LElOMIOMA GEBURT
Disusun Oleh:
Afdhal Fikri
Dewi Iramayana Sandra Kesumah
Endah Pusfita Sari
Maria Nurmazalena
Muhammad Alvi Syahrin
Muhammad Iqbal
Novella Treskasyma
Robin Hutapea
Tuti Herlinawati
Pembimbing:
Dr. Ruza P. Rustam, Sp.OG
dr. Febriani, Sp.OG
2
poliklinik RSUD Arifin Achmad dengan keluhan keluar benjolan dari jalan lahir.
Keluhan keluar benjolan dari jalan lahir pada pasien-pasien ginekologi dan
pentingnya menginvestigasi serta menatalaksana khususnya bagi dokter umum
sebagai pelayan kesehatan pada tingkat primer, menjadi latar belakang kami untuk
mengangkat topik ini sebagai laporan kasus ginekologi.
3
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.2 Anamnesis
Anamnesis (dilakukan tanggal 15 Juli 2020 secara autoanamnesis)
Keluhan utama
Keluar benjolan dari jalan lahir sejak 2 tahun SMRS.
4
benjolan tersebut dapat dimasukkan kembali kedalam jalan lahir. Sejak 3 minggu yang
lalu pasien mengeluhkan bejolan tersebut semakin sering keluar dari jalan lahir dan
menggangu aktivitas pasien terutama saat berjalan. Pasien mengatakan benjolan tersebut
terasa lunak, licin, mudah digerakkan, ukuran sebesar telur bebek. Pasien mengaku tidak
pernah berobat sebelumnya. 2 minggu yang lalu pasien mengeluhkan adanya perdarahan
dari jalan lahir saat pasien memegang benjolan tersebut. Perdarahan sebanyak 1 kali,
berwarna merah segar. Tidak ada keluhan nyeri pada benjolan. Lalu pasien berobat ke
RSUD Mandau dan didiagnosis dengan prolaps uteri. Kemudian pasien dirujuk ke
RSUD Arifin Achmad untuk mendapatkan tatalaksana selanjutnya.
Riwayat haid
Menarche usia 14 tahun, siklus haid tidak teratur, lama haid lebih dari 7 hari sejak 1
tahun terakhir, jarak antara haid terakhir dan berikutnya tidak teratur, ganti pembalut 2-
3x/hari, nyeri haid (-).
Riwayat perkawinan
Menikah satu kali tahun 2001.
Riwayat persalinan
P4A1H4
1. 2001, laki-laki, aterm, bidan, lahir normal, BBL 2500 gram, sehat
2. 2002, perempuan, aterm, bidan, lahir normal, BBL 3000 gr, sehat
3. 2003, KET, operasi di RSUD Arifin Achmad
4. 2005, perempuan, aterm, bidan, lahir normal, BBL 3000 gr,sehat
5. 2008, perempuan, aterm, bidan, lahir normal, BBL 4000 gr,sehat
5
Riwayat operasi sebelumnya
Operasi KET tahun 2003 di RSUD Arifin Achmad.
6
2.3.2 Status ginekologi
Mammae : Dalam batas normal
Aksilla : Pembesaran KGB (-)
Abdomen :
Inspeksi Perut tampak datar, supel, tampak luka bekas operasi di linea
mediana mulai dari 2 jari dibawah pusat sampai 2 jari diatas simpisis
pubis.
Auskultasi BU (+) 10 kali/menit.
Perkusi Timpani seluruh lapangan abdomen.
Palpasi Supel, teraba massa (-), nyeri tekan (-)
Genitalia Eksterna :
Inspeksi : Vulva/uretra tampak tenang, tampak adanya benjolan keluar dari vagina
saat pasien diminta mengedan, porsio tidak dapat dinilai.
Inspekulo : tampak massa sebesar telur bebek memenuhi liang vagina, permukaan
licin.
VT : Teraba massa konsistensi padat, kenyal, licin, tidak berbenjol-benjol,
tidak rapuh, tidak berdarah, ukuran sebesar telur bebek, teraba massa
seperti tangkai keluar dari OUE, portio teraba permukaan licin,
konsistensi padat, retrofleksi, tidak nyeri goyang portio, uterus teraba
retrofleksi ukuran sebesar ayam kampung, konsistensi kenyal-padat,
parametrium kanan dan kiri lemas, tidak teraba massa pada adnexa,
cavum douglas tidak menonjol.
7
2.4 Pemeriksaan Penunjang
2.4.1 Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin (22/02/2019)
Hb : 13,4 gr/dl PT : 12,7
Ht : 40,3 % APTT : 29,3
Leukosit : 10.290 /ul HbsAg : Non reaktif
Trombosit : 288.000/ul HIV : Non reaktif
8
2.4.2 Pemeriksaan USG
Follow up pre op
Tgl/
Perjalanan Penyakit Tata Laksana
Jam
9
15- S: keluar benjolan dari jalan lahir Observasi KU, TTV,
07- O: KU : tampak sakit sedang, kesadaran : compos perdarahan, tanda-tanda
2020 mentis infeksi.
09.50 TD: 110/70 mmHg; N: 102 x/menit; RR: 18x/menit; Konsul anestesi
WIB S: 36,50C Konsul penyakit dalam
St.generalis : Konsul paru
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Rencana ekstirpasi
Thorax: paru : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) wheezing myoma geburt dan
(-/-) kuretase tangkai myoma
Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur (-/-), gallop (-/-)
Acc rawat Teratai 1
Abdomen: perut membesar, tampak bekas luka
operasi, BU (+), timpani seluruh lapang abdomen,
Supel, nyeri tekan (-), defans muskular (-)
St. ginekologi
Genitalia eksterna:V/U terlihat tenang, perdarahan (-)
10
pukul 04.00 wib
A: P4A1H4 +Myoma geburt Diet bubur kecap
Persiapan PRC 1 lbh
Misoprostol 200 mg
16- S: keluar benjolan dari jalan lahir Observasi KU, TTV,
07- O: KU : tampak sakit sedang, kesadaran : compos perdarahan, tanda-tanda
2020 mentis infeksi.
07.30 TD: 110/80 mmHg; N: 84 x/menit; RR: 18 x/menit; Rencana ekstirpasi
0
WIB S: 36,0 C myoma geburt dan
St.generalis : kuretase tangkai myoma
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) jam 08.00 wib
Thorax: paru : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) wheezing Inj. Cefazoline 2 gr pre
(-/-) op
Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur (-/-), gallop (-/-) Puasa 6 jam
Abdomen: perut membesar, tampak bekas luka Persiapan PRC 1 lbh
operasi, BU (+), timpani seluruh lapang abdomen,
Supel, nyeri tekan (-), defans muskular (-)
St. ginekologi
Genitalia eksterna:V/U terlihat tenang, perdarahan (-)
Laporan Tindakan :
TANGGAL DAN WAKTU RUANG KELAS
16/07/2020 12:10- 12:45 OK IGD
DIAGNOSIS PRA OPERASI : P4A1H4 + Myoma Geburt + Riwayat laparotomi
KET
DIAGNOSIS PASCA OPERASI : P2A1H2 Post Ekstirpasi Myoma Geburt + post
kuretase tangkai mioma
JARINGAN YANG DIEKSISI/ INSISI :
DIKIRIM UNTUK PEMERIKSAAN : -
NAMA JENIS OPERASI : -
TANGGAL JAM OPERASI LAMA ANESTESI BERLANGSUNG
11
OPERASI -
16-07-2020 12:10
1. Pasien berbaring dengan posisi lithotomy dimeja operasi dalam anestesi Spinal
2. Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis daerah genital
3. Dipasang duk steril
4. Dipasang spekulum sims atas dan bawah
5. Dilakukan eksplorasi masa, tampak masa seukuran kepalan tangan dewasa keluar
dari canalis servikalis hingga ke introitus vagina dan bertangkai. Tidak ditemukan
massa sampai di daerah canalis servikalis.
6. Dilanjutkan pemasangan tenakulum pada myoma geburt, diakukan ekstirpasi
myoma geburt dengan dilakukan pemutaran searah jarum jam 11.00 sampai dengan
tangkai terlepas. Tampak OUE terbuka, pasang tenakulum pada arah jam 11.00.
7. Dilakukan sondase, Panjang uterus 6 cm, arah retroflesi
8. Dilakukan tindakan kuretase dengan menggunakan sendok kuret yang paling besar
yang bisa masuk ke OUE , dilakukan kuretase secara sistematis searah jarum jam
9. Didapatkan tahanan seperti parutan kelapa (greety sensation), perdarahan berbuih,
perdarahan mulai berkurang
10. Tenakulum dilepaskan, dipastikan tidak ada perdarahan aktif. Liang vagina
dibersihkan dengan kassa betadine 10%
11. Spekulum dilepaskan
12. Tindakan selesai
Foto operasi
12
Follow up post operasi
Tgl/
Perjalanan Penyakit Tata Laksana
Jam
Observasi KU, TTV,
perdarahan, tanda-tanda
infeksi.
Konsul anestesi
Konsul penyakit dalam
Konsul paru
Inj. Cefazolin 2 gr
Dulculax tab 2x
Dulculax sup
Misoprostol 200 mg
Rencana ekstipasi jam
08:00
17- S: nyeri di kemaluan (-) perdarahan (-) IVFD RL
07- O: KU : tampak sakit sedang, kesadaran : compos Mobilisasi bertahap
2020 mentis Cefadrxil 3 x 500 mg
13
06.30 TD: 131/83 mmHg; N: 61 x/menit; RR: 18x/menit; As. Mefenamat 3 x500
WIB S: 36,70C mg
St.generalis : Hemafort 1x 1
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Rencana pulang di atas
Thorax: paru : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) wheezing jam 13:00
(-/-)
Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur (-/-), gallop (-/-)
Abdomen: perut membesar, tampak bekas luka
operasi, BU (+), timpani seluruh lapang abdomen,
Supel, nyeri tekan (-), defans muskular (-)
St. ginekologi
Genitalia eksterna:V/U terlihat tenang, perdarahan (-)
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Epidemiologi
Leiomioma memiliki prevalensi sebesar 70% - 80% pada usia 50 tahun namun
kejadiannya bervariasi yang dipengaruhi oleh usia, ras, dan lokasi geografis.
Leiomioma uteri terjadi pada 20% - 25% perempuan di usia reproduktif, tetapi
oleh faktor yang tidak diketahui secara pasti. Insidensinya 3 -9 kali lebih banyak pada
ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Selama 5 dekade terakhir,
ditemukan 50% kasus leiomioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna. Leiomioma uteri
bersifat asimptomatik pada 20-70% wanita dan lebih dari 80% wanita kulit hitam.
Sebesar 7,8% wanita berusia 33 sampai 40 tahun di Skandinavia dilaporkan memiliki
leiomioma uteri asimptomatik. Secara global, leiomioma uteri adalah indikasi paling
sering untuk dilakukan histerektomi yaitu sebesar 21,7% di Australia, sebesar 27% di
Amerika dan sebesar 50% di Finlandia.6
3.1.3 Etiologi
Etiologi leiomioma yang tepat belum diketahui pasti. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa leiomioma berasal dari satu sel batang neoplastik dari jaringan
otot polos miometrium. Meskipun faktor pasti yang memicu neoplasia leiomiomatosa
tidak diketahui, estrogen, progestin dan faktor pertumbuhan (epidermal growth factor
(EGF) dan insulin-like growth factor (IGF)) tampak berperan dalam pertumbuhan
fibroid. Beberapa literatur menunjukkan peningkatan bukti bahwa faktor genetik baik
primer maupun sekunder menyebabkan leiomioma uteri. Perubahan kromosom pertama
yang menunjukkan kelainan spesifik adalah 1 (12; 14) (q14-q15;q23-q24)
translokasi, pada tahun 1988. Pada tahun-tahun berikutnya banyak publikasi telah
melaporkan data keterkaitan sitogenetik, molekuler dan genetika yang
mendukung bukti predisposisi genetik yang telah ditemukan sebelumnya termasuk
family clustering. Sindrom klinis penting yang terjadi pada leiomioma adalah penyakit
autosom dominan hereditary disease hereditary leiomiomatosis and renal cell
carcinoma (HLRCC).4
3.1.5 Patogenesis
Leiomioma adalah istilah yang identik yang menjelaskan tumor monoklonal
yang timbul dari lapisan otot rahim. Secara anatomi, rahim manusia terdiri dari 3 dasar
lapisan, endometrium, miometrium, dan visceral peritoneum atau serosa. Sehingga
pada saat didiagnosis, leiomioma dibagi menjadi submukosa, intramural, atau
subserosa. Atas dasar topografi, histokimia, dan respons terhadap steroid gonad,
kemungkinan leiomioma submukosa berasal di junctional zone (JZ) dari miometrium.
Telah diamati bahwa ketebalan JZ berubah sepanjang siklus haid bersamaan
dengan ketebalan endometrium, dan miosit JZ menunjukkan perubahan siklik pada
estrogen dan reseptor progesteron seperti saat menstruasi. Selanjutnya, ekspresi
reseptor estrogen dan progesteron secara signifikan lebih tinggi pada leiomioma
submukosa dibandingkan dengan leiomioma subserosa. Selain itu, leiomioma
submukosa memiliki penyimpangan kariotipe yang jauh lebih sedikit daripada
leiomioma diluar miometrium, berapapun ukurannya, yang mana mungkin penting
dalam memperlambat pertumbuhan dan seluler mereka respon terhadap steroid gonad.2
Pada leiomioma geburt gejala yang menonjol berupa perdarahan per vaginam di
antara siklus haid yang bervariasi mulai dari perdarahan bercak hingga perdarahan
masif. Darah yang keluar berupa darah segar dan kadang disertai nyeri sehingga dapat
diduga sebagai haid yang memanjang. Selain itu, leiomioma submukosa juga dapat
menyebabkan perdarahan intermenstrual, perdarahan post coital, perdarahan vaginal
terus-menerus atau dismenore.9
3.1.8 Diagnosis
Diagnosis leiomioma uteri sering didapatkan pada pemeriksaan panggul berupa
pembesaran uterus dan atau permukaan ireguler. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
mendapatkan variasi hipo- hingga hiperekoik berdasarkan rasio otot polos dan jaringan
ikat. Color flow Doppler dapat membedakan leiomioma dengan massa pelvis lain
dengan adanya pola vaskular yang meningkat.13 Magnetic resonanceimaging (MRI)
dapat dilakukan jika pencitraan lain sulit, dapat menilai secara akurat ukuran, jumlah,
dan lokasi leiomioma.
Diagnosis leiomioma geburt ditegakkan atas beberapa hal yaitu8:
1. Anamnesis, teraba massa menonjol keluar dari jalan lahir yang
dirasakan bertambah panjang serta adanya riwayat perdarahan
pervaginam terutama pada perempuan diatas 40 tahun, kadang
dikeluhkan juga perdarahan kontak.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pada pemeriksaan abdomen luar kemungkinan tidak didapatkan kelainan,
namun dapat juga ditemukan pada palpasi bimanual uterus yang
bentuknya tidak regular, tidak lunak atau penonjolan yang berbenjol-
benjol yang padat pada palpasi.8
b. Pada pemeriksaan ginekologik teraba massa yang keluar dari
OUE (kanalis servikalis), padat kenyal, mudah digerakkan, bertangkai
serta mudah berdarah. Melalui pemeriksaan inspekulo terlihat massa
keluar dari OUE (kanalis servikalis)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. USG untuk menentukan ukuran, lokasi dan jumlah tumor. USG
dapat dilakukan transabdominal dan transvaginal. USG transvaginal lebih
akurat untuk menentukan lokasi tumor.
b. USG doppler untuk menentukan vaskularisasi leiomioma uteri.
c. Histerografi untuk menilai pasien leiomioma submukosa dengan
infertilitas.
d. Laboratorium: darah lengkap, urin lengkap, tes kehamilan.
3.1.12 Prognosis
Terapi bedah bersifat kuratif. Kehamilan di masa yang akan datang tidak akan
Edukasi meliputi anjuran kontrol ulang berkala pada pasien asimptomatis dan
yang menginginkan fertility sparing. Selama tidak ada keluhan, pasien dianjurkan
kontrol setiap 6 bulan untuk dilakukan observasi kembali menilai adanya pertumbuhan
mioma berulang atau tidak. Jika telah menopause dan tidak ada pertumbuhan tumor
dalam satu tahun maka kontrol dianjurkan hanya jika muncul gejala.
Rekomendasi paling penting adalah diet menjaga berat badan ideal untuk
mengurangi faktor risiko obesitas. Hal ini karena kejadian tumor sering dikaitkan
dengan terlalu banyak konsumsi daging merah dan rendahnya konsumsi sayuran hijau
atau buah. Olahraga teratur dengan intensitas sedang membantu menjaga keseimbangan
hormonal dan menjaga agar berat badan tetap stabil.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Adapun simpulan dari laporan kasus ini adalah:
a. Faktor resiko terjadi leiomioma geburt pada pasien ini adalah perimenopause.
b. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
diagnosis yang tepat pada pasien ini adalah P4A1H4 dengan riwayat
laparotomi KET.
c. Menurut penulis terapi perbaikan keadaan umum disertai ekstirpasi dan
kuretase PA sudah tepat.
5.2 Saran
Adapun saran pada laporan kasus ini sebagai berikut:
a. Pada pasien sebaiknya dilakukan edukasi tentang pencegahan terjadinya mioma
berulang dengan menghentikan siklus haid.
b. Penulisan diagnosis harus dilakukan sesuai kaidah untuk memberikan informasi
tentang penyakit pasien dan tatalaksana medis yang tepat berkaitan dengan
diagnosis pasien tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Thompson MJ, Carr BR. Intramural myomas: to treat or not to treat. Int J Womens
Health. 2016 May 17;8:145-9.
2. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2014. p. 892
3. Yang J-H, Chen M-J, Chen C-D, Chen CL, Ho H-N, Yang Y-S. Impact of
submucous myoma on the severity of anemia. Fertil Steril. 2011 Apr;95(5):1769-
1772.e1.
4. Ginting L, Rasmaliah, Jemadi. Karakteristik Penderita Mioma Uteri yang di Rawat
Inap di RSUD DR. Pirngadi Medan Tahun 2009-2011. 2012. Available from:
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/view/376/266
5. Advancing A, Invasive M, Worldwide G. AAGL Practice Report: Practice
Guidelines for the Diagnosis and Management of Submucous Leiomyomas. J
Minim Invasive Gynecol. 2012;19(2):152-171.
6. Sparic R, Mirkovic L, Tinelli A. Epidemiology of uterine leiomiomas : A
review. International Journal of Fertility & Sterility. 2016; 9(4): 424-35.
7. Wiweko B, Baziad A, Hestiantoro A, eds. Panduan Tata Laksana
Perdarahan Uterus Abnormal. Jakarta: HIFERI-POGI; 2011.
8. Evans P, Brunsell S. Uterine fibroid tumour diagnosis and treatment.
American family physician. 2007;15;75(10):1503-8.
9. Berek JS. Novak’s gynecology. 13th ed. Philadelphia: Lippincot williams and
wilkins;2002.
10. Benson and Pernoll’s. Handbook of obstetrics and gynecology. 10th ed.
Kansas: Kansas university school of medicine;2001.
11. Lumsdens MA. Benign disease of the uterus In : Dewhurst’s textbook of
obstetrics ang gynecology. 7th ed. London: Blackwell publishing; 2007.9.
12. Brolmann and Huirne. Current treatment options and emerging strategies for
fibroid management. The Internet Journal of Gynecology and Obstetrics.
2008;10(1).
13. Qidwai GI, Caughey AB, Jacoby AF. Obstetric outcomes in women with
sonographycally identified uterine leiomiomata. Obstet Gynecol.
2006;107:376-82
14. Lefebvre G, Vilos G, Allaire C, et al. The management of uterine
leiomiomas. Society obstetrics and gynecology of canada clinical practical
guidelines. 2003;128:1-10.
15. Anwar M, Baziad A, Prabowo P. IlmuKandungan. Ketiga. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.p.274
16. Hadibroto B. Mioma Uteri. Maj Kedokt Nusant [Internet]. 2005 Sep;Vol 38 No 3.
Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/15576/mkn-sep2005-
%20(9).pdf?sequence=1