5 Juli 2021
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. AP
Usia : 20 tahun
Alamat : Jl. Raya Sukabumi RT 03 RW 07.
Cikalang, Caringin - Bogor
Pekerjaan : SMA
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
No. RM : 2012-42-0356
Ruang rawat inap : Melati
DISKUSI IDENTITAS
● Status pernikahan?
● Pendidikan?
● Jaminan Kesehatan?
● Status ekonomi?
● Suku?
● Tanggal masuk RS?
● Tanggal pemeriksaan?
ANAMNESIS
Keluhan utama:
Sesak napas sejak 3 hari SMRS.
Keluhan tambahan:
Demam, pusing, setiap jalan seperti mau jatuh, mual, nyeri telan, sariawan
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan sesak napas sejak 3 hari
SMRS. Sesak disertai dengan demam, pusing, mual, nyeri telan dan sariawan. Pasien
merasa seperti akan terjatuh setiap mau jalan. Sebelumnya, pasien mengeluh batuk
selama 3 minggu, tidak berdahak. Pasien merasakan nyeri dada pada saat batuk,
serta berkeringat banyak di malam dan pagi hari. Nafsu makan pasien menurun
disertai dengan penurunan berat badan.
Pasien berobat ke puskesmas terdekat dan melakukan pemeriksaan rontgen dada
dan dahak, pada pemeriksaan dahak ditemukan BTA (+) dan pada pemeriksaan
rontgen dada ditemukan gambaran cairan di paru-paru sebelah kanan.
Pasien tinggal dirumah kontrakan milik kakaknya, pasien juga ada riwayat pemakaian obat-
obat terlarang seperti ekstasi, alkohol, shabu-shabu dan putaw, free sex disangkal oleh
pasien. Pasien mengaku belum pernah mengidap penyakit paru sebelumnya, dan belum
pernah mendapat pengobatan sebelumnya.
Abdomen
● Inspeksi : membuncit, kemerahan
● Palpasi : keras, nyeri tekan (+), nyeri tekan epigastrium (+), defans muskular (+)
● Perkusi : redup di seluruh kuadran abdomen
● Auskultasi : bising usus (+) normal
EKSTREMITAS
• Akral : hangat di seluruh ekstremitas
• Edema : tidak edema di keempat ekstremitas
• Pemeriksaan Sensorik dan Kekuatan otot : Tidak Dilakukan
DISKUSI PEMERIKSAAN FISIK
● Tekanan darah pada posisi apa?
● Berat badan? Tinggi badan? IMT?
● Nadi regular/irregular?
● Napas cepat dangkal atau cepat dalam?
● Hematom dibagian mana?
● Pemeriksaan paru depan dan belakang?
● Lokasi ronkhi?
● Apakah terdapat retraksi?
● Lokasi defans muscular?
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
BTA LANGSUNG
BTA I 1+
BTA II 1+
BTA III 1+
No TB 04 1576
HEMATOLOGI
o LED 100
o Hemoglobin 6,4
o Hematrokit 21
o Eritrosit 3,5
o Leukosit 6640
o Trombosit 566.000
o MCV 59
o MCH 18
o MCHC 31
HITUNG JENIS
• Basofil 0
• Eosinofil 0
• Batang 0
• Segmen 77
• Limfosit 17
• Monosit 6
FUNGSI HATI
• Protein Total : 5,8
• Albumin : 2,1
• Globulin : 3,7
• Bilirubin total : 0,38
• Bilirubin direk : 0,22
• Bilirubin Indirek : 0,16
FOTO TORAKS PA
● Sinus, diafragma kiri normal, sinus kanan
tumpul
Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA).
1. Orang dengan HIV positif dan 6. Memiliki kontak erat dengan orang
penyakit imunokompromais lain. dengan penyakit TB aktif yang
2. Orang yang mengonsumsi obat infeksius.
imunosupresan dalam jangka 7. Berada di tempat dengan risiko
waktu panjang. tinggi terinfeksi tuberkulosis
3. Perokok (contoh: Lembaga permasyarakatan,
4. Konsumsi alkohol tinggi fasilitas perawatan jangka panjang)
5. Anak usia <5 tahun dan lansia 8. Petugas kesehatan
Patofisiologi
TB merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang
merupakan basil aerob, non-motil, dan tahan terhadap asam, pengeringan serta alkohol.
TB dibagi menjadi primer dan sekunder. TB primer terjadi pada penderita yang sebelumnya
belum pernah terpajan dengan M. tuberculosis. TB sekunder terjadi pada penderita yang
sebelumnya pernah tersensitasi oleh M. tuberculosis. Seseorang dengan TB paru aktif
yang tidak mendapat terapi, dapat menginfeksi rata-rata 10–15 orang per tahun.
Kemungkinan penularan ini bergantung pada jumlah droplet yang ditransmisikan, durasi
pajanan, serta virulensi dari M. tuberculosis.
Patofisiologi TB primer
Infeksi TB primer biasanya melalui saluran pernafasan, Infeksi terjadi akibat inhalasi droplet
(2–10μm) yang mengandung basil (1–4μm). Droplet tersebut akan dibawa oleh silia ke bronkiolus
terminalis dan alveoli. Inokulasi terjadi pada area dengan ventilasi yang paling banyak, biasanya
pada segmen anterior lobus superior, lobus medius, lingula, dan segmen basal dari lobus inferior.
Makrofag alveolar akan menangkap basil. Basil TB tersebut akan bereplikasi di dalam makrofag
alveola. Makrofag alveolar akan berinteraksi dengan limfosit T dan menyebabkan differensiasi
makrofag menjadi histiosit epiteloid.
Histiosit epiteloid dan limfosit akan beragregasi membentuk granuloma. Pada granuloma,
limfosit T CD4 akan mensekresi sitokin seperti interferon-γ yang akan mengaktivasi makrofag
untuk membunuh basil TB di dalamnya. Limfosit T CD 8 (limfosit T sitotoksik) juga dapat langsung
membunuh sel yang terinfeksi. Meskipun demikian, basil TB tidak selalu tereliminasi dari
granuloma, namun basil tersebut dapat menjadi dorman. Granuloma juga dapat mengalami
nekrosis di bagian tengahnya.
Patofisiologi TB sekunder
TB sekunder berasal dari reaktivasi fokus yang dorman. reaktivasi endogen dapat terjadi beberapa
tahun setelah infeksi primer. Reaktivasi TB ini biasanya terjadi di apeks paru. Lesi di apeks ini didapatkan
melalui penyebaran hematogen selama infeksi primer beberapa tahun sebelumnya. Segmen apikal dan
posterior dari lobus superior serta segmen apikal lobus inferior merupakan tempat reaktivasi sering
terjadi. Hal ini diakibatkan tekanan oksigen di tempat tersebut merupakan yang paling tinggi
dibandingkan bagian paru lainnya.
Penjelasan lain adalah sistem pengaliran limfatik di daerah tersebut yang kurang baik. Lesi di
apeks tersebut merupakan kelanjutan dari fokus Simon yang terjadi setelah infeksi primer. Setelah
reaktivasi, lesi di fokus Simon akan berkonfluens, dan mengalami likuefaksi serta ekskavasi. Infeksi
sekunder juga dapat terjadi akibat reinfeksi, walaupun hal ini jarang terjadi bila pasien berdomisili di
negara-negara maju.
MANIFESTASI KLINIS
1
1. Batuk
1 2. Demam
Subfebril menyerupai demam influenza bisa
Batuk dirasakan ≥ 2minggu,Dimulai batuk non
2 mencapai 40-41ºC hilang timbul 2
kering kemudia produktif (sputum) dan 4
keadaan lanjut didapatkan bercak darah
3 3 4. Nyeri dada
Bila infiltrasi radang sudah sampai ke
3. Sesak Nafas pleura sehingga menimbulkan pleuritis
Ditemukan pada manifestasi lanjut
5 5. Malaise
Anoreksia, tidak nafsu makan, badan kurus
(berat badang menurun), sakit kepala, meriang,
nyeri otot, keringat malam
DIAGNOSIS DIAGNOSIS
Seseorang diduga menderita TB paru apabila terdapat batuk lebih dari 2 atau 3 minggu dengan
produksi sputum dan penurunan berat badan.
Tidak ada kelainan spesifik yang ditemukan pada pemeriksaan fisik TB paru. Didapatkan gejala
umum seperti demam, takikardi, jari clubbing. Pemeriksaan dada mungkin didapatkan crackles,
mengi, suara nafas bronkial dan amforik.
Anamnesis
No Penemuan Keterangan
Riwayat terpapar tuberkulosis, riwayat terinfeksi Pasien dengan risiko terpapar tuberkulosis memiliki risiko
1
tuberkulosis, atau riwayat mendapat tuberkulosis lebih besar untuk terkena tuberkulosis.
4 Lemah badan
3
Tenggorokan Dapat ditemukan suara serak.
9
Neurologis Perilaku yang abnormal, nyeri kepala dan kejang.
Pemeriksaan Penunjang
Semua pasien terduga TB harus menjalani pemeriksaan bakteriologis untuk
mengkonfirmasi penyakit TB. Pemeriksaan bakteriologis merujuk pada pemeriksaan
apusan dari sediaan biologis (dahak atau spesimen lain), pemeriksaan biakan dan
identifikasi M. tuberculosis atau metode diagnostik cepat yang telah mendapat
rekomendasi WHO.
Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan dapat dilakukan dengan 2 metode :
Metode cepat
Metode konvensional uji diagnostik molekular cepat
Pemeriksaan biakan M.TB dapat dilakukan
Metode molekuler dapat mendeteksi M.TB dan
menggunakan 2 macam medium padat
membedakannya dengan Non-Tuberculous
(Lowenstein Jensen /LJ atau Ogawa) dan
Mycobacteria (NTM). Dapat juga mendeteksi
media cair MGIT (Mycobacterium growth
mutasi pada gen yang berperan dalam
indicator tube). Biakan M.TB pada media cair
mekanisme kerja obat antituberkulosis lini 1
memerlukan waktu yang singkat minimal 2
dan lini 2. Contoh pemeriksaannya Xpert
minggu, lebih cepat dibandingkan biakan
MTB/RIF dan LPA,
pada medium padat yang memerlukan waktu
28-42 hari.
Konfirmasi hasil uji kepekaan OAT menggunakan metode konvensional masih digunakan sebagai baku
emas (gold standard).
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan.
Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
1 2 3
4 5 6
7 8 9 10
11 12 13
1. Pneumonia
2. Tumor/keganasan paru
3. Abses paru
4. Jamur paru
5. Penyakit paru akibat kerja
6. Asma
Tahap Awal
Tatalaksana 01 ● Diberikan setiap hari selama 2
bulan
● Daya penularan sudah sangat
Pengobatan menurun setelah pengobatan
Tuberkulosis Paru selama 2 minggu pertama
02 Tahap Lanjutan
● Durasi tahap lanjutan selama 4
bulan.
● Diberikan setiap hari
● Bertujuan untuk membunuh
sisa-sisa kuman
Tatalaksana
OAT yang digunakan di Indonesia (Sesuai
• TB paru kasus Baru 2RHZE/4HR (Rekomendasi A) rekomendasi WHO dan ISTC)
• Jika tidak tersedia dapat dipakai 2RHZE/4R3H3 • Kategori 1 2 (HRZE)/4(HR)3
(Rekomendasi B) • Kategori 2 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
• Pemantauan respon • Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien
Bulan kedua evalusai sputum BTA TB resisten obat di Indonesia terdiri dari OAT
Bulan kelima evaluasi sputum BTA lini ke-2 yaitu kanamisin, kapreomisin,
• Jika pada bulan kedua masih (+), cek sputum pada levofloksasin, etionamide, sikloserin,
bulan ketiga moksifloksasin dan PAS, serta OAT lini-1 yaitu
• Jika pada bulan ketiga masih (+), kultur dan uji pirazinamid dan etambutol.
sensitifitas obat OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam
bentuk paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-
KDT)
Kategori 1
• Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis
Tatalaksana • Pasien TB paru terdiagnosis klinis
• Pasien TB esktra paru
Kategori 2
Diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya:
• Pasien kambuh
Tatalaksana • Pasien gagal pada pengobatan dengan panduan kategori 1
• Pasien yang diobati kembali setelah putus obat
Tatalakasana TB dengan HIV
• Tatalaksana pasien TB dengan HIV sama dengan pasien TB lain
• Pasien TB dengan HIV (+) tetap diberikan OAT dan ARV (antiretroviral) dengan
mendahulukan OAT
• Dilanjutkan ARV 2-8 minggu setelah pengobatan OAT
• Belum pernah mendapat pengobatan, dianjurnakn menggunakan lini pertama selama 6
bulan ( 2(HRZE) 4(HR))
• Pada ODHA dengan TB ekstra paru, OAT diberikan paling sedikit 9 bulan (2(HRZE) 7(HR))
Tatalakasana TB dengan HIV cont..
Pengobatan ARV
• Pengobatan ARV lini 1 Efavirenz (EFV) baik digunakan karena mempunyai interaksi
dengan rifampisin lebih ringan dibanding nevirapine (NVP)
• Pengobatan ARV lini 2 Lopinavir/Ritonavir (LPV/r), yang mempunyai interaksi sangat
kuat dengan rifampisin. Pada kondisi ini pilihannya adalah mengganti rifampisin
dengan streptomisin. Jika rifampisin tetap akan digunakan dianjurkan untuk
meningkatkan dosis LPV/r menjadi 2x dosis normal. Kedua obat tersebut bersifat
hepatotoksik, maka perlu dipantau fungsi hati dengan lebih intensif
• Profilaksis kortimoksazol diberikan pada semua pasien TB HIV tanpa
mempertimbangkan nilai CD4 sebagai pencegahan infeksi oportunistik lain
• Pada ODHA tanpa TB, pemberian kortimoksazol direkomendasikan dengan CD4<200
sel/mm3
Tatalakasana TB dengan HIV cont..
Lini Pertama (ARV)
• Panduan pilihan :
TDF + 3TC (atau FTC) + EFV (tenofovir + lamivudin [atau emitricitabine] + efavirenz)
dalam bentuk FDC (fixed dose combination) atau KDT (kombinasi 3 dosis tetap)
• Pilihan alternatif :
AZT + 3TC + EFV (zidovudine + lamivudin + efavirenz) atau
AZT + 3TC + NVP (zidovudine + lamivudine + nevirapine) atau
TDF + 3TC (atau FTC) + NVP