Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Anemia Defisiensi Besi et causa

Ascariasis

Disusun oleh:

Suci Puspapertiwi (1102016210)


Syafhira Alika Putri (1102016211)
Syifa Khusnul Khotimah (1102016213)
Syifa Melati Putri (1102016214)
Tifany Lazuardian Amiga (1102016216)
Randa Aditya (1102015187)
Ahmed Reza (1102019248)

Pembimbing:

DR. dr. Elsye Souvriyanti, Sp. A

KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 10 AGUSTUS – 3 OKTOBER 2020


STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Usia : 4 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Cempaka Putih Tengah 1, Cempaka Putih.
No. RM : 779832
Tanggal Masuk RS : 10 Mei 2020
Tanggal Periksa : 10 Mei 2020
Nama Orangtua Pasien: Ny. S
Usia Orangtua : 27 tahun

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu pasien.
A. Keluhan Utama
Demam yang disertai nyeri perut

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RSUD Arjawinangun bersama ibunya
dengan keluhan demam yang disertai dengan nyeri perut. Demam
dirasakan sejak 3 hari yang lalu, demam naik turun. Nyeri perut
disertai kembung sudah dirasakan sejak 3 hari yang lalu dan
dirasakan terutama di perut kanan atas. Terdapat mual, muntah,
penurunan nafsu makan dan diare pada pasien sejak 3 hari yang
lalu. Pasien tampak lemas dan pucat. BAB cair, busuk dan berwarna
kuning kecoklatan.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah menderita penyakit seperti ini

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa

E. Riwayat Lingkungan dan Kebiasaan


Dari alloanamnesis pasien tinggal di rumah bersama ayah, ibu
dan kakak kandung pasien. Riwayat kebiasaan pasien sering bernain
tanah di halaman bersama teman-temannya tanpa memakai alas kaki
dan tidak mencuci tangan sebelum makan. Teman pasien pernah
mengalami hal serupa 1 bulan yang lalu.

F. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Pasien merupakan anak kedua. Selama hamil, ibu pasien rajin
melakukan pemeriksaan kehamilan. Ibu pasien dalam keadaan sehat
selama hamil. Pasien lahir spontan dengan kehamilan cukup bulan,
dan persalinan dilakukan di RSIA Brawijaya. Bayi lahir segera
menangis, bernafas spontan dengan berat badan lahir 2900 gr.

G. Riwayat Nutrisi
Pasien diberikan asi eksklusif sejak lahir sampai dengan usia 6
bulan, lalu dilanjutkan dengan makanan pendamping ASI (MPASI)
mulai pada usia 6 bulan. Saat ini pasien makan dengan menu
keluarga.

H. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dari ibu usia 27 tahun dengan kehamilan 39 minggu
secara spontan di RSIA Brawijaya dengan berat badan lahir 2900
gram dengan panjang 50 cm, langsung menangis kuat segera setelah
lahir dan tidak ada kebiruan. Kesan kelahiran tidak ada kelainan.

I. Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar
Hepatitis B : 0 Bulan
BCG : 1 Bulan
Polio : 0,2,3,4,18 Bulan
Pentavalent : 2,3,4,18 bulan
MR : 15 bulan
Campak : 9 dan 18 bulan
PCV : 2,4,6 bulan
Rotavirus : 2,4,6 bulan
Varicela : 1 tahun
Kesimpulan : Sesuai dengan Rekomendasi IDAI tahun 2017

J. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


 Pertumbuhan
Pasien lahir dengan berat badan 2900 gram, panjang badan 50 cm
dan lingkar ingkar kepala 32 cm. menurut keterangan dari ibu
kandung pasien, berat badan pasien selalu naik dan nafsu makan
pasien pun juga selalu baik. Namun sejak 10 hari yang lalu nafsu
makan pasien menurun. Pasien berusia 4 tahun dengan berat
badan 12 kg, dan tinggi badan 93 cm.

 Perkembangan
Usia Personal Motorik halus Bahasa Motorik
sosial kasar
12 bulan Minum dari Mencorat coret Berbicara 3 Berjalan
cangkir kata dengan baik
24 bulan Menggosok Membuat Berbicara Melempar
gigi dengan Menara dari 6 Sebagian bola tangan
bantuan kubus dimengerti keatas
3 tahun Menggosok Menggoyangkan Bicara yang Bisa berdiri
gigi tanpa ibu jari semua dengan 1
bantuan dimengerti kaki
4 tahun Mengambil Menggambar Berlawanan Berdiri 1 kaki
makanan orang 3 bagian dua selama 4
detik

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Apatis

b. Tanda – Tanda Vital


Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi nadi : 80x/menit
Frekuensi napas : 42x/menit
Suhu tubuh : 38,5 ° C
Saturasi oksigen : 99%

c. Status Gizi
Berat badan : 12 kg
Tinggi badan : 93 cm
BB/U : <-2 SD (gizi kurang)
TB/U : <-2 SD (pendek)
BB/TB : <-1 SD (normal)
d. Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : lambat kembali
Sianosis : Tidak ada
Ikterus : Tidak
Edema : Tidak ada

e. Kepala
Rambut : Hitam, mudah dicabut
Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-)
Mata : Konjungtiva pucat (+/+), sclera ikterik (-/-)
Hidung : Sekret (-), deviasi (-)
Pupil : Bulat isokor 3mm/3mm, RCTL/RCL (++/++)
Telinga : Serumen (-/-), secret (-/-)
Bibir : Pucat (+), sianosis (-)
Lidah : Lidah kotor (-), atrofi papil lidah (+)
Tonsil : T1/T1, hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)

f. Leher
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Kaku kuduk (-)
Pembesaran KGB : Tidak ada

g. Thoraks
Paru
Inspeksi : Dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Simetris, fremitus normal kanan dan kiri
Perkusi : Suara sonor diseluruh lapang pandang paru
Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, suara tambahan (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga ke-4 linea
midklavikularis sinistra
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I > BJ II, regular, bising (-)

h. Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)

i. Ekstremitas : Sianosis (-), edema (-), fraktur (-), akral dingin


(-), petechie (-), arteri dorsalis pedis teraba kuat,
Koilinikia (+) CRT (Capillary Refill Time) <2
detik.

2. Status Neurologis
GCS: 12

3. Status Pubertas
Tidak dilakukan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Darah
b. Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Makroskopis Hasil
Hemoglobin 7 11.8 – 14.5 g/dL
Warna Kuning kecoklatan
Hematokrit
Bau 33 Busuk 37.0 – 52.0 %
Trombosit
Konsistensi 251.000Cair 150.000– 400.000/uL
Lendir
Leukosit 4.500 - 5.000 – 10.000/uL
Darah -
MCV 65 80-99 fL
Parasit Makro Cacing dewasa Ascaris Lumbricoides
MCH
Mikroskopis
23 Hasil
27,0-31,0 pg/mL
MCHC
Darah samar 28 - 33-37gr/dL
Seluler klinik
Kimia :
Sel epitel Sedikit
Natrium (Na) 124 136 – 146 mmol/L
Leukosit dan makrofag Sedikit
Kalium (K) 3,0 3.5 – 5.0 mmol/L
Eritrosit -
Klorida (Cl)
Parasit Mikro 104 98 – 106 mmol/L
Telur Ascaris Lumbricoides
Ferritin 10 50-200 mg/dL
TIBC 450 300-360 mg/dL
Serum Besi 30 80-180 mg/dL

Pemeriksaan Feses
V. RESUME
Pasien berusia 4 tahun datang dengan keluhan demam dan nyeri
perut. Demam naik turun dan nyeri perut disertai kembung dirasakan
sejak 3 hari yang lalu. Nyeri perut dirasakan terutama di bagian kanan
atas. Terdapat mual, muntah, penurunan nafsu makan dan diare sejak 3
hari yang lalu. Pasien tampak pucat dan lemas. BAB cair, berbau busuk
dengan warna kuning kecoklatan. Riwayat kebiasaan pasien sering
bernain tanah di halaman bersama teman-temannya tanpa memakai alas
kaki dan tidak mencuci tangan sebelum makan. Pada pemeriksaan fisik,
pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran apatis, suhu
38,5°C,didapatkan status gizi yang kurang, konjungtiva pucat, atrofi papil
lidah pada pemeriksaan abdomen ditemukan distensi dan nyeri tekan
epigastrium, pada ekstremitas didapatkan koilonikia dan akral dingin.
Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan anemia (Hb 7), penurunan
hematokrit (33), penurunan MCV (65), penurunan MCH (23), penurunan
MCHC (28), Ferritin (10), TIBC (450), Serum Besi (30) dan pada
pemeriksaan feses ditemukan telur cacing Ascaris lumbricoides.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Anemia defisiensi besi et causa Askariasis

VII. DIAGNOSIS BANDING


Anemia akibat penyakit kronik, Trichuriasis

VIII. RENCANA PENATALAKSANAAN


- Syr. Mebendazole 100 mg/5ml, 2x1 cth (selama 3 hari)
- Ferro sulfat 4-6 mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis-> 16-24mg/kgbb/kali
- Syr. Paracetamol 120 mg/5ml-> 3x1
- Syr. Zinc 20mg/hari. Sediaan 10 mg/5ml, diberikan 1 x 1, 2 cth
selama 10 hari
- Antiemetik: domperidone 0,2-0,4 mg/kgbb/kali. Sediaan sirup 5
mg/5ml. diberikan 3 kali sehari
- Energi: 100 kkal/kgbb/hari-> 1200 kkal/hari
- Oralit 900 ml/ tiap BAB

IX. EDUKASI
- Memberikan penyuluhan tentang kebersihan lingkungan tempat
tinggal dan higiene sanitasi
- Memakai jamban agar kotoran tidak menimbulkan pencemaran
pada tanah di lingkungan tempat tinggal kita
- Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk
- Menganjurkan supaya memakai alas kaki terutama ketika keluar
rumah, membiasakan cuci tangan pakai sabun sebelum makan.
- Mencuci sayur dan buah sebelum dimakan
- Makan makanan yang dimasak matang
- Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi
terutama yang berasal dari protein hewani seperti kacang-
kacangan, bayam, daging merah, tahu, hati, jeroan, udang, cumi.
- Mengkonsumsi makanan yang tinggi kalium seperti pisang, sari
buah.

X. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : ad bonam
Quo Ad Sanactionam : ad bonam
Quo Ad Functionam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

ETIOLOGI
 Kehilangan berlebihan akibat perdarahan. 3
 Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe
jenis heme atau minum susu berlebihan
 Kebutuhan meningkat karena infeksi Parasit: salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya ADB pada pasien ini adalah status gizi
yang kurang, dan ada kemungkinan akibat dari infeksi parasite
yang didapatkan dari kebiasaan pasien yang bermain ditanah dan
tidak menjaga kebersihan.

PATOGENESIS
Seseorang yang terinfeksi penyakit askariasis bisa secara tidak
sengaja atau tidak disadari menelan telur cacing. Telur menetas menjadi
larva di dalam usus seseorang. Larva menembus dinding usus dan mencapai
paru-paru melalui aliran darah. Larva tersebut akhirnya kembali ke
tenggorokan dan tertelan. Dalam usus, larva berkembang menjadi cacing
dewasa. Cacing betina dewasa yang dapat tumbuh lebih panjang mencapai
30 cm, dapat bertelur yang kemudian masuk ke dalam tinja. Jika tanah
tercemar kotoran manusia atau hewan yang mengandung telur, maka siklus
tersebut dimulai lagi. Telur berkembang di tanah dan menjadi infektif setelah
masa 2-3 minggu, tetapi dapat tetap infektif selama beberapa bulan atau
tahun.5
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris
lumbricoides, jika tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian
atas telur akan pecah dan melepaskan larva infektif dan menembus dinding
usus masuk kedalam vena porta hati yang kemudian bersama dengan aliran
darah menuju jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri pulmonalis ke
paru-paru dengan masa migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari. Dalam
paru-paru larva tumbuh dan berganti kulit sebanyak 2 kali, kemudian keluar
dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk sampai ke
bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke faring, berpindah ke osepagus dan
tertelan melalui saliva atau merayap melalui epiglottis masuk kedalam traktus
digestivus. Terakhir larva sampai kedalam usus halus bagian atas, larva
berganti kulit lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira satu
tahun, dan kemudian keluar secara spontan. 5
Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang,
dua bulan sejak infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu
mengeluarkan 200.000 – 250.000 butir telur setiap harinya, waktu yang
diperlukan adalah 3 – 4 minggu untuk tumbuh menjadi bentuk infektif.
Menurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, dimana telur
tersebut keluar bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami perubahan
dari stadium larva I sampai stadium III yang bersifat infektif. 5
Telur-telur ini tahan terhadap berbagai desinfektan dan dapat tetap
hidup bertahun-tahun di tempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-
anak terkena infeksi secara terus-menerus sehingga jika beberapa cacing
keluar, yang lain menjadi dewasa dan menggantikannya. Jumlah telur ascaris
yang cukup besar dan dapat hidup selama beberapa tahun maka larvanya
dapat tersebar dimana-mana, menyebar melalui tanah, air, ataupun melalui
binatang. Maka bila makanan atau minuman yang mengandung telur ascaris
infektif masuk kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut
sehingga larva itu berubah menjadi cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya
dapat menginfeksi tubuh melalui makanan yang tidak dimasak ataupun
melalui kontak langsung dengan kulit. 5
Infeksi kecacingan menyebabkan anemia karena menyebabkan
penurunan asupan makanan dan malabsorpsi nutrisi. Selain itu, perdarahan
di saluran cerna karena penempelan cacing pada mukosa usus merupakan
penyebab tersering pada anemia karena kecacingan. 5

MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala umum dari anemia itu sendiri
Sindroma anemia yaitu merupakan kumpulan gejala dari anemia, dimana
hal ini akan tampak jelas jika hemoglobin dibawah 7 – 8 g/dl dengan
tanda-tanda adanya kelemahan tubuh, lesu, mudah lelah, pucat, pusing,
palpitasi, penurunan daya konsentrasi, sulit nafas (khususnya saat
latihan fisik), mata berkunang-kunang, telinga mendenging, letargi,
menurunnya daya tahan tubuh, dan keringat dingin. 1
2. Gejala dari anemia defisiensi besi
Gejala ini merupakan khas pada anemia defisiensi besi dan tidak
dijumpai pada anemia jenis lainnya, yaitu :
a. Koilonychia/ spoon nail/ kuku sendok dimana kuku berubah jadi rapuh,
bergaris-garis vertikal dan jadi cekung sehingga mirip sendok.
b. Atropi papil lidah. Permukaan lidah tampak licin dan mengkilap
disebabkan karena hilangnya papil lidah.
c. Stomatitis angularis/ inflamasi sekitar sudut mulut.
d. Glositis.
e. Pica/ keinginan makan yang tidak biasa.
f. Disfagia merupakan nyeri menelan.
g. Sindroma Plummer Vinson/ Paterson kelly ini merupakan kumpulan
gejala dari anemia hipokromik mikrositik, atrofi papil lidah dan
disfagia.1
3. Gejala yang ditimbulkan dari penyakit yang mendasari terjadinya anemia
defisiensi besi tersebut
Gejala awal ascariasis, selama migrasi paru awal, termasuk batuk,
dyspnea, mengi, dan nyeri dada. Nyeri perut, distensi, kolik, mual,
anoreksia, dan diare intermiten mungkin manifestasi dari obstruksi usus
parsial atau lengkap oleh cacing dewasa. Pada umumnya orang yang
kena infeksi tidak menunjukkan gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang
cukup besar (hyperinfeksi) terutama pada anak-anak akan menimbulkan
kekurangan gizi, selain itu cacing itu sendiri dapat mengeluarkan cairan
tubuh yang menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti
demam typhoid yang disertai dengan tanda alergi seperti urtikaria, edema
diwajah, konjungtivitis dan iritasi pernapasan bagian atas. 5
Sesuai dengan teori di atas pada pasien ini ditemukan manifestasi
klinis seperti lemas, pucat, koilonikia, atrofi papil lidah diare dan
nyeri perut.

PENEGAKKAN DIAGNOSTIK
1. Anamnesis1
a. Pucat, lemah, lesu
b. Demam
c. Penurunan nafsu makan
d. Nyeri perut
e. Kembung
f. Diare
g. Mual dan muntah
2. Pemeriksaan fisis1
a. Tampak pucat, konjungtiva anemis
b. Tidak disertai ikterus, organomegali, atau limfadenopati
c. Nyeri tekan epigastrium
d. Koilonikia
e. Atrofi papil lidah
3. Pemeriksaan penunjang1
Parameter awal dari hitung darah lengkap biasanya
menunjukkan klinisi arah dari anemia defisiensi besi. MCV, MCH dan
MCHC yang rendah dan film darah hipokromik sangat mengarahkan
terutama jika pasien diketahui mempunyai hitung darah yang normal
dimasa lalu.
Serum ferritin kadarnya kurang dari 12 µg/liter, terjadi
peningkatan TIBC, kadar besi serum menurun. Hapusan darah
menunjukkan anemia hipokromik mikrositik, anisositosis (banyak
variasi ukuran eritrosit), poikilositosis (banyak kelainan bentuk
eritrosit), sel pensil, kadang- kadang adanya sel target.
Cara menengakkan diagnosis penyakit adalah dengan
pemeriksaan tinja secara langsung. Adanya telur dalam tinja
memastikan diagnosis askariasis. Selain itu diagnosis dapat dibuat
apabila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui hidung maupun
mulut karena muntah atau lewat tinja. 5
Pada kasus ini dalam anamnesa didapatkan adanya
penurunan nafsu makan sehingga asupan besi tidak adekuat,
lemas, dan terdapat riwayat bermain di tanah dengan teman-
temannya yang bisa menyebabkan terjadinya infeksi parasit. Pada
pemeriksaan fisik dalam kasus ini di dapatkan konjungtiva yang
anemis, tampak pucat, nyeri perut, Pada pemeriksaan penunjang
dalam kasus ini didapatkan penurunan (Hb 7), penurunan
hematocrit (33), penurunan MCV (65), penurunan MCH (23),
penurunan MCHC (28), yang mengarah ke anemia mikrositik
normokrom, dan pada pemeriksaan tinja didapatkan adanya telur
askariasis.
DIAGNOSIS BANDING
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik
lainnya4

Gambar 1. Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi 4

TATALAKSANA
Terapi anemia:
a. Oral
Preparat yang tersedia berupa: ferrous sulfat, ferrous glukonat, ferrous
fumarate, dan ferrous suksinat. Dosis besi elemental 4-6mg/kgBB/hari.
Respons terapi dengan menilai kenaikan kadar HB/Ht setelah satu bulan,
yaitu kenaiakn kadar HB 2gr/dL atau lebih. Bila respons ditemukan terapi
dilanjutkan 2-3 bulan.2
Komposisi besi elemental :
 Ferous fumarate : 33% merupakan besi elemental
 Ferous glukonas : 11,6% merupakan besi elemental
 Ferrous sulfat : 20% merupakan besi elemental 2

Gambar 2. Dosis dan lama pemberian suplementasi besi


b. Transfusi darah
Pada anemia defisiensi besi ini jarang memerlukan transfusi kecuali
kadar Hb < 4g/dL. 2

Terapi ascariasis:
Mebendazol: Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi
hospes yang baik. Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama tiga
hari. 2,5

Pada pasien ini diberikan ferro sulfat 4-6mg/kgbb/hari, tidak dilakukan


transfusi darah karena Hb pasien >4g/dL. Untuk parasite, diberikan
mebendazole 100 mg.

PENCEGAHAN
Menganjurkan supaya memakai alas kaki terutama ketika keluar
rumah, membiasakan cuci tangan pakai sabun sebelum makan. Juga
dilakukan penyuluhan gizi yaitu penyuluhan yang ditujukan mengenai gizi
keluarga, yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung
zat besi terutama yang berasal dari protein hewani, yaitu daging dan
penjelasan tentang bahan– bahan makanan apa saja yang dapat membantu
penyerapan zat besi dan yang dapat menghambat penyerapan besi. 5

PROGNOSIS
Prognosis umumnya tidak sampai mengancam jiwa, namun dubia ad
bonam karena sangat tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Bila
penyakit yang mendasarinya teratasi, dengan nutrisi yang baik, anemia dapat
teratasi. 3
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdulsalam M, Daniel A. Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan Anemia


Defisiensi Besi. 2002 september. 4(2): 74-77
2. IDAI. 2009. Pedoman Pelayanan Medis. Available from
http://www.idai.or.id/professional-resources/guideline-consensus/pedoman-
pelayanan-medis diakses 12 Mei 2020
3. IDAI, 2013. Anemia Defisiensi Besi Pada Bayi dan Anak. Available from
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/anemia-defisiensi-besi-
pada-bayi-dan-anakdiakses 12 Mei 2020
4. Permono,B. Ugrasena, IDG.2004. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya:
FK Unair.
5. Putra TRI. Ascariasis. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 2010 Agustus 2.
10:109-116

Anda mungkin juga menyukai