Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Program Internship


di Rumah Sakit Dr. Suyoto

Diajukan Kepada:
Dr. dr. Maria Ekawati, Sp.A

Disusun Oleh :
dr. Yudha Prasetya

RUMAH SAKIT DR. SUYOTO


PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA
PROVINSI DKI JAKARTA
PERIODE 04 MEI - 02 AGUSTUS 2020
BAB I
PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di bidang
neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi
orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang demam dengan tepat dan
cepat. Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak
menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga
menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP), dapat menyebabkan
adanya gejala sisa di kemudian hari.
Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata laksana
kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau
sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan waktu anak berumur berapa
. Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau fokal.
Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang. Gejala lain
yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau
kemunduran kepandaian. Pada neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta
kelahiran bayi.1
Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara spontan
sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan kejang yang
paling lazim pada masa anak, dengan pragnosa baik secara seragam.2 Jumlah penderita
kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika
Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar
20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus
ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit
lebih banyak menyerang anak laki-laki.3

2
BAB II

KASUS

2.1 Identitas
a. Pasien
Nama : An. MAF
Tanggal Lahir : 09 Juli 2019
Usia : 11 bulan
Alamat : Jalan Peninggaran Timur II RT 6 RW 9, Kebayoran lama,
DKI Jakarta
No. RM : 25-24-53
Tanggal masuk : 04 Juli 2020
Tempat : IGD RS dr. Suyoto

b. Orang tua
Ayah  Nama : Tn. MA
Usia : 32 tahun
Pendidikan : Tamatan SMA
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Jalan Peninggaran Timur II RT 6 RW 9, Kebayoran
lama, DKI Jakarta
Ibu  Nama : Ny. S
Usia : 30 tahun
Pendidikan : Tamatan SMA
Pekerjaan : Karwayan Swasta
Alamat : Jalan Peninggaran Timur II RT 6 RW 9, Kebayoran
lama, DKI Jakarta

3
2.2 Anamnesis (alloanamnesis)
a. Keluhan Utama
Kejang
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan kejang sejak 1 hari yang lalu. Kejang dialami selama
kurang lebih 15 menit. Saat kejang pasien melihat ke atas, tangan dan kaki lurus dan
mulut kaku, setelah kejang pasien menangis. Hari ini BAB cair 4x, terdapat ampas,
tidak ada lendir maupun darah. Pasien rewel dan menangis terus menerus di rumah.
Terdapat keluhan demam sejak 7 hari lalu, demam naik turun, membaik dengan
pemberian obat penurun panas. Buang air kecil dalam batas normal. Berat badan pasien
saat ini 8 kg. Minum susu dan ASI masih baik.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya, termasuk asma, kejang. Tidak pernah dirawat
sebelumnya dan tidak ada obat rutin yang dikonsumsi.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah pasien memiliki riwayat kejang demam saat kecil
Riwayat penyakit jantung dalam keluarga disangkal
Riwayat kencing manis dalam keluarga diangkal
Riwayat darah tinggi dalam keluarga disangkal
Riwayat penyakit kuning disangkal

e. Riwayat pengobatan
Obat kejang saat di puskesmas

4
f. Riwayat Kebiasaan
 Anak (Makanan)

Tabel 1. Riwayat makan


Umur ASI Susu MPASI
(bulan) formula
0-3 √ - -
3-6 √ √ -
6- sekarang √ √ √
Pasien minum ASI dan susu formula. Diselingi MPASI berupa bubur.
 Ayah  memiliki kebiasaan merokok di rumah (1 bungkus/hari). Konsumsi
alkohol dan penggunaan obat-obat terlarang disangkal
 Ibu  Kebiasaan merokok, alkohol dan penggunaan obat terlarang disangkal

g. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Kehamilan:
Ibu 30 tahun, G0P3A0, ibu pasien rutin kontrol selama kehamilan ke bidan. Gangguan
selama kehamilan disangkal.
Kelahiran:
Tempat kelahiran : Puskesmas
Usia ibu saat hamil : 29 tahun
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Normal
Masa gestasi : Cukup bulan (39-40 minggu)
Keadaan bayi : Berat badan lahir 3200 gram
Panjang badan lahir 50 cm
Langsung menangis
Pucat/Biru/Kuning/Kejang tidak ada
Kelainan bawaan tidak ada
Bergerak aktif
Kesan: Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan

5
h. Riwayat Imunisasi
Pasien telah mendapatkan imunisasi :
Tabel 2. Riwayat imunisasi
Imunisasi dasar Umur
Hepatitis B0 0 bulan
BCG, Polio 1 1 bulan
DPT-HB-Hib 1, Polio 2 2 bulan
DPT-HB-Hib 2, Polio 3 3 bulan
DPT-HB-Hib 3, Polio 4 4 bulan

i. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


Pertumbuhan
Ibu pasien tidak rutin mengukur berat badan anak ke posyandu karena sibuk bekerja.
Ibu lupa membawa KIA.
BB saat ini 8 kg
PB 63 cm
Perkembangan
Saat ini pasien sudah bisa tengkurap, berguling kanan-kiri, merespon terhadap suara,
berdiri

j. Riwayat Sosial
Pasien anak ke tiga dari tiga bersaudara. Anak pertama usia 5 tahun, anak kedua usia 3
tahun. Pasien tinggal di daerah Kebayoran lama, DKI Jakarta. Sehari-hari pasien diasuh
oleh ibunya.

2.3 Pemeriksaan Fisik (04 Juli 2020)


a. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis (GCS 15)
Tinggi badan / Berat badan : 63 cm, 8 kg

6
b. Tanda Vital
Nadi : 115 kali/ menit, reguler, teraba lemah
Nafas : 30 kali/ menit, sifat abdominotorakalis
Suhu tubuh : 38,8oC
SpO2 : 98%

c. Data Antropometri
 Berat badan : 8 kg
 Tinggi badan : 63 cm
 IMT : 12.70 kg/m2
 Status Gizi : Normal

d. Pemeriksaan Sistem
Kepala : normosefal, UUB datar.
Rambut : hitam persebaran merata, tidak mudah dicabut.
Mata : konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik.
Telinga : tidak terdapat kelainan pada telinga bagian luar, liang telinga lapang,
Hidung : tidak terdapat deformitas, tidak terdapat napas cuping hidung
Gigi dan mulut : kebersihan mulut baik, tidak terdapat oral thrush
Paru
Inspeksi :tidak tampak sesak, RR 30x/menit, dada simetris saat statis dan dinamis,
tidak terdapat retraksi
Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada krepitasi, tidak ada nyeri tekan, vocal
Fremitus simetris kanan dan kiri, ekspansi dada simetris kanan dan kiri.
Perkusi : perkusi umum paru sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : bunyi dasar kedua lapang paru vesikuler, tidak terdapat ronkhi, tidak
terdapat wheezing
Jantung
Auskultasi : bunyi jantung I/II normal, reguler. Tidak ada murmur atau gallop.

7
Abdomen
Inspeksi : datar, tidak terdapat spider nevi, kaput medusa, venektasi. Tidak
tampak tonjolan massa.
Palpasi : supel, tidak teraba pembesaran hati, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus positif, meningkat.
Ekstremitas
Akral hangat, CRT<2”, tidak terdapat edema.
Petekie tidak ada

2.4 Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium
Tabel 3. Laboratorium Hari 1
Tgl 12/3/2019 Nilai Normal
Lab
Hemoglobin (g/dL) 11,4 10,1 – 12,5
Hematokrit (%) 33 31-38
Leukosit (103/μL) 12.600 6.000-13.500
Trombosit (103/μL) 253.000 206.000-445.000
Hitung Jenis
Basofil 0,2 0,0-1,0
Eosinofil 0,2 1,0-3,0
Limfosit 17,0 25,0-40,0
Monosit 4,7 2,0-14,0
Netrofil 77,9 17,5-69,5

8
b. Radiologi (04 Juli 2020)
Aorta tidak melebar
Jantung tidak tampak membesar
Paru tidak tampak infiltrat
Kedua diafragma baik
Kesan:
Tidak tampak kelainan pada paru dan jantung.

2.5 Daftar Masalah: Gambar 2.


a. Kejang
b. Diare Akut Dehidrasi Ringan-Sedang
2.6 Tatalaksana
- Stesolid 10 mg IV
- Domin 125 mg PR
- Oksigenasi dengan NC 2 lpm
- IVFD Kaen 1B 900 cc / 24 jam
- Injeksi Ceftriaxone 1x750 mg
- Paracetamol 1 cth / 6 jam PO
- Lacto B 2x1 PO
- Zink 1x20 mg PO
- Diazepam 3x2 mg PO
Resume:
Anak MAF, 11 bulan dengan keluhan kejang sejak 1 hari yang lalu. Kejang dialami selama
kurang lebih 15 menit. Saat kejang pasien melihat ke atas, tangan dan kaki lurus dan mulut kaku,
setelah kejang pasien menangis. Hari ini BAB cair 4x, terdapat ampas, tidak ada lendir maupun
darah. Pasien rewel dan menangis terus menerus di rumah. Terdapat keluhan demam sejak 7 hari
lalu, demam naik turun, membaik dengan pemberian obat penurun panas. Berat badan pasien
saat ini 8 kg. Minum susu dan ASI masih Riwayat makan ASI, susu formula, dan MPASI berupa
bubur. Riwayat tumbuh kembang normal sesuai usia. Riwayat imunisasi lengkap sesuai usia.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan status gizi normal (Zscore -2SD - -1SD) dengan BB/U normal
(Zscore 0-2) dan TB/U normal (Zscore 0-2).

9
Follow Up

Sabtu, 04 Juli 2020 (Bangsal Kenanga)


S Demam (+), kejang (-), diare (+)
O Kesadaran compos mentis
GCS : 15 (E4 V5 M6)
KU: Sedang
TTV :
- Nadi : 102 x / menit
- Pernafasan : 24 x/menit
- Suhu : 37,8oC
Status Generalis
 Kepala/Leher : KP -/-, Sklera Ikterik -/-, pembesaran KGB (-),
pembesaran tiroid (-)
 Thoraks : pergerakan dinding dada simetris
Pulmo : vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Cor : S1 S2 tunggal (+), murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : Datar, BU (+), timpani, nyeri tekan (+)
 Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema
-/-
Inferior : akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema
-/-

A Kejang demam sederhana + GEA dehidrasi ringan-sedang


P - IVFD Kaen 1B 900 cc / 24 jam
- Injeksi Ceftriaxone 1x750 mg
- Paracetamol 1 cth / 6 jam PO
- Lacto B 2x1 PO
- Zink 1x20 mg PO
- Diazepam 3x2 mg PO

10
Minggu, 05 Juli 2020 (Bangsal Kenanga)
S Demam (+), diare (+) 5 kali air>ampas
O Kesadaran compos mentis
GCS : 15 (E4 V5 M6)
KU: Sedang
TTV :
- Nadi : 100 x / menit
- Pernafasan : 26 x/menit
- Suhu : 37,1oC
Status Generalis
 Kepala/Leher : KP -/-, Sklera Ikterik -/-, pembesaran KGB (-),
pembesaran tiroid (-)
 Thoraks : pergerakan dinding dada simetris
Pulmo : vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Cor : S1 S2 tunggal (+), murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : Datar, BU (+), timpani, nyeri tekan (-)
 Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-
Inferior : akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Feces
Feces Lengkap
Warna Kuning - Coklat
Kehijauan
Bau Khas - Khas feces
Konsistensi Lunak - Lunak
Lendir -, Negatif - -, Negatif
Pus -, Negatif - -, Negatif
Parasit -, Negatif - -, Negatif
Eritrosit 0-1 - 0-1
Leukosit 0-2 - 0-3
Amuba -, Negatif - -, Negatif
Sisa Pencernaan -, Negatif - -, Negatif
Telur Cacing -, Negatif - -, Negatif
Darah -, Negatif - -, Negatif
Jamur -, Negatif - -, Negatif
Lemak -, Negatif - -, Negatif
Amylum -, Negatif - -, Negatif
A Kejang demam sederhana + GEA dehidrasi ringan-sedang
P - IVFD Kaen 1B 900 cc / 24 jam
- Injeksi Ceftriaxone 1x750 mg
- Paracetamol 1 cth / 6 jam PO
- Lacto B 2x1 PO
- Zink 1x20 mg PO 11
- Diazepam 3x2 mg PO
Senin, 06 Juli 2020 (Bangsal Kenanga)
S Demam (+), diare (+) 2x, kejang (-)
O Kesadaran compos mentis
GCS : 15 (E4 V5 M6)
KU: Sedang
TTV :
- Nadi : 112 x / menit
- Pernafasan : 26 x/menit
- Suhu : 36,9oC
Status Generalis
 Kepala/Leher : KP -/-, Sklera Ikterik -/-, pembesaran KGB (-),
pembesaran tiroid (-)
 Thoraks : pergerakan dinding dada simetris
Pulmo : vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Cor : S1 S2 tunggal (+), murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : Datar, BU (+), timpani, nyeri tekan (-)
 Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-
Inferior : akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.5 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 33 % 35 - 47
Leukosit 9.500 /uL 3.600 – 11.000
Trombosit 286.000 /uL 150.000 – 440.000
KIMIA
Elektrolit
Natrium 138 mmol/L 135-147
Kalium 5,0 mmol/L 3,4-4,7
Chlorida 107 mmol/L 100-110
A Kejang demam sederhana + GEA dehidrasi ringan-sedang
P - IVFD Kaen 1B 900 cc / 24 jam
- Injeksi Ceftriaxone 1x750 mg
- Paracetamol 1 cth / 6 jam PO
- Lacto B 2x1 PO
- Zink 1x20 mg PO 12
- Diazepam 3x2 mg PO
Selasa, 07 Juli 2020 (Bangsal Kenanga)
S Demam (+), diare (-), kejang (-)
O Kesadaran compos mentis
GCS : 15 (E4 V5 M6)
KU: Sedang
TTV :
- Nadi : 102 x / menit
- Pernafasan : 27 x/menit
- Suhu : 37,5oC
Status Generalis
 Kepala/Leher : KP -/-, Sklera Ikterik -/-, pembesaran KGB (-),
pembesaran tiroid (-)
 Thoraks : pergerakan dinding dada simetris
Pulmo : vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Cor : S1 S2 tunggal (+), murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : Datar, BU (+), timpani, nyeri tekan (-)
 Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-
Inferior : akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-

A Kejang demam sederhana + GEA dehidrasi ringan-sedang


P - IVFD Kaen 1B 900 cc / 24 jam
- Injeksi Ceftriaxone 1x750 mg
- Paracetamol 1 cth / 6 jam PO
- Lacto B 2x1 PO
- Zink 1x20 mg PO 13
- Diazepam 3x2 mg PO
Rabu, 08 Juli 2020 (Bangsal Kenanga)
S Demam (-), diare (-), kejang(-)
O Kesadaran compos mentis
GCS : 15 (E4 V5 M6)
KU: Sedang
TTV :
- Nadi : 102 x / menit
- Pernafasan : 24 x/menit
- Suhu : 36,9oC
Status Generalis
 Kepala/Leher : KP -/-, Sklera Ikterik -/-, pembesaran KGB (-),
pembesaran tiroid (-)
 Thoraks : pergerakan dinding dada simetris
Pulmo : vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Cor : S1 S2 tunggal (+), murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : Datar, BU (+), timpani, nyeri tekan (-)
 Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-
Inferior : akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,5 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 31 % 35 - 47
Leukosit 6.300 /uL 3.600 – 11.000
Trombosit 231.000 /uL 150.000 – 440.000
A Kejang demam sederhana + GEA dehidrasi ringan-sedang
P - IVFD Kaen 1B 900 cc / 24 jam
- Injeksi Ceftriaxone 1x750 mg
- Paracetamol 1 cth / 6 jam PO
- Lacto B 2x1 PO
- Zink 1x20 mg PO 14
- Diazepam 3x2 mg PO
Kamis, 09 Juli 2020 (Bangsal Kenanga)
S Demam (-), diare (-), kejang(-)
O Kesadaran compos mentis
GCS : 15 (E4 V5 M6)
KU: Sedang
TTV :
- Nadi : 100 x / menit
- Pernafasan : 24 x/menit
- Suhu : 36,8oC
Status Generalis
 Kepala/Leher : KP -/-, Sklera Ikterik -/-, pembesaran KGB (-),
pembesaran tiroid (-)
 Thoraks : pergerakan dinding dada simetris
Pulmo : vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Cor : S1 S2 tunggal (+), murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : Datar, BU (+), timpani, nyeri tekan (-)
 Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-
Inferior : akral hangat, CRT < 2 detik, ptechie -/-, edema -/-

A Kejang demam sederhana + GEA dehidrasi ringan-sedang


P - Pasien sudah dapat pulang
- Parasetamol sirup 3x1Cth
- Diazepam 3x2 mg 15
- Stesolid Supp bila ada bangkitan kejang
16
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak yang
terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. 3 Derajat tinggi suhu ya

ng dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius di atas suhu rektal
atau lebih. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai
dengan kejang berulang tanpa demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian
kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.4

3.2 Epidemiologi3,5

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun.
Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam
lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.

Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr.
Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999
ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada
tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari
data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.

Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari jumlah penduduk di AS,
Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di
antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila
dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.

3.3 Etiologi

Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur anak,
tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai

17
peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang
demam pasa masa kecilnya.3

Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat
menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi
saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang tidak
segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam),
gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan
campak (morbili) juga dapat menyebabkan kejang demam. 6

3.4 Patofisiologi7
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan air.
Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu
ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na + rendah, sedang di luar sel neuron terdapat
keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat
pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya
 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15
% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari
ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi

18
artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

3.5 Klasifikasi

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua 4

1. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)

- Berlangsung singkat
- Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit
- Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal
- Tidak berulang dalam waktu 24 jam

2. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)

- Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit


- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang parsial
- Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara bangkitan
kejang.

3.6 Manifestasi Klinis8

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu
badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta,
bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal
atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah
beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik.

Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami demam
(terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau
grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang
mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi

19
tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat
menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20
detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama
1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan
air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya
kebiruan.

Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :

1. Anak hilang kesadaran


2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.

3.7 Diagnosis6,9,10
Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-penyakit lain yang
dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan
homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh
untuk menegakkan diagnosis ini.

1. Anamnesis
- waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
- sifat kejang (fokal atau umum)
- Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)
- Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik
turun)
- Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
- Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau
epilepsi)
- Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)

20
- Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
- Trauma kepala
2. Pemeriksaan fisik
- Tanda vital terutama suhu
- Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah
atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
- Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti
nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan
terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
- Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan
adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan
sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari
luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena
kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
- Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
- Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural
atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
- Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA,
OMA, GE)
- Pemeriksaan refleks patologis
- Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)

3. Pemeriksaan laboratorium
- Darah tepi lengkap
- Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dapat mengganggu keseimbangan
elektrolit atau gula darah.
- Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi gangguan metabolisme
- Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat dicurigai Ensefalitis
akut / Ensefalopati.

4. Pemeriksaan penunjang

21
- Lumbal Pungsi jika dicurigai adanya meningitis, umur kurang dari 12 bulan sangat
dianjurkan, dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.
- EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi
terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK. Tetapi beberapa
ahli berpendapat EEG tidak sensitif pada anak < 3 tahun.
- CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan neurologi fokal
yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial.

3.8 Diagnosis Banding3

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah
penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya karena
infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu perlu waspada untuk
menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.

Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang masih
muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata.
Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal dapat dilakukan pemeriksaan cairan
serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal.

Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam atau
epilepsi yang dprovokasi oleh demam.

Tabel Diagnosa Banding

No Kriteri Banding Kejang Demam Epilepsi Meningitis


Ensefalitis

1. Kejang Pencetusnya Tidak berkaitan Salah satu gejalanya


demam dengan demam demam
2. Kelainan Otak (-) (+) (+)
3. Kejang berulang (+) (+) (+)
4. Penurunan kesadaran (+) (-) (+)
3.9 Penatalaksanaan4,10

Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :

22
1. Mengatasi kejang secepat mungkin

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah berhenti. Apabila
pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg.menit
atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang
sering digunakan di rumah sakit adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB
atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5
mg mg untuk anak diatas usia 3 tahun.

Jika kejang masih berlanjut :

1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5
mg/kg per rektal
2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut :

1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit


2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit
atau kurang dari 50mg/menit.

Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif
dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya
tergantung dari jenis kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

2. Pengobatan penunjang

Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan
memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan
untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi
terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan
pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor
sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat.

23
Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh darah
perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh
darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan
panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun
bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres,
anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel
dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa.
Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. Tidak ditemukan
bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 –
15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali,
3 – 4 kali sehari.

3. Memberikan pengobatan rumat

Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita ke
rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Kejang demam kompleks merupakan salah satu
indikasi seorang pasien untuk dirawat di rumah sakit selain adanya hiperpireksia, pasien < 6 bulan, kejang
demam yang pertama kali, dan terdapat kelainan neurologis. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:

 Profilaksis intermitten

Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat
campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama episode demam.
Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau
ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak
dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal
dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas
10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat tubuh ≥ 38,50C. Profilaksis intermitten
ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil
yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejang demam.

 Profilaksis jangka panjang

24
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan
cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. Pengobatan jangka
panjang dapat dipertimbangan jika terjadi hal berikut:

1. Kejang demam ≥ 2 kali dalam 24 jam


2. Kejang demam terjadi pada umur < 12 bulan
3. Kejang demam ≥ 4 kali per tahun

Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:

1).           Fenobarbital

Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah
perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif
atau fungsi luhur.

2).           Sodium valproat / asam valproat

Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 1-2 tahun dan dihentikan secara
bertahap selama 1-2 bulan. Efek samping yang dapat terjadi adalah gejala toksik berupa rasa mual,
kerusakan hepar, pankreatitis.

3).           Fenitoin

Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif
sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada
profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi.
Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama
3 atau 6 bulan.

4. Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus
respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk
mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama
kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di
dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang

25
intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium,
magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.

2. 10 Prognosis6,11

1. Kematian. Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak
sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74 %.
2. Terulangnya Kejang. Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6
bulan pertama dari serangan pertama.
3. Epilepsi. Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang demam
kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita
KDS tergantung kepada faktor :
a.   riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b.   kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS
c.    kejang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami
serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama
sekali faktor di atas.

4. Hemiparesis. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih
dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang
terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu
timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang
lama.

Retardasi Mental. Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ,
sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau
kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan
terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.

26
27
BAB IV
Analisis Kasus
Penegakan diagnosis kejang demam kompleks dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan, pasien mengalami kejang saat demam
sebanyak 2 x dalam waktu 24 jam, dengan lama rata-rata 15 menit. Kejang bersifat umum yang didahului
kejang parsial. Selama kejang pasien tidak sadar dan pasien sadar diantara dua serangan kejang. Hal ini
sesuai dengan kriteria diagnosis kejang demam kompleks. Pasien juga tidak mempunyai riwayat kejang
pada saat tidak demam, untuk mensingkirkan diagnosis epilepsi.
Dari pemeriksaan fisik tidak adanya kaku kuduk, rangsang meningeal, refleks patologis
menunjukkan penyebab kejang demam pada pasien tidak disebabkan oleh proses intrakranial walaupun
hal ini harus dipastikan lebih lanjut dengan pemeriksaan pungsi lumbal.
Dari pemeriksaan penunjang darah rutin yang penting menunjukkan adanya peningkatan kadar
leukosit dalam darah (12.600/uL) dan Netrofil (77,9%).
Pada pasien ini dianjurkan pemeriksaan kadar elektrolit dalam darah untuk menyingkiran
kemungkinan kejang akibat gangguan elektrolit. Pemeriksaan pungsi lumbal juga dianjurkan pada pasien
ini untuk memastikan tidak adanya penyebab intrakranial untuk terjadinya kejang.
Penatalaksanaan pasien ini pemberian cairan infus Kaen 1B. Hal ini untuk memberikan
kebutuhan glukosa, cairan, dan elektrolit pada pasien yang saat demam, tidak terpenuhi asupannya. Pasien
masuk ke ruangan bangsal dalam keadaan tidak kejang lagi, sehingga seharusnya diberikan obat anti
kejang profilaksis intermitten yaitu diazepam dengan dosis 0,3mg/kgBB setiap 8 jam untuk oral atau 0,5
mg/kgBB setiap 8 jam untuk rektal. Namun dari teori yang dikemukakan diatas, bahwa diazepam
diberikan pada saat tubuh > 38,50C, sehingga pada pasien ini dimana suhunya 37,20C dapat diberikan obat
profilaksis jangka panjang berupa asam valproat yang dapat diberikan kepada pasien saat pulang.
Mengingat efek samping dari asam valproat dan penggunaannya dalam waktu yang lama (1 tahun), maka
disarankan pada pasien untuk rutin kontrol ke dokter. Pada pasien diberikan antibiotik karena dicurigai
penyebab demamnya adalah infeksi bakteri dan untuk mengatasi demamnya diberikan obat penurun
panas berupa parasetamol.

28
BAB V
KESIMPULAN

Pasien anak laki-laki usia 11 bulan dengan berat 8kg (status gizi baik) datang dengan kejang,
demam dan diare. Target pengobatan jangka pendek adalah memperbaiki kondisi dehidrasi,
bangkitan kejang, dan mengatasi diare. Sedangkan target jangka panjang adalah pencegahan
terjadinya diare dan infeksi berulang dengan edukasi terkait higenitas sumber makanan dan
minuman, imunisasi lengkap dan edukasi agar orangtua juga memantau kejadian kejang saat
demam. Prognosis pasien ad vitam bonam, ad functionam bonam dan ad sanationam dubia ad
bonam.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 – 2060
2. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 27. 1982 : 6 –
8.
3. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal 2059-
2067.
4. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja
Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 – 14.
5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC, Jakarta 2006.
6. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh pada tanggal 9 Februari
2013. Didapatkan dari: www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm
7. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell pulblishing;
2006. Hal 72-90.
8. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan Lange, 2002
9. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman
pelayanan medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta. 2010. h. 150-2.
10. Ministry of health service. Guidelines and protocols febrile seizure. British columbia medical
association. 2010.
11. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke Diunduh pada tanggal
9 Februari 2013. Didapatkan dari:
www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm

30

Anda mungkin juga menyukai