Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN KASUS

Disusun Oleh :
Dahru Almas Kinangga

2015730025

Dokter Pembimbing :
dr. Futiha Arabia, Sp. OG(K)

STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wrwb,
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha
Esa karena atas segala limpahan rahmat dankarunia-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan
laporan

kasus mengenai Mola Hidatidosa


Pada kesempatan ini penulis menyampaikan pernghargaan dan terima kasih yang
sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan arahan demi
terselesaikannya

laporankasus ini khususnya kepada dr. Futiha Arabia, Sp. OG(K) selaku pembimbing.
Kami sangat menyadari dalam proses penulisan laporan kasus ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun metode penulisan. Namun demikian, kami
telah mengupayakan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Kami dengan rendah
hati dan dengan tanganterbuka menerima segala bentuk masukan, sarandanusulan
gunamenyempurnakan

laporankasus ini.
Kami berharapsemoga laporankasus inidapat bermanfaat bagisiapapun yang membacanya.
Wassalammu’alaikum wrwb.

Cianjur, 7 Juni 2023

Penulis
I. STATUS PASIEN
Identitas Pasien
• Nama : Ny. M
• Usia : 25 tahun
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
• Alamat : Bunikasih, Cianjur
• Tanggalmasuk RS : 5 /6/2023 pukul 20.00 WIB
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD kebidanan RSUD Sayang Cianjur dengan keluhan keluar air-air dari
jalan lahir sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit
.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengaku sedang hamil anak pertama usia 39-40 minggu diantar keluarga
ke IGD Kebidanan RSUD Sayang Cianjur pada pukul 02.30 WIB dini hari. Pasien
dirujuk dari bidan dekat rumahnya atas indikasi ketuban pecah dini dan kontraksi
lemah.Pasien mengaku mulas-mulas sejak pukul 20.00 WIB, Selang 2 jam: keluar
air-air jernih dari jalan lahir dengan kuantitas banyak secara tiba-tiba (mengalir ke
kakinya dan basah hingga menembus celana dalam).

Keluhan nyeri kepala, pandangan kabur dan nyeri uluh hati disangkal. Pasien juga
ingin melakukan persalinan sesar karena mengaku takut dan khawatir untuk
menjalankan persalinan normal

C. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat asma disangkal
 Riwayat hipertensi sebelum kehamilan disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat penyakit ginjal disangkal
 Riwayat diabetes melitus disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat keluarga dengan riwayat penyakit jantung, hipertensi sebelum atau
saat hamil, tidak terdapat riwayat penyakit DM pada keluarga
E. Riwayat Pengobatan dan Alergi
Sebelum dibawa ke RSUD Sayang Cianjur, pasien diperiksa oleh bidan dan dirujuk
karena ketuban pecah dini dan kontraksi lemah, Riwayat rutin konsumsi tablet zat
besi, asam folat, dan kalsium selama kehamilan
F. Riwayat Alergi
Ibu tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan maupun cuaca.
G. Riwayat Psikososial
Pasien sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga namun sesekali mengantar
dagangannya ke tetangga

Riwayat jatuh disangkal

Riwayat merokok disangkal orang terdekat merokok disangkal

Mengganti celana dalam sehari 2 kali atau lebih dan hygine baik

Riwayat Obstetri
H. Riwayat Perkawinan
Sekarang merupakan pernikahan pasien yang pertama yang sudah berlangsung
selama 8 bulan, pasien menikah pada Oktober 2022 pada saat usianya 24 tahun.

I. Riwayat Haid
• Menarche : Usia 12 tahun
• Lamahaid : 7 hari
• Siklushaid : ±28 hari
• Jumlah darah : Normal (3-4x ganti pembalut perhari)
• Gangguan haid : Dismenorea (-) menoragia (-) metroragia (-)
• HPHT : 5/9/2022
J. Riwayat Persalinan

No. Tahun Usia Jenis Penyulit Penolong BBL Keterangan


Partus kehamilan Persalinan

Kehamilan saat ini


K. Riwayat Kontrasepsi
Pasien sebelumnya belum pernah menggunakan kontrasepsi

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. STATUS GENERALIS

Pemeriksaan Umum
o Keadaan Umum : Baik, tampak sakit sedang
o Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-Tanda Vital
o Tekanan Darah : 130/80 mmHg
o Suhu : 36.5 °C
o Pernapasan : 24x/menit
o Nadi : 81x/menit
o SpO2 : 99%
Status Gizi
o BB : 52 kg
o TB : 145 cm
o IMT : 24.7 kg/m2
Pemeriksaan Fisik Generalis
o Kepala : Normocephal
o Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Refleks cahaya langsung
(+/+), Refleks cahayatidaklangsung (+/+)
o Leher : Pembesaran KGB (-/-), Pembesaran tiroid (-/-)
o Thorax : Normochest
o Payudara : Simetris
o Paru-Paru
- Inspeksi : Dinding dada simetris
- Palpasi : Vocal fremitus simetris
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi: Vesicular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
o Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas Atas : ICS 2 Parasternal dextra
Batas Kanan : ICS 4 Parasternal dextra
Batas Kiri : ICS 5 Midklavikula sinistra
- Auskultasi: Bunyi jantung I/II, regular, Gallop (-), Murmur (-)
o Abdomen
- Inspeksi : Perut tampakmembesar, linea nigra (-) tandaperadangan (-)
- Auskultasi: DJJ (139x/menit), Bisingusus (+) dalambatas normal 16x/menit.
- Palpasi : TFU : 33 cm
- Perkusi : Timpani
o Ekstremitas Atas : Akral hangat (+/+), Edema (-/-), dan CRT ≤ 2 detik
o Ekstremitas Bawah : Akral hangat (+/+), Edema (-/-), dan CRT ≤ 2 detik

STATUS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

Pemeriksaan Luar
Abdomen
Inspeksi : Perut tampakmembesar, linea nigra (-) tandaperadangan (-)
Auskultasi : DJJ 139x/menit, bisingusus (+) normal
Palpasi : TFU : 33 cm

Pemeriksaan Dalam
• Pemeriksaan dalam: V/V tidak ada kelainan, portio tebal-lunak, Ø 2-3 cm
IV. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi Rutin

Hemoglobin 12.4  12-16 g/dL

Hematokrit 38.9 37-47 %

Eritrosit 4.92 4.2-5.4 106/μL

Leukosit 16.4 4.8-10.8 103/μL

Trombosit 232 150-450 103/μL

MCV 81.2 80-94 fL

MCH 27.6 27-31 pg

MCHC 34 33-37 %

RDW-SD 50.4 37-54 fL

PDW 13.7 9-14 g/dL

MPV 11.1 8-12 fL

Differential

Limfosit % 11.0 26-36 %

Monosit % 3.8 4-8 %

Neutrofil % 83.6 40-70 %


Eosinofil % 1.5 1-3 %

Basofil % 0.1 <1 %

Absolut

Limfosit 1.80 1.00-1.43 103/μL

Monosit 0.61 0.16-1.0 103/μL

Neutrofil 13.70 1.8-7.6 103/μL

Eosinofil 0.24 0-0.8 103/μL

Basofil 0.03 0-0.2 103/μL


Pemeriksaan USG

L. RESUME
Ny. T 25 tahun dirujuk ke IGD Kebidanan RSUD Sayang Cianjur dengan keluhan
keluar air-air jernih dari jalan lahir dengan kuantitas banyak secara tiba-tiba. Pasien
masih merasakan adanya pergerakan pada janin saat itu. Empat jam pasca keluarnya
air-air dari vagina, dilakukan pemeriksaan dalam dan didapatkan meconium (+).
Demam (-), gerakan janin (+), mulas (+).

Pasien rutin ANC, tekanan darah selalu DBN dan tidak ada kelainan pada USG. TTP:
12 Juni 2023. Rencana tindakan akan dilakukan terminasi segera namun karena
kontraksi lemah maka dilakukan augmentasi oxytocin tetapi gagal. Akhirnya pasien
diindikasi persalinan perabdominam. Selain itu, keluarga dan pasien juga ingin
melakukan persalinan SC karena mengaku takut dan khawatir untuk menjalankan
persalinan normal. Pasien mengaku sehari-hari sesekali mengantarkan jualannya ke
tetangga dan mengaku lelah

Pada pemeriksaan fisik didapatkan: TTV 120/80 mmHg. suhu: 36,6oC, RR: 20
kali/menit, HR : 81 kali/menit

Pemeriksaan obstetrik dan ginekologi:

L1 : TFU 33 cm, teraba bokong

L2: punggung kanan

L3: teraba kepala

L4: sudah masuk PAP.


DJJ 139 x/menit, His: 3x/10 menit selama 20 detik, v/v: tidak ada kelainan. Porsio:
lunak, pembukaan: 2-3 cm.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Pada pemeriksaan laboratorium


didapatkan kesan leukositosis: 16.400 /uL. Pada pemeriksaan USG didapatkan bayi
tunggal hidup, perempuan, gravida 39-40 minggu, DJJ: 150 kali/menit, TBBA: 3.728
gr, plasenta tidak menutupi OUI.
M. DIAGNOSIS MASUK

DASAR DIAGNOSIS
G1P0A0 Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pasien, pasien
mengaku saat ini merupakan kehamilan yang pertama, belum
pernah melahirkan dan keguguran

Berdasarkan hasil USG


Gravida 39-40
minggu

Mekonium

Adanya mekonium di ketuban sering terjadi (12-20%).


Pewarnaan cairan ketuban terlihat jelas dalam waktu 1
hingga 3 jam setelah keluarnya meconium. Waktu atau
tanggal keluarnya meconium tidak dapat dipastikan
secara akurat

Pada pasien ditemukan:

Pasien G1A0P0 datang ke IGD dengan keluhan keluar air-


air jernih dari jalan lahir secara tiba-tiba (mengalir ke
kakinya dan basah hingga menembus celana dalam) 5
jam SMRS. Usia kehamilan 39-40 minggu, TP pasien 25
Juni 2022

Pada pemeriksaan dalam ditemukan meconium (cairan


hijau kental)
Gagal
Augmentasi: Stimulasi terhadap kontraksi spontan yang
Augmentasi
dianggap tidak adekuat karena kegagalan dilatasi serviks dan
penurunan janin
Indikasi induksi dan augmentasi:
Solusio plasenta
Korioamnionitis
Kematian janin
Hipertensi gestasional
Preeklampsia dan eklampsia
Ketuban pecah dini
Kehamilan postterm

Faktor yang meningkatkan keberhasilan induksi dan


augmentasi:
Multiparitas
IMT ideal
Servix yang ideal
BBJ <3500 gr

* Rouse dkk: Karakteristik kegagalan induksi di antaranya


adalah nulipara

Pada pasien ditemukan:


Pasien nulipara dengan KPD dilakukan augmentasi
dengan Infus drip RL dengan oxytocin 5 IU dalam 1 jam.
BBJ: 3728 gr
G1P0A0 Gravida 39-40 minggu, KPD Mekonial, gagal
augmentasi
N. RENCANA TINDAKAN

 Observasi TTV, DJJ dan HIS / 30 menit

 Pasang kateter urin

 Infus drip RL dengan oxytocin 5 IU dalam


1 jam
 Cefadroxil 2 x 500 mg PO

 Sectio Caesarea
VIII. DIAGNOSIS AKHIR
G1P0A0 Gravida 39-40 minggu, KPD Mekonial, gagal augmentasi
IX. FOLLOW UP

POD 1 POD 2

S Nyeri luka post operasi (+) Nyeri luka post operasi (+) pasien su
dah bisa jalan ke toilet sendiri (+)
O KU: Baik, KU: Baik

Kes: CM Kes: CM

TD: 120/78 mmHg TD: 126/80 mmHg

HR : 70 x/menit HR : 89 x/menit

RR : 20x/menit RR : 20x/menit

T: 36,6°C T: 36,6°C
A P1A0 post SC a/i gagal augment P1A0 post SC a/i gagal augmentasi + 
asi + KPD KPD
P Observasi TTV -  Observasi TTV

Edukasi mobilisasi Mengganti verban

Ketorolac 2 x 30 mg IV Ketorolac 2 x 30 mg IV

Cefotaxime 2 x 1 gram IV (H-1) -  Cefotaxime 2 x 1 gram IV (H-2)

Metronidazole 2  x 500 mg IV (H -  Metronidazole 2 x 500 mg IV (H-2)
-1)
-  Rencana pulang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka

1. Partus Lama

a. Definisi

Partus lama merupakan proses kompleks yaitu ketika peristiwa

psikologis dan fisiologis saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.

Sebagian ibu mengalami persalinan yang lebih lama dibandingkan

dengan ibu – ibu yang lain. Beberapa persalinan berlangsung lambat

karena ukuran janin yang besar dan letaknya yang tidak lazim. Partus

lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada

primigravida, dan lebih dari 18 jam pada multigravida. Bila kemajuan

persalinan tidak berlangsung baik selama periode itu, situasi tersebut

harus segera dinilai, permasalahannya harus dikenali dan diatasi

sebelum waktu 24 jam.

Secara umum, persalinan yang abnormal terjadi apabila terdapat

permasalahan disproporsi antara bagian presentasi janin dan jalan

lahir. Partus lama juga merupakan perlambatan kecepatan dilatasi

serviks atau penurunan janin.

Hendricks et al melakukan observasi perubahan serviks pada 303

ibu hamil selama empat minggu, melaporkan bahwa rata – rata

perubahan serviks 1,8 cm pada nulipara dan 2,2 cm pada multipara

dengan 60% - 70% terjadi effacement pada beberapa hari sebelum

persalinan terjadi.
b. Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Partus Lama

Partus lama terjadi karena abnormalitas dari dilatasi serviks.

Pembukaan serviks berlangsung lambat, karena tidak terjadinya

penurunan kepala untuk menekan serviks tersebut. Pada saat yang sama

terjadi edema pada serviks sehingga akan lebih sulit terjadi dilatasi

serviks, hal ini dapat menyebabkan meningkatnya tindakan sectio

secarea.

Beberapa faktor yang berhubungan dengan partus lama antara lain:

1) Disproporsi Sefalopelvik

Merupakan kondisi dimana jika kepala bayi lebih besar dari pelvis,

hal ini menjadi penyebab janin kesulitan melewati pelvis.

Disproporsi sefalopelvik juga bisa terjadi akibat pelvis sempit

dengan ukuran kepala janin normal, atau pelvis normal dengan

janin besar, atau kombinasi antara bayi besar dan pelvis sempit.

2) Malpresentasi dan malposisi

Mal presentasi adalah bagian terendah janin yang berada disegmen

bawah rahim bukan belakang kepala. Sedangkan malposisi adalah

penunjuk (presenting part) tidak berada di anterior. Dalam keadaan

normal presentasi janin adalah belakang kepala dengan penunjuk

ubun-ubun kecil dalam posisi transversal (saat masuk PAP), dan

posisi anterior (setelah melewati PAP) dengan presentasi tersebut,

kepala janin akan masuk panggul dalam ukuran terkecilnya. Sikap

yang tidak normal akan menimbulkan mal presentasi pada janin


dan kesulitan persalinan. Sikap ekstensi ringan akan menjadikan

presentasi puncak kepala (dengan penunjuk ubun-ubun besar),

ekstensi sedang menjadikan presentasi dahi (dengan penunjuk

sinsiput), dan ekstensi maksimal menjadikan presentasi muka

(dengan penunjuk dagu). Apabila janin dalam keadaan

malpresentasi dan malposisi maka dapat terjadi persalinan yang

lama atau bahkan macet.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Evy Soviyati menyatakan

bahwa terdapat 65,4% ibu mengalami lama persalinan lebih dari 18

jam dengan malposisi sedangkan 60,7% ibu mengalami lama

persalinan lebih dari 18 jam mengalami posisi normal. analisis Odd

Ratio sebesar 1,2 artinya ibu yang mengalami malposisi saat

bersalin beresiko 1,2 kali lebih besar mengalami partus lama.

3) Kerja uterus yang tidak efisien

Disfungsi uterus mencakup kerja uterus yang tidak

terkoordinasikan, inersia uteri, dan ketidakmampuan dilatasi

serviks menyebabkan partus menjadi lama dan kemajuan

persalinan mungkin terhenti sama sekali. Keadaan ini sering sekali

disertai disproporsi dan malpresentasi.

4) Primigraviditas

Pada primigravida lama rata-rata fase laten adalah 8 jam, dengan

batas normal sebelah atas pada 20 jam. Sedangkan fase aktif pada

primigravida lebih dari 12 jam merupakan keadaan abnormal. Hal


yang lebih penting dari fase ini adalah kecepatan dilatasi serviks.

Laju yang kurang dari 1,2 cm per jam membuktikan adanya

abnormalitas dan harus menimbulkan kewaspadaan dokter yang

akan menolong persalinan tersebut.

5) Ketuban pecah dini

Pecahnya ketuban dengan adanya serviks yang matang dan

kontraksi yang kuat tidak pernah memperpanjang waktu

persalinan, akan tetapi bila kantong ketuban pecah pada saat

serviks masih keras, dan menutup maka sering terjadi periode laten

yang lama, hal ini dikarenakan oleh ukuran Pintu Atas Panggul

(PAP) yang sempit sehingga berpegaruh terhadap persalinan yaitu

pembukaan serviks menjadi lambat dan seringkali tidak lengkap

serta menyebabkan kerja uterus tidak efisien. Ketidakmampuan

serviks untuk membuka secara lancar dan cepat serta kontraksi

rahim yang tidak efisien inilah dapat menyebabkan terjadinya

partus lama.

Penelitian yang dilakukan oleh Mokhammad Nurhadi pada 62

responden menyatakan lama persalinan responden yang mengalami

KPD saat inpartu 46%, jauh lebih tinggi di bandingkan dengan

yang belum inpartu 15% yang artinya kelompok yang mengalami

KPD saat belum inpartu jauh lebih beresiko mengalami partus

lama dibandingkan yang tidak mengalami KPD.

6) Analgesik dan anastesi yang berlebihan dalam fase laten


Kadang-kadang besar gaya yang dihasilkan oleh kontraksi

otot abdomen sangat menurun sehingga kelahiran

pervaginam spontan tidak terjadi. Analgesik epidural yang

berlebihan cenderung mengurangi reflex keinginan untuk

mengejan terlebih mengingat saat fase laten keadaan portio

masih tebal dengan pembukaan kurang dari 4 cm, hal ini

akan menyebabkan portio semakin lama untuk menipis

sehingga pembukaan menjadi lebih lamban. Analgesik

epidural menurunkan kadar oksitosin alamiah dan

merelaksasikan otot dasar pelvis yang normalnya keras,

bentuk penghilangan nyeri ini berhubungan dengan

penurunan kontraksi dan peningkatan penggunaan oksitosin

intravena (IV), epidural meningkatkan insiden malrotasi,

persalinan lama dan intervensi yang bersangkutan. Hal ini

diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kyo

Hoon Park dan kawan – kawan tentang studi komparatif induksi

persalinan pada ibu nulipara dengan KPD dibandingkan

dengan ibu ketuban utuh dilihat dari lama persalinan dan cara

melahirkan menyatakan bahwa persalinan dengan induksi pada

wanita nulipara dengan KPD dan pembukaan serviks yang

tidak baik berhubungan dengan lama waktu persalinan di kala

II dan beresiko tinggi terhadap persalinan sesar karena

persalinan tak maju di bandingkan dengan lama persdalinan

dan cara melahirkan pada wanita dengan ketuban utuh.

Faktor-faktor penyebab partus lama yaitu:

1) Kelainan tenaga (Power)


His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya

menyebabkan penyulit pada jalan lahir yang lazim terdapat

pada setiap persalinan dengan tenaga yang kurang dari ibu

bersalin, sehingga persalinan mengalami hambatan atau

kemacetan. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Yulrina Ardiyanti dan Susi Susanti yang

menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

his dengan kejadian persalinan lama, p-value 0,05.

His merupakan kontraksi otot-otot rahim dalam

persalinan. Sifat his yang baik dan sempurna yaitu

kontraksi yang simetrus, fundus dominan (kekuatan paling

tinggi berada pada fundus uteri). Adanya kontraksi diikuti

dengan adanya relaksasi dan pada setiap his menyebabkan

terjadinya perubahan pada serviks, yaitu menipis dan

membuka, hal ini berarti his memiliki peranan penting

dalam membantu penurunan kepala janin sehingga tidak

terjadi partus lama. Pernyataan ini didukung oleh hasil

penelitian yang dilakukan oleh Evy Soviyati yaitu dari 44

ibu yang memiliki kekuatan (power) pada saat mengedan

kurang baik, terdapat 37 (84,1%) mengalami lama

persalinan >18 jam sedangkan dari 43 ibu yang memiliki

kekuatan (power) mengedan baik 17 (39,5%) mengalami

lama persalinan > 18 jam. Dari presentasi tersebut, dapat


dikatakan bahwa ada hubungan antara kekuatan (power)

dengan lama persalinan.

2) Kelainan Janin (Passanger)

Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan

karena kelainan dalam letak atau bentuk janin. Hal ini

didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Evy

Soviyati menyatakan bahwa terdapat 65,4% ibu mengalami

lama persalinan lebih dari 18 jam dengan malposisi

sedangkan 60,7% ibu mengalami lama persalinan lebih dari

18 jam mengalami posisi normal. analisis Odd Ratio

sebesar 1,2 artinya ibu yang mengalami malposisi saat

bersalin beresiko 1,2 kali lebih besar mengalami partus

lama.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi Yuliasari dan

kawan – kawan menyatakan bahwa terdapat hubungan

antara janin besar dengan kejadian partus lama dengan OR

2,005 yang artinya ibu yang memiliki tafsiran janin besar

lebih berisiko 2,005 kali mengalami kejadian partus lama

dibandingkan ibu yang tidak memiliki tafsiran janin besar.

3) Kelainan Jalan Lahir (Passage)

Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa

menghalangi kemajuan persalinan yang menyebabkan

kemacetan.
2. Ketuban Pecah Dini (KPD)

a. Definisi

Ketuban pecah dini (KPD) didefenisikan sebagai pecahnya ketuban

sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum

usia kehamilan 37 minggu, namun sebagian besar KPD terjadi pada

kehamilan aterm yaitu lebih dari 37 minggu.

b. Mekanisme Ketuban Pecah Dini (KPD)

Secara umum Ketuban Pecah Dini (KPD) disebabkan oleh

kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah

karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang

menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh

selaput ketuban rapuh.


Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi

ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme

kolagen yang menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan

menyebabkan selaput ketuban pecah. Faktor risiko untuk terjadinya

ketuban pecah dini adalah berkurangannya asam askorbik sebagai

komponen kolagen, berkurangnya tembaga dan asam askorbik yang

berakibat pertumbuhan struktur abnormal.

Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase

(MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor

protease. Mendekati proses persalinan, keseimbangan antara MMP

dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks

ekstraselular dan membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini

meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana

terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi ketuban pecah dini.

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada

trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan

selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus,

kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi

perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya selaput ketuban

pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini

pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor eksternal,

misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini


prematur sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks,

solusio plasenta.

c. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini

Kejadian Ketuban Pecah Dini dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu:

1) Usia

Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh

terhadap kesiapan ibu selama kehamilan maupun menghadapi

persalinan. Usia untuk reproduksi yang optimal/bagus seorang ibu

adalah umur 20-35 tahun. Dibawah atau diatas usia tersebut akan

meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan. Usia

mempengaruhi sistem reproduksi, karena organ-organ

reproduksinya sudah mulai berkurang kemampuannya dan

keelastisannya dalam menerima kehamilan.

2) Sosial ekonomi

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dam

kuantitas kesehatan di suatu keluarga. Pendapatan yang meningkat

merupakan kondisi yang menunjang terlaksananya status kesehatan

sesorang.Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang

menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi fasilitas

kesehatan sesuai kebutuhan.


3) Paritas

Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak

pertama sampai dengan anak terkhir. Pembagian paritas yaitu,

primipara, multipara, dan grande multipara. Primipara adalah

seorang wanita yang baru pertama kali melahirkan dimana janin

mencapai usia 28 minggu atau lebih. Multipara adalah seorang

wanita yang telah mengalami kehamilan dengan usia kehamilan

minimal 28 minggu dan telah melahirkan dua kali atau lebih.

Sedangkan grande multipara adalah seorang wanita yang telah

mengalami hamil dengan usia kehamilan 28 minggu atau lebih dan

telah melahirkan lebih dari lima kali. Wanita yang telah melahirkan

beberpa kali dan pernah mengalami KPD pada kehamilan

sebelumnya serta jarak kelahiran yang telah terlampau dekat lebih

berisiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya.

4) Anemia

Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi.

Jika persediaan zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan

mengurangi persediaan zat besi tubuh dan akhirnya akan

menimbulkan anemia. Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena

darah ibu hamil mengalami hemodelusi atau pengenceran dengan

peningkatan 30-40 % yang puncaknya pada kehamilan 32 minggu

sampai 40 minggu. Dampak anemia pada janin antara lain abortus,

kematian intrauterin, prematuritas, berat badan lahir rendah, cacat


bawaan dan mudah infeksi. Pada ibu, saat kehamilan dapat

mengakibatkan abortus, persalinan prematuritas, ancaman

dekompensasikordis, dan ketuban pecah dini. Pada saat persalinan

dapat mengakibatkan gangguan his, retensio plasenta dan

perdarahan post partum karena atonia uteri.

5) Serviks yang inkompetensik

Inkompetensik serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan

pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak

dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan

karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar.

Inkompetensia serviks adalah serviks dengan suatu kelainan

anatomi yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui

ostium uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital pada

serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa

perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua

atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan

robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.

6) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara

berlebihan

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara

berlebihan dapat diakibatkan oleh:

a) Trauma: pemeriksaan dalam, dan amniosintesis


b) Gemeli: Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua

janin atau lebih. Pada kehamilan gemeli terjadi distensi

uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya

ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi

karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan

kantung (selaput ketuban) relatif kecil sedangkan

dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga

mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.

d. Diagnosis

Penegakkan diagnosa KPD secara tepat itu penting.karena

diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti

melahirkan bayi terlalu dini atau melakukan seksio secarea yang

sebanrnya tidak ada indikasi. Sebaliknya, diagnosa negatif berarti

akan membiarkan ibu dan janin mempunyai risiko infeksi yang akan

mengancam kehidupan janin dan ibu.

Diagnosa KPD dapat di tegakkan dengan beberapa cara yaitu:

1. Anamnesa

Dalam anamnesa didapatkan jawaban dari pasien bahwa merasa

basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara

tiba – tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga

diperhatikkan warna, keluarnya cairan tersebut saat his belum

teratur atau belum ada, serta belum ada pengeluaran lender darah.

2. Inspeksi
Dilakukan pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya

cairan vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah ketuban masih

banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.

3. Pemeriksaan dengan spekulum

Pada pemeriksaan dengan spekulum, akan tampak keluar cairan

dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak

keluar, fundus uteri ditekan, pasien diminta batuk, mengejan atau

dilakukan manuvover valsava atau bagian terendah di goyangkan,

akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada

fornik anterior.

4. Pemeriksaan dalam didapat cairan didalam vagina dan

selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Untuk pemeriksaan

dalam perlu dipertimbangkan pada kehamilan yang kurang

bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu

dipertimbangkan. Hal ini dikarenakan pada waktu

pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi

segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal.

mikroorganisme tersebut dapat menjadi pathogen.

Pemeriksaan dalam vagina hanya dapat dilakukan kalau

KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan

induksi perslainan dan di batasi sedikit mungkin.


e. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan penunjang

Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan dalam

mendiagnosa KPD yaitu:

a) Pemeriksaan laboratorium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa: warna,

konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini

kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina.

Sekret vagina ibu hamil pH: 4-5, dengan kertas nitrazin tidak

berubah warna, tetap kuning. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika

kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya

air ketuban (alkalis).pH air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi

vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu. Mikroskopik

(tes pakis) dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan

dibiarkan kering.Pemeriksaan mikroskopik menunjukan

gambaran daun pakis.

b) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan USG dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan

ketuban dalam cavum uteri.Pada kasus KPD terlihat jumlah

cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan

pada penderita oligohidramnion.

f. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (>37 minggu)


Lama periode laten dan durasi KPD berhubungan dengan

peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD.

Apabila dalam 24 jam setelah selaput ketuban pecah belum ada

tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila

gagal dilakukan bedah caesar. Pemberian antibiotik profilaksis

dapat menurunkan infeksi pada ibu. Waktu pemberian antibiotik

hendaknya diberikan setelah diagnosis KPD ditegakkan dengan

pertimbangan lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi.

Induksi persalinan segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam.

Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat

ketat terhadap keadaan ibu, janin dan jalannya proses persalinan.

Induksi dilakukan dengan memperhatikan bishop skor jika >5,

induksi dilakukan, sebaliknya jika bishop skor <5 dilakukan

pematangan serviks dan jika tidak berhasil akhiri persalinan

dengan seksio sesaria.

Jika umur kehamilan kurang bulan tidak dijumpai tanda-

tanda infeksi pengelolaannya bersifat konservatif disertai

pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi. Penderita

perlu dirawat dirumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg,

tidak perlu pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi

dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu. Obat-obatan

uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga dengan tujuan

menunda proses persalinan.


Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian

kortikostreroid agar tercapainya pematangan paru. Pemberian kortikosteroid

antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan

kejaidan RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah

merkomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada

kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intraamnion. Sediaan terdiri

atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau

dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.


X. ANALISA KASUS

 PENEGAKAN DIAGNOSIS

KETUBAN PECAH DINI

KPD: Pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya persalinan

Kpd Preterm KPD Aterm


Pecah ketuban pada usia <37 pecahnya ketuban sebelum
minggu sebelum onset waktunya (UK >37 minggu)
persalinan.

Anamnesis Pemeriksaan fisik

Keluarnya cairan amnion dan ketahui: Pemeriksaan digital vagina ->

Waktu Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari


serviks -> tidak perlu pemeriksaan lainnya
Kuantitas
Tes pH dari forniks posterior vagina
Usia gestasi

USG
Hanya untuk melihat indeks cairan amnion
Pemeriksaan lab
Tes fern

FAKTOR RISIKO MEKONIUM

Trauma Mekonium di ketuban: wajar (12-20%).

Riwayat IMS Pewarnaan amnion jelas:1 hingga 3 jam setelah


keluarnya meconium.
Riwayat KPD
Waktu keluarnya meconium tidak dapat
Merokok dipastikan secara akurat.
Panggul sempit

Distensi uterus

Fisiologi yang normal dari kontraksi uterus

Ibu kelelahan di tempat kerja


Pada Kasus Ini:

Pasien G1A0P0 datang ke IGD dengan keluhan keluar air-air jernih dari jalan lahir
secara tiba-tiba (mengalir ke kakinya dan basah hingga menembus celana dalam) 5
jam SMRS. Usia kehamilan 39-40 minggu, TP pasien 25 Juni 2022
Pada pemeriksaan dalam ditemukan meconium (cairan hijau kental)

 KELELAHAN KERJA DAN KPD

 Wanita nulipara yang melaporkan kelelahan kerja -> risiko tinggi KPD
 Jumlah jam kerja berhubungan dengan KPD pada wanita nulipara yang
bekerja
 Quesionnaire: jumlah jam kerja/minggu dan sumber kelelahan kerja
Postur (berdiri >3 jam/hari)
Mesin industri
Tenaga fisik
Tekanan mental
Stres lingkungan
 Hasil:
KPD -> wanita dengan jam kerja/minggu: 40 jam (9%)
Risiko 2x lipat -> mesin industri
Risiko hampir 2x lipat pada sumber kelelahan kerja yang lain

Pada Kasus Ini:


Pada kasus pasien mengaku sehari-hari sesekali mengantarkan jualannya ke tetangga dan
merasa lelah. Namun jika dikaitkan dengan teori penelitian, tidak ada hubungan antara
kelelahan pasien dalam kasus dengan KPD
TINJAUAN PUSTAKA

MOLA HIDATIDOSA

1.1. Definisi Molahidatidosa


Kegagalan kehamilan normal yang disertai dengan proliferasi sel trofoblas yang

berlebihan dan degenerasihidrofik.

Mola adalah salah satu penyakit yang dihubungkan dengan klasifikasi


PTG (Penyakit Tropoblas Gestasional), PTG adalah sekelompok tumor yang ditandai
dengan

proliferasitrofoblas abnormal.
WHO membagi menjadi 2 katagori Molar danNon-molar, dibedakandengan
klinis dan hasil PA, molahidatidosa berhubungan dengan gangguan pertumbuhan
plasenta sedangkan invasive mola berhungan dengan gangguan atau rusaknya
dinding uterus.

Sedangkan lesinon-molar dibedakan dengan hasil PA (merupakan lesi ganas)

Classification of GTD (WHO)

Molar Lession

Hydatiform Mole

Complete
Partial

Invasive Mole
Nonmolar Lession

Choriocarcinoma

Placental Site Trophoblastic Tumor

Epitheloid Trophoblastic Tumor

1.2. Epidemiologi
• Mola hidatidosa paling sering terjadi padawanita usia <20 tahun atau >35 tahun.
• Asia Tenggara dan Jepang memiliki insiden mola tertinggi 2 dari
1000 kehamilan dengan tingkat koriokarsinoma (ganas) lebih tinggi 3-9 per
40.000 kehamilan

• Di Amerika Serikat, mola terjadi pada sekitar 1 dari 1500


kehamilan. Koriokarsinomaterjadipada sekitar 1 dari 20.000 - 40.000 kehamilan.

• >80% Mola hidatidosa bersifat jinak, 15% mola bertahuan atau


berkembang menjadi invasive dan hanya 5% mola akan mengalami metastasis
(keganasa).
1.3. Anatomi Fisiologi Plasenta
Plasenta normal memiliki trofoblas yang diklasifikasikan berdasarkan lokasi
dan bentuk sitologinya. Yang dimaksud vilustrofoblas adalah trofoblas yang tumbuh
bersama vili korionik, sedangkan ekstravilus trofoblas adalah trofoblas yang
menginfiltrasi ke dalam desidua, myometrium, dan pembuluh darahplasenta. Trofoblas
dibagi menjadi tiga

tipe: sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas, dan trofoblas intermediet.


Sitotrofoblas bertanggung jawab untuk proliferasi. Sinsitiotrofoblas bertanggung
jawab memproduksi sebagian besar hormon, dan bentukan diantara keduanya
adalah trofoblas intermediet yang bertanggung jawab atas invasi endometrium dan
implantasi. Sinsitiotrofoblas memproduksi hCGpadaharike 12 kehamilan.
Sekresimeningkat dengan

cepat dan mencapai puncaknya padaminggu ke 8 sampaike 10 kehamilan.


Pada hari ke 12 kehamilan Human placental lactogen (hPL) juga terdapat
di sinsitiotrofoblas. Produksi terus meningkat selama kehamilan. Sitottrofoblas
merupakan sel trofoblas primitive, tidak memproduksi hCG dan hPL. Trofoblas
intermediet tumbuh
ke dalam desidua dan myometrium, dan pembuluh darah berada di antara sel-sel normal. l
- sel normal. Pada awal hari ke - 12 setelah konsepsi, trofoblas intermediet memproduksi

hPL. Puncak sekresipada mingguke - 11 sampaimingguke - 15 kehamilan.

1.4 Faktor Risiko Mola hidatidosa


Faktoryang dapat menyebabkan mola hidatidosa antara lain:
1) Riwayat kehamilan mola hidatidosa sebelumnya
Riwayat kehamilan molahidatidosa sebelumnya literaturhanya mengemukakan

prevalensi untuk terjadinya berulang sekitar 1,3%,


2) Defisiensi vitamin A
Defisiensi vitamin A literatur menyatakan bahwa asam retinoate
yang terkandung dalam vitamin A, berfungsi sebagai pengontrol proliferasi
sel dan merangsang terjadinya apoptosis, jika terjadi defisiensi vitamin A
maka terjadi

peningkan proliferasitidak terkendali dantidak adanya apoptosis (kematian sel).


3) Usia < 20 tahun dan> 35 tahun
Usia < 20 tahundan> 35 tahun memilikikesempatan lebih tinggi untuk penyakit

PTG dan 7.5 kali lipat untuk kehamilan > usia 40 tahun
4) Riwayat abortus
Riwayat abortus meningkatkan risiko kehamilan mola hidatidosa 3x lipat

dibanding wanitatanpariwayat abortus.

1.4 Patogenesis
Ada beberapa teori yang menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas.
Normalnya setelah terjadinya konsepsi maka hasil konsepsi akan berjalan dan
membelah sampai dengan terbentuk blastocyst di hari ke5-7, blastocyst tersebut akan
bernidasi dan implantasi di endometrium, blastocyst mengandung sel trophoblast yang
merupakan cikal bakalplasenta. Ketika trophoblast menempel pada uterus terjadi
pertumbuhan trophoblast di uterus dengan adanya vaskularisasi yang baik dan
pertumbuhan janin yang baik. Pada kasus molaterjadi proliferasisel trophoblast yang
menghasilkancairan-cairanyang disebut

degenerasihidrofik dantidak adavaskularisasi trophoblast : avascular.


1. Mola hidatidosa komplit : Telur yang dibuahi tidak memiliki DNA ibu tetapi

sebaliknyamemiliki 2 set DNA ayah, sehingga janintidak terbentuk.


2. Mola hidatidosa parsial : Telur yang dibuahi memiliki DNA ibu tetapi terdapat
2 kali lipat sel DNA ayah, karena itu embrio hanya berkembang sebagian dan
tidak

menjadi janin yang layak.

1.5 Kalsifikasi Mola Hidatidosa

Gambaran Mola Komplit Mola Parsial


Kariotipe 46XX atau 46XY 69,XXX atau 69,XXY
(tripoid)
Edema villi Difus Bervariasi,fokal

korionik
Proliferasi Difus Bervariasi, fokal

trofoblastik
Janin Tidak ada Sering dijumpai

Ukuran uterus 50% besar untuk masa Kecil untuk masa


kehamilan
kehamilan
Komplikasi Lebih sering Lebih jarang

keganasan

a. Mola Hidatidosa Komplit


Pada mola jenis ini, tidak terdapat adanya tanda - tanda embrio, tali
pusat, atau membran. Kematian terjadi sebelum berkembangnya sirkulasi
plasenta. Villi korionik berubah menjadi vesikel hidropik yang jernih yang
menggantung bergerombol padapedikuluskecil, dan memberi tampilan seperti
seikat anggur. Ukuran vesikel bervariasi, dari yang sulit dilihat sampai
yang berdiameter beberapa sentimeter. Hiperplasia menyerang lapisan
sinsitiotrofoblas dan

sitotrofoblas.
Massa mengisi rongga uterus dan dapat cukup besar untuk menyerupai
kehamilan. Pada kehamilan normal, trofoblas meluruhkan desidua
untuk menambatkan hasil konsepsi. Hal ini berarti bahwa mola yang
sedang berkembang dapat berpenetrasike tempat implantasi. Miometrium
dapatterlibat, begitu pula dengan vena walaupun jarang terjadi. Ruptur
uterus dengan

perdarahan massif merupakan salah satu akibat yang dapatterjadi.


Mola komplet biasanya memiliki 46 kromosom yang hanya berasal
dari pihakayah (paternal). Sperma haploid memfertilasiteluryang kosong yang
tidak mengandung kromosom maternal. Kromosom paternal berduplikasi
sendiri.

Korsiokarsioma dapatterjadi darimola jenis ini.


b. Mola Hidatidosa Partial
Tanda - tanda adanya suatu embrio, kantong janin, atau kantong
amnion dapat ditemukan karena kematian terjadi sekitar minggu ke - 8 atau
ke - 9. Hiperplasia trofoblas hanya terjadi pada lapisan sinsitotrofoblas
tunggal dan tidak menyebar luas dibandingkan dengan mola komplit.
Analisis kromosom biasanya akan menunjukan adanya triploid dengan 69
kromosom, yaitu tiga set

kromosom: satu maternal dandua paternal.


Secara histologi, membedakan antara mola parsial dan keguguran
laten merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal inimemiliki signifikansi klinis
karena walaupun risiko ibu untuk menderita koriokarsinoma dari mola
parsial hanya

sedikit, tetapipemeriksaantindaklanjut tetap menjadi hal yang sangat penting.


a. Gejalahamil muda yang kadanglebih nyata dari kehamilan biasa.

b. Kadang kala adatanda toksemia gravidarum.


c. Terdapat pendarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna

tenggulitua ataukecoklatan.
d. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan

seharusnya.
e. Keluarjaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu

ada), yang merupakan diagnosa pasti.


f. Muka dankadang - kadang badankelihatan pucat kekuning - kuningan,

yang disebut muka mola (mola face).


g. Tidak terababagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakanjanin.
h. Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar, dan
fundus uteri turun; lalunaik lagikarena terkumpulnya darah baru.
i. Tidak terdengarbunyi denyut jantung janin.

j. Perdarahantidak teratur.
k. Penurunan berat badanyang berlebihan.
1.6 Manifestasi Klinik
Mola hidatidosa adalah tumor plasenta yang terbentuk saat telah
terjadikehamilan. Untuk beberapa alasan yang belum jelas, embrio mati dalam
uterus, tetapi plasenta tetap berkembang. Padatahap awalpenyakit, manifestasi yang
terjadi sulit dibedakan dengan manifestasi yang terjadi pada kehamilan normal.
Abnormalitas genetik yang

terjadipada saatpembuahan tampak menjadi penyebab penyakit tersebut.


Gambaran klinis pada kehamilan akan terlihat normal awalnya, walaupun
pada sekitar sepertiga sampai setengah wanita yang mengalami mola komplit, uterus
akan membesar lebih dari massa gestasi yang diperkirakan. Perdarahan merupakan
gejala yang umum terjadi dan dapat bervariasi dari perdarahan bercak - bercak
merah

kecoklatan sampai perdarahan hebat berwarnamerah segar.


Muntah yang berlebihan dan parah akan muncul pada tahap awal. Denyut
jantung janin tidak terdengar walaupun terdapat tanda - tanda kehamilan
yang lain. Preeklampsia dapat terjadi sebelum gestasi minggu yang ke - 20.
Wanita yang mengalami mola hidatidosa sebagian biasanya memiliki diagnosis
klinis aborsi spontan missed abortion. Vesikel akan terlihat pada rabas vagina
saat terjadinya

abortus.
Kadar β – hCG darah atau urine akan sangat positif (sangat meningkat
saat dibandingkan dengan kadarnya pada kehamilan yang normal). Pada kehamilan
mola, kadar β – hCG serum masih sangat tinggi dalam seratus hari setelah
menstruasi terakhir, ketika kadarnya seharusnya telah mengalami penurunan.
Walaupun demikian, nilai ini juga harus dievaluasi dengan cermat, karena kadar
yang sangat

tinggi juga dapat dikaitkan dengan gestasi multipel dengan lebih dari satuplasenta.
Kadar hCG awal mungkin relatif pada pasien yang mengalami mola sebagian

daripadapasien yang mengalamimola komplit.


1.8 Tes Diagnostik
Tes diagnostik padamolahidatidosa dapat dilakukan dengan beberapa carayaitu:
a. Pemeriksaan kadar beta hCG kuantitatif : pada mola terdapat peningkatan kadar

beta hCG darah >100.000 mIU/mL


b. Hematotologi rutin untuk menilai apakahpasien anemia atautidak
c. Kadar hormone tiroid (T3, T4 dan TSHs) padapasien yang menunjukan gejala

tirotoksikosis.
d. Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tulang - tulang janin (pada kehamilan 3 - 4

bulan).
e. Ultrasonografi : Snowstorm Appereancedan Honeycomb Appereance
dikaitkan dengan mola komplit, sedangkangambaran mola
parsialakanterlihatstruktur janin

dan gambarannyabervariasi.
f. Foto thoraks : pada mola ada gambaran emboli udara apakah curiga adanya

metastasis.
g. Diagnosis yang paling tepat bilakita telahmelihat gelembung molanya. Tetapi bila

kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena
pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan
umumpasien menurun.

Snowstorm Appereance Honeycomb Appereance

Mola Parsial

1.9 Penatalaksanaan
Terapimola hidatidosa ada 3 tahapanyaitu:
a. Perbaikan keadaan umum
Perbaikan keadaanumumpadapasien mola hidatidosa, yaitu :
1) Koreksi dehidrasi
2) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr % ataukurang)
3) Bila ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati
sesuai dengan protokol penanganan dibagian obstetrik dan ginekologi

4) Bila adagejala - gejala tirotoksikosis, dikonsultasikan kebagian


penyakit dalam
b. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi

1) Kuretase pada pasien mola hidatidosa:


a) Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai
(pemeriksaan darah rutin, kadar beta HCG dan foto toraks)
kecuali bilajaringan mola sudah keluar spontan.

b) Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan


pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.

c) Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan


pasang infuse dengantetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc
dekstrose 5%.
d) Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.
2) Histerektomi. Syarat melakukan histerektomi adalah :
a) Umur ibu 35 tahun ataulebih.
b) Sudahmemiliki anak hidup 3 orang ataulebih.
c. Pemeriksaan tindak lanjut
Pemeriksaan tindak lanjut padapasien mola hidatidosameliputi :
1) Lama pengawasan 1 - 2 tahun.
2) Selama pengawasan, pasien dianjurkan untuk memakai
kontrasepsi kondom,pil kombinasi.

3) Pemeriksaankadar beta HCG dilakukan setiap


minggusampaiditemukan kadarnyayang normal 3 kaliberturut - turut.

4) Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai


ditemukan kadarnyayang normal 6 kaliberturut - turut.

5) Bilatelah terjadiremisi spontan (kadarbeta HCG, pemeriksaan fisik,


dan foto toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasientersebut
dapat berhentimenggunakankontrasepsi dan dapathamilkembali.

6) Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat
dan pada pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda - tanda
metastasis maka pasien harus dievaluasi dan
dimulaipemberiankemoterapi.

1.10 Komplikasi
Komplikasipada mola hidatidosameliputi :

a. Perdarahan hebat.
b. Anemia.
c. Syokhipovolemik.
d. Infeksi sekunder.

e. Perforasi uterus.
f. Keganasan (PTG).
DAFTAR PUSTAKA

1. KSM/Dep. Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas


Padjajaran RSUP Dr. Hasan Sadikin. 2021. Panduan Praktik Klinis Obstetri &
Ginekologi. EdisiIII. Bandung.

2. Cuningham, et all. 2014. Williams Obstetrics. 23rd . Jakarta: EGC.


3. Prawirohardjo, Sarwono. 2014. IlmuKebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
4. Bruce, Shaina; Sorosky, Joel. 2021. Gestational Trophoblastic Disease. StatPearls
[Internet]. Available athttps://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470267/
5. Ramirez, Pedro T; Salvo, Gloria. 2020. Gestational Trophoblastic
Disease. Available at
https://www.msdmanuals.com/professional/gynecology-and-
obstetrics/gynecologic-tumors/gestational-trophoblastic-disease

6. Johns Hopkins medicine. Gestational Trophoblastic Disease. Available at


https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/gestational-

trophoblastic-disease?amp=true
7. Pengurus besar POGI, Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi,
bagian 1, Balai penerbit FKUI, 2003, hal 70-71.

8. Rosa C. 2001. Postdate Pregnancy in: Obstetrics and Gyecology Principles


for Practice,McGraw-Hill. New York, America: 388-395

Anda mungkin juga menyukai