KOLESTASIS
Disusun oleh:
dr. Muhammad bagus syaiful C
Pendamping :
dr. lanira
1
BAB I
PENDAHULUAN
Ikterus disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di darah. Hal ini dapat
disebakan karena produksi bilirubin yang berlebihan, dan kegagalan metabolisme
serta ekskresi dari bilirubin. Kolestasis merupakan salah satu penyabab tersering
dari ikterus.1
Kolestasis adalah suatu kelainan yang dapat ditemukan pada semua usia,
baik infant, anak-anak, ataupun dewasa. Kejadian kolestasis pada anak merupakan
hal yang cukup jarang terjadi, dan biasanya berhubungan dengan kelaianan
intrahepatal. Penegakkan dianosa harus dilakukan dengan cepat dan tepat, untuk
meminimalisis kemungkinan terjadinya komplikasi. Pada kolestasis intrahepatal
yang bersifat herediter, komplikasi yang sering disebabkan adalah penyakit hati
kronis pada anak-anak, dan merupakan suatu indikasi utama untuk dilakukan
transplantasi hati.2
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Golongan darah - -
3
2.3 HETEROANAMNESIS
Heteronamnesis dilakukan pada 20 april 2022
- Riwayat kehamilan
Ibu pasien mengatakan rutin melakukan pemeriksaan kehamilan.
Ibu tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu saat hamil, hanya
4
mengkonsumsi vitamin dan zat besi yang diberikan oleh di posyandu.
Ibu pasien menyangkal riwayat sakit ataupun jatuh saat hamil.
- Riwayat persalinan
Ibu pasien melahirkan spontan secara pervaginam di Polindes
ditolong oleh bidan. Ibu pasien melahirkan pada usia kehamilan cukup
bulan (38-39 minggu). Ibu pasien mengaku anaknya segera menangis saat
lahir. BBL (berat badan lahir) 3400 gram. Ibu pasien lupa PBL (panjang
badan lahir) dan LK (lingkar kepala) pasien.
f. Riwayat nutrisi
0 - 6 bulan : ASI
6 bulan - 11 bulan : ASI + bubur sun
11 bulan - 2 tahun : ASI + nasi (dengan ikan, sayur, dan lauk
pauk lainnya)
2 tahun- sekarang : Makanan dewasa berupa nasi, ikan/ayam,
sayur, buah, sebanyak 1 piring dengan
frekuensi 3-4x/hari.
g. Riwayat imunisasi
Ibu pasien mengatakan ia rutin membawa pasien ke posyandu saat
masih kecil. Semua imunisasi dasar didapatkan pasien sesuai usia.
5
b. Tanda vital
i. Nadi : 93 kali/menit, isi dan tegangan cukup, irama
teratur
ii. Suhu tubuh : 36.8oC
iii. Frekuensi nafas : 20 kali/menit, tipe thoraco-abdominal
iv. Saturasi : 98 % dengan udara ruangan
v. Tekanan darah : 120/80 mmHg
c. Penilaian pertumbuhan
perhitungan status gizi dengan grafik Z-score WHO
Kepala
Inspeksi: Normocephali, massa (-), persebaran rambut merata dan berwarna hitam,
edema (-)
Palpasi: Massa (-)
Mulut Inspeksi: Sianosis sentral (-), mukosa bibir basah (+), mukosa bukal kuning (+)
Leher Inspeksi: Massa (-)
6
Palpasi: Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thoraks
Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris (+/+)
Retraksi (-/-)
Palpasi: Pengembangan dinding dada simetris (+/+)
Perkusi: Cor redup
Pulmo redup
Auskultasi Cor: S1tunggal S2 split tak konstan, regular, murmur (-), gallop (-)
:
Pulmo: bronkovesikuler (+/+), crackles halus (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi: Distensi (-)
Palpasi: Nyeri tekan (+) pada kuadran kanan atas, turgor kulit normal, hepar dan limpa
tidak teraba, tidak teraba ballotement.
Perkusi: Timpani seluruh lapang abdomen
Auskultasi Bising usus (+) normal 5x/menit
:
Anogenitalia : Perempuan
Ekstremitas :
Ekstremitas superior Ekstremitas inferior
7
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang
Komponen Hasil Nilai Rujukan
Fungsi Hati
58(+) 0-40 U/l
-SGOT
198 (+) 0-41U/l
-SGPT 13,34 (+)
-Bilirubin total
Urinalisa
- pH 6,0
- Protein + -
- Urobilinogen +2 -
- Bilirubin +2 -
Fungsi Ginjal
8
-Ureum 10-50 mg/dL
-Kreatinin 0,9-1,3 mg/dL
2.6 RESUME
Pasien laki-laki usia 13 tahun datang dengan keluhan kuning pada mata
sejak 3 hari SMRS. Keluhan ini disertai dengan rasa gatal pada seluruh badan
pasien. Kuning dan gatal dirasakan terus menerus, disertai dengan kencing
berwarna kemerahan yang sudah mulai berkurang sejak 1 hari terakhir. Pasien
juga pernah mengalami mual muntah dan diare, namun sudah membaik.
Pada pemeriksaan fisik, kedaan umum pasien baik, tanda-tanda vital masih
dalam batas normal. Namun ditemukan adanya sklera ikterik dan mukoas bukal
ikterik. Pada pemeriksaan abdomen, hepar dan spleen pasien masih dalam batas
normal.
2.7 ASSESMENT
9
2.10 RENCANA TERAPI
- Asam ursodeoksikolat 3x20 mg
- Vitamin ADEK
2.9 PROGNOSIS :
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Epidemiologi
Etiologi
Etiologi dibagi menjadi 2 yaitu6,7 :
11
Ekstrahepatiik : Suatu keadaan yang dapat mengakibatkan obstruksi
saluran empedu ekstrahepatik baik total maupun parsial
o Atresia biliaris ekstrahepatik: Suatu obstruksi total duktus biliaris
ekstrahepatal
o Kista duktus koledokus: Dilatasi dari suatu segmen dukus biliaris
ekstrahepatal
o Stenosis duktus biliaris: Obstruksi parsial duktus biliaris ekstrahepatal
o Sludge dan batu atau kolelitiasis: Adanya suatu penumpukan endapan2
pada duktus biliaris ekstrahepatal, misalnya sebagai akibat dari proses
hemolitik yang berlebihan
Intrahepatik : Gangguan yang terjadi pada tingkat hepatosit ataupun
elemen duktus biliaris yang ada di dalam hati atau intrahepatal. Penyebab-
penyebab penting yang pernah dilaporkan antara lain
o Infeksi (bakteri, virus, parasit)
o Metabolik
o Toksik
o Genetik/kromosomal
o Penyakit caroli
o Hepatitis neonatal idiopatik
12
Patofisiologi
Kolestasis intrahepatic terjadi akibat gangguan sintesis dana tau sekresi asam
empedu akibat kelainan sel hati, saluran biliaris intrahepatic serta mekanisme
trasnportasinya didalam hati. Sekresi empedu yang normal tergantung dari fungsi
beberapa transporter pada membrane hepatosit dan sel epitel duktus biliaris
(kolangiosit) dan pada struktur serta integritas fungsi apparatus sekresi empedu.
Akibatnya, berbagai keadaan/penyakit yang mempengaruhi fungsi normal tersebut
akan menimbulkan kolestasis. Pathogenesis kolestasis intrahepatic tersebut dapat
dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut.5
13
o Berkurangnya transporter intraseluler karena perubahan keseimbangan
kalsium atau kelainan mikrotubulus akibat toksin atau penggunaan
obat.
o Berkurangnya sekresi asam empedu primer atau terbentuknya asam
empedu atipik di kanalikulus biliaris yang berpotensi untuk
mengakubatkan kolestasis dan kerusakan sel hati. Keadaan ini dapat
terjadi akibat penyakit inborn error, kerusakan mikrofilamen
perikanalikulus atau berkurangnya transporter MDR 3 akibat
pemakaian endrogen atau pengaruh endotoksin
o Meningkatnya permeabilitas jalur paraseluler sehingga terjadi
regurgitasi bahan empedu akibat lesi pada tight junction, misalnya
pada pemakaian estrogen
o Gangguan pada saluran biliaris intrahepatic.
14
Gambar 1. Patofisiologi kolestasis
Manifestasi Klinis
Diagnosis
Anamnesis
Hasil anamnesis diharapkan dapat menjadi pemandu pencarian etiologi
dan faktor risiko kolestasis. Hal-hal yang sering ditanyakan adalah sbb:
o Riwayat kehamilan dan kelahiran: riwayat obsteri ibu (infeksi
TORCH, hepatitis B, dan infeksi lain), berat badan lahir (pada infeksi
biasanya didapatkan Kecil Masa Kehamilan sedangkan pada atresia
biliaris biasanya didapatkan Sesuai Masa kehamilan), infeksi
intrapartum, morbiditas perinatal, riwayat pemberian nutrisi parenteral
15
o Riwayat keluarga: bila saudara kandung pasien ada yang menderita
penyakit serupa maka kemungkinan besar merupakan suatu kelainan
genetik/metabolik
o Risiko hepatitis virus hepatotropik, paparan terhadap toksin / obat-
obatan
Pemeriksaan fisik
Untuk mencari etiologi atau ada tidaknta komplikasi kolestasis
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
1. Tes Hati
o Transaminase
16
Transaminase serum, alanine aminotransferase (ALT) dan aspartat
aminotransferase (AST) merupakan tes yang paling sering dilakukan
untuk mengetahui adanya kerusakan hepatoseluler karena tes ini
spesifik untuk mendeteksi adanya nekrosis hepatosit, akan tetapi tidak
spesifik. AST dijumpai dalam kadar yang tinggi pada berbagai
jaringan, antara lain hati, otot jantung, otot skelet, ginjal, pankreas, dan
sel darah merah. Apabila ada kerusakan pada jaringan-jaringan
tersebut maka akan terjadi kenaikan kadar enzim ini dalam serum.
Dibandingkan dengan ALT, AST lebih spesifik untuk mendeteksi
adanya penyakit hati karena kadar di jaringan lain relatif lebih rendah
dibandingkan dengan kadar di hati.
o Gamma-glutamyltrasnferase (GGT)
GGT merupakan enzim yang dapat ditemukan pada epitel duktuli
biliaris dan hepatosit hati. Aktivitasnya dapat ditemukan pada
pankreas, lien, otak, mammae, dan intestinum dengan kadar tertinggi
pada tubulus renal. Karena enzim ini dapat ditemukan pada banyak
jaringan, peningkatannya tidak spesifik mengindikasikan adanya
penyakit hati. Pada bayi baru lahir dapat dijumpai kadar GGT yang
sangat tinggi, lima sampai delapan kali lebih tinggi dari batas atas
kadar normal pada orang dewasa. Pada bayi prematur, kadar GGT
dapat lebih tinggi dibanding bayi cukup bulan pada minggu pertama
kehidupan. Kemudian secara perlahan akan turun, baik pada bayi
prematur maupun cukup bulan dan mencapai kadar normal orang
dewasa pada usia 6-9 bulan. Apabila dibandingkan dengan tes serum
yang lain, GGT merupakan indikator yang paling sensitif untuk
mendeteksi adanya penyakit hepatobilier. Kadar GGT tertinggi
ditemukan pada obstruksi hepatobilier, tetapi pada kolestasis
intrahepatik (contohnya pada Sindrom Alagille) dapat dijumpai kadar
ekstrem yang sangat tinggi. Peningkatan kadar GGT pada kolestasis
17
intrahepatik dan ekstrahepatik bervariasi dan tidak dapat digunakan
untuk membedakan diantara keduanya.
2. Tes Fungsi Hati
o Albumin
Albumin merupakan protein utama serum yang hanya disintesis di
retikulum endoplasma hepatosit dengan half-life dalam serum sekitar
20 hari. Fungsi utamanya adalah untuk mempertahankan tekanan
koloid osmotik intravaskular dan sebagai pembawa (carrier) berbagai
komponen dalam serum, termasuk bilirubin, ion-ion inorganik
(contohnya kalsium), serta obat-obatan.
Penurunan kadar albumin serum dapat disebabkan karena
penurunan produksi akibat penyakit parenkim hati. Kadar albumin
serum digunakan sebagai indikator utama kapasitas sintesis yang
masih tersisa pada penyakit hati. Karena albumin memiliki half-life
yang panjang, kadar albumin serum yang rendah sering digunakan
sebagai indikator adanya penyakit hati kronis.
Pada pasien dengan asites, penurunan kadar albumin lebih
disebabkan karena terjadi peningkatan volume distribusi dibanding
penurunan sintesis. Penyebab hipoalbuminemia non-hepatik lainnya
adalah malnutrisi serta kehilangan yang berlebihan dari urin (pada
nefrosis) dan usus (pada protein-losing enteropathies).
o Faktor koagulasi
Hati memiliki 3 peranan dalam mengontrol koagulasi, yaitu :
- Produksi semua faktor koagulasi kecuali faktor von Willebrand
- Produksi dan pemecahan faktor integral menjadi fibrinolisis, seperti
plasminogen dan aktivator plasminogen
- Clearance faktor pembekuan dari sirkulasi.
Sintesis faktor II, VII, IX, dan X tergantung pada suplai vitamin K,
suatu vitamin larut lemak yang mungkin tidak diabsorbsi dengan baik
pada pasien kolestasis, yang adekuat. Vitamin K berperan sebagai
kofaktor dalam kaskade homeostasis. Karena kapasitas penyimpanan
18
vitamin K di hati sangat terbatas, maka apabila terjadi gangguan
absorbsi maka PT dan PTT akan meningkat
USG Abdomen
USG abdomen merupakan pemeriksaan radiologis yang paling berguna
pada evaluasi awal kolestasis. USG dapat menunjukkan ukuran dan keadaan hati
dan kandung empedu, mendeteksi adanya obstruksi pada sistem bilier oleh batu
maupun endapan, ascites, dan menentukan adanya dilatasi obstruktif atau kistik
pada sistem bilier. Pada saat puasa kandung empedu bayi normal pada umumnya
akan terisi cairan empedu sehingga akan dengan mudah dilihat dengan USG.
Setelah diberi minum, kandung empedu akan berkontraksi sehingga ukuran
kandung empedu akan mengecil. Pada atresia biliaris, saat puasa kandung empedu
dapat tidak terlihat. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya gangguan patensi
duktus hepatikus dan duktus hepatikus komunis sehingga terjadi gangguan aliran
empedu dari hati ke saluran empedu ekstrahepatik. Pada keadaan ini USG setelah
minum tidak diperlukan lagi. Pada keadaan lain dapat terlihat kandung empedu
kecil saat puasa dan setelah minum ukuran kandung empedu tidak berubah. Hal
ini kemungkinan disebabkan karena adanya gangguan aliran empedu dari kandung
empedu melewati duktus koledokus komunis ke duodenum. Tanda “triangular
cord” yaitu ditemukan adanya densitas ekogenik triangular atau tubular di kranial
bifurcatio vena porta sangat sensitif dan spesifik menunjukkan adanya atresia
biliaris (sensitivitas 93%, spesifisitas 96%).
Komplikasi
Beberapa komplikasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut1,2,5,6:
a) Pruritus
Pruritus. Pruritus merupakan morbiditas yang penting dan sering terjadi
baik pada kolestasis intrahepatik maupun ekstrahepatik. Daerah
predileksinya meliputi seluruh bagian tubuh dengan daerah telapak tangan
dan kaki, permukaan ekstensor ekstremitas, wajah, telinga, dan trunkus
superior memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi. Mekanisme
19
terjadinya pruritus masih belum diketahui secara pasti. Deposit garam
empedu di kulit diketahui memiliki efek pruritogenik secara langsung.
Namun sudah dibuktikan bahwa teori ini tidak benar. Sebagai tambahan,
hiperbilirubinemia indirek tidak dapat menyebabkan pruritus.
Teori lain menyatakan bahwa pruritus pada kolestasis disebabkan karena
konsentrasi garam empedu yang tinggi di hati menyebabkan kerusakan
hati sehingga terjadi pelepasan substansi yang bersifat pruritogenik
(misalnya histamin). Akumulasi opioid endogen, yang diketahui dapat
memodulasi pruritus dan meningkatkan tonus opioidergik di otak, saat ini
sedang menjadi perhatian karena antagonis opioid telah dibuktikan dapat
mengurangi pruritus pada kolestasis
b) Hiperlipidemia.
Hiperlipidemia dan Xanthoma merupakan komplikasi yang sering terjadi
pada kolestasis intrahepatik (contohnya Sindrom Alagille). Pada kolestasis
terjadi gangguan aliran empedu yang akan menyebabkan meningkatnya
kadar lipidoprotein di sirkulasi sehingga terjadi hiperkolesterolemia
(kolesterol serum mencapai 1000-2000 mg/dL). Hal ini akan
menyebabkan terdepositnya kolesterol di kulit, membran mukosa, dan
arteri. Risiko atherosklerosis pada anak dengan kolestasis kronis tidak
diketahui, tetapi hiperkolesterolemia berat pada Sindrom Alagille
diketahui berhubungan dengan penumpukan lipid di ginjal yang
menyebabkan gagal ginjal dan penumpukan plak aterom di aorta dalam
beberapa tahun pertama kehidupan.
c) Sirosis dan gagal hati dapat tejadi pada pasien yang mengalami
keterlambatan diagnosis sehingga fungsi hati sudah tidak dapat
dipertahankan lagi.
Tatalaksana7,8
20
1. Kausal
Terapi spesifik pada kolestasis bergantung pada penyebabnya. Operasi
Kasai dan transplantasi hati dapat dilakukan pada atresia biliaris.
2. Suportif
Apabila tidak ada terapi spesifik maka dilakukan terapi suportif yang
bertujuan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan seoptimal
mungkin serta meminimalkan akibat komplikasi kolestasis. Terapi suportif
pada kolestasis meliputi :
o Medikamentosa
o Asam ursodeoksikolat
Umumnya digunakan sebagai agen pilihan pertama pada pruritus
yang disebabkan karena kolestasis, kolestasis yang disebabkan
karena nutrisi parenteral, dan atresia biliaris. Asam ursodeoksikolat
merupakan asam empedu hidrofilik yang bekerja pada bile pool
dengan menggantikan asam empedu hidrofobik serta meningkatkan
aliran empedu.
o Rifampin
Rifampin berfungsi menghambat uptake asam empedu oleh
hepatosit serta menstimulasi pelepasan enzim-enzim hepar.
o Kolestiramin
Kolestiramin dapat mengikat asam empedu di lumen usus sehingga
dapat menghalangi sirkulasi enterohepatik asam empedu serta
meningkatkan ekskresinya. Selain itu kolestiramin dapat
menurunkan umpan balik negatif ke hati, memacu konversi
kolesterol menjadi bile acids like cholic acid yang berperan sebagai
koleretik. Kolestiramin biasanya digunakan pada manajemen
jangka panjang kolestasis intrahepatal dan hiperkolesterolemia.
o Phenobarbital
Phenobarbital dapat meningkatkan aliran asam empedu,
meningkatkan sintesis asam empedu, menstimulasi pelepasan
enzim-enzim hepar, sehingga dapat menurunkan kadar asam
21
empedu dalam sirkulasi. Akan tetapi phenobarbital dapat
menyebabkan sedasi dan gangguan perilaku sehingga
penggunaannya terbatas.
o Nutrisi
22
DAFTAR PUSTAKA
2. Karyana, I,P,G dan Putra, I,G,N,S. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ilmu
Sokol RJ, Balistreri W, eds. Liver Disease in Children. 3rd ed. New York :
23
Gastroenterology, Hepatology and Nutrition. J of Ped Gastroenterol and
24