Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

LElOMIOMA GEBURT

Disusun Oleh:

Afdhal Fikri
Dewi Iramayana Sandra Kesumah
Endah Pusfita Sari
Maria Nurmazalena
Muhammad Alvi Syahrin
Muhammad Iqbal
Novella Treskasyma
Robin Hutapea
Tuti Herlinawati

Pembimbing:
Dr. Ruza P. Rustam, Sp.OG
dr. Febriani, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Leiomioma uteri adalah salah satu tumor jinak yang paling umum pada sistem
reproduksi wanita, insidensi sekitar 50-60%, dan sering terjadi pada usia reproduksi.
Menurut letaknya leiomioma uteri, dapat dibagi menjadi tiga jenis berikut: leiomioma
intramural, leiomioma submukosa, dan leiomioma subserosa. Menurut International
Federation of Gynecology and Obstetric, 2016 leiomioma submukosa memiliki tiga
klasifikasi yaitu leiomioma submukosa dengan pedunkula atau bertangkai, leiomioma
submukosa tanpa pedukula yang ≤50% ekspansi ke intramural, dan leiomioma
submukosa tanpa pedunkula yang >50% ekspansi ke intramural.1
Leiomioma geburt merupakan salah satu bentuk leiomioma submukosa dengan
pedunkula atau yang tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui
saluran serviks.2 Leiomioma submukosa memang tidak berbahaya tetapi kehadirannya
sangat mengganggu dan sering menimbulkan anemia. 3 Diperkirakan insiden leoimioma
uteri sekitar 20 – 30% dari seluruh wanita. Medical Survei Monthly Report, Armed
Force Amerika Serikat periode 2001-2010 melaporkan terdapat 11.931 kasus mioma
uteri (insedens rate 57,6 per 10.000 tiap tahun) pada wanita usia reproduksi aktif.4 Di
Indonesia leiomioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat.
Leiomioma memiliki prevalensi sebesar 70% - 80% pada usia 50 tahun namun
kejadiannya bervariasi yang dipengaruhi oleh usia, ras, dan lokasi geografis.
Leiomioma uteri terjadi pada 20% - 25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh
faktor yang tidak diketahui secara pasti. Insidensinya 3-9 kali lebih banyak pada ras
kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Leiomioma uteri dapat
bermanifestasi secara klinis pada 25% kasus. Leiomioma uteri bersifat asimptomatik
pada 20-70% wanita dan lebih dari 80% wanita kulit hitam. Sebesar 7,8% wanita
berusia 33 sampai 40 tahun di Skandinavia dilaporkan memiliki leiomioma uteri
asimptomatik.5
Berikut ini akan disampaikan kasus tentang seorang pasien yang datang ke

2
poliklinik RSUD Arifin Achmad dengan keluhan keluar benjolan dari jalan lahir.
Keluhan keluar benjolan dari jalan lahir pada pasien-pasien ginekologi dan
pentingnya menginvestigasi serta menatalaksana khususnya bagi dokter umum
sebagai pelayan kesehatan pada tingkat primer, menjadi latar belakang kami untuk
mengangkat topik ini sebagai laporan kasus ginekologi.

3
BAB II
ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. Darmian
Umur : 49 tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru
Agama : Kristen Protestan
Suku : Batak
Status : Menikah
Alamat : Simpang Jambu, Duri
No RM : 01044706
Identitas Suami
Nama : Tn. Arjon Gultom
Umur : 52 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Kristen Protestan
Status : Menikah
Alamat : Simpang Jambu, Duri
Masuk RS tanggal 15 Juli 2020 pukul 09.00 WIB

2.2 Anamnesis
Anamnesis (dilakukan tanggal 15 Juli 2020 secara autoanamnesis)
Keluhan utama
Keluar benjolan dari jalan lahir sejak 2 tahun SMRS.

Riwayat penyakit sekarang


Pasien merupakan rujukan dari RSUD Mandau, datang ke Poliklinik Obsgyn
RSUD Arifin Achmad dengan keluhan keluar benjolan dari jalan lahir sejak 2 tahun
yang lalu. Awalnya benjolan tersebut dirasakan saat pasien BAK dan BAB namun

4
benjolan tersebut dapat dimasukkan kembali kedalam jalan lahir. Sejak 3 minggu yang
lalu pasien mengeluhkan bejolan tersebut semakin sering keluar dari jalan lahir dan
menggangu aktivitas pasien terutama saat berjalan. Pasien mengatakan benjolan tersebut
terasa lunak, licin, mudah digerakkan, ukuran sebesar telur bebek. Pasien mengaku tidak
pernah berobat sebelumnya. 2 minggu yang lalu pasien mengeluhkan adanya perdarahan
dari jalan lahir saat pasien memegang benjolan tersebut. Perdarahan sebanyak 1 kali,
berwarna merah segar. Tidak ada keluhan nyeri pada benjolan. Lalu pasien berobat ke
RSUD Mandau dan didiagnosis dengan prolaps uteri. Kemudian pasien dirujuk ke
RSUD Arifin Achmad untuk mendapatkan tatalaksana selanjutnya.

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat operasi KET (+), hipertensi (-), DM (-), asma (-), penyakit jantung (-), alergi
(-), riwayat sakit tumor/kanker tidak ada.

Riwayat haid
Menarche usia 14 tahun, siklus haid tidak teratur, lama haid lebih dari 7 hari sejak 1
tahun terakhir, jarak antara haid terakhir dan berikutnya tidak teratur, ganti pembalut 2-
3x/hari, nyeri haid (-).

Riwayat perkawinan
Menikah satu kali tahun 2001.

Riwayat persalinan
P4A1H4
1. 2001, laki-laki, aterm, bidan, lahir normal, BBL 2500 gram, sehat
2. 2002, perempuan, aterm, bidan, lahir normal, BBL 3000 gr, sehat
3. 2003, KET, operasi di RSUD Arifin Achmad
4. 2005, perempuan, aterm, bidan, lahir normal, BBL 3000 gr,sehat
5. 2008, perempuan, aterm, bidan, lahir normal, BBL 4000 gr,sehat

Riwayat pemakaian kontrasepsi


Pasien tidak pernah menggunakan KB selama ini.

5
Riwayat operasi sebelumnya
Operasi KET tahun 2003 di RSUD Arifin Achmad.

Riwayat sosial ekonomi


Pasien sering mengkonsumsi ayam potong dan daging. Pasien jarang mengonsumsi
sayur dan buah-buahan. Pasien saat ini seorang guru. Pasien tidak merokok dan tidak
mengonsumsi alkohol. Pasien mengatakan tidak pernah melakukan pemeriksaan pap
smear dan tes iva sebelumnya.

2.3 Pemeriksaan Fisik (15/07/2020)


2.3.1 Status generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 98 kali/menit
Napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,20C
BB : 60 kg
TB : 160 cm
Gizi : 23,4 (normoweight)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thoraks : Paru  Gerakan dinding dada simetris, suara napas vesikuler
(+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung  BJ 1 dan 2 reguler, takikardi, urmur (-), gallop (-)
Abdomen : Status ginekologis
Genitalia : Status ginekologis
Ekstremitas : Akral hangat, CRT >2 detik, edema (-/-)

6
2.3.2 Status ginekologi
Mammae : Dalam batas normal
Aksilla : Pembesaran KGB (-)
Abdomen :
Inspeksi  Perut tampak datar, supel, tampak luka bekas operasi di linea
mediana mulai dari 2 jari dibawah pusat sampai 2 jari diatas simpisis
pubis.
Auskultasi  BU (+) 10 kali/menit.
Perkusi  Timpani seluruh lapangan abdomen.
Palpasi  Supel, teraba massa (-), nyeri tekan (-)
Genitalia Eksterna :
 Inspeksi : Vulva/uretra tampak tenang, tampak adanya benjolan keluar dari vagina
saat pasien diminta mengedan, porsio tidak dapat dinilai.
 Inspekulo : tampak massa sebesar telur bebek memenuhi liang vagina, permukaan
licin.
 VT : Teraba massa konsistensi padat, kenyal, licin, tidak berbenjol-benjol,
tidak rapuh, tidak berdarah, ukuran sebesar telur bebek, teraba massa
seperti tangkai keluar dari OUE, portio teraba permukaan licin,
konsistensi padat, retrofleksi, tidak nyeri goyang portio, uterus teraba
retrofleksi ukuran sebesar ayam kampung, konsistensi kenyal-padat,
parametrium kanan dan kiri lemas, tidak teraba massa pada adnexa,
cavum douglas tidak menonjol.

7
2.4 Pemeriksaan Penunjang
2.4.1 Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin (22/02/2019)
Hb : 13,4 gr/dl PT : 12,7
Ht : 40,3 % APTT : 29,3
Leukosit : 10.290 /ul HbsAg : Non reaktif
Trombosit : 288.000/ul HIV : Non reaktif

8
2.4.2 Pemeriksaan USG

• Uterus retrofleksi bentuk dan


ukuran dalam batas normal
• Tampak massa isoekoik pada
posterior vagina, keluar dari OUE
• Adneksa dan para metrium dalam
batas normal
Kesan : mioma geburt

2.5 Diagnosis Kerja


P4A1H4 + Myoma Geburt + Riwayat laparotomi KET 7 tahun yang lalu

2.6 Diagnosis Banding


 Prolaps Uteri
 Pollip Serviks

2.7 Tata Laksana


• Rencana ekstirpasi myoma geburt dan kuretase tangkai myoma Kamis (16/7/20)
Pukul 08.00
• Puasa 6 jam pre op
• Persiapan PRC 1 kantong

2.8 Rencana : ekstirpasi myoma geburt dan kuretase tangkai myoma

2.9 Prognosis : dubia ad bonam

Follow up pre op

Tgl/
Perjalanan Penyakit Tata Laksana
Jam

9
15- S: keluar benjolan dari jalan lahir  Observasi KU, TTV,
07- O: KU : tampak sakit sedang, kesadaran : compos perdarahan, tanda-tanda
2020 mentis infeksi.
09.50 TD: 110/70 mmHg; N: 102 x/menit; RR: 18x/menit;  Konsul anestesi
WIB S: 36,50C  Konsul penyakit dalam
St.generalis :  Konsul paru
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)  Rencana ekstirpasi
Thorax: paru : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) wheezing myoma geburt dan
(-/-) kuretase tangkai myoma
Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur (-/-), gallop (-/-)
 Acc rawat Teratai 1
Abdomen: perut membesar, tampak bekas luka
operasi, BU (+), timpani seluruh lapang abdomen,
Supel, nyeri tekan (-), defans muskular (-)
St. ginekologi
Genitalia eksterna:V/U terlihat tenang, perdarahan (-)

A: P4A1H4 +Myoma geburt

15- S: keluar benjolan dari jalan lahir  Observasi KU, TTV,


07- O: KU : tampak sakit sedang, kesadaran : compos perdarahan, tanda-tanda
2020 mentis infeksi.
13.00 TD: 110/70 mmHg; N: 102 x/menit; RR: 18x/menit;  Rencana ekstirpasi
WIB S: 36,50C myoma geburt dan
St.generalis : kuretase tangkai myoma
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) tanggal 16-07-2020 jam
Thorax: paru : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) wheezing 08.00 wib
(-/-)  Inj. Cefazoline 2 gr pre
Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur (-/-), gallop (-/-) op
Abdomen: perut membesar, tampak bekas luka  Puasa 6 jam
operasi, BU (+), timpani seluruh lapang abdomen,  Berikan dulcolax tab
Supel, nyeri tekan (-), defans muskular (-) pukul 21.00 wib
St. ginekologi  Berikan dulcolax supp
Genitalia eksterna:V/U terlihat tenang, perdarahan (-)

10
pukul 04.00 wib
A: P4A1H4 +Myoma geburt  Diet bubur kecap
 Persiapan PRC 1 lbh
 Misoprostol 200 mg
16- S: keluar benjolan dari jalan lahir  Observasi KU, TTV,
07- O: KU : tampak sakit sedang, kesadaran : compos perdarahan, tanda-tanda
2020 mentis infeksi.
07.30 TD: 110/80 mmHg; N: 84 x/menit; RR: 18 x/menit;  Rencana ekstirpasi
0
WIB S: 36,0 C myoma geburt dan
St.generalis : kuretase tangkai myoma
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) jam 08.00 wib
Thorax: paru : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) wheezing  Inj. Cefazoline 2 gr pre
(-/-) op
Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur (-/-), gallop (-/-)  Puasa 6 jam
Abdomen: perut membesar, tampak bekas luka  Persiapan PRC 1 lbh
operasi, BU (+), timpani seluruh lapang abdomen,
Supel, nyeri tekan (-), defans muskular (-)
St. ginekologi
Genitalia eksterna:V/U terlihat tenang, perdarahan (-)

A: P4A1H4 +Myoma geburt

Laporan Tindakan :
TANGGAL DAN WAKTU RUANG KELAS
16/07/2020 12:10- 12:45 OK IGD
DIAGNOSIS PRA OPERASI : P4A1H4 + Myoma Geburt + Riwayat laparotomi
KET
DIAGNOSIS PASCA OPERASI : P2A1H2 Post Ekstirpasi Myoma Geburt + post
kuretase tangkai mioma
JARINGAN YANG DIEKSISI/ INSISI :
DIKIRIM UNTUK PEMERIKSAAN : -
NAMA JENIS OPERASI : -
TANGGAL JAM OPERASI LAMA ANESTESI BERLANGSUNG

11
OPERASI -
16-07-2020 12:10
1. Pasien berbaring dengan posisi lithotomy dimeja operasi dalam anestesi Spinal
2. Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis daerah genital
3. Dipasang duk steril
4. Dipasang spekulum sims atas dan bawah
5. Dilakukan eksplorasi masa, tampak masa seukuran kepalan tangan dewasa keluar
dari canalis servikalis hingga ke introitus vagina dan bertangkai. Tidak ditemukan
massa sampai di daerah canalis servikalis.
6. Dilanjutkan pemasangan tenakulum pada myoma geburt, diakukan ekstirpasi
myoma geburt dengan dilakukan pemutaran searah jarum jam 11.00 sampai dengan
tangkai terlepas. Tampak OUE terbuka, pasang tenakulum pada arah jam 11.00.
7. Dilakukan sondase, Panjang uterus 6 cm, arah retroflesi
8. Dilakukan tindakan kuretase dengan menggunakan sendok kuret yang paling besar
yang bisa masuk ke OUE , dilakukan kuretase secara sistematis searah jarum jam
9. Didapatkan tahanan seperti parutan kelapa (greety sensation), perdarahan berbuih,
perdarahan mulai berkurang
10. Tenakulum dilepaskan, dipastikan tidak ada perdarahan aktif. Liang vagina
dibersihkan dengan kassa betadine 10%
11. Spekulum dilepaskan
12. Tindakan selesai

INSTRUKSI PERAWATAN PASCA OPERASI


1. IVFD RL 20 tpm
2. Cefadroxyl 2x500 mg
3. Asam Mefenamat 3x500 mg
4. Hemafort 1 x 1 tab
5. Mobilisasi bertahap
6. Rencana pulang besok diatas jam 13.00

Foto operasi

12
Follow up post operasi

Tgl/
Perjalanan Penyakit Tata Laksana
Jam
 Observasi KU, TTV,
perdarahan, tanda-tanda
infeksi.
 Konsul anestesi
 Konsul penyakit dalam
 Konsul paru
 Inj. Cefazolin 2 gr
 Dulculax tab 2x
 Dulculax sup
 Misoprostol 200 mg
 Rencana ekstipasi jam
08:00
17- S: nyeri di kemaluan (-) perdarahan (-)  IVFD RL
07- O: KU : tampak sakit sedang, kesadaran : compos  Mobilisasi bertahap
2020 mentis  Cefadrxil 3 x 500 mg

13
06.30 TD: 131/83 mmHg; N: 61 x/menit; RR: 18x/menit;  As. Mefenamat 3 x500
WIB S: 36,70C mg
St.generalis :  Hemafort 1x 1
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)  Rencana pulang di atas
Thorax: paru : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) wheezing jam 13:00
(-/-)
Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur (-/-), gallop (-/-)
Abdomen: perut membesar, tampak bekas luka
operasi, BU (+), timpani seluruh lapang abdomen,
Supel, nyeri tekan (-), defans muskular (-)
St. ginekologi
Genitalia eksterna:V/U terlihat tenang, perdarahan (-)

A: P4A1H4 + post ekstirpasi a/i Myoma geburt +


post kuretase tangkai miom

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Leiomioma Uteri


3.1.1 Definisi
Leiomioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus yang terdiri dari sel - sel
jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Leiomioma uteri yang
disebut juga dengan fibroleiomioma uteri merupakan neoplasma jinak yang paling
umum dan sering dialami oleh wanita. Berdasarkan lokasinya, leiomioma uteri dibagi
menjadi:1,4,5
1. Leiomioma submukosa, yaitu leiomioma yang menempati lapisan di bawah
endometrium dan menonjol ke dalam kavum uteri. Hal ini dapat menyebabkan
dismenore, namun ketika telah keluar dari servik dan menjadi nekrotik, akan
memberi gejala pelepasan darah yang tidak regular dan dapat disalahartikan
menjadi kanker serviks. Leiomioma jenis ini dapat tumbuh bertangkai panjang
dan apabila keluar melalui ostium uteri eksterna disebut leiomioma geburt.
2. Leiomioma intramural, yaitu leiomioma yang berkembang diantara
miometrium. Jika ukurannya masih kecil akan membentuk multipel, dan tidak
merubah bentuk uterus, akan tetapi jika ukuran bertambah besar akan
menyebabkan uterus berbenjol-benjol, akan menyebabkan uterus bertambah
besar dan dapat menyebabkan perubahan bentuk dari uterus.
3. Leiomioma subserosa, yaitu leiomioma yang tumbuh dibawah lapisan serosa
uterus dan dapat bertumbuh ke arah luar dan bertangkai.
Gambar 3.1 Klasifikasi leiomioma berdasarkan lokasinya

3.1.2 Epidemiologi
Leiomioma memiliki prevalensi sebesar 70% - 80% pada usia 50 tahun namun
kejadiannya bervariasi yang dipengaruhi oleh usia, ras, dan lokasi geografis.
Leiomioma uteri terjadi pada 20% - 25% perempuan di usia reproduktif, tetapi
oleh faktor yang tidak diketahui secara pasti. Insidensinya 3 -9 kali lebih banyak pada
ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Selama 5 dekade terakhir,
ditemukan 50% kasus leiomioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna. Leiomioma uteri
bersifat asimptomatik pada 20-70% wanita dan lebih dari 80% wanita kulit hitam.
Sebesar 7,8% wanita berusia 33 sampai 40 tahun di Skandinavia dilaporkan memiliki
leiomioma uteri asimptomatik. Secara global, leiomioma uteri adalah indikasi paling
sering untuk dilakukan histerektomi yaitu sebesar 21,7% di Australia, sebesar 27% di
Amerika dan sebesar 50% di Finlandia.6
3.1.3 Etiologi
Etiologi leiomioma yang tepat belum diketahui pasti. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa leiomioma berasal dari satu sel batang neoplastik dari jaringan
otot polos miometrium. Meskipun faktor pasti yang memicu neoplasia leiomiomatosa
tidak diketahui, estrogen, progestin dan faktor pertumbuhan (epidermal growth factor
(EGF) dan insulin-like growth factor (IGF)) tampak berperan dalam pertumbuhan
fibroid. Beberapa literatur menunjukkan peningkatan bukti bahwa faktor genetik baik
primer maupun sekunder menyebabkan leiomioma uteri. Perubahan kromosom pertama
yang menunjukkan kelainan spesifik adalah 1 (12; 14) (q14-q15;q23-q24)
translokasi, pada tahun 1988. Pada tahun-tahun berikutnya banyak publikasi telah
melaporkan data keterkaitan sitogenetik, molekuler dan genetika yang
mendukung bukti predisposisi genetik yang telah ditemukan sebelumnya termasuk
family clustering. Sindrom klinis penting yang terjadi pada leiomioma adalah penyakit
autosom dominan hereditary disease hereditary leiomiomatosis and renal cell
carcinoma (HLRCC).4

3.1.4 Faktor resiko


Adapun faktor resiko terjadinya leiomioma uteri adalah sebagai berikut 6:
1) Usia
Resiko terjadinya leiomioma uteri meningkat selama usia reproduktif.
Leiomioma uteri tidak terjadi sebelum usia pubertas dan angka kejadiannya menurun
pada usia menopause. Leiomioma uteri pada usia reproduktif sebanyak 20% - 25%
dan pada usia diatas 40 tahun sebanyak 30% - 40%. Wanita dengan usia menarche dini
memiliki resiko lebih tinggi terkena leiomioma uteri, hal ini sejalan dengan usia
menopause yang lama.
2) Obesitas
Hubungan antara obesitas dan leiomioma pada beberapa literatur berbeda-beda.
Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan resiko leiomioma berhubungan
dengan obesitas dan diabetes mellitus. Faktor utama yang memegang peranan penting
berhubungan dengan resistensi insulin dimana dipercaya yang berperan besar untuk
terjadinya resiko leiomioma pada wanita dengan obesitas bersamaan dengan
elevasi IGF-1 dan kadar androgen.
3) Paritas
Banyak teori yang mengatakan bahwa faktor hormonal (rangsangan estrogen)
berpengaruh terhadap terjadinya leiomioma uteri. Semakin meningkatnya jumlah
kehamilan maka akan menurunkan insidensi leiomioma uteri. Resiko terjadinya
leiomioma uteri akan menurun dari 20%-50% dengan melahirkan minimal 1 orang
anak, leiomioma uteri terjadi pada wanita berusia lebih dari 30 tahun, tetapi bisa juga
tumbuh pada wanita usia berapapun. Peningkatan resiko leiomioma pada usia lebih dari
30 tahun, terkait dengan stimulasi hormon esterogen yang dihasilkan olah ovarium yang
mengalami peningkatan pada usia reproduksi.
4) Ras
Leiomioma uteri lebih banyak terjadi pada ras kulit hitam dan jarang pada orang
Asia. Wanita kulit hitam biasanya didiagnosis pada usia lebih muda, dengan jumlah
leiomioma yang lebih banyak, lebih besar dan disertai gejala yang lebih parah
daripada kelompok etnis lain. Regresi leiomioma uteri setelah kehamilan lebih sering
terjadi pada wanita kulit putih daripada kulit hitam. Alasan yang tepat terhadap
perbedaan ras dalam terjadinya leiomioma belum diketahui. Dalam literatur,
kemungkinan penyebabnya adalah adanya perbedaan ras dalam biosintesis dan/atau
metabolisme estrogen. Perbedaan dalam ekspresi dan / atau fungsi reseptor hormon
steroid pada kedua ras tersebut juga dapat dianggap sebagai kemungkinan lain
terjadinya perbedaan etnis pada kejadian leiomioma.
5) Genetik
Beberapa perubahan genetic juga berhubungan mioma. Pada penelitian yang
dilakukan di finlandia, didapatkan faktor herediter/faktor keluarga merupakan
faktor predisposisi faktor terjadinya mioma. Penelitian yang lain dilakukan pada
kembar monozigot dan dizigot, didapatkan kecenderungan risiko tinggi dengan
kembar monozigot. Pada penelitian dengan analisa sitogenetik dari sel mioma,
didapatkan abnormalitas dari kromosom spesifik tumor sekitar 40% dari keseluruhan
sampel. Adanya perubahan kromosom ini diduga berpengaruh terhadap risiko
terjadinya mioma uteri.
6) Hormon endogen
Leiomioma hanya terjadi selama masa reproduksi yang dibuktikan dengan
ketergantungannya dengan hormon steroid ovarium.Fakta bahwa esterogen dan
progesteron signifikan terhadap onset dan pertumbuhan leiomioma terbukti pada studi
klinis dan eksperimen.Menarche yang lebih dini menyebabkan peningkatan
resiko leiomioma seiring dengan paparan hormon steroid ovarium yang lebih
lama.Estrogen dipercaya dapat meningkatkan pertumbuhan leiomioma.
7) Gaya hidup
Faktor gaya hidup seperti diet, konsumsi kafein, konsumsi alkohol, merokok,
aktivitas fisik dan stress menjadi pemicu terbentuknya leiomioma dan pertumbuhannya.
8) Makanan
Beberapa hasil penelitian mengenai investigasi dampak makanan terhadap
kejadian leiomioma tidak menemukan suatu konklusi, yang mana disebabkan oleh
adanya bias dan banyaknya faktor resiko penyerta. Wanita Afrika-Amerika yang lebih
sering mengalami leiomioma uteri, ternyata memiliki tingkat konsumsi buah, sayur,
vitamin dan suplementasi mineral yang rendah. Hipovitaminosis D diduga dapat
menjadi resiko terjadinya leiomioma uteri. Kedelai yang memiliki isoflavonoid juga
diduga dapat mengurangi kejadian leiomioma uteri. Beberapa makanan dapat menjadi
faktor yang berkontribusi tehadap kejadian mioma. Pembentukan mioma lebih tinggi
pada wanita yang sering mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik yang tinggi
dan daging.
9) Faktor lain
Faktor lain yang dapat memicu terbentuknya leiomioma adalah hipertensi dan
diabetes mellitus. Beberapa penelitian menemukan bahwa terjadi peningkatan resiko
leiomioma pada wanita dengan hipertensi dan diabetes mellitus. Penelitian ini
menjelaskan bahwa stimulasi oleh IGF-1 menyebabkan proliferasi sel leiomioma pada
kultur.

3.1.5 Patogenesis
Leiomioma adalah istilah yang identik yang menjelaskan tumor monoklonal
yang timbul dari lapisan otot rahim. Secara anatomi, rahim manusia terdiri dari 3 dasar
lapisan, endometrium, miometrium, dan visceral peritoneum atau serosa. Sehingga
pada saat didiagnosis, leiomioma dibagi menjadi submukosa, intramural, atau
subserosa. Atas dasar topografi, histokimia, dan respons terhadap steroid gonad,
kemungkinan leiomioma submukosa berasal di junctional zone (JZ) dari miometrium.
Telah diamati bahwa ketebalan JZ berubah sepanjang siklus haid bersamaan
dengan ketebalan endometrium, dan miosit JZ menunjukkan perubahan siklik pada
estrogen dan reseptor progesteron seperti saat menstruasi. Selanjutnya, ekspresi
reseptor estrogen dan progesteron secara signifikan lebih tinggi pada leiomioma
submukosa dibandingkan dengan leiomioma subserosa. Selain itu, leiomioma
submukosa memiliki penyimpangan kariotipe yang jauh lebih sedikit daripada
leiomioma diluar miometrium, berapapun ukurannya, yang mana mungkin penting
dalam memperlambat pertumbuhan dan seluler mereka respon terhadap steroid gonad.2

3.1.6 Klasifikasi leiomioma uteri submukosa menurut FIGO


Klasifikasi leiomioma submukosa bertujuan untuk mempertimbangkan pilihan

terapeutik, termasuk pendekatan pilihan pembedahan. Sistem yang paling banyak


digunakan untuk mengkategorikan leiomioma submukosa menjadi tiga subtipe sesuai
dengan proporsi diameter lesi yang ada di dalam miometrium, biasanya seperti
yang ditentukan oleh saline infusion sonography (SIS) atau histeroskopi. International
Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) menggunakan sistem untuk
mengklasifikasikan penyebab abnormal uterine bleeding (AUB) pada wanita
reproduktif menggunakan sistem yang sama untuk mengklasifikasikan leiomioma
submukosa namun menambahkan sejumlah kategori lainnya. Berikut ini merupakan
klasifikasi leiomioma submukosa menurut FIGO.2,7

Gambar 3.2 Klasifikasi leiomioma submukosa menurut FIGO2,7


3.1.7 Gejala dan tanda
Gejala klinis neoplasma ini bervariasi berdasarkan besar, jumlah, dan letaknya;
yang paling sering adalah menoragia (jumlah perdarahan >80 mL). Gejala lain
berupa pembesaran abdomen progresif sehingga dirasa penuh dan tekanan di perut
bawah. Leiomioma uteri yang besar juga dapat menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis akibat tekanan pada ureter. Kadang-kadang juga menyebabkan
infertilitas. Hampir separuh kasus leiomioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul
sangat tergantung pada tempat sarang leiomioma ini berada, besarnya tumor,
perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin timbul yaitu8–12:
a. Perdarahan abnormal yaitu dapat berupa hipermenore, menoragia, dan dapat
juga terjadi metroragia merupakan yang paling banyak terjadi. Beberapa
faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah:
• Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium.
• Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
• Atrofi endometrium di atas leiomioma submukosum.
• Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang
leiomioma di antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
b. Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang
leiomioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada leiomioma
submukosum yang akan dilahirkan, pertumbuhannya yang menyempitkan
kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenore. Namun gejala-gejala
tersebut bukanlah gejala khas pada leiomioma uteri.
c. Gejala dan tanda penekanan yang tergantung pada besar dan tempat
leiomioma uteri. Gejala yang timbul dapat berupa poliuri, retention urine,
obstipasi serta edema tungkai dan nyeri panggul.

Pada leiomioma geburt gejala yang menonjol berupa perdarahan per vaginam di
antara siklus haid yang bervariasi mulai dari perdarahan bercak hingga perdarahan
masif. Darah yang keluar berupa darah segar dan kadang disertai nyeri sehingga dapat
diduga sebagai haid yang memanjang. Selain itu, leiomioma submukosa juga dapat
menyebabkan perdarahan intermenstrual, perdarahan post coital, perdarahan vaginal
terus-menerus atau dismenore.9

3.1.8 Diagnosis
Diagnosis leiomioma uteri sering didapatkan pada pemeriksaan panggul berupa
pembesaran uterus dan atau permukaan ireguler. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
mendapatkan variasi hipo- hingga hiperekoik berdasarkan rasio otot polos dan jaringan
ikat. Color flow Doppler dapat membedakan leiomioma dengan massa pelvis lain
dengan adanya pola vaskular yang meningkat.13 Magnetic resonanceimaging (MRI)
dapat dilakukan jika pencitraan lain sulit, dapat menilai secara akurat ukuran, jumlah,
dan lokasi leiomioma.
Diagnosis leiomioma geburt ditegakkan atas beberapa hal yaitu8:
1. Anamnesis, teraba massa menonjol keluar dari jalan lahir yang
dirasakan bertambah panjang serta adanya riwayat perdarahan
pervaginam terutama pada perempuan diatas 40 tahun, kadang
dikeluhkan juga perdarahan kontak.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pada pemeriksaan abdomen luar kemungkinan tidak didapatkan kelainan,
namun dapat juga ditemukan pada palpasi bimanual uterus yang
bentuknya tidak regular, tidak lunak atau penonjolan yang berbenjol-
benjol yang padat pada palpasi.8
b. Pada pemeriksaan ginekologik teraba massa yang keluar dari
OUE (kanalis servikalis), padat kenyal, mudah digerakkan, bertangkai
serta mudah berdarah. Melalui pemeriksaan inspekulo terlihat massa
keluar dari OUE (kanalis servikalis)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. USG untuk menentukan ukuran, lokasi dan jumlah tumor. USG
dapat dilakukan transabdominal dan transvaginal. USG transvaginal lebih
akurat untuk menentukan lokasi tumor.
b. USG doppler untuk menentukan vaskularisasi leiomioma uteri.
c. Histerografi untuk menilai pasien leiomioma submukosa dengan
infertilitas.
d. Laboratorium: darah lengkap, urin lengkap, tes kehamilan.

3.1.10 Penatalaksanaan leiomioma


Secara umum penanganan leiomioma tergantung pada umur, status fertilitas,
paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga biasanya leiomioma yang ditangani yaitu
yang membesar secara cepat dan bergejala serta leiomioma yang diduga menyebabkan
infertilitas. Secara umum, penanganan leiomioma uteri terbagi atas penanganan
konservatif dan operatif. 9 Penanganan konservatif bila leiomioma berukuran kecil
pada pra dan post menopause tanpa gejala. Cara penanganan konservatif sebagai
berikut11:
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan b. Bila
anemia (Hb < 8gr/dl) à transfusi PRC.
b. Pemberian zat besi.
c. Pemberian agonis hormon pelepas gonadotropin (GnRH) yaitu Leuprolid
asetat 3,75 mg intramuscular pada hari 1-3 menstruasi setiap minggu sebanyak
3 kali.

Manajemen simtomatik leiomioma uteri biasanya diberikan demi kenyamanan


pasien dan menunda pengobatan bisa dimengerti pada pasien yang tidak bergejala atau
dengan gej;ala ringan yang dapat ditoleransi. Meskipun pengobatan non-operatif
biasanya tidak memberikan kesembuhan permanen, namun terapi dengan obat-obatan
seperti NSAID, pil kontrasepsi oral, progestin, androgen dan analog GnRH biasanya
diberikan.10Analog GnRH menyebabkan keadaan hipogonadotropik-hipogonadal; jadi
obat-obatan ini menghasilkan menopause kimiawi yang temporer dan reversibel
yang dapat mengecilkan volume leiomioma hingga 50% dengan cara menurunkan
konsentrasi estrogen yang beredar dalam darah dengan hasil maksimal setelah tiga
bulan terapi. Analog GnRH juga memiliki beberapa kegunaan sebelum tindakan
operatif dilakukan 8,9:
a. Mengurangi jumlah darah yang terbuang pada saat operasi dan perlunya
transfusi darah.
b. Meningkatkan kemungkinan operasi dengan cara insisi suprapubik transversal
dibandingkan insisi midline.
c. Mengurangi resiko histerektomi ketika miomektomi direncanakan.

Embolisasi arteri uterus kini semakin banyak digunakan untuk menangani


leiomioma dengan pendekatan yang kurang invasif. Tujuannya adalah untuk
mengurangi suplai darah ke leiomioma sehingga menyebabkan degenerasi dan
nekrosis.8
Penanganan leiomioma secara umum dapat dipilih dengan cara operatif,
penangan secara operatif dapat berupa miomektomi atau histerektomi, hal tersebut
dilakukan jika :
a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus pada kehamilan 12-14
minggu
b. Pertumbuhan tumor cepat
c. Leiomioma subserosa bertangkai dan torsi
d. Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya
e. Hipermenorea pada leiomioma submukosa
f. Penekanan pada organ sekitarnya

Penanganan untuk leiomioma geburt dilakukan secara operasi, dengan jenis


penanganan operatif yang bisa dilakukan sama dengan penanganan operatif pada
leiomioma, yakni: 8,9,14
1. Miomektomi, dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan
anak. Pendekatan pada tumor dilakukan melalui dinding uterus dimana
leiomioma dibuka dengan diseksi tajam dan tumpul, pseudokapsul dapat
mengakibatkan diseksi sulit untuk dilakukan. Leiomioma diangkat dengan
bantuan obeng leiomioma, rongga yang terbentuk akibat leiomioma kemudian
dijahit dan dinding uterus dilipat untuk membawa garis jahitan serendah
mungkin sehingga mengurangi resiko perlekatan dengan vesika urinaria.
2. Histerektomi, dilakukan pada pasien yang tidak menginginkan anak lagi,
terbagi atas 2 macam, yaitu:
a. Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama leiomioma
intraligamenter, torsi dan akan dilakukan ooforektomi.
b. Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran < uterus
gravid 12 minggu) atau disertai dengan kelainan di vagina misalnya
rektokel, sistokel atau enterokel.
Indikasi histerektomi menurut American College of Obstetricians and
Gynecologist (ACOG) adalah salah satu dari kriteria berikut:
1. Leiomioma asimptomatik yang dapat teraba dari dinding perut dan
dikeluhkan oleh pasien.
2. Perdarahan uterus berlebihan, yang ditandai/diikuti oleh:
• Perdarahan banyak dan bergumpal atau berulang selama >8 hari.
• Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
• Rasa tidak nyaman di pelvis yang akut dan hebat, rasa tertekan pada
perut bagian bawah atau pinggang, atau penekanan vesika urinaria
yang meningkatkan frekuensi miksi bukan disebabkan oleh infeksi
saluran kemih.
3.1.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada leiomioma uteri secara umum yaitu 2,4:
1. Degenerasi ganas
Leiomioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32 -
0,6% dari seluruh leiomioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarcoma
uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histopatologi
uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila
leiomioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang
leiomioma dalam menopause.
2. Torsi (putaran tangkai)
Leiomioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi
akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadi sindrom abdomen
akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini
hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan dimana terdapat banyak sarang
leiomioma dalam rongga peritoneum. Leiomioma dapat mengalami nekrosis
dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya.
Misalnya terjadi pada leiomioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa
metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan-gangguan yang
disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.

3.1.12 Prognosis
Terapi bedah bersifat kuratif. Kehamilan di masa yang akan datang tidak akan

dibahayakan oleh miomektomi, walaupun seksio sesarea akan diperlukan setelah


diseksi lebar untuk masuk ke dalam rongga uterus. 9
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Apa faktor risiko pada pasien ini? Perimenopause, hormon


Faktor resiko terjadinya leiomioma geburt antara lain faktor reproduktif, usia,
paritas, gaya hidup, ras, genetik, dan obesitas. Pasien ini berusia 49 tahun sehingga
masuk dalam kategori perimenopause. Saat melalui fase perimenopause, wanita akan
mengalami beberapa gejala akibat perubahan kadar hormon di dalam tubuh. Gejala
utama perimenopause adalah siklus menstruasi tidak teratur, yang mana sesuai dengan
anamnesis yang didapati pada pasien ini. Menurut beberapa studi ilmiah
mempublikasikan bahwa pada masa perimenopause ini tinggi insiden munculnya gejala
dari leiomioma dan perlu diberika terapi yang tepat. Keadaan ini berhubungan dengan
kadar estrogen dan leiomioma yang memiliki reseptor terhadap hormon reproduksi
wanita (estrogen dan progesteron).
Faktor resiko selanjutnya adalah gaya hidup dan pola makan, adapun diet
seperti sering konsumsi kafein, daging merah, serta merokok akan meningkatkan resiko
terjadinya leiomioma uteri. Kebiasaan pasien sering mengkonsumsi daging merupakan
salah satu risiko pengaruh gaya hidup terhadap penyakit pasien.
Faktor resiko berikutnya adalah paritas, semakin tinggi paritas seorang wanita
maka akan menurunkan resiko terjadinya leiomioa uteri. Paritas akan menurunkan
siklus menstruasi dan kehamilan akan menyebabkan perubahan pada produksi hormon
ovarium (estrogen dan progesteron), growth hormon dan perubahan pada jaringan
uterus, sehingga resiko leiomioma uteri akan menurun pada wanita multipara, selain itu,
laktasi akan menyebabkan supresi hormon ovarium, sehingga wanita yang memberikan
asi eksklusif akan menurunkan resiko terjadinya leiomioma uteri. Namun pada kasus
ini pasien sudah melahirkan sebanyak 4 kali (angka paritas tinggi) dimana seharusnya
akan menurunkan resiko leiomioma uteri.
Faktor resiko berikutnya adalah obesitas, dimana jaringan lemak perifer akan
menyebabkan aromatisasi androgen yang akan meningkatkan kadar estrogen dalam
darah. Pasien ini memiliki indeks massa tubuh 23,4 yang dikategorikan sebagai
normoweight, sehingga faktor resiko obesitas tidak dimiliki oleh pasien ini. Faktor
resiko ras tidak dimiliki oleh pasien. Pasien adalah ras mongoloid, sedangkan ras
terbanyak penderita leiomioma uteri adalah ras negroid. faktor resiko genetik juga tidak
dimiliki oleh pasien.
Pada kasus ini didapatkan faktor resiko usia reproduktif dan faktor resiko gaya
hidup yaitu masa perimenopause dan kebiasaan diet pasien sering mengkonsumsi daging
menjadi faktor risiko yang signifikan terhadap kondisi leiomioma uteri. Sedangkan faktor
risko lainnya berdasarkan kepustakaan tidak ditemukan pada pasien ini.

4.2 Apa diagnosis pada pasien ini sudah tepat ?

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa pada pasien ini adalah P4A1H4 + Mioma Geburt
+ Riwayat laparotomi KET. Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan utama pada
pasien yaitu Keluar benjolan dari jalan lahir sejak 2 tahun SMRS.
Mioma geburt pada pasien ini didiagnosis dengan melihat anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Pada anamnesis
ditemukan keluar benjolan pada jalan lahir, haid tidak teratur, dan perdarahan uterus.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan sebesar telur bebek, licin, tidak berdarah,
teraba kenyal, bertangkai keluar dari OUE, portio teraba utuh dan licin. Hasil
pemeriksaan USG juga bisa ditemukan adanya massa pada vagina yang keluar dari
OUE.
.

4.3 Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat ?


Ya, penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat. Penatalaksanaan yang
diberikan kepada pasien seperti ini meliputi tindakan konservatif dan tindakan operatif.
Tindakan konservatif yang dilakukan pada kasus ini adalah pemberian antibiotik, anti
perdarahan dan transfusi PRC. Hal ini bertujuan untuk mengurangi gejala yang terjadi
pada pasien dan meningkatkan kadar hemoglobin darah pasien untuk persiapan
dilakukan tindakan operatif.15 Terapi operatif yang dilakukan pada pasien ini adalah
miomektomi dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Dimana tindakan ini dilakukan
berdasarkan keadaan dari pasien yang menderita mioma submukosa yang bertangkai. 15
Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi, sampai sekarang, tindakan ini
lebih aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik untuk kasus mioma submukosa. 16
Pasca tindakan konservatif dan operatif kepada pasien, keluhan pasien berkurang dan
memberikan hasil yang baik.

4.4 Apa edukasi yang diberikan pada pasien ini?

Edukasi meliputi anjuran kontrol ulang berkala pada pasien asimptomatis dan
yang menginginkan fertility sparing. Selama tidak ada keluhan, pasien dianjurkan
kontrol setiap 6 bulan untuk dilakukan observasi kembali menilai adanya pertumbuhan
mioma berulang atau tidak. Jika telah menopause dan tidak ada pertumbuhan tumor
dalam satu tahun maka kontrol dianjurkan hanya jika muncul gejala.

Rekomendasi paling penting adalah diet menjaga berat badan ideal untuk
mengurangi faktor risiko obesitas. Hal ini karena kejadian tumor sering dikaitkan
dengan terlalu banyak konsumsi daging merah dan rendahnya konsumsi sayuran hijau
atau buah. Olahraga teratur dengan intensitas sedang membantu menjaga keseimbangan
hormonal dan menjaga agar berat badan tetap stabil.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Adapun simpulan dari laporan kasus ini adalah:
a. Faktor resiko terjadi leiomioma geburt pada pasien ini adalah perimenopause.
b. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
diagnosis yang tepat pada pasien ini adalah P4A1H4 dengan riwayat
laparotomi KET.
c. Menurut penulis terapi perbaikan keadaan umum disertai ekstirpasi dan
kuretase PA sudah tepat.
5.2 Saran
Adapun saran pada laporan kasus ini sebagai berikut:
a. Pada pasien sebaiknya dilakukan edukasi tentang pencegahan terjadinya mioma
berulang dengan menghentikan siklus haid.
b. Penulisan diagnosis harus dilakukan sesuai kaidah untuk memberikan informasi
tentang penyakit pasien dan tatalaksana medis yang tepat berkaitan dengan
diagnosis pasien tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Thompson MJ, Carr BR. Intramural myomas: to treat or not to treat. Int J Womens
Health. 2016 May 17;8:145-9.
2. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2014. p. 892
3. Yang J-H, Chen M-J, Chen C-D, Chen CL, Ho H-N, Yang Y-S. Impact of
submucous myoma on the severity of anemia. Fertil Steril. 2011 Apr;95(5):1769-
1772.e1.
4. Ginting L, Rasmaliah, Jemadi. Karakteristik Penderita Mioma Uteri yang di Rawat
Inap di RSUD DR. Pirngadi Medan Tahun 2009-2011. 2012. Available from:
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/view/376/266
5. Advancing A, Invasive M, Worldwide G. AAGL Practice Report: Practice
Guidelines for the Diagnosis and Management of Submucous Leiomyomas. J
Minim Invasive Gynecol. 2012;19(2):152-171.
6. Sparic R, Mirkovic L, Tinelli A. Epidemiology of uterine leiomiomas : A
review. International Journal of Fertility & Sterility. 2016; 9(4): 424-35.
7. Wiweko B, Baziad A, Hestiantoro A, eds. Panduan Tata Laksana
Perdarahan Uterus Abnormal. Jakarta: HIFERI-POGI; 2011.
8. Evans P, Brunsell S. Uterine fibroid tumour diagnosis and treatment.
American family physician. 2007;15;75(10):1503-8.
9. Berek JS. Novak’s gynecology. 13th ed. Philadelphia: Lippincot williams and
wilkins;2002.
10. Benson and Pernoll’s. Handbook of obstetrics and gynecology. 10th ed.
Kansas: Kansas university school of medicine;2001.
11. Lumsdens MA. Benign disease of the uterus In : Dewhurst’s textbook of
obstetrics ang gynecology. 7th ed. London: Blackwell publishing; 2007.9.
12. Brolmann and Huirne. Current treatment options and emerging strategies for
fibroid management. The Internet Journal of Gynecology and Obstetrics.
2008;10(1).
13. Qidwai GI, Caughey AB, Jacoby AF. Obstetric outcomes in women with
sonographycally identified uterine leiomiomata. Obstet Gynecol.
2006;107:376-82
14. Lefebvre G, Vilos G, Allaire C, et al. The management of uterine
leiomiomas. Society obstetrics and gynecology of canada clinical practical
guidelines. 2003;128:1-10.
15. Anwar M, Baziad A, Prabowo P. IlmuKandungan. Ketiga. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.p.274
16. Hadibroto B. Mioma Uteri. Maj Kedokt Nusant [Internet]. 2005 Sep;Vol 38 No 3.
Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/15576/mkn-sep2005-
%20(9).pdf?sequence=1

Anda mungkin juga menyukai