahun 2013.9

Klasifikasi

1. Abortus spontan

Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus,

maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah
9
keguguran (Miscarriage). Abortus spontan secara klinis dapat dibedakan antara

abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkompletus, abortus kompletus.

Selanjutnya, dikenal pula missed abortion, abortus habitualis, abortus infeksiosus dan

abortus septik.

a. Abortus imminens (keguguran mengancam)

Abortus imminens adalah perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap

kelangsungan suatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut

atau dipertahankan. Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi

perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus

membesar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Pada

beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang

jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan villi koreales ke dalam

desidua, pada saat implantasi ovum. Perdarahan implantasi biasanya sedikit, warnanya merah,

cepat berhenti, dan tidak disertai mules-mules.

b. Abortus insipiens (keguguran berlangsung)

Perdarahan intrauterin sebelum kehamilan lengkap 20 minggu dengan dilatasi serviks

berlanjut tetapi tanpa pengeluaran product of conception (POC). Pada abortus ini mungkin

terjadi pengeluaran sebagian atas seluruh hasil konsepsi dengan cepat. Abortus dianggap

inspiens jika ada tanda-tanda berikut, yaitu penipisan serviks derajat sedang, dilatasi serviks > 3

cm, pecah selaput ketuban, perdarahan > 7 hari, kram menetap meskipun sudah diberikan

analgetik narkotik, dan tanda-tanda penghentian kehamilan (misal, tidak ada mastalgia).

c. Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap)

Perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari

kavum uteri melalui kanalis servikalis. Apabila plasenta (seluruhnya atau sebagian) tertahan di

uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus

10
inkompletus. Pada abortus yang lebih lanjut, perdarahan kadang-kadang sedemikian masif

sehingga menyebabkan hipovolemia berat.

d. Abortus kompletus (keguguran lengkap)

Proses abortus di mana keseluruhan hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir. Tanda

dan gejalanya yaitu ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah

mengecil. Penderita tidak memerlukan pengobatan khusus.

e. Abortus infeksiosa dan Abortus septik

Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedangkan abortus

septik adalah abortus infeksiosa berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam

peredaran darah atau peritoneum. Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap

abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering ditemukan pada

abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis.

Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua. Pada abortus septik

virulensi bakteri tinggi, dan infeksi menyebar ke miometrium, tuba, parametrium, dan

peritoneum. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis,

dengan kemungkinan diikuti oleh syok.

Diagnosis abortus infeksiosa ditentukan dengan adanya abortus yang disertai gejala dan

tanda infeksi genitalia, seperti panas, takikardi, perdarahan pervaginam berbau, uterus yang

membesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis. Apabila terdapat sepsis, penderita tampak

sakit berat, kadang-kadang menggigil, demam tinggi dan tekanan darah menurun.

f. Missed abortion (retensi janin mati)

Kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin yang telah mati itu tidak

dikeluarkkan selama 8 minggu atau lebih.

e. Abortus habitualis

Abortus spontan yang terjadi berturut-turut tiga kali atau lebih. Pada umumnya penderita

11
tidak sukar menjadi hamil, namun kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.

2. Abortus provokatus

Abortus buatan adalah tindakan abortus yang sengaja dilakukan untuk menghilangkan

kehamilan sebelum umur 28 minggu atau berat janin 500 gram. Abortus ini terbagi lagi

menjadi:

a. Abortus therapeutic (Abortus medisinalis)

Pengakhiran kehamilan sebelum saatnya janin mampu hidup dengan maksud melindungi

kesehatan ibu. Indikasi untuk melakukan abortus therapeutic adalah apabila kelangsungan

kehamilan dapat membahayakan nyawa wanita tersebut seperti pada penyakit vaskular

hipertensif tahap lanjut dan invasive karsinoma pada serviks. Selain itu, abortus therapeutic

juga boleh dilakukan pada kehamilan akibat perkosaan atau akibat hubungan saudara (incest)

dan sebagai pencegahan untuk kelahiran fetus dengan deformitas fisik yang berat atau retardasi

mental.

b. Abortus provocatus criminalis

Pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang

tidak berwenang dan dilarang oleh hukum atau dilakukan oleh yang tidak berwenang.

Kemungkinan adanya abortus provocatus criminalis harus dipertimbangkan bila

ditemukan abortus febrilis.10,12

(A) (B) (C) (D) (E)

12
Gambar 3.1 Anatomi berbagai jenis abortus. (A)Abortus iminens; (B)Abortus insipiens;
(C)Abortus inkomplit; (D)Abortus komplit; dan (E)Missed abortion.

Etiologi

Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu

tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil konsepsi yang

terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio atau janin, namun

pada kehamilan beberapa bulan berikutnya, sering janin sebelum ekspulsi masih hidup

dalam uterus. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau

zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga

disebabkan oleh penyakit dari ayahnya.8,10

1. Perkembangan Zigot yang Abnormal

Abnormalitas kromosom merupakan penyebab dari abortus spontan. Sebuah

penelitian meta-analisis menemukan kasus abnormalitas kromosom sekitar 49% dari

abortus spontan. Trisomi autosomal merupakan anomali yang paling sering ditemukan

(52%), kemudian diikuti oleh poliploidi (21 %) dan monosomi X (13%).8,10

2. Faktor Maternal

Penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa abortus tersebut

mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, dan karena saat terjadinya abortus

lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan etiologi abortus yang dapat

dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan dan kelainan perkembangan pernah

terlibat dalam peristiwa abortus euploidi.8,10

a. Infeksi

Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis, Neisseria

gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes simplek, cytomegalovirus Listeria

monocytogenes dicurigai berperan sebagai penyebab abortus. Toxoplasma juga

13
disebutkan dapat menyebabkan abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma

urealyticum dari traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami abortus telah

menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang

menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan abortus. Dari kedua organisme

tersebut, Ureaplasma Urealyticum merupakan penyebab utama.10

b. Penyakit-Penyakit Kronis yang Melemahkan

Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu

misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus.8,10

Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20 minggu, tetapi

keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan prematur. Diabetes

maternal pernah ditemukan oleh sebagian peneliti sebagai faktor predisposisi abortus

spontan, tetapi kejadian ini tidak ditemukan oleh peneliti lainnya.10

c. Pengaruh Endokrin

Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme, diabetes mellitus,

dan defisiensi progesteron. Diabetes tidak menyebabkan abortus jika kadar gula dapat

dikendalikan dengan baik. Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon

tersebut dari korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan

insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi

hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan

dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.8,10

d. Nutrisi

Malnutrisi umum sangat berat yang paling besar kemungkinanya menjadi

predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Nausea serta vomitus yang lebih

sering ditemukan selama awal kehamilan dan setiap deplesi nutrient yang ditimbulkan,

jarang diikuti dengan abortus spontan. Sebagaian besar mikronutrien pernah


14
dilaporkan sebagai unsur yang penting untuk mengurangi abortus spontan.8,10

e. Obat-Obatan dan Toksin

Lingkungan Berbagai macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan

insiden abortus. Namun ternyata tidak semua laporan ini mudah dikonfirmasikan.

f. Faktor-faktor Imunologis

Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus

spontan yang berulang antara lain : lupus anticoagulant (LAC) dan anticardiolipin

antibody (ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler, trombosis, abortus serta

destruksi plasenta.

g. Gamet yang Menua

Baik umur sperma maupun ovum dapat mempengaruhi angka insiden abortus

spontan. Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang berhasil bila inseminasi

terjadi empat hari sebelum atau tiga hari sesudah peralihan temperatur basal tubuh,

karena itu disimpulkan bahwa gamet yang bertambah tua di dalam traktus genitalis

wanita sebelum fertilisasi dapat menaikkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa

percobaan binatang juga selaras dengan hasil observasi tersebut.8,10

h. Laparotomi

Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya abortus.

Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut dengan organ panggul,

semakin besar kemungkinan terjadinya abortus. Meskipun demikian, sering kali kista

ovarii dan mioma bertangkai dapat diangkat pada waktu kehamilan apabila

mengganggu gestasi. Peritonitis dapat menambah besar kemungkinan abortus.10,13

i. Trauma Fisik dan Trauma Emosional

Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian embrio atau

kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh trauma, kemungkinan

15
kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru terjadi tetapi lebih merupakan kejadian

yang terjadi beberapa minggu sebelum abortus. Abortus yang disebabkan oleh trauma

emosional bersifat spekulatif, tidak ada dasar yang mendukung konsep abortus

dipengaruhi oleh rasa ketakutan marah ataupun cemas.10,13

j. Kelainan Uterus

Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang timbul

dalam proses perkembangan janin,defek duktus mulleri yang dapat terjadi secara

spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian dietilstilbestrol (DES) 16. Cacat uterus

akuisita yang berkaitan dengan abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri.

Leiomioma uterus yang besar dan majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan

abortus, bahkan lokasi leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya.

Mioma submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih besar

kemungkinannya untuk menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma dapat

dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis lainnya ternyata

negatif dan histerogram menunjukkan adanya defek pengisian dalam kavum

endometrium. Miomektomi sering mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat

mengalami ruptur pada kehamilan berikutnya, sebelum atau selama persalinan.

Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling sering terjadi akibat

tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada missed abortus atau mungkin

pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan tersebut disebabkan oleh destruksi

endometrium yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan amenore dan

abortus habitualis yang diyakini terjadi akibat endometrium yang kurang memadai

untuk mendukung implatansi hasil pembuahan.

k. Inkompetensi serviks

Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten biasanya terjadi pada

16
trimester kedua. Ekspulsi jaringan konsepsi terjadi setelah membran plasenta mengalami ruptur

pada prolaps yang disertai dengan balloning membran plasenta ke dalam vagina.8,10

3. Faktor Paternal

Diketahui tentang peranan faktor paternal dalam proses timbulnya abortus spontan.

Yang pasti, translokasi kromosom sperma dapat menimbulkan zigot yang

mengandung bahan kromosom terlalu sedikit atau terlalu banyak, sehingga terjadi

abortus.8

a. Faktor fetal

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau

cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian janin pada hamil muda. Faktor-

faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan janin antara lain kelainan

kromosom, lingkungan kurang sempurna dan pengaruh dari luar. Kelainan kromosom

merupakan kelainan yang sering ditemukan pada abortus spotan seperti trisomi,

poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks. Lingkungan yang kurang

sempurna terjadi bila lingkungan endometrium di sekitar tempat implantasi kurang

sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.

Pengaruh dari luar seperti radiasi ,virus, obat-obat yang sifatnya teratogenik.10,13

b. Faktor plasenta

Endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales dan menyebabkan oksigenasi plasenta

terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa

terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi yang menahun.

Patofisiologi

17
Abortus diawali oleh perdarahan desidua basalis diikuti nekrosis jaringan

sekitarnya. Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau

seluruh jaringan plasenta yang menyebabkan perdarahan sehingga janin kekurangan

nutrisi dan oksigen. Bagian yang terlepas dianggap benda asing, sehingga rahim

berusaha untuk mengeluarkan dengan kontraksi. Pengeluaran tersebut dapat terjadi

spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal yang menyebabkan berbagai

penyulit. Oleh karena itu, keguguran memiliki gejala umum sakit perut karena

kontraksi rahim, terjadi perdarahan, dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian

hasil konsepsi. Wanita hamil pada usia bila terjadi kehamilan dan persalinan akan

lebih mudah mengalami komplikasi diantaranya abortus. Keadaan tersebut akan makin

menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stres) psikologi, sosial, ekonomi, sehingga

memudahkan terjadinya abortus. Pada usia < 20 tahun secara psikologis kondisi

mental belum siap mengadapi kehamilan dan menjalani peran sebagai ibu.15,16

Stres fisik atau mental dapat menyebabkan peningkatan sekresi hormon

Adrenokortikotropik (ACTH) dengan segera dan bermakna oleh kelenjar hipofisis

anterior dan akibatnya sekresi kortisol juga akan sangat meningkat. Sekresi kortisol ini

meningkat sampai 20 kali lipat. Efek ini di gambarkan dengan jelas sekali oleh

respons sekresi adrenokortikal yang cepat dan kuat setelah trauma. Rangsangan sakit

yang disebabkan oleh stres fisik apapun atau kerusakan jaringan pertama dihantarkan

ke atas melalui batang otak dan akhirnya ke puncak median hipotalamus. Stres mental

dapat juga segera menyebabkan peningkatan sekresi ACTH. Keadaan ini dianggap

sebagai akibat naiknya aktivitas dalam sistem limbik, khususnya dalam regio amigdala

dan hipotalamus, yang keduanya kemudian menjalarkan sinyal ke bagian posterior

medial hipotalamus. Pada kehamilan, plasenta membentuk sejumlah besar human

chorionic gonadotropin, estrogen, progesteron, dan human chorionic

18
somatomammotropin, dimana semuanya penting untuk berlangsungnya kehamilan

normal.14

Progesteron merupakan sebuah hormon yang penting untuk kehamilan,

kenyataan sama penting seperti estrogen. Selain disekresikan dalam jumlah cukup

banyak oleh korpus luteum pada awal kehamilan, progesteron juga disekresikan dalam

jumlah banyak oleh plasenta. Tentu saja kecepatan sekresi progesteron meningkat

kira-kira 10 kali lipat selama kehamilan.

Pengaruh-pengaruh khusus progesteron yang penting untuk kemajuan

kehamilan dan bahkan untuk kesinambungan adalah sebagai berikut:14

a. Progesteron menyebabkan sel-sel desidua tumbuh dalam endometrium uterus dan

selanjutnya sel-sel ini memainkan peranan penting dalam nutrisi embrio awal.

b. Progesteron mempunyai pengaruh khusus dalam menurunkan kontraktilitas uterus

sehingga mencegah kontraksi uterus yang menyebabkan abortus spontan.

c. Progesteron juga membantu perkembangan hasil konseptus bahkan sebelum implantasi,

karena progesteron secara khusus meningkatkan sekresi tuba fallopi dan uterus untuk

menyediakan bahan nutrisi yang sesuai untuk pekembangan morula dan blastokista.

Progesteron bahkan mempengaruhi pembelahan sel pada awal perkembangan embrio.

d. Progesteron yang disekresikan selama kehamilan juga membantu estrogen

mempersiapkan payudara ibu untuk laktasi.

Diagnosis

Wanita dengan aborsi spontan aktif biasanya datang dengan riwayat amenore,
perdarahan vagina, dan nyeri panggul. Pada pemeriksaan, serviks terbuka, dan hasil
konsepsi dapat divisualisasikan dalam vagina atau ostium servikalis jika ada belum
lulus. Diagnosis yang akurat dari keguguran dini sangat penting untuk perawatan yang
tepat konseling pasien tentang pilihan manajemen kehamilan mereka. Laboratorium
dan evaluasi ultrasonografi (USG) sering digunakan untuk mendiagnosis keguguran
dini.
19
1. Anamnesis  bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh ada perdarahan
pervaginam setelah terlambat haid, sering pula disertai rasa mules.
2. Pemeriksaan fisik  adanya perdarahan, pembukaan serviks dan jaringan di mulut
rahim.
3. Tes kehamilan  Beta-hCG guna untuk konfirmasi kehamilan dan membedakannya
dari perdarahan uterus disfungsional atau perdarahan dari etiologi lain, juga penting
untuk membantu membedakan aborsi dengan kehamilan ektopik.
a) Kadar hCG di atas 1500-2000 mIU/mLà ultrasonografi transvaginal.
b) Kadar > 3000 mIU/mL à USG transabdominal.
c) Jika HCG sangat tinggi, serviks tertutup, dan riwayat adanya jaringan, rahim yang
kosong pada USGà aborsi lengkap.
d) Jika kadar hCG meningkat, tidak ada riwayat jaringan yang keluar, dan USG
menunjukkan rahim kosongà kehamilan ektopik

e) Jika Kadar hCG rendah (yaitu, <200 mIU/mL)à Observasi dan pemantauan kadar
hCG à jika kadar hCG yang rendah ini meningkat dan turun, pasien kemungkinan
akan keguguran. Namun, jika nilainya meningkatà lakukan USGà untuk
menentukan apakah ada kehamilan intrauterin atau kehamilan ektopik
f) Kadar hCG harus naik setidaknya 53% setiap 2 hari selama awal trimester
pertama.
4. USG  Indikasi selama awal kehamilan diantaranya perdarahan vagina, nyeri
panggul, dan penentuan usia kehamilan. Ultrasonografi panggul menggunakan probe
vagina harus dilakukan untuk menyingkirkan kehamilan ektopik, sisa hasil konsepsi,
hematometra, atau etiologi lainnya.12

20
Gambar 2. Alur Diangnosis Abortus
Kriteria diagnostik untuk nonviability meliputi:

a. Panjang ubun-ubun-bokong 7 mm dan tidak ada detak jantung.

b. Diameter kantung rata-rata 25 mm dan tidak adanya embrio.

c. Tidak adanya embrio dengan detak jantung 2 minggu setelah pemindaian yang

menunjukkan kantung kehamilan tanpa kantung kuning telur.

d. Tidak adanya embrio dengan detak jantung 11 hari setelah pemindaian yang

menunjukkan kantung kehamilan dengan kantung kuning telur.

Temuan yang mencurigakan, tetapi tidak diagnostik, kegagalan kehamilan

meliputi:

21
a. Panjang ubun-ubun-bokong < 7 mm dan tidak ada detak jantung.

b. Diameter kantung rata-rata 16-24 mm dan tidak adanya embrio.

c. Tidak adanya embrio dengan detak jantung 7–13 hari setelah pemindaian yang

menunjukkan kantung kehamilan tanpa kantung kuning telur.

d. Tidak adanya embrio dengan detak jantung 7-10 hari setelah pemindaian yang

menunjukkan kantung kehamilan dengan kantung kuning telur.

e. Tidak adanya embrio 6 minggu setelah periode menstruasi terakhir.

f. Amnion kosong.4

Tatalaksana8,13

Langkah pertama dari serangkaian penatalaksanaan abortus adalah penilaian

kondisi klinis pasien. Penilaian ini masih berkaitan dengan upaya diagnosis dan

memulai pertolongan awal kegawatdaruratan. Dengan langkah ini, dapat dikenali

berbagai komplikasi yang dapat mengancam keselamatan pasien seperti syok,

infeksi/sepsis, perdarahan hebat (masif) atau taruma intraabdomen. Melalui

pengenalan ini, dapat diambil langkah untuk mengatasi komplikasi. Walaupun tanpa

komplikasi, pada kasus abortus inkomplit dapat berubah menjadi ancaman apabila

terapi definitif (evakuasi sisa konsepsi) tidak segera dilaksanakan. Oleh karena itu,

penting seklai untuk membuat penilaian awal secara akurat (yang kemudian segera

diikuti dengan tindakan pengobatan) atau (apabila ada indikasi) melakukan stabilisasi

pasien.

Tatalaksana definitif abortus bergantung pada derajat abortus dan meliputi

prosedur medikal dan surgikal.

1. Abortus iminens

Umumnya tidak memerlukan terapi medikamentosa. Beberapa sumber masih

22
ada yang mengharuskan tirah baring selama 24-48 jam, sumber lain menyebutkan

tidak perlu sampai tirah baring (ibu hanya dianjurkan untuk menghindari aktivitas fisik

yang berat). Pasien sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual untuk sementara.

Bila perdarahan berhenti, pemantauan dilanjutkan saat perawatan antenatal guna

menilai kembali jika terjadi perdarahan lagi. Bila perdarahan tidak berhenti, nilai

kembali viabilitas fetal (tes kehamilan atau USG). Perdarahan persisten dengan ukuran

uterus lebih besar dari perkiraan usia kehamilan mengindikasikan kehamilan kembar

atau mola hidatidosa. Tidak dianjurkan untuk memberikan terapi hormon (seperti

estrogen atau progestin) atau agen tokolitik (salbutamol atau indometasin) karena

tidak dapat mencegah terjadinya keguguran.

2. Abortus insipiens

Bila usia kehamilan < 16 minggu, rencanakan untuk melakukan evakuasi isi

uterus. Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk segera dilakukan:

a. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau

misoprostol 400 µg oral (dapat diulang sekali setelah 4 jam bila perlu).

b. Rencanakan evakuasi hasil konsepsi dari uterus sesegera mungkin. Bila usia

kehamilan > 16 minggu:

1) Tunggu ekspulsi spontan dari hasil konsepsi, kemudian evakuasi isi uterus untuk

membersihkan sisa-sisa konsepsi yang masih tertinggal.

2) Jika memungkinkan, infus oksitosin 40 IU dalam 1 L cairan intravena (salin

normal atau Ringer’s Lactate) dengan kecepatan 40 tetes per menit guna

membantu terjadinya ekspulsi spontan hasil konsepsi. Setelah itu, melakukan

pemantauan ketat terhadap kondisi ibu pasca tindakan.

3. Abortus inkomplit

Jika perdarahan ringan dan kehamilan < 16 minggu, dapat dilakukan

23
pengeluaran hasil konsepsi yang terjepit pada serviks dengan jari atau ring (sponge)

forcep. Bila perdarahan sedang-berat dan usia kehamilan < 16 minggu, dilakukan

evakuasi hasil konsepsi dari uterus dengan aspirasi vakum manual.

Indikasi aspirasi vakum manual pada kasus abortus:

a. Abortus insipien atau inkomplit < 16 minggu (sumber lain menyebutkan batasan usia

kehamilan < 12-14 minggu) Menurut beberapa hasil penelitian, aspirasi vakum

menunjukkan risiko komplikasi (perdarahan hebat, infeksi, trauma serviks, perforasi)

yang lebih rendah dibandingkan kuret tajam. Di samping itu, prosedur ini tidak

memerlukan anestesi umum dan memiliki efektivitas yang cukup baik (persentase

evakuasi komplit rata-rata >98%). Metode kuretase tajam (dilatasi dan kuretase)

hanya dilakukan bila aspirasi vakum manual tidak tersedia.

b. Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk segera dilakukan, berikan ergometrin 0,2

mg IM (dapat diulang setelah 15 menit bila diperlukan) atau misoprostol 400 µg oral

(dapat diulang setelah 4 jam bila diperlukan).

Bila kehamilan > 16 minggu:

a. Infus oksitosin 40 IU dalam 1 L cairan intravena (saline normal atau Ringer’s

Lactate) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai ekspulsi hasil konsepsi terjadi.

b. Bila perlu, dapat diberikan misoprostol 200 µg per vaginam tiap 4 jam hingga terjadi

ekspulsi, dosis total tidak lebih dari 800 µg.

c. Mengevakuasi sisa hasil konsepsi yang tersisa dari uterus. Setelah itu, melakukan

pemantauan ketat terhadap kondisi ibu pasca tindakan.

4. Abortus komplit

Evakuasi hasil konsepsi dari uterus umumnya tidak diperlukan. Lakukan

pemantauan pada perdarahan yang berat.

Prosedur Surgikal Terapi Definitif Abortus Inkomplit

24
a. Dilatasi dan Kuretasi

Abortus dengan pembedahan melalui vagina dilaukan dengan dilatasi serviks dan

mengeluarkan hasil konsepsi dengan mengerok keluar isinya secara mekanis

(kuretasi ) atau dengan tehnik asvirasi vakum atau keduanya. Metode yang paling

lazim digunakan untuk mengakhiri kehamilan dalam trimester pertama.

b. Vacum Aspiration

Vacum aspiration semacam selang plastik berdiameter tertentu untuk menghisap janin

dari rongga rahim.

Edukasi

Informed consent tentunya perlu diberikan pada pasien dan keluarga yang

mengalami abortus habitualis, agar pasien dan keluarganya mengerti penuh mengenai

keadaan yang dialami, penyebab, serta prognosisnya. Hal yang perlu disampaikan

adalah :

a. Pasien disarankan untuk menunda kehamilan selama kurang lebih 3 – 6 bulan. Ini

diperlukan untuk menyiapkan uterus kembali ke keadaan normal untuk mencegah

terjadinya abortus berikutnya. Maka pasien disarankan untuk menggunakan

kontrasepsi yang efektif guna mencegah kehamilan kembali dalam jangka waktu

kurang dari 6 bulan.

b. Perbaiki nutrisi ibu dengan asupan makanan yang cukup dengan kandungan gizi yang

lengkap.

c. Evaluasi penyebab. Diperlukan untuk mengetahui penyebab terjadinya abortus pada

pasien. Bila karena infeksi dapat ditangani secara dini untuk mencegah terjadinya

abortus berikutnya.

d. Edukasi agar pasien rutin kontrol memeriksakan kesehatan dan kandungannya pada

tenaga medis.

25
e. Konseling psikologis pasca abortus bila diperlukan. Agar pasien mendapatkan

dukungan yang diperlukan selama menghadapi abortus berulang.

Komplikasi

Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi,

syok, dan gagal ginjal akut.

1. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil

konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat

terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

2. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi

hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita pelu diamati dengan teliti. Jika ada tanda

bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi,

penjahitan luka Perforasi atau perlu histerektomi.Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan

oleh orang awam menimbulkan persolan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin

pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian

terjadinya perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera,

untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.

3. Infeksi

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi

biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan

yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi

menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan

26
diikuti oleh syok.

4. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan

infeksi berat (syok endoseptik).

5. Gagal ginjal akut

Gagal ginjal akut yang persisten pada kasus abortus biasanya berasal dari efek

infeksi dan hipovolemik yang lebih dari satu. Bentuk syok bakterial yang sangat berat

sering disertai dengan kerusakan ginjal intensif. Setiap kali terjadi infeksi klostridium

yang disertai dengan komplikasi hemoglobenimia intensif, maka gagal ginjal pasti

terjadi. Pada keadaan ini, harus sudah menyusun rencana untuk memulai dialysis yang

efektif secara dini sebelum gangguan metabolik menjadi berat.11,17

Prognosis

Prognosis abortus umumnya baik, terutama pada pasien yang baru pertama kali
mengalami abortus. Sebuah studi menunjukkan bahwa pasien abortus dapat hamil kembali dan
melahirkan hidup dalam jangka kurang lebih 5 tahun setelah abortus, apapun penatalaksanaan
yang digunakan pada abortus sebelumnya. Prognosis abortus bergantung pada penyebab abortus,
umur pasien dan hasil pemeriksaan ultrasonografi. Temuan USG yang konsisten dengan
kemungkinan abortus adalah denyut jantung janin kurang dari 90 kali per menit, abnormalitas
bentuk dan ukuran kantong gestasi, serta ada perdarahan subkorionik.13

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Sujiyatini. Asuhan patologi kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika; 2009. h.89.


2. Mochtar R. Abortus dan kelainan dalam tua kehamilan.Sinopsis Obstetri : Obstetri
fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta: EGC; 2011. h.150-3.
3. BBC. Penelitian tentang aborsi : 25% kehamilan digugurkan. BBC. 2016.
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/05/160512_majalah_keseha tan_aborsi. -
Diakses Oktober 2021.
4. Sedgh G, Brearak J, Singh S, Bankole A, Popinchalk A, Ganatra B, et al. Abortion
incidence between 1990 and 2014: Global, regional, and subregional levels and trends.
The Lancet Journals vol 388 No 10041; 2016.p.258-267.
5. BAPPENAS. Laporan pencapaian tujuan pembangunan milenium di Indonesia
2011.Jakarta : BAPPENAS; 2011.
6. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawiroharjo. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2016. pp.467–73.
7. Ministry of Health Republic of Indonesia. Indonesia Reproductive Health Profile 2003.
2003. Available at: http:/w3.whosea.org/LinkFiles/Reproductive_Health__Profile_RHP-
Indonesia.pdf.
8. Abortion. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap LC,
Wenstrom KD, editors. William Obsetrics. 22nd ed. USA : The McGrawHills
Companies, Inc ; 2005 : p. 231-47
9. Pedoman Diagnosis – Terapi Dan Bagian Alur Pelayanan Pasien, Lab/SMF Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS Sanglah Denpasar. 2003
10. Wibowo B. Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Wiknjosastro GH,
Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 5. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2002 : 302 - 312
11. Cunningham FG, dkk. Kehamilan pada Manusia. Dalam Hartanto Huriawati, editor.
Obstetric Williams volume satu. Edisi ke-21. Jakarta: ECG. 2006: 2-33
12. Doubilet Pm, Benson Cb, Bourne T, Blaivas M. Diagnostic Criteria For Nonviable
Pregnancy Early In The First Trimester. N Engl J Med. 2013 Oct 10. 369(15):1443-1451
13. Kusmiran. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Salemba Medika. Jakarta
14. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC;1997.
15. Manuaba IAC, Manuaba IBGF, Manuaba IBG. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan,
dan KB untuk Pendidikan Bidan. Edisi 2. Ester M, Tiar E, editor. Jakarta: EGC; 2010.

28
16. Marmi, Suryaningsih ARM, Fatmawati E. Asuhan Kebidanan Patologi. Riyadi S, editor.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar; 2011.
17. Lewis R. First Do No Harm: Guidelines Define A Nonviable Pregnancy. Medscape
Medical News. Available At Http://Www.Medscape.Com/Viewarticle/812346.
Accessed: October 15, 2013.
18. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, dkk, editor. Williams
Obstetrics. Ed 23. [e-book]. New York: McGraw-Hill, 2010.
19. Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated, 6th Edition.
London: Churchill-Livingstone, 2003. [e-book].
20. Pedoman Nasional Asuhan Pasca Keguguran yang Komprehensif. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI. 2020

29

Anda mungkin juga menyukai