Anda di halaman 1dari 75

KASUS 3

5 Juli 2021
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. AP
Usia : 20 tahun
Alamat : Jl. Raya Sukabumi RT 03 RW 07.
Cikalang, Caringin - Bogor
Pekerjaan : SMA
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
No. RM : 2012-42-0356
Ruang rawat inap : Melati
DISKUSI IDENTITAS
● Status pernikahan?
● Pendidikan?
● Jaminan Kesehatan?
● Status ekonomi?
● Suku?
● Tanggal masuk RS?
● Tanggal pemeriksaan?
ANAMNESIS
Keluhan utama:
Sesak napas sejak 3 hari SMRS.

Keluhan tambahan:
Demam, pusing, setiap jalan seperti mau jatuh, mual, nyeri telan, sariawan
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan sesak napas sejak 3 hari
SMRS. Sesak disertai dengan demam, pusing, mual, nyeri telan dan sariawan. Pasien
merasa seperti akan terjatuh setiap mau jalan. Sebelumnya, pasien mengeluh batuk
selama 3 minggu, tidak berdahak. Pasien merasakan nyeri dada pada saat batuk,
serta berkeringat banyak di malam dan pagi hari. Nafsu makan pasien menurun
disertai dengan penurunan berat badan.
Pasien berobat ke puskesmas terdekat dan melakukan pemeriksaan rontgen dada
dan dahak, pada pemeriksaan dahak ditemukan BTA (+) dan pada pemeriksaan
rontgen dada ditemukan gambaran cairan di paru-paru sebelah kanan.
Pasien tinggal dirumah kontrakan milik kakaknya, pasien juga ada riwayat pemakaian obat-
obat terlarang seperti ekstasi, alkohol, shabu-shabu dan putaw, free sex disangkal oleh
pasien. Pasien mengaku belum pernah mengidap penyakit paru sebelumnya, dan belum
pernah mendapat pengobatan sebelumnya.

 Riwayat penyakit dahulu:


Riwayat tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit jantung, penyakit paru sebelumnya,
asma, dan alergi disangkal.
 Riwayat penyakit keluarga:
Riwayat keluhan yang sama pada keluarga pasien disangkal.
Diskusi anamnesis
Sesak Napas
● Sesaknya saat kapan?
● Apakah ada pemicu sesak?
● Apakah sesak terus menerus atau saat tertentu?
● Apakah sesak dipengaruhi posisi?
● Apa yang memperingan atau memperberat sesak?
● Apakah sesak terjadi saat melakukan aktivitas atau saat istirahat?
● Apakah sesak disertai mengi?
● Apakah sesak napas disertai dengan sakit di ulu hati?
● Apakah sesaknya berupa napas cepat dalam atau cepat dangkal?
● Apakah sesak menganggu aktivitas?
● Apakah sesak dipengaruhi emosi?
● Apakah sudah diobati? Dengan obat apa? Apakah membaik?
Batuk
● Apakah batuk disertai darah?
● Apakah batuknya terus-menerus? Atau saat-saat tertentu?
● Apakah terdapat pemicu batuk?
● apa yang memperburuk atau memperingan batuk?
● Apakah batuk menganggu aktivitas?
● Apakah sudah diobati? Dengan obat apa? Apakah membaik?
Demam
● Sejak kapan?
● Apakah demam terus menerus atau saat-saat tertentu?
● Apakah demam naik turun? Atau tinggi terus menerus?
● Apakah demam disertai menggigil
● Apakah pernah dicek suhu? Dan berapa suhunya?
● Apakah pernah diobati? Dengan obat apa? Apakah membaik?
Pusing
● Apakah pusing seperti berputar atau nyeri dibagian kepala? Jika nyeri apakah letak nyeri bisa
ditunjukkan?
● Sudah berapa lama?
● Apakah pusing terus menerus atau saat-saat tertentu?
● Apakah timbul mendadak atau bertahap?
● Apakah menganggu aktivitas?
● Apakah sudah diobati? Dengan obat apa? Apakah membaik?
Mual
● Apakah mual terus menerus? Atau saat-saat tertentu?
● Apakah menganggu nafsu makan?
● Apakah ada factor memperingan atau memperberat?
● Apakah mualnya sampai muntah?
● Dalam sehari mual berapa kali?
● Apakah ada pencetus mual?
● Apakah sudah diobati? Dengan obat apa? Apakah membaik?
Sariawan
● Sariawan sudah berapa lama?
● Apakah sariawan berulang?
● Berapa jumlah sariawannya?
● Sariawannya dibagian mana?
● Apakah sariawannya menganggu nafsu makan?
● Apakah sariawannya didahului trauma seperti tergigit atau terbentur sikat gigi?
● Apakah sudah diobati? Dengan obat apa? Apakah membaik?
Pertanyaan Tambahan
● Apakah sering merasa lemas/malaise?
● Sejak kapan nyeri menelan?
● Apakah perasaan seperti akan terjatuh saat berjalan dirasakan pada saat tertentu seperti bangun dari posisi
duduk atau tidur?
● Apakah saat tidak batuk masih merasa nyeri dada?
● Apakah lokasi nyeri dadanya dapat ditunjukkan?
● Saat nyeri pada dada, apakah nyerinya seperti ditusuk atau terbakar?
● Berapa kilogram penurunan berat badan?
● Apakah terdapat Riwayat diare berulang?

Riwayat penyakit dahulu


● Apakah pernah mengalami gejala yang serupa? Apakah diobati? Dengan obat apa? Apakah membaik?
● Apakah ada Riwayat penyakit autoimun?

Riwayat penyakit keluarga


● Apakah dikeluarga ada yang menderita penyakit autoimun?
● Apakah dikeluarga ada yang memiliki Riwayat penyakit TBC?
Riwayat sosial, ekonomi, budaya, dan kebiasan
● sejak kapan menggunakan NAPZA? Apakah menggunakan jarum suntik bergantian?
● Bagaimana lingkungan rumah pasien? Apakah dilokasi yang padat penduduk?
● Apakah terdapat ventilasi di rumah? Jika ada berapa?
● Berapa luas rumah dan berapa jumlah orang yang tinggal dirumah?
● Apakah pasien merokok?
● Apakah dirumah pasien juga ada yang merokok?
● Bagaimana pola makan pasien?
● Apakah terdapat penggunaan tattoo?
STATUS GENERALIS
● Kesadaran : Compos mentis
● Keadaan umum : Tampak sakit sedang
● Tekanan darah : 110/80
● Nadi : 88 x/menit
● Suhu : 38o C
● Pernapasan : 23 x/ menit
● Gizi : kurang
Status Generalis (cont..)
KULIT
ASPEK KEJIWAAN  Warna : Kecoklatan
 Tingkah laku: Dalam Batas  Jaringan parut : Tidak ada
Normal  Pertumbuhan rambut: Normal
 Proses pikir: Dalam Batas  Suhu Raba : Hangat
Normal
 Keringat : umum / setempat
 Kecerdasan: Dalam Batas  Kelembaban : lembab / kering
Normal
 Turgor : Cukup
 Ikterus : Tidak ada
 Edema : Tidak ada
 Hematom : Ada
Status Generalis (cont..)
MATA
KEPALA
● Exophthalmus :Tidak ada
● Bentuk: Normocephal
● Enoptashalmus :Tidak ada
● Posisi: Simetris
● Edema kelopak :Tidak ada
● Penonjolan: Tidak ada
● Konjungtiva anemis : Tidak ada
● Skelera ikterik : Tidak ada
Status Generalis (cont..)
TELINGA DADA
 Pendengaran : Baik  Bentuk : Normal
 Membran timpani : Tidak dilakukan  Mamae :-
 Darah : Tidak ada
 Cairan : Tidak ada KELENJAR GETAH BENING
MULUT  Submandibula :tidak membesar
 Bau pernapasan : Normal  Subklavikula : tidak membesar
 Trismus : Tidak ada  Ketiak : tidak membesar
 Faring : Tidak hiperemis  Lipat paha : tidak membesar
 Lidah : Tidak deviasi
 Uvula : Ditengah
PEMERIKSAAN FISIK
Paru
 Inspeksi: gerakan dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis

 Palpasi: fremitus vokal dan taktil sedikit melemah di hemitoraks kanan

 Perkusi: terdengar sonor di hemitoraks kiri dan redup di hemitoraks kanan

 Auskultasi: SN Vesikuler kanan melemah, ronki (+), wheezing (-)


Jantung
● Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
● Palpasi : iktus kordis tidak teraba
● Perkusi : sulit dinilai
● Auskultasi : bunyi jantung I-II normal reguler Gallop (-) Murmur (-)

Abdomen
● Inspeksi : membuncit, kemerahan
● Palpasi : keras, nyeri tekan (+), nyeri tekan epigastrium (+), defans muskular (+)
● Perkusi : redup di seluruh kuadran abdomen
● Auskultasi : bising usus (+) normal
EKSTREMITAS
• Akral : hangat di seluruh ekstremitas
• Edema : tidak edema di keempat ekstremitas
• Pemeriksaan Sensorik dan Kekuatan otot : Tidak Dilakukan
DISKUSI PEMERIKSAAN FISIK
● Tekanan darah pada posisi apa?
● Berat badan? Tinggi badan? IMT?
● Nadi regular/irregular?
● Napas cepat dangkal atau cepat dalam?
● Hematom dibagian mana?
● Pemeriksaan paru depan dan belakang?
● Lokasi ronkhi?
● Apakah terdapat retraksi?
● Lokasi defans muscular?
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
BTA LANGSUNG
 BTA I 1+
 BTA II 1+
 BTA III 1+
 No TB 04 1576
HEMATOLOGI
o LED 100
o Hemoglobin 6,4
o Hematrokit 21
o Eritrosit 3,5
o Leukosit 6640
o Trombosit 566.000
o MCV 59
o MCH 18
o MCHC 31
HITUNG JENIS
• Basofil 0
• Eosinofil 0
• Batang 0
• Segmen 77
• Limfosit 17
• Monosit 6
FUNGSI HATI
• Protein Total : 5,8
• Albumin : 2,1
• Globulin : 3,7
• Bilirubin total : 0,38
• Bilirubin direk : 0,22
• Bilirubin Indirek : 0,16
FOTO TORAKS PA
● Sinus, diafragma kiri normal, sinus kanan
tumpul

● Jantung CTR < 50% ; aorta normal

● Pulmo: Hili dan corakan bronkhovaskuler


normal. Tampak lesi fibroinfiltrat lapangan
atas dan tengah kanan. Tak tampak
kavitas atau lesi patologis lain.
PEMERIKSAAN USG
Interprestasi :
 Hepar: Besar dan bentuk normal,
permukaan rata, tepi tajam. Struktur echo
homogen sedikit kasar. Tidak tampak lesi
fokal/nodul/pelebaran bilier “Pleural effusi
dextra” Ascites
 Kedua Ginjal: Besar dan bentuk normal,
pelviocalices tak melebar. Tidak tampak
batu/massa.
 Lien, Pancreas, Kel. Paraaorta, Buli,
Uterus/prostat baik. Tidak tampak massa
intrabdominal. dinding Gaster, Caecum,
Colon Transversum dan Sigmoid sebagian
menebal. Mc. Burney tidak tampak tanda
khas appendicitis acut/infiltrat.
PEMERIKSAAN CD 4+
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

● Kenaikan LED (100 mm/jam)


● Penurunan Hemoglobin (6,4 g/dl)
● Kenaikan trombosit (566000 ul)
● Kenaikan hitung jenis segmen
(77%)
● Penurunan protein total (5,8 g/dl)
dan albumin (2,1 g/dl), kenaikan
globulin (3,7 g/dl)
● Hasil BTA sputum 3x (+)1

Anti HIV (Elisa) : reaktif 27,22


RINGKASAN
Laki-laki berusia 20 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak 3 hari SMRS, dengan keluhan tambahan
demam, pusing, mual, nyeri telan, dan sariwan, pasien merasa seperti mau jatuh saat ingin berjalan..
Sebelumnya, pasien mengeluh batuk selama 3 minggu, tidak berdahak. Pasien merasakan nyeri dada pada saat
batuk, serta berkeringat banyak di malam dan pagi hari. Nafsu makan pasien menurun disertai dengan
penurunan berat badan. Pasien berobat ke puskesmas terdekat dan melakukan pemeriksaan rontgen dada dan
dahak, pada pemeriksaan dahak ditemukan BTA (+) dan pada pemeriksaan rontgen dada ditemukan gambaran
cairan di paru-paru sebelah kanan. Pasien juga ada riwayat pemakaian obat-obat terlarang seperti ekstasi,
alkohol, shabu-shabu dan putaw. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak sakit sedang, suhu 38 derajat, gizi
kurang, terdapat hematom. Pada peeriksaan fisik paru didapatkan fremitus vokal dan taktil sedikit melemah di
hemithoraks kanan, pada perkusi redup di hemitoraks kanan dan auskultasi SN Vesikuler kanan melemah serta
terdapat ronkhi (+) , dan pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan perut membuncit, kemerahan, nyeri tekan
epigastrium (+), defans muskular (+), redup di seluruh kuadran abdomen. Pada pemeriksaan foto toraks PA
didapatkan sinus kanan tumpul, tampak lesi fibroinfiltrat lapangan atas dan tengah kanan. Pada pemeriksaan
USG didapatkan efusi pleura dextra, ascites dan dinding Gaster, Caecum, Colon Transversum dan Sigmoid
sebagian menebal. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat kenaikan LED (100 mm/jam), penurunan
hemoglobin (6,4 g/dl), kenaikan trombosit (566000 ul), kenaikan hitung jenis segmen (77%), penurunan protein
total (5,8 g/dl) dan albumin (2,1 g/dl), kenaikan globulin (3,7 g/dl), hasil BTA sputum 3x (+)1. Anti HIV (Elisa) :
reaktif 27,22.
DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS
1. Efusi pleura dextra
2. Anemia penyakit kronis
3. TB peritoneal
4. TB paru dengan HIV
5. HIV stadium 3
1. Efusi Pleura Dextra
Anamnesis: sesak napas, nyeri dada, batuk
Pemeriksaan fisik: fremitus vokal dan taktil sedikit melemah di hemithoraks kanan, pada
perkusi redup di hemitoraks kanan dan auskultasi SN Vesikuler kanan melemah
Foto toraks PA: sudut kostofrenikus tumpul
USG: Pleural effusi dextra
Diagnosis banding: lesi pleura, konsolidasi, kolaps paru, massa, infeksi
Rencana pemeriksaan: analisis cairan pleura
Tatalaksana: torakosintesis, WSD
Rencana edukasi: olahraga yang cukup, menjaga pola makan
Komplikasi: atelektasis, empiema, pneumotoraks, sepsis
Prognosis: tergantung etiologi yang mendasari, survival rate 1 pada infeksi tahun 80%, pada
gagal jantung 50%, keganasan 20%
2. Anemia Penyakit Kronis
Anamnesis: pusing, merasa seperti mau jatuh saat ingin berjalan
Pemeriksaan fisik:
Pemriksaan laboratarium: HB 6,4 g/dl
Diagnosis banding: kehilangan darah kronik, hemolisis, gangguan ginjal
Rencana pemeriksaan: retkulosit, ferritin serum, transferrin serum, besi serum, hapus darah
tepi
Tatalaksana: Epoetein 50-150 U/kg
Edukasi: konsumsi makanan yang bergizi, berolahraga secara teratur, jika mengidap penyakit
segera diobati atau dikontrol secara rutin.
Komplikasi: gagal jantung
Prognosis: prognosis yang baik dapat diperoleh dengan mengobati penyakit kronis yang
mendasari anemia ini.
3. TB PERITONEAL
Anamnesis: demam, penurunan nafsu makan, gejala TB: berkeringat malam hari, penurunan berat
badan, batuk 3 minggu
Pemeriksaan fisik: pada palpasi abdomen ditemukan keras, nyeri tekan (+) dan defans muskular
(+), pada perkusi redup di seluruh kuadran abdomen
USG: dinding Gaster, Caecum,Colon Transversum dan Sigmoid sebagian menebal
Diagnosis banding: appendisitis, hernia, trauma pada abdomen
Rencana Pemeriksaan: CT Scan abdomen, peritoneoskopi dan biopsi peritoneum, analisa cairan
peritoneum dan kultur cairan peritoneum
Tatalaksana:
Peritonitis et causa Tuberkulosis : pemberian OAT selama 9-12 bulan
Kortikosteroid dosis kecil sebagai antiinflamasi misalnya dexametason 0,5 mg IV karena kalau
dosis besar dipakai sebagai imunosupresan
Antibiotik broad spectrum
Pembedahan / laparatomi eksplorasi (dapat dilakukan bila terdapat ileus obstruktif, perforasi usus,
fistula atau striktur usus).
Non farmakologis: puasa, NGT, nutrisi parenteral
Edukasi: nutrisi yang cukup, memakan makan yang tidak keras, istirahat yang cukup, menjaga
kebugaran tubuh
Komplikasi: perforasi usus, perdarahan intra peritoneal, hematoma sub kutan
Prognosis: Cukup baik bila diagnosis dapat ditegakkan dan biasanya akan sembuh dengan
pengobatan OAT yang adekuat.
4. TB PARU DENGAN HIV
Anamnesis: sesak napas, demam, pusing, batuk sejak 3 minggu, berkeringat pada malam hari, penurunan berat
badan, Riwayat pemakaian obat-obat terlarang
Pemeriksaan Fisik: suhu 380C, ronkhi positif, hematom
Pemeriksaan Laboratorium: BTA 3X (+)1, LED 100 mm/jam, Anti HIV (Elisa) : reaktif 27,22
Pemeriksaan foto toraks: Tampak lesi fibroinfiltrat lapangan atas dan tengah kanan
Diagnosis banding: pneumonia, keganasan pada paru, bronkiektasis
Rencana Tatalaksana: 2RHZE/4RH
Rifampisin: 10 mg/kg/hari
Isoniazid:5 mg/kg/hari
Pirazinamid: 25 mg/kg/hari
Etambutol: 15 mg/kg/hari
Kotrimoksazol: 960 mg/hari dosis tunggal
Rencana edukasi: minum obat teratur, menjelaskan efek samping obat, menjaga sirkulasi udara di rumah,
olah raga yang cukup, makan yang bergizi.
Komplikasi: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis
Prognosis: TB yang diobati secara teratur dapat sembuh dengan atau tanpa sekuel, jika tidak diobati laju
kematian dapat melebihi 50%
5. HIV Stadium 3
Anamnesis: penurunan berat badan, sariawan, demam, Riwayat penggunaan NAPZA, gejala TB berupa riwayat
batuk lama dan sesak napas
Pemeriksaan fisik: suhu 380C, HB 6,4 g/dl
Pemeriksaan penunjang: Anti HIV (Elisa) : reaktif 27,22
Diagnosis banding: penyakit imunodefisiensi primer
Rencana pemeriksaan lanjutan: CD4+, urinalisis, fungsi hati, fungsi ginjal, HbsAg
Tatalaksana:
kotrimoksazol 960 mg/hari dosis tunggal
ARV: 2NRTI + 1 NNRTI  AZT + 3TC + EFV
Zidovudine: 2 X 300 mg
Lamivudine: 2 X 150 mg
Efavirenz: 1 X 600 mg
Edukasi: minum obat teratur, efek samping obat, pola hidup sehat
Komplikasi: TB paru, TB ekstra paru, wasting syndrome, candidiasis orofaring
Prognosis: pemberian terapi ARV kepada orang dengan HIV/AIDS dapat menurunkan penyebaran virus HIV
hingga 92%
Tinjauan Pustaka
TB Paru
DEFINISI

Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA).

Sebagian besar kuman TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan


menyebabkan TB paru, namun bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ
tubuh lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra
paru lainnya.
Laporan kejadian TB global tahun 2020 menunjukkan bahwa
hanya ada penurunan 9% dalam kejadian TB pada periode ini,
Epidemiologi dengan penurunan tahunan hanya sekitar 2%. Dan hanya 14%
perubahan angka kematian yang dicapai antara tahun 2015 dan
2020.

Penyakit TB merupakan 1 dari 10 penyebab kematian dan


penyebab utama agen infeksius. 1,4 juta kasus kematian
di tahun 2019 disebabkan oleh tuberkulosis, termasuk
diantaranya 208.000 penderita HIV.

Secara global, penyakit TB berkembang sekitar 10 juta orang pada


tahun 2019 (130 per 100.000 penduduk), 815.000 (8,2%) di antaranya
terinfeksi HIV. Selama tahun 2019, penyakit TB yang resistan
terhadap berbagai obat (MDR). Penyakit TB yang resistan terhadap
isoniazid dan rifampisin atau penyakit TB yang resistan terhadap
rifampisin (RR-TB) berkembang sekitar 465.000 orang.

Sebagian besar penderita TB pada tahun 2019 tinggal di wilayah Asia


Tenggara (44%), Afrika (25%), dan Pasifik Barat (18%), dengan
Perkiraan angka kejadian tuberkulosis (TB) persentase yang lebih kecil di Mediterania Timur (8,2%), Amerika
(WHO, 2020) (2,9%), dan Eropa (2,5%). Delapan negara menyumbang dua pertiga
dari total kasus TB global: India (26%), Indonesia (8,5%), China
(8,4%), Filipina (6,0%), Pakistan (5,7%), Nigeria (4,4%), Bangladesh
(3,6%), dan Afrika Selatan (3,6%).
Epidemiologi

Indonesia menjadi peringkat kedua tertinggi setelah


India. Di tahun 2019 diperkirakan sebanyak 845.000
kasus TB tercatat di Indonesia. Laki – laki (48%),
perempuan (35%), anak – anak (17%). Terdapat 96.000
kasus kematian di tahun 2019 disebabkan oleh
tuberkulosis, termasuk diantaranya 4.700 penderita
HIV

Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2018


pravalensi penduduk Indonesia yang di diagnosis TB
paru oleh tenaga kesehatan adalah 0,4%, tidak
berbeda dengan tahun 2013 yaitu 0,4%. Provinsi
dengan prevalensi TB paru tertinggi terdapat pada
provinsi Banten (0,8%), Papua (0,8%), Jawa Barat
(0,6), Jawa Timur (6,7%) dan Aceh (0,5%).
Etiologi
1. Mycobacterium tuberculosis (bakteri yang paling sering ditemukan, dan menular
antar manusia melalui rute udara)
2. Mycobacterium bovis (dapat bertahan dalam susu sapi yang terinfeksi dan
melakukan penetrasi ke mukosa saluran cerna serta menginvasi jaringan limfe
orofaring)
3. Mycobacterium africanum
4. Mycobacterium microti
5. Mycobacterium cannettii.
Tuberkulosis biasanya menular dari manusia ke manusia lain lewat udara melalui percik renik
atau droplet nucleus (<5 microns) yang keluar ketika seorang yang terinfeksi TB paru atau TB
laring batuk, bersin, atau bicara.

3 faktor yang menentukan transmisi M.TB :


1. Jumlah organisme yang keluar ke udara.
2. Konsentrasi organisme dalam udara, ditentukan oleh volume ruang dan ventilasi.
3. Lama seseorang menghirup udara terkontaminasi.
Faktor risiko TB

1. Orang dengan HIV positif dan 6. Memiliki kontak erat dengan orang
penyakit imunokompromais lain. dengan penyakit TB aktif yang
2. Orang yang mengonsumsi obat infeksius.
imunosupresan dalam jangka 7. Berada di tempat dengan risiko
waktu panjang. tinggi terinfeksi tuberkulosis
3. Perokok (contoh: Lembaga permasyarakatan,
4. Konsumsi alkohol tinggi fasilitas perawatan jangka panjang)
5. Anak usia <5 tahun dan lansia 8. Petugas kesehatan
Patofisiologi
TB merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang
merupakan basil aerob, non-motil, dan tahan terhadap asam, pengeringan serta alkohol.
TB dibagi menjadi primer dan sekunder. TB primer terjadi pada penderita yang sebelumnya
belum pernah terpajan dengan M. tuberculosis. TB sekunder terjadi pada penderita yang
sebelumnya pernah tersensitasi oleh M. tuberculosis. Seseorang dengan TB paru aktif
yang tidak mendapat terapi, dapat menginfeksi rata-rata 10–15 orang per tahun.
Kemungkinan penularan ini bergantung pada jumlah droplet yang ditransmisikan, durasi
pajanan, serta virulensi dari M. tuberculosis.
Patofisiologi TB primer
Infeksi TB primer biasanya melalui saluran pernafasan, Infeksi terjadi akibat inhalasi droplet
(2–10μm) yang mengandung basil (1–4μm). Droplet tersebut akan dibawa oleh silia ke bronkiolus
terminalis dan alveoli. Inokulasi terjadi pada area dengan ventilasi yang paling banyak, biasanya
pada segmen anterior lobus superior, lobus medius, lingula, dan segmen basal dari lobus inferior.
Makrofag alveolar akan menangkap basil. Basil TB tersebut akan bereplikasi di dalam makrofag
alveola. Makrofag alveolar akan berinteraksi dengan limfosit T dan menyebabkan differensiasi
makrofag menjadi histiosit epiteloid.

Histiosit epiteloid dan limfosit akan beragregasi membentuk granuloma. Pada granuloma,
limfosit T CD4 akan mensekresi sitokin seperti interferon-γ yang akan mengaktivasi makrofag
untuk membunuh basil TB di dalamnya. Limfosit T CD 8 (limfosit T sitotoksik) juga dapat langsung
membunuh sel yang terinfeksi. Meskipun demikian, basil TB tidak selalu tereliminasi dari
granuloma, namun basil tersebut dapat menjadi dorman. Granuloma juga dapat mengalami
nekrosis di bagian tengahnya.
Patofisiologi TB sekunder
TB sekunder berasal dari reaktivasi fokus yang dorman. reaktivasi endogen dapat terjadi beberapa
tahun setelah infeksi primer. Reaktivasi TB ini biasanya terjadi di apeks paru. Lesi di apeks ini didapatkan
melalui penyebaran hematogen selama infeksi primer beberapa tahun sebelumnya. Segmen apikal dan
posterior dari lobus superior serta segmen apikal lobus inferior merupakan tempat reaktivasi sering
terjadi. Hal ini diakibatkan tekanan oksigen di tempat tersebut merupakan yang paling tinggi
dibandingkan bagian paru lainnya.

Penjelasan lain adalah sistem pengaliran limfatik di daerah tersebut yang kurang baik. Lesi di
apeks tersebut merupakan kelanjutan dari fokus Simon yang terjadi setelah infeksi primer. Setelah
reaktivasi, lesi di fokus Simon akan berkonfluens, dan mengalami likuefaksi serta ekskavasi. Infeksi
sekunder juga dapat terjadi akibat reinfeksi, walaupun hal ini jarang terjadi bila pasien berdomisili di
negara-negara maju.
MANIFESTASI KLINIS
1

1. Batuk
1 2. Demam
Subfebril menyerupai demam influenza bisa
Batuk dirasakan ≥ 2minggu,Dimulai batuk non
2 mencapai 40-41ºC hilang timbul 2
kering kemudia produktif (sputum) dan 4
keadaan lanjut didapatkan bercak darah

3 3 4. Nyeri dada
Bila infiltrasi radang sudah sampai ke
3. Sesak Nafas pleura sehingga menimbulkan pleuritis
Ditemukan pada manifestasi lanjut

5 5. Malaise
Anoreksia, tidak nafsu makan, badan kurus
(berat badang menurun), sakit kepala, meriang,
nyeri otot, keringat malam
DIAGNOSIS DIAGNOSIS
Seseorang diduga menderita TB paru apabila terdapat batuk lebih dari 2 atau 3 minggu dengan
produksi sputum dan penurunan berat badan.

Gejala klinis pada pasien dengan TB paru terbagi 2 :


1. Gejala respirasi  sakit dada, hemoptisis dan sesak nafas
2. Gejala konstitusi (sistemik)  demam, keringat malam, cepat lelah, kehilangan nafsu
makan, amenore sekunder.

Tidak ada kelainan spesifik yang ditemukan pada pemeriksaan fisik TB paru. Didapatkan gejala
umum seperti demam, takikardi, jari clubbing. Pemeriksaan dada mungkin didapatkan crackles,
mengi, suara nafas bronkial dan amforik.
Anamnesis
No Penemuan Keterangan

Riwayat terpapar tuberkulosis, riwayat terinfeksi Pasien dengan risiko terpapar tuberkulosis memiliki risiko
1
tuberkulosis, atau riwayat mendapat tuberkulosis lebih besar untuk terkena tuberkulosis.

Penderita HIV dengan infeksi tuberkulosis laten memiliki


Riwayat terinfeksi HIV atau kondisi medis lain yang
2 risiko 100 kali lebih tinggi untuk berkembang menjadi
dapat meningkatkan risiko terinfeksi tuberkulosis.
infeksi aktif.

Jarang terjadi pada penderita yang lanjut usia. Tidak


3 Demam
adanya demam tidak dapat menyingkirkan tuberkulosis.

4 Lemah badan

Gejala ini hanya dapat muncul pada tuberkulosis yang


5 Keringat malam
berlangsung lama.

Merupakan gejala yang paling sering terjadi pada penderita


6 Batuk TB paru. Penderita dengan TB ekstra pulmonal saja sering
kali tidak memiliki gejala ini.
Pemeriksaan Fisik
No Penemuan Keterangan

Dapat muncul gejala demam, penurunan berat badan,


1 Gejala sistemik
dan lemah badan

Penurunan berat badan lebih sering ditemukan pada TB


2 Berat badan
yang telah berjalan lama.

3
Tenggorokan Dapat ditemukan suara serak.

4 Kelenjar Getah Bening KGB dapat teraba

Dapat ditemukan adanya rales, tanda-tanda konsolidasi


5 Paru - paru atau penemuan lain yang sejalan dengan efusi pleura
(termasuk nyeri pleuritik)
Pemeriksaan Fisik
No Penemuan Keterangan

Takikardi, peningkatan tekanan vena dan bunyi friction


6 Jantung
rub dapat muncul pada penderita TB.

Asites, dinding abdomen seperti adonan roti, adanya


7 Abdomen massa intraabdomen, dan hepatosplenomegali dapat
ditemukan pada TB diseminata atau TB abdomen.

Pembengkakan sendi, pembentukan gibus yang nyeri


terlokalisis dapat juga ditemukan pada penderita
8 Muskuloskeletal
tuberkulosis.

9
Neurologis Perilaku yang abnormal, nyeri kepala dan kejang.
Pemeriksaan Penunjang
Semua pasien terduga TB harus menjalani pemeriksaan bakteriologis untuk
mengkonfirmasi penyakit TB. Pemeriksaan bakteriologis merujuk pada pemeriksaan
apusan dari sediaan biologis (dahak atau spesimen lain), pemeriksaan biakan dan
identifikasi M. tuberculosis atau metode diagnostik cepat yang telah mendapat
rekomendasi WHO.
Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan dapat dilakukan dengan 2 metode :

Metode cepat
Metode konvensional uji diagnostik molekular cepat
Pemeriksaan biakan M.TB dapat dilakukan
Metode molekuler dapat mendeteksi M.TB dan
menggunakan 2 macam medium padat
membedakannya dengan Non-Tuberculous
(Lowenstein Jensen /LJ atau Ogawa) dan
Mycobacteria (NTM). Dapat juga mendeteksi
media cair MGIT (Mycobacterium growth
mutasi pada gen yang berperan dalam
indicator tube). Biakan M.TB pada media cair
mekanisme kerja obat antituberkulosis lini 1
memerlukan waktu yang singkat minimal 2
dan lini 2. Contoh pemeriksaannya Xpert
minggu, lebih cepat dibandingkan biakan
MTB/RIF dan LPA,
pada medium padat yang memerlukan waktu
28-42 hari.

Konfirmasi hasil uji kepekaan OAT menggunakan metode konvensional masih digunakan sebagai baku
emas (gold standard).
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan.
Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).

Dicurigai sebagai lesi TB Luluh paru (Destroyed Lung )


aktif Dicurigai lesi TB inaktif

• Bayangan berawan/nodular di • Fibrotik Gambaran radiologi yang menunjukkan


segmen apikal dan posterior lobus • Kalsifikasi kerusakan jaringan paru yang berat,
atas paru dan segmen superior • Schwarte atau biasanya secara klinis disebut luluh
lobus bawah penebalan pleura paru. Gambaran radiologi luluh paru
• Kaviti, terutama lebih dari satu, terdiri dari atelektasis, ektasis/
dikelilingi oleh bayangan opak multikaviti dan fibrosis parenkim paru.
berawan atau nodular Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau
• Bayangan bercak milier penyakit hanya berdasarkan gambaran
• Efusi pleura unilateral (umumnya) radiologi tersebut.
atau bilateral (jarang)
Pemeriksaan Penunjang lainnya

1 2 3

Pemeriksaan PCR ELISA


BACTEC

4 5 6

Immunochromatograp Mycodot Uji Adenosine


hic Tuberculosis (ICT) Deaminase (ADA
test)
Pemeriksaan Penunjang lainnya

7 8 9 10

Uji Peroksidase anti IgG TB Analisis Cairan Interferon Gamma


Peroksidase (PAP) Pleura Release Assay
(IGRA)

11 12 13

Pemeriksaan Pemeriksaan Darah Uji Tuberkulin


Histopatologi
Jaringan
Diagnosis TB Resisten Obat
Terduga TB-RO adalah pasien yang memiliki risiko tinggi resistan terhadap OAT, yaitu pasien yang
mempunyai gejala TB yang memiliki riwayat satu atau lebih di bawah ini:
• Pasien TB gagal pengobatan kategori 2.
• Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan pengobatan.
• Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar serta menggunakan kuinolon
dan obat injeksi lini kedua paling sedikit selama 1 bulan.
• Pasien TB gagal pengobatan kategori 1.
• Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah 2 bulan pengobatan.
• Pasien TB kasus kambuh (relaps), dengan pengobatan OAT kategori 1 dan kategori 2.
• Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat/default).
• Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB- RO, termasuk dalam hal ini
warga binaan yang ada di lapas/rutan, hunian padat seperti asrama, barak, buruh pabrik.
• Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara bakteriologis maupun klinis terhadap pemberian
OAT, (bila pada penegakan diagnosis awal tidak menggunakan TCM TB).
1. Gambaran klinis
Pada orang dengan HIV AIDS (ODHA) adanya demam dan
penurunan berat badan merupakan gejala yang penting
dapat disertai dengan keluhan batuk berapapun lamanya.
Tuberkulosis ekstra paru perlu diwaspadai karena
Diagnosis TB kejadiannya lebih sering dibandingkan TB dengan HIV
negatif. Adanya Tuberkulosis ekstra paru pada ODHA
dengan HIV merupakan tanda bahwa penyakitnya sudah lanjut.

2. Pemeriksaan sputum BTA dan TCM TB


Pada penegakan diagnosis TB Penegakan diagnosis TB pada pasien HIV secara klinis sulit
pada pasien HIV perlu dan pemeriksaan sputum BTA lebih sering negatif sehingga
mempertimbangkan beberapa diperlukan pemeriksaan TCM TB.
hal berikut.
3. Pemeriksaan Biakan M. TB dan uji kepekaan OAT.
4. Foto toraks
Gambaran foto toraks TB pada pasien HIV stadium awal
dapat menyerupai gambaran foto toraks TB pada umumnya,
namun pada HIV lanjut gambaran foto toraks sangat tidak
spesifik dan dapat ditemukan gambaran TB milier.
Pemeriksaan foto toraks pada ODHA merupakan
pemeriksaan rutin untuk deteksi dini TB. Pada ODHA terduga
TB, pemeriksaan foto toraks dilakukan sejak awal

Diagnosis TB bersamaan dengan pemeriksaan BTA dan atau TCM TB.

dengan HIV 5. Lipoarabinomannan (LAM)


Lipoarabinomannan (LAM) adalah glikolipid yang terdapat
pada dinding sel semua spesies mikobakteri. Pemeriksaan
TB-LAM AG lateral flow assay (LF-LAM) mendeteksi LAM di
urin pasien HIV. Pemeriksaan ini direkomendasikan WHO
untuk mendiagnosis TB pada pasien HIV rawat inap dengan
ka dan pada pasien yang sakit berat.
Diagnosis Banding TB Paru

1. Pneumonia
2. Tumor/keganasan paru
3. Abses paru
4. Jamur paru
5. Penyakit paru akibat kerja
6. Asma
Tahap Awal
Tatalaksana 01 ● Diberikan setiap hari selama 2
bulan
● Daya penularan sudah sangat
Pengobatan menurun setelah pengobatan
Tuberkulosis Paru selama 2 minggu pertama

02 Tahap Lanjutan
● Durasi tahap lanjutan selama 4
bulan.
● Diberikan setiap hari
● Bertujuan untuk membunuh
sisa-sisa kuman
Tatalaksana
OAT yang digunakan di Indonesia (Sesuai
• TB paru kasus Baru  2RHZE/4HR (Rekomendasi A) rekomendasi WHO dan ISTC)
• Jika tidak tersedia dapat dipakai  2RHZE/4R3H3 • Kategori 1  2 (HRZE)/4(HR)3
(Rekomendasi B) • Kategori 2  2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
• Pemantauan respon • Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien
 Bulan kedua evalusai sputum BTA TB resisten obat di Indonesia terdiri dari OAT
 Bulan kelima evaluasi sputum BTA lini ke-2 yaitu kanamisin, kapreomisin,
• Jika pada bulan kedua masih (+), cek sputum pada levofloksasin, etionamide, sikloserin,
bulan ketiga moksifloksasin dan PAS, serta OAT lini-1 yaitu
• Jika pada bulan ketiga masih (+), kultur dan uji pirazinamid dan etambutol.
sensitifitas obat OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam
bentuk paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-
KDT)
Kategori 1
• Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis
Tatalaksana • Pasien TB paru terdiagnosis klinis
• Pasien TB esktra paru
Kategori 2
Diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya:
• Pasien kambuh
Tatalaksana • Pasien gagal pada pengobatan dengan panduan kategori 1
• Pasien yang diobati kembali setelah putus obat
Tatalakasana TB dengan HIV
• Tatalaksana pasien TB dengan HIV sama dengan pasien TB lain
• Pasien TB dengan HIV (+) tetap diberikan OAT dan ARV (antiretroviral) dengan
mendahulukan OAT
• Dilanjutkan ARV 2-8 minggu setelah pengobatan OAT
• Belum pernah mendapat pengobatan, dianjurnakn menggunakan lini pertama selama 6
bulan ( 2(HRZE) 4(HR))
• Pada ODHA dengan TB ekstra paru, OAT diberikan paling sedikit 9 bulan (2(HRZE) 7(HR))
Tatalakasana TB dengan HIV cont..
Pengobatan ARV
• Pengobatan ARV lini 1 Efavirenz (EFV) baik digunakan karena mempunyai interaksi
dengan rifampisin lebih ringan dibanding nevirapine (NVP)
• Pengobatan ARV lini 2 Lopinavir/Ritonavir (LPV/r), yang mempunyai interaksi sangat
kuat dengan rifampisin. Pada kondisi ini pilihannya adalah mengganti rifampisin
dengan streptomisin. Jika rifampisin tetap akan digunakan dianjurkan untuk
meningkatkan dosis LPV/r menjadi 2x dosis normal. Kedua obat tersebut bersifat
hepatotoksik, maka perlu dipantau fungsi hati dengan lebih intensif
• Profilaksis kortimoksazol diberikan pada semua pasien TB HIV tanpa
mempertimbangkan nilai CD4 sebagai pencegahan infeksi oportunistik lain
• Pada ODHA tanpa TB, pemberian kortimoksazol direkomendasikan dengan CD4<200
sel/mm3
Tatalakasana TB dengan HIV cont..
Lini Pertama (ARV)
• Panduan pilihan :
 TDF + 3TC (atau FTC) + EFV (tenofovir + lamivudin [atau emitricitabine] + efavirenz)
dalam bentuk FDC (fixed dose combination) atau KDT (kombinasi 3 dosis tetap)
• Pilihan alternatif :
 AZT + 3TC + EFV (zidovudine + lamivudin + efavirenz) atau
 AZT + 3TC + NVP (zidovudine + lamivudine + nevirapine) atau
 TDF + 3TC (atau FTC) + NVP

Lini Kedua (ARV)


Tatalakasana TB dengan HIV cont..
Pengobatan Pencegahan INH (PP INH)
• Untuk mencegah meningkatnya prevalensi TB pada ODHA, semua ODHA yang telah
dievaluasi tidak menderita TB aktif dan ODHA yang memiliki kontak dengan pasien TB
harus diobati sebagai infeksi laten TB dengan INH 300 mg/hari selama 6 bulan
• Vitamin B6 25 mg atau 50 mg setiap 1-2 hari sekali untuk mengurangi efek samping
INH
• Kontraindikasi  penderita TB aktif, adanya gangguan fungsi hati, neuropati perifer berat,
riwayat alergi INH dan riwayat resistensi INH
Pengobatan Pencegahan dengan Kortimoksazol(PPK)
• Untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian pada ODHA
Tatalakasana TB pada Kehamilan
• Prinsip tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya
• Menurut WHO hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali gologan
aminoglikosida seperti streptomisin atau kanamisin (dapat menimbulkan ototoksik
pada bayi dan menembus sawar plasenta)
• Piridoksin 50 mg/hari dianjurkan
• Vitamin K 10 mg/hari juga dianjurkan apabila rifampisin digunakan pada trimester 3
kehamilan menjelang partus
KOMPLIKASI

 Komplikasi paru  TB ekstra paru  Kor pulmonal


● Atelektasis ● Pleuritis
● Hemoptisis ● Efusi pleura
● Fibrosis ● Perikarditis
● Bronkiektasis ● Peritonitis
● Pneumotoraks ● TB kelenjar limfe
● Gagal napas
PROGNOSIS
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa probabilitas survival 2 tahun (730
hari) pasien ko infeksi TB-HIV dengan lokasi anatomi di paru sebesar 0.98
yang artinya kesintasan atau harapan untuk survive (bertahan hidup)
adalah sebesar 98 %
Daftar Pustaka
1. Alwi, I., et all. 2015. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan Praktik Klinis. Jakarta.
Internal Publishing.
2. Cahyawati, Fany. 2018. Tatalaksana TB pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). CDK-268/vol.45 no 9th
3. Efendi, N. 2017. Gambaran kesintasan pasien ko-infeksi TB-HIV berdasarkan lokasi anatomi tuberculosis di
rumah sakit penyakit infeksi Prof. DR. Sulianti Saroso tahun 2010 – 2013. <http://media.neliti.com> diakses
pada tanggal 4 juli pukul 12.58 WIB
4. Kementrian Kesehatan RI., & Germas. 2020. TBC Indonesia 2020 [online] Available at:
<https://tbindonesia.or.id> [Accessed 3 July 2021]
5. Kementrian Kesehatan RI., & Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018. Hasil utama
RISKESDAS 2018.
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Tuberkulosis. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
7. Kemenkes RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
8. Keliat, E. N., Abidin, A., Jamaluddin. 2016. Diagnosis Tuberkulosis. Jurnal Universitas Sumatera Utara.
9. Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo W., dkk. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi-6. Jakarta:
InternaPublishing
10. WHO. 2020. GLOBAL TUBERCULOSIS REPORT

Anda mungkin juga menyukai