Anda di halaman 1dari 71

KASUS 11

PRIA 45 TAHUN DENGAN SESAK


NAPAS, BATUK DAN DEMAM
17 JUNI 2021
IDENTITAS PASIEN

● Umur : 45 Tahun
● Jenis Kelamin : Laki-laki
DISKUSI IDENTITAS
● Nama
● Pekerjaan
● Agama
● Alamat
● Status pernikahan
● Status sosial ekonomi
● Pendidikan terakhir
● Dukungan keuangan
● Tanggal dan jam masuk RS
● Tanggal pemeriksaan
ANAMNESIS
● Dilakukan secara
Autoanamnesis terhadap pasien di rumah sakit

● Keluhan Utama
Sesak napas progresif dan sesak nafas saat beraktivitas selama sebulan
terakhir.

● Keluhan tambahan
Demam, batuk, dan sariawan
↳ Sudan
• berapa lama ?
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Seorang laki-laki berusia 45 tahun dengan riwayat infeksi HIV datang ke UGD dengan sesak
napas progresif dan dispnea saat beraktivitas sejak 1 bulan SMRS. Pasien baru-baru ini menderita
batuk berdahak berwarna putih. Hari ini, pasien terbangun dengan suhu 101.0 °F (38.3 °C). Pasien
melaporkan tidak ada nyeri dada, hemoptisis, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, palpitasi,
atau pembengkakan ekstremitas bawah. Pasien mengeluhkan sariawan dalam 1-2 minggu
sebelumnya dan juga mengalami anoreksia, dengan penurunan berat badan 20 pon (9 kg), selama 3
bulan terakhir.
Pasien tidak melaporkan perjalanan atau kontak sakit baru-baru ini. Pasien tidak minum obat
baru-baru ini dan menghentikan rejiman terapi HIV-nya 10 tahun yang lalu karena diare yang parah.
Pasien tidak merokok, mengkonsumsi alkohol maupun narkoba. Pasien aktif secara seksual dengan 1
pasangan dan menggunakan kondom secara tidak konsisten. Pasien tidak memiliki alergi obat yang
diketahui.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
● Riwayat infeksi HIV → dijelasin
RIWAYAT PENYAKIT PRIBADI DAN SOSIAL
● Merokok (-)
● Mengkonsumsi alkohol (-)
● Pemakaian obat-obatan terlarang (-)
● Aktif secara seksual dengan 1 pasangan dan menggunakan kondom
secara tidak konsisten
RIWAYAT PEMAKAIAN OBAT
● Konsumsi rejimen HIV 10 tahun yang lalu Saatchi Sudan detention
DISKUSI ANAMNESIS
Sesak nafas
1. Berapa lama sesak nafas berlangsung?
2. Apakah sesak dipengaruhi oleh posisi?
3. Apakah sesak terjadi terus menerus? Atau apakah timbul pada periode tertentu saja?
4. Apakah ada yang memperberat sesak nafas?
5. Apakah sesak nafas mengganggu aktivitas?
6. Apakah sesak nafas meningkat saat kegiatan tertentu?
7. Apakah sesak nafas berkurang saat beristirahat?
8. Apakah sesak nafas sudah pernah diobati?
9. Apakah pasien memiliki riwayat asma?
10. Apakah pasien memiliki riwayat trauma pada dada?
11. Apakah pasien memiliki penyakit lain yang berhubungan dengan sesak nafas?
DISKUSI ANAMNESIS
Batuk dengan dahak putih kental
1. Sejak kapan mengalami batuk dengan dahak putih?
2. Seberapa sering mengalami batuk?
3. Apakah batuk juga disertai darah?
4. Apakah batuk dialami berulang?
5. Apakah sebelumnya didahului infeksi saluran pernafasan atas?
6. Apakah batuk berdahak dirasakan setiap hari dan terus menerus?
7. Apakah batuk pernah di obati? Dan apakah membaik?
8. Apakah batuk memberat saat malam hari?
9. Apakah batuk mengganggu aktivitas?
10. Apakah batuk disertai nyeri tenggorokan/ nyeri saat menelan?
11. Apakah batuk disertai dengan meriang?
12. Apakah di keluarga atau lingkungan ada yang batuk?
13. Apakah batuk pernah diobati?
DISKUSI ANAMNESIS
Demam dan Sariawan
1. Apakah demam disertai dengan menggigil / kejang / keringat malam?
2. Bagaimana pola demam pasien? apakah ada waktu tertentu demam timbul?
3. Apakah sudah pernah diobati atau belum? jika sudah menggunakan obat apa? dan
apakah teratasi?
4. Dimanakah lokasi sariawan?
5. Apakah ada pencetus sariawan? makanan? trauma?

Pertanyaan Tambahan
1. Apakah ada riwayat transfusi darah?
2. Apakah ada riwayat operasi?
3. Apakah ada riwayat tato?
4. Apakah ada riwayat TB?
5. Apakah di keluarga ada riwayat TB?
6. Bagaimana nafsu makan pasien?
DISKUSI ANAMNESIS
Pertanyaan tambahan
7. Apakah pasien ada riwayat bepergian keluar kota?
8. Bagaimana lingkungan tempat tinggal pasien?
9. Apakah pasien pernah mengalami hal yang sama ?
10. Apakah sebelumnya sudah pernah diobati? Jika sudah, apakah membaik?
11. Apakah di keluarga atau lingkungan pasien ada yang mengalami hal yang sama?
12. Apakah pasangan pasien mengalami yang dikeluhkan pasien?
13. Apakah pasien atau di keluarga ada riwayat penyakit jantung?
14. Apakah pasien ada riwayat penyakit ginjal dan saluran kemih?
15. Apakah pasien rajin berolahraga?
16. Apakah pasien ada alergi makanan atau obat?
17 .
alasanmenghentikanterapi HIV 1g . Jvp 21 .
needle track ?
18 ygnyebabin HIV ? zo ehytremifas 221Genitalia
-

29 ohulutisoriowzn
V3 KGB inguinal , 9ms
.

.
STATUS GENERALIS

Keadaan Umum Tampak sakit berat

Kesadaran Compos Mentis

Tekanan Darah 110/70 mmHg

Nadi 136 x/menit

Pernapasan 30 x/menit

Suhu 101,0 °F (38,3 °C)

Saturasi Oksigen 76%


PEMERIKSAAN FISIK
KULIT
- Hangat
- Kering
- Lesi atau ruam (-)
KEPALA
- Normal
MULUT
- Selaput lendir kering
- Plak putih yang dapat dilepas di seluruh orofaring (+)
LEHER
- Normal
KGB
- Limfadenopati (-)
PEMERIKSAAN FISIK
DADA
- Inspeksi: Mengembang secara simetris
- Palpasi: Nyeri tekan (-)
- Perkusi: Sonor
PARU - PARU
- Auskultasi: Ronki basah (+/+) kasar di basal paru
JANTUNG : Normal
ABDOMEN : Normal
NEUROLOGIS : Normal
EKSTREMITAS
- Sianosis, clubbing, edema (-)
DISKUSI PF
1. Apakah nadi pasien teratur atau tidak?
2. Apakah nafas pasien reguler atau tidak? Dan bagaimana pola pernapasan
pasien? Cepat atau dalam?
3. Bagaimana posisi saat melakukan pemeriksaan tekanan darah ?
4. Berapa tinggi badan, berat badan, dan IMT pada pasien?
5. Bagaimana aspek kejiwaan pasien?
6. Bagaimana hasil pemeriksaan mata pada pasien?
7. Bagaimana hasil pemeriksaan hidung pada pasien?
8. Bagaimana hasil pemeriksaan telinga pada pasien?
9. Bagaimana hasil pemeriksaan kelenjar tiroid pada pasien?
DISKUSI PF
10. Pada pemeriksaan paru-paru, bagaimana hasil fremitus vokal dan fremitus
taktil pada hemitoraks kiri dan kanan? Saat perkusi, bagaimana hasil
hemitoraks kiri dan kanan? Apakah terdapat wheezing dan vesikular?
11. Bagaimana hasil pemeriksaan pembuluh darah pada pasien?
12. Bagaimana hasil pemeriksaan kekuatan ekstremitas pada pasien?
13. Bagaimana hasil pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis pada pasien?
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG
- Sinus takikardi

Analisa Gas Darah


- Alkalosis respiratorik → kondisi bent

- Hipoksia aSaturn Or It

Rontgen Thorax
- Tanda interstisial bilateral yang meningkat merata

CT Angiografi (CTA)
- difus ground-glass opacities → inf. virus lcovidjxgn)
,

banter
- Limfadenopati dan emboli paru (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
- Leukosit : 5,2 x 103 /μL
- CD4 Limfosit : 38 sel/μL
- Kuantitatif HIV-1 RNA polymerase chain reaction (PCR) : 1.710.000
eksemplar/mL
- Kultur darah dan urin (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

gmmmhnyawita-s.is
T p

t
in tltrat
ground glass oppi city
→ →

( Putih 2)
RESUME
Seorang laki-laki berusia 45 tahun dengan riwayat infeksi HIV datang ke unit gawat
darurat dengan sesak napas progresif dan sesak nafas saat beraktivitas selama sebulan
terakhir. Dia baru-baru ini menderita batuk berdahak warna putih. Hari ini, pasien terbangun
dengan suhu 101.0 °F (38.3 °C). Pasien mengalami sariawan dalam 1-2 minggu sebelumnya
dan juga mengalami anoreksia dan penurunan berat badan 20 pon(9 kg) selama 3 bulan
terakhir. Pasien menghentikan rejimen terapi HIV-nya 10 tahun yang lalu karena diare parah.
Pasien aktif secara seksual dengan 1 pasangan dan menggunakan kondom secara tidak
konsisten.
Pada pemeriksan fisik didapakan takikardia, takipnea, suhu 38,3°C, saturasi O2 76%.
Pada pemeriksaan fisik mulut didapatkan mukosa kering, plak putih yang dapat dilepas di
seluruh orofaring, auskultasi paru-paru didaptkan ronki basah kasar di kedua basal paru.
Pada pemeriksaan lab didapatkan penurunan CD4 limfosit dan Kuantitatif HIV-1 RNA (PCR)
1.710.000 eksemplar/mL. Analisa gas darah di dapatkan alkalosis respiratorik dan hipoksia,
foto thorax didapatkan difus dan peningkatan tanda intersisial bilateral, CTA thorax
didapatkan ground-glass opacities
ohsiolpoi.to/PC0T(bal0lI-D+asidosisrespirotoriu
① Ggl nap as type I → hip

PQt,P
MASALAH 1 : Hipoksia
MASALAH 2 : Alkalosis Respiratorik
-

a-
MASALAH 3 : Pneumocystis Jirovecii Pneumonia
MASALAH 4 : HIV/AIDS
-
MASALAH 1 : Hipoksia
ANAMNESIS
- Sesak nafas progresif
- Batuk
- Dispnea saat beraktivitas selama 1 bulan terakhir

PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum: tampak sakit berat
- Nadi : 136x/menit → takikardia
- Laju pernapasan : 30x/menit → takipnea
- Saturasi oksigen: 76% pada suhu kamar

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Analisa gas darah: hipoksia
- EKG: Sinus takikardia
MASALAH 1 : Hipoksia
DIAGNOSIS BANDING
- =ARDS gagaljantung
- Asma
- Pneumonia
-

- Edema paru

RENCANA DIAGNOSIS
0amoksimetri sense
- Tes AGD serin ,
CT thorax serin
,

- Pemeriksaan fungsi paru


_-

breathing
non
mask

sunglass ( NRM / NSM ) tergantung kondisipasien


RENCANA TERAPI

pooksigen
- Terapi oksigen → diberikan FiO2 60-100% dalam = waktu pendek sampai kondisi
membaik
↳ bila evaluasi I jam =/ membaih → pas ang ventilator
-
bit a perv inhalant → v1 rnengatasiretensi sputum
MASALAH 1 : Hipoksia
RENCANA EDUKASI
- Pola hidup sehat → rutin olahraga, berhenti merokok
- Konsumsi air putih yang cukup
- Istirahat yang cukup

KOMPLIKASI
- Kerusakan otak paralisis
- Kejang

PROGNOSIS
Tergantung kerusakan otak yang terjadi semakin lama otak kekurangan oksigen maka
semakin lama seseorang bisa sadarkan diri dan semakin tinggi risikonya terhadap
kematian
MASALAH 2: Alkalosis Respiratorik
ANAMNESIS
- Sesak nafas progresif
- Demam

PEMERIKSAAN FISIK
- Frekuensi pernapasan 30x/ menit (Takipneu)
- Saturasi oksigen 76%
- Suhu 38.3°C
- Denyut nadi 136x/ menit (Takikardia)
- Auskultasi Paru : Ronkhi basah kasar bibasilar

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Analisa gas darah: alkalosis respiratorik dan hipoksia
- EKG : sinus takikardia
MASALAH 2 : Alkalosis Respiratorik
DIAGNOSIS BANDING
- Alkalosis metabolik
- Asma
- Pneumonia

RENCANA DIAGNOSIS
- Pemeriksaan elektrolit serum
- Urinalisis : untuk memeriksa kadar pH urin dan elektrolit urin
- Pemeriksaan fosfat serum : biasanya terjadi penurunan

RENCANA TERAPI
- Terapi terhadap kelainan primer → hipoksia : terapi oksigen
- Terapi sedatif dan tranquilizer jika disebabkan karena cemas
- Pada sindrom hiperventilasi biasanya diberikan terapi dengan inspirasi CO2 melalu
pernapasan rebreathing dengan kantong pernapasan
MASALAH 2 : Alkalosis Respiratorik
RENCANA EDUKASI
- Edukasi mengenai patofisiologi dari penyakitnya dan cara bernafas yang benar
(fisioterapi pernapasan)
- Menerapkan pola hidup sehat
- Menjaga asupan cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi
- Menghindari merokok, alkohol, dan membatasi minuman yang mangandung kafein
(kopi)

KOMPLIKASI
- Aritmia jantung
- Koma napas

PROGNOSIS
- Tergantung penyakit yang mendasarinya. Angka kematian 27.9% sering dengan
meningkatnya pH, mencapai 48.5% jika pH >7.60. Pasien dengan alkalosis respiratori
dan alkalosis metabolik mempunyai prognosis lebih buruk (44.2%)
MASALAH 3 : Pneumocystis Jirovecii•
Pneumonia
ANAMNESIS ↳ Dpetio
- Sesak nafas progresif
- Batuk
- Demam
- Penurunan berat badan
- Riwayat HIV & putus obat 10 tahun yang lalu

PEMERIKSAAN FISIK
- Tanda Vital : Demam (38,3°C), takipnea (30x/menit), takikardia (136x/menit)
- Auskultasi Paru : Ronkhi basah kasar bibasilar

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Analisa gas darah: hipoksia
- Rontgen thoraks : gambaran corakan difus bilateral dan peningkatan infiltrat interstitial
- CT Angiografi thoraks: difus ground-glass opacities
MASALAH 3 : Pneumocystis Jirovecii Pneumonia
lbakteri )

DIAGNOSIS BANDING
- COVID-19 pneuma krn virus , Covid , dll
preumon.FM
ex :

- TB Paru unnirfx → Streptococcus


- Pneumonia bakterial i jamvr
- Limfoma
-

- Sarkoma
= kaposi

RENCANA DIAGNOSIS
- Pemeriksaan mikroskopis : sampel dari sputum yang di induksi dengan inhalasi
saline hipertonik
- Bronkoskopi dengan BAL (bronchoalveolar lavage)
- Pemeriksaan laboratorium : Laktat dehidrognase (LDH)
MASALAH 3 : Pneumocystis Jirovecii Pneumonia

RENCANA TERAPI lsld SU )


m-i.IM
- Trimetroprim-sulfametoksazole (TMX-SMX) diberikan selama 21 hari, dengan dosis
trimetoprim 15–20 mg/kg/hari dan sulfametoksazole 75–100 mg/kg/hari.
- Pada kondisi ringan-sedang (PaO2 ≥70 mmHg) dapat diberikan secara oral, sedangkan
kondisi sedang-berat (PaO2 <70 mmHg) diberikan secara parenteral.
- Untuk pasien alergi sulfa maka dapat diberikan pentamidine, atovaquone, dapsone-
trimethoprim, atau clindamycin-primaquine.
atau
- Terapi adjuvan : kortikosteroid sistemik, prednison per oral dengan dosis 40mg 2x/hari
selama 5 hari, lalu dilanjutkan 40mg/hari selama 5 hari, dan 20mg/hari selama 10 hari.
→-
• Terapi profilaksis: 1 tablet (80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazole) per hari,
-
-
diberikan seumur hidup namun pemberiannya dapat dihentikan pada pasien yang telah
mendapat ARV dan CD4-nya meningkat dari < 200 sel/ul menjadi > 200 sel/ul selama
3 bulan.
MASALAH 3 : Pneumocystis Jirovecii Pneumonia
RENCANA EDUKASI
- Memperbaiki gizi dengan nutrisi adekuat
- Menjaga hygiene dan melakukan pola hidup sehat
- Minum obat ARV secara teratur

KOMPLIKASI
- Limfadenopati
- ARDS
- Gagal nafas

PROGNOSIS
- Pada kasus Pneumocystis jirovecii Pneumonia (PjP) yang belum diobati, penurunan
progresif fungsi pernapasan dapat berujung pada kematian. Angka kematian akibat PjP
diantara pasien HIV berkisar 0-15%. Jika diagnosis lebih dini dan terapi adekuat,
persentase kematian dapat berkurang hingga 10%.
MASALAH 4 : HIV/AIDS
ANAMNESIS
- Sesak nafas progresif
- Batuk berdahak warna putih
- Demam
- Sariawan 1-2 minggu SMRS
- Penurunan berat badan
- Riwayat infeksi HIV & putus obat 10 tahun yang lalu
- Berhubungan seks tanpa kondom

PEMERIKSAAN FISIK
- Plak putih pada orofaring
- Demam (38,3 derajat celcius)
- Takikardi
- takipneu
MASALAH 4 : HIV/AIDS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Limfosit CD4: 38 μ/L
- HIV-1 RNA PCR: 1.710.000 kopi/mL

DIAGNOSIS BANDING
- Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
- Tb paru

RENCANA DIAGNOSIS
- Tes ELISA
- Tes Western Blot

RENCANA TERAPI → Kombinasi NRT & NNRTI


- ARV: lamivudine, ritonavir, atazanavir,-
abacavir
MASALAH 4 : HIV/AIDS
RENCANA EDUKASI
- Edukasi terkait minum obat ARV
- Edukasi terkait faktor risiko HIV/AIDS
- Edukasi terkait pola hidup sehat

KOMPLIKASI → ggl nap as


- Tuberkulosis paru
- Infeksi cytomegalovirus
- Infeksi herpes zoster
} penyawitpenyerta

PROGNOSIS
- Seseorang dengan AIDS yang tidak diobati memiliki harapan hidup sekitar 1
sampai 2 tahun setelah infeksi oportunistik pertama.
- Pengobatan antiretroviral dapat meningkatkan jumlah CD4 dan mengubah status
pasien dari AIDS menjadi seseorang dengan HIV.
Which of the following is the most
likely diagnosis?
a. Pulmonary tuberculosis
b. Kaposi sarcoma
c. Lymphoma
d. Pneumocystis jiroveci pneumonia
e. Cryptococcus neoformans pneumonia
Q.1 An HIV-positive patient who has a CD4 count of 70
cells/uL presents with progressive dyspnea, a low
grade-fever, and a nonproductive cough. Which of the
following is the most appropriate first diagnostic test in
the emergency department setting?

a. Chest X Ray
b. HRCT High Resolution CT
scan → 12ms

c. Bronchoalveolar lavage lbnnleoshipi )


d. MRI with contrast
e. Arterial Blood Gas
Q.2 The patient is diagnosed with PJP and received
trimethoprim-sulfametoxazole therapy for 21 days.
Which of the following statements concerning
prophylactic therapy for pneumocystis jiroveci is true?

a. Prophylaxis should be started and continued of the lifetime of the patient


b. Prophylaxis should be started and discontinued once the patient’s CD4
count is above 100 cells/uL
c. Prophylaxis should be started and discontinued once the patient’s CD4
count is above 200 cells/uL for 3 months
d. Prophylaxis with trimetroprim-sulfametoxazole should be avoided int
patients using methothrexate because of the risk for sever
myelosuppression
TINJAUAN PUSTAKA
HIV/AIDS
DEFINISI HIV AIDS
● AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) : kumpulan gejala atau penyakit
yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus
HIV

● HIV (Human Immunodeficiency Virus) : merupakan virus RNA yang termasuk


retrovirus dari famili lentivirus. Virus tersebut menyerang atau menginfeksi sel
darah putih dan menyebabkan turunnya sistem kekebalan tubuh manusia
EPIDEMIOLOGI
● Epidemi HIV / AIDS merupakan masalah di Indonesia yang merupakan negara urutan ke-5
paling berisiko HIV/AIDS dia Asia.
● Laporan kasus baru HIV meningkat setiap tahunnya sejak pertama kali dilaporkan (tahun 1987).
Lonjakan peningkatan paling banyak adalah tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015, yaitu
sebesar 10.315 kasus.
FAKTOR RISIKO
● Bergonta-ganti pasangan seksual → Wanita Penjaja Seks (WPS), Pria Penjaja Seks (PPS)
● Pengguna NAPZA suntikan
● Homoseksual
● Transgender
● Pasien hepatitis
● Pasien tuberkulosis
● Pasien infeksi menular seksual (IMS)
● Ibu hamil di wilayah epidemik meluas atau terkonsentrasi
● Pasangan serodiskordan (salah satu pasangan HIV positif sedangkan yang lain tidak)
● Warga Binaan Permasyarakatan
1- helper → flu/ producesi antibody
-

reverse trans llnptase -0 RNA ice DNA

PATOFISIOLOGI
-
PATOFISIOLOGI
Masahikoban

- Pada individu dewasa, masa jendela infeksi HIV sekitar0


3 bulan
round Gael

- Seiring pertambahan replikasi virus → sel CD4+ menurun


- Jarak antara infeksi dan timbulnya gejala klinis pada AIDS berkisar antara 5-10 -

a da fuse dorm and


tahun
- Infeksi primer HIV dapat memicu gejala infeksi akut → demam, nyeri menelan,
pembengkakan KGB, ruam, diare, atau batuk
- Dilanjutkan dengan periode laten yang asimtomatis, tetapi pada fase inilah terjadi
penurunan jumlah sel limfosit CD4+ selama bertahun-tahun hingga terjadi
manifestasi klinis AIDS akibat defisiensi imun (berupa infeksi oportunistik).
MANIFESTASI KLINIS
STADIUM 1 (ASIMTOMATIS)
● Asimtomatis
● Limfadenopati generalisata

STADIUM 2 (SAKIT RINGAN)


● Penurunan BB bersifat sedang dan tidak diketahui penyebabnya (<10% dari
perkiraan BB / BB sebelumnya)
● ISPA berulang (sinusitis, tonsilitis, otitis media, faringitis)
● Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
● Ulkus mulut berulang
● Ruam kulit yang gatal (papular pruritic eruption)
● Dermatitis seboroik
● Infeksi jamur pada kuku
Mvlut candidiasis
leukorea ( vagina)
MANIFESTASI KLINIS
STADIUM 3 (SAKIT SEDANG)
● Penurunan BB yang tidak diketahui penyebabnya (>10% dari perkiraan BB /
BB sebelumnya)
● Diare kronis yang tidak diketahui penyebabnya >1 bulan
● Demam menetap yang tidak diketahui penyebabnya
● Kandidiasis pada mulut yang menetap
● Oral hairy leukoplakia
● Tuberkulosis paru
● Infeksi bakteri yang berat (pneumonia, epiema, meningitis, piomiositis, infeksi
tulang atau sendi, bakteriemia, penyakit inflamasi panggul yang berat)
● Stomatitis nekrotikans ulseratif akut, gingivitis atau periodontitis
● Anemia yang tidak diketahui penyebabnya (Hb <8g/dL), neutropeni (<0.5 x 10
g/L) dan atau trombositopenia kronis (<50 x 10 g/L)
MANIFESTASI KLINIS
STADIUM 4 (SAKIT BERAT /0 AIDS)
● Sindrom wasting HIV
● Pneumonia pneumocystis jiroveci
ete
A Streptococcus
.

● Pneumonia bakteri berat yang berulang


● Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, genital, atau anorektal selama lebih
dari 1 bulan atau viseral di bagian manapun)
● Kandidiasis esofageal
● Tuberkulosis ekstra paru
● Sarkoma kaposi
● Penyakit cytomegalovirus
● Toksoplasmosis di SSP
● Ensefalopati HIV
● Pneumonia kriptokokus ekstrapulmoner (termasuk meningitis)
● Infeksi mycobakteria non TB yang menyebar
MANIFESTASI KLINIS
STADIUM 4 (SAKIT BERAT / AIDS)
● Leukoencephalopathy multifocal progresif
● Cryptosporodiosis kronis
● Isosporiasis kronis
● Mikosis diseminata
● Septikemi yang berulang (termasuk Salmonella non-tifoid)
● Limfoma (serebral atau sel B non-Hodgkin)
● Karsinoma serviks invasif
● Leishmaniasis diseminata atipikal
● Nefropati atau kardiomiopati terkait HIV yang simptomatis
DIAGNOSIS
Diagnosis HIV ditegakkan dengan hasil gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis
laboratorium HIV dapat dengan cara deteksi langsung virus HIV atau bagian-bagian dari virus
HIV
1. Pemeriksaan Antigen p24 jaravg

Pemeriksaan antigen p24 yang ditemukan pada serum, plasma, dan cairan serebrospinal.
Pada penderita yang baru terinfeksi, antigen p24 dapat positif hingga 45 setelah infeksi,
sehingga pemeriksaan antigen p24 hanya dianjurkan sebagai pemeriksaan tambahan
pada penderita risiko tinggi tertular HIV dengan hasil pemeriksaan serologi negatif, dan
tidak dilanjutkan sebagai pemeriksaan awal yang berdiri sendiri.

1. Kultur HIV jar avg


HIV dapat dikultur dari cairan plasma, serum, peripheral blood mononuclear cells (PBMCs),
cairan serebrospinal, saliva, semen, lendir serviks, serta ASI. Kultur HIV biasanya tumbuh
dalam 21 hari. Pada saat ini, kultur hanya digunakan untuk kepentingan penelitian, karena
nilai diagnostik telah digantikan oleh pemeriksaan HIV-RNA.
→ bird ④ , Enya
DIAGNOSIS
3. HIV-RNA ( viral load )
Pemeriksaan yang menggunakan teknologi PCR untuk mengetahui jumlah HIV dalam
darah. Pemeriksaan HIV-RNA sangat berguna untuk mendiagnosis HIV pada keadaan
pemeriksaan serologis belum memberikan hasil atau hasil serologi indeterminate. HIV-
RNA dapat positif pada 11 hari setelah terinfeksi HIV.
penanda

3. Pemeriksaan Antibodi → te-enintx.es


bukansoya berm2 ( kekebz 12hnyz )
Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV secara umum
diklasifikasikan sebagai pemeriksaan penapisan (skrining) dan pemeriksaan konfirmasi.
Metode yang paling banyak digunakan adalah ELISA.

Pemeriksaan HIV dianggap positif jika


1. Tiga hasil pemeriksaan serologis dengan tiga metode atau reagen berbeda menunjukkan
hasil positif
2. Pemeriksaan virologis kuantitatif atau kualitatif terdeteksi HIV
DIAGNOSIS
Hasil Kriteria Tindak Lanjut

Positif Bila hasil pemeriksaan pertama (A1), Pengobatan HIV.


kedua (A2), dan ketiga (A3) reaktif.

Negatif Pemeriksaan A1 non reaktif; A1 - Bila tidak memiliki perilaku berisiko,


reaktif tapi pada pengulangan A1 dan dianjurkan perilaku hidup sehat.
A2 non reaktif; salah satu reaktif tapi - Bila terdapat perilaku berisiko selama 3
tidak berisiko. bulan terakhir, dianjurkan pemeriksaan
ulang 3, 6, 12 bulan dari pemeriksaan
pertama.

Indeterminate Dua hasil tes reaktif; hanya 1 tes - Tes diulang dengan spesimen baru
reaktif tapi mempunyai risiko atau minimal 2 minggu dari pemeriksaan
pasangan berisiko. pertama.
- Bila hasil tetap indeterminate, lakukan
pemeriksaan PCR.
- Bila sarana PCR tidak tersedia, uji
cepat diulang 3, 6, 12 bulan dari
pemeriksaan pertama.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pada HIV/AIDS didasarkan pada keluhan pasien
● Kardiovaskular: perikarditis purulen, temponade jantung
● Paru-paru : ISPA, bronkitis akut, kanker paru, emfisema
● Gastrointestinal: hepatitis B, pankreatitis, esofagitis
● SSP: meningitis
● Onkologi dan hematologi: limfoma
● Dermatologi : sarkoma kaposi, molluscum contagiosum, neoplasma vaskular
yang ditandai dengan bercak, nodul, atau plak berwarna keunguan, Infeksi
jamur diseminata dapat muncul ketika pasien mengalami imunosupresi berat
dan menyerupai moluskum.
TATALAKSANA
Penatalakasanaan HIV tergantung pada stadium penyakit dan setiap infeksi oportunistik yang terjadi . secara umum,
tujuan pengobatan adalah untukk mencegah sistem imun tubuh memburuk ke titik dimana infeksi oportunistik akan
bermunculan.

Tatalaksana pengobatan pencegahan kotrimoksasol (PPK)

Beberapa infeksi oportunistik (IO) pada ODHA dapat dicegah dengan pemberian pengobatan
profilaksis..Berbagai penelitian telah membuktikan efektifitas pengobatan pencegahan kotrimoksasol dalam
menurunkan angka kematian dan kesakitan pada orang yang terinfeksi HIV. Hal tersebut dikaitkan dengan
penurunan insidensi infeksi bakterial, parasit (Toxoplasma) dan Pneumocystis carinii pneumonia (sekarang
disebut P. jiroveci, disingkat sebagai PCP).

PPK dianjurkan bagi:

- ODHA yang bergejala (stadium klinis 2, 3, atau 4) termasuk perempuan hamil dan menyusui. Walaupun
secara teori kotrimoksasol dapat menimbulkan kelainan kongenital, tetapi karena risiko yang mengancam
jiwa pada ibu hamil dengan jumlah CD4 yang rendah (<200) atau gejala klinis supresi imun (stadium klinis
2, 3 atau 4), maka perempuan yang memerlukan kotrimoksasol dan kemudian hamil harus melanjutkan
profilaksis kotrimoksasol
- ODHA dengan jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm3 (apabila tersedia pemeriksaan dan hasil CD4).
TATALAKSANA

Pemberian kotrimoksasol sebagai terapi profilaksis


Terdapat dua macam pengobatan pencegahan, primer
yaitu profilaksis primer dan profilaksis sekunder

- Profilaksis primer adalah pemberian


pengobatan pencegahan untuk mencegah
suatu infeksi yang belum pernah diderita.
- Profilaksis sekunder adalah pemberian -
↳ mud
pengobatan pencegahan yang ditujukan
untuk mencegah berulangnya suatu infeksi
yang pernah diderita sebelumnya. sujvga + papa

Kotrimoksasol untuk pencegahan sekunder


diberikan setelah terapi PCP atau
Toxoplasmosis selesai dan diberikan selama
1 tahun.
TATALAKSANA
fDW2Shng
syndrome CD 4<400
(dulce 2200 )

csta.d.cl/-bODHAdgi6uhzmil- cyoo
Tatalaksana Terapi ARV
1) Indikasi memulai terapi ARV pada orang dewasa
● Tujuan utama pemberian ARV adalah untuk mencegah morbiditas dan mortalitas yang
berhubungan dengan HIV. Tujuan ini dapat dicapai melalui pemberian terapi ARV yang
efektif sehingga kadar viral load tidak terdeteksi.
● Tujuan kedua dari pemberian terapi ARV adalah untuk mengurangi risiko penularan HIV.
● Terapi ARV harus diberikan kepada semua ODHA tanpa melihat stadium klinis dan nilai
↳ stadium -324
CD4
● Terapi ARV harus dimulai pada semua ODHA yang hamil dan menyusui, tanpa
memandang stadium klinis WHO dan nilai CD4 dan dilanjutkan seumur hidup
1) Paduan terapi ARV lini pertama
● Paduan ARV lini pertama harus terdiri dari dua nucleoside reverse-transcriptase inhibitors
(NRTI) ditambah non-nucleoside reverse-trancriptase inhibitor (NNRTI) atau protease
inhibitor (PI).
● Pilihan paduan ARV lini pertama berlaku pada pasien yang belum pernah mendapatkan
ARV sebelumnya (naif ARV).
TATALAKSANA
● Paduan terapi ARV lini pertama pada orang dewasa, termasuk ibu hamil dan menyusui, terdiri atas 3
paduan ARV. Paduan tersebut harus terdiri dari 2 obat kelompok NRTI +1 obat kelompok NNRTI:
lamivudine
a) TDF+3TC(atau FTC)+EFV dalam bentuk kombinasi dosis tetap merupakan pilihan paduan terapi
-

ARV lini pertama. Kombinasi dosis tetap yang tersedia di Indonesia adalah TDF+3TC+EFV,
sehingga kombinasi ini yang menjadi pilihan utama paduan ARV lini pertama di Indonesia.
b) Jika TDF+3TC(atau FTC)+EFV dikontraindikasikan atau tidak tersedia, pilihannya adalah:
● AZT+3TC+EFV
● AZT+3TC+NVP
● TDF+3TC(atau FTC)+NVP
● TDF+3TC(atau FTC)+EFV

3) Paduan terapi ARV lini kedua


● Resistensi silang dalam kelas ARV yang sama terjadi pada mereka yang mengalami kegagalan terapi.
Resistensi terjadi ketika HIV terus berproliferasi meskipun dalam terapi ARV.
● Penggunaan ARV menggunakan boosted-PI + kombinasi 2 NRTI menjadi rekomendasi sebagai terapi
pilihan lini kedua untuk dewasa, remaja, dan juga anak dengan paduan berbasis NNRTI yang
digunakan sebagai lini pertama.
TATALAKSANA
● Prinsip pemilihan paduan ARV lini berikutnya adalah pilih kelas obat ARV sebanyak mungkin,
minimal dua obat baru yang diduga masih aktif, berdasarkan riwayat penggunaan obat sebelumnya
dan pengetahuan mekanisme kerja obat ARV yang baru.
● Pilihan paduan NRTI lini kedua sebagai berikut:
a) Setelah kegagalan terapi ARV lini pertama dengan paduan TDF+3TC(atau FTC), paduan
kelompok NRTI lini kedua yang terpilih adalah AZT+3TC.
b) Setelah kegagalan terapi ARV lini pertama dengan paduan AZT+3TC, paduan kelompok
NRTI lini kedua yang terpilih adalah TDF+3TC (atau FTC).
● Pilihan boosted-PI pada paduan lini kedua adalah LPV/r

4) Paduan terapi ARV lini ketiga


● Paduan ARV lini ketiga harus menggunakan obat dengan risiko resistensi silang dengan paduan
yang digunakan sebelumnya, seperti INSTI, NNRTI generasi kedua dan PI.
● Pasien yang gagal terapi lini kedua, namun tidak mempunyai pilihan obat ARV lini ketiga, tetap
melanjutkan paduan obat yang dapat ditoleransi sebelumnya.
● Paduan terapi ARV lini ketiga: darunavir/ritonavir (DRV/r) + dolutegavir (DTG) ±1-2 NRTI
TATALAKSANA
5) Pemantauan setelah pemberian terapi ARV
● Pemantauan setelah pemberian ARV bertujuan untuk mengevaluasi respons pengobatan.
● Penting sekali melakukan pemantauan dalam 6 bulan pertama terapi ARV. Perbaikan klinis dan
imunologis diharapkan muncul dalam masa pemantauan ini, selain untuk mengawasi kemungkinan
terjadinya sindrom inflamasi rekonstitusi imun (IRIS) atau toksisitas obat.
● Pemantauan awal dan pemantauan selanjutnya harus selalu dilakukan untuk memastikan
keberhasilan terapi ARV, mendeteksi masalah terkait kepatuhan, dan menentukan kapan terapi ARV
harus diganti ke lini selanjutnya.
● Kepatuhan pengobatan didefinisikan sebagai sejauh mana perilaku pasien dalam menjalani
pengobatan, sesuai dengan yang dianjurkan oleh petugas kesehatan.
● Untuk terapi ARV, kepatuhan yang tinggi sangat diperlukan untuk menurunkan replikasi virus dan
memperbaiki kondisi klinis dan imunologis; menurunkan risiko timbulnya resistensi ARV; dan
menurunkan risiko transmisi HIV.
● Berbagai faktor seperti akses pengobatan, obat ARV dan faktor individu mempengaruhi kepatuhan
terhadap ARV.
TATALAKSANA
a) Pemantauan terhadap efek samping ARV
● Pendekatan gejala dilakukan untuk mengarahkan pemeriksaan laboratorium yang akan dilakukan
untuk pemantauan toksisitas dan keamanan ARV.

Fase penatalaksanaan Rekomendasi Pemeriksaan lanjutan yang diperlukan


HIV

Selama menggunakan ● Jumlah sel CD4 (tiap 6 bulan) ● Serum kreatinin dan eLFG tiap 6
ARV ● Viral load bulan pada pengguna TDF
● Hb pada pengguna AZT

Gagal terapi ● Viral load HbsAg (apabila sebelum ganti lini


● Jumlah sel CD4 pengobatan belum pernah di tes, atau jika
hasil pemeriksaan awal (baseline) negatif
dan belum pernah divaksin sebelumnya)
TATALAKSANA
● Efek samping (toksisitas) ARV dapat terjadi dalam beberapa minggu pertama setelah inisiasi hingga
toksisitas pada pemakaian lama, dan dapat terjadi dalam berbagai derajat keparahan.
ARV Tipe Toksisitas

TDF Disfungsi tubulus renalis,Sindrom fanconi, Menurunnya densitas mineral tulang, Asidosis laktat ,Hepatomegali
dengan steatosis, Eksaserbasi Hepatitis B (hepatic flares)

AZT Anemia, Neuropati berat ,Intoleransi salran cerna berat ,Asidosis laktat, Hepatomegali dengan steatosis
miopati ,Lipoatrofi, Lipodistrofi

EFV Toksisitas SSP persisten (seperti mimpi buruk, depresi , kebingungan, halusinasi, psikosis) ,Kejang,
Hepatotoksisitas, Hipersensitivitas obat ,Ginekomastia pada pria

NVP Hepatotoksisitas dan Hipersensitivitas obat


TATALAKSANA
Derajat toksisitas
Derajat Keadaan Tanda dan gejala Terapi

1 Reaksi ringan suatu perasaan tidak enak yang tidak menetap; tidak tidak perlu perubahan terapi
ada keterbatasan gerak

2 Reaksi sedang Sedikit ada keterbatasan bergerak kadang-kadang tidak perlu intervensi medis, kalau perlu sangat minimal
memerlukan sedikit bantuan dan perawatan

3 Reaksi berat Pasien tidak lagi bebas bergerak; biasanya perlu perlu intervensi medis atau perawatan di rumah sakit
bantuan dan perawatan Substitusi obat penyebabnya tanpa menghentikan terapi ARV

4 Reaksi berat Pasien terbaring tidak dapat bergerak; jelas Segera hentikan terapi ARV dan tatalaksana kelainan yang
yang memerlukan intervensi medis dan perawatan di rumah ada (dengan terapi simtomatik dan suportif) dan terapi ARV
mengancam jiwa sakit kembali diberikan dengan mengganti paduan pada salah satu
obat yang menjadi penyebabnya pada saat pasien sudah
mulai tenang kembali
TATALAKSANA
b) Pemantauan respons terapi dan penentuan kegagalan terapi ARV
1) Pemantauan viral load
● Pemeriksaan viral load dapat digunakan untuk mendeteksi lebih dini dan akurat kegagalan
pengobatan dibandingkan dengan pemantauan menggunakan kriteria imunologis dan klinis.
● Pemeriksaan viral load dilakukan dengan 2 strategi, yang pertama pemeriksaan rutin dan
pemeriksaan terbatas.
● Pada strategi pemeriksaan viral load rutin, pemeriksaan dilakukan pada 6 bulan setelah memulai
pengobatan, kemudian 12 bulan setelah pengobatan, dan selanjutnya setiap 12 bulan.
● Pada kondisi pemeriksaan viral load terbatas atau targeted viral load, maka strategi yang digunakan
adalah pemeriksaan viral load dilakukan ketika terdapat kecurigaan kegagalan pengobatan ARV
berdasarkan kriteria klinis dan imunologis.
1) Pemantauan CD4
● Pemeriksaan jumlah CD4 merupakan indikator fungsi imunitas karena menggambarkan progresivitas
penyakit dan harapan hidup pada ODHA.
● Pada kondisi pemeriksaan viral load dapat dilakukan rutin, pemeriksaan CD4 direkomendasikan
untuk dilakukan pada saat didiagnosis HIV, 6 bulan setelah pengobatan, sampai indikasi
menghentikan kotrimoksazol.
TATALAKSANA
3) Penentuan kegagalan terapi
● Kegagalan terapi dapat dilihat dari berbagai kriteria, yaitu kriteria virologis, imunologis, dan klinis.
● Pasien harus menggunakan ARV minimal 6 bulan sebelum dinyatakan gagal terapi dalam keadaan kepatuhan
yang baik. Jika kepatuhannya tidak baik atau berhenti minum obat, penilaian kegagalan dilakukan setelah
minum obat kembali secara teratur minimal 3-6 bulan.

Kegagalan Definisi

Gagal klinis Munculnya infeksi oportunistik baru atau berulang (stadium


klinis WHO 4)

Gagal imunologis CD4 ≤ 250 sel/ul disertai dengan kegagalan klinis atau CD4
persisten di bawah 100 sel /ul

Gagal virologis Pada pasien dengan kepatuhan yang baik, viral load di atas
1000 kopi/mL berdasarkan 2x pemeriksaan viral load dengan
jarak 3-6 bulan
TATALAKSANA

Dukungan psikologis dan sosioekonomi pada ODHA

- Dukungan psikososial, spiritual dan pendidikan dapat berupa konseling dan edukasi
secara perorangan, kelompok, pasangan atau komunitas.
- Dukungan akhir hayat
- Perhatian pada kesejahteraan sosial dan bantuan hukum bagi ODHA yang miskin
dan terkucilkan.
- Dukungan gizi
- Upaya menurunkan stigma dan diskriminasi bagi ODHA
KOMPLIKASI
● Sindrom pulih imun / Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS)
- Respon inflamasi berlebih dari pemulihan respon imun setelah pemberian ARV
- Biasanya terjadi setelah pemberian ARV pada ODHA stadium klinis lanjut atau
jumlah CD4 <100 sel/mm3
B C
- Perburukan kondisi klinis: rhepatrti
,

a) unmasking (muncul infeksi oportunistik yang sebelumnya tidak terdeteksi);


b) paradoksikal (perburukan klinis infeksi oportunistik yang sudah terdiagnosis)
● Toksisitas ARV
Harus dihentikan segera hingga klinis membaik dan mulai kembali dengan kombinasi
ARV lain
PENCEGAHAN
● Pencegahan penularan pada pasangan yang serodiskordan
- Terapi ARV
- Kondom→ menurunkan risiko transmisi 94%
- Edukasi perilaku seks yang aman
- Menghindari NAPZA
- Pengobatan IMS
- Sirkumsisi → menurunkan risiko transmisi 60%
● Pencegahan penularan dari ibu ke anak
- Kombinasi ARV sama dengan populasi dewasa lainnya→ dimulai sedini
mungkin, dapat diberikan pada usia kehamilan berapapun
- Persalinan pervaginam bila pengobatan teratur minimal 6 bulan dan/

viral load <1000 kopi/mm3 pada minggu ke 36
Mbe 94
per-E-an.at !

PENCEGAHAN
● Pencegahan
Zidovudine
HIV pada bayi yang lahir dari ibu HIV (+)
- AZT 3 x 4 mg/kgBB dalam 12 jam pertama selama 6 minggu
- Kotrimoksazol mulai diberikan pada usia 6 minggu hingga diagnosis HIV
disingkirkan atau usia 12 bulan
- Imunisasi tetap dilakukan kecuali bila ada gejala klinis HIV
● Pencegahan pascapajanan
- Tindak lanjut dilakukan bo;a ada perlukaan kulit, pajanan pada mukosa atau
luka di kulit → cuci segera daerah terpajan
- ARV diberikan dalam 72 jam setelah pajanan selama 28-30 hari
- Tes HIV → saat terpajan, 6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan setelahnya
● (Infodatin Situasi Umum HIV/AIDS dan Tes HIV, 2018)
PROGNOSIS
● Mortalitas HIV berhubungan dengan:
- Tatalaksana infeksi oportunistik yang tidak adekuat
- Efek samping ARV yang berat → sindrom Stevens-Johnson
- Kegagalan fungsi hati stadium akhir (koinfeksi HIV)
● Angka Harapan Hidup meningkat bila pasien sudah mendapatkan pengobatan
sejak usia 20 tahun
DAFTAR PUSTAKA
● Fauci AS. Folkers GK, Lane HC. 2018. Human Immunodeficiency Virus Disease: AIDS and related
disorders. Dalam: Jameson JL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Loscalzo J, penyunting.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi 19. New YorkL McGraw-Hill.
● Indah, Intan Suryanti., dkk.2018.Infodatin Situasi Umum HIV/AIDS dan Tes HIV.
● Loscalzo, J. 2016. Harrison Pulmonologi dan Penyakit Kritis Edisi 2. Jakarta: EGC.
● Justiz Vaillant AA, Gulick PG. HIV Disease Current Practice. [Updated 2020 Dec 30]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534860/
● Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana HIV (PNPK-HIV 2019). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/90/2019. 2019; 220.
● Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata KM, Setiyoadi B, Syam AF. 2017. Buku Ajar
Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing
● Tasaka S. Recent Advances in the Diagnosis and Management of Pneumocystis Pneumonia.
Tuberc Respir Dis (Seoul). 2020 Apr;83(2):132-40.
● Truong, J., Ashurst, J.V. Pneumocystis Jirovecii Pneumonia. [Updated 2021 Feb 17]. In: StatPearls
[Internet]. Tersedia pada: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482370/
● Waymack JR, Sundareshan V. Acquired Immune Deficiency Syndrome. [Updated 2020 Sep 8].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537293/
TERIMA KASIH
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,
including icons by Flaticon, infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai