Anda di halaman 1dari 23

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

CASE REPORT
WANITA USIA 24 TAHUN G1P0A0 UK 35-36 MINGGU KALA I FASE LATEN
DENGAN PEB + KPD >24 JAM + PREMATUR

Oleh :
Izzah Tsaqoofah Jati, S.Ked
J510215310

Pembimbing :
dr. Purnamawati, Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


RSUD DR. SAYIDIMAN MAGETAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2023
HALAMAN PENGESAHAN

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

CASE REPORT

Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran


Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : wanita usia 24 tahun G1P0A0 uk 35-36 minggu kala I fase laten dengan
PEB + KPD >24 jam + prematur

Penyusun : Izzah Tsaqoofah Jati (J510215310)

Pembimbing : dr. Purnamawati, Sp.OG

Magetan, Mei 2023

Menyetujui,

Pembimbing

dr. Purnamawati, Sp.OG

Mengetahui,
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

dr. Sulistyani, Sp.S


LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. DS
Umur : 24 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Macanan RT 05/04 Jogorogo
Tanggal Masuk RS : 10 April 2023
Tanggal pemeriksaan : 10 April 2023

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Keluar cairan dari jalan lahir.
2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Ponek RSUD Sayidiman Magetan pada tanggal 10/04/23


pukul 12.30 WIB dengan keluhan keluar cairan dari jalan lahir sejak tanggal
09/04/2023 (1 hari yang lalu SMRS), Ibu mengatakan ketuban rembes tanpa
disertai lendir darah. Keluhan lainnya yaitu kenceng-kenceng dirasakan
sejak pagi ± 3 jam yang lalu, disertai nyeri kepala hilang timbul dan kedua
kaki bengkak sejak 1 bulan yang lalu, ibu mengatakan gerakan janin masih
aktif. Pasien merupakan pasien rujukan dari Puskesmas Jogorogo.

3. Riwayat Obstetri
- Anak pertama : Hamil saat ini
4. Status Perkawinan
- Jumlah Perkawinan : 1 kali
- Lama perkawinan terakhir : +2tahun
5. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Hipertensi : tidak terkontrol (sejak hamil)
- Riwayat Jantung : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
6. Riwayat Sehari-hari
- Konsumsi Suplemen/Vitamin : diakui
- Minum Jamu : disangkal
- Merokok : disangkal
- Minum Alkohol : disangkal
- Minum Kopi : disangkal
7. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Asma : disangkal
- Riwayat Jantung : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat Alergi : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
KU : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Nilai GCS : E4/V5/M6
2. Tanda Vital
Tekanan Darah : 143/102 mmHg
Nadi : 88 x/mnt
Suhu : 36,5 0C
SpO2 : 98%
RR : 20 x/mnt
BB : 77 kg
TB : 155 cm
IMT : 33 (Obesitas 2)
3. Pemeriksaan Status Generalis
a. Kepala : Normocephal, bibir sianosis (-)
b. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
c. Leher : Leher simetris, pembesaran kelenjar getah bening (-/-),
peningkatan jugular vein pressure (-)
d. Thoraks:
1) Pulmo
- Inspeksi : bentuk dada normal (+) normal, retraksi (-) normal
- Palpasi : ketinggalan gerak (-/-) normal, fremitus (+/+) normal
- Perkusi : sonor diseluruh lapang paru kanan kiri (+) normal
- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+) normal, rhonki (-/-), wheezing
(-/-)
2) Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak (+) normal
- Palpasi : ictus cordis teraba (+) normal, kuat angkat (+) normal
- Perkusi : redup pada jantung (+) normal
- Auskultasi: Suara Jantung I-II reguler (+), murmur (-), bising jantung
(-)
e. Ekstremitas superior : akral hangat (+/+) normal, edema (-/-) normal,
CRT < 2 detik (+)
Ekstremitas inferior : akral hangat (+/+) normal, edema (+/+), CRT < 2
detik (+)

4. Pemeriksaan Obstetri:
a. TFU : 37 cm
b. DJJ : 155 kali/menit
c. His : 1x10’10’’
d. Pemeriksaan Leopold :
 Leopold 1 : 1 bagian bulat lunak tidak melenting (fundus
bokong)
 Leopold 2 : 1 bagian memanjang sebelah kiri (letak
membujur punggung kiri)
 Leopold 3 : 1 bagian bulat keras melenting (presentasi
kepala)
 Leopold 4 : konvergen, kepala belum masuk PAP
 Perlimaan : 4/5 sulit digerakan, bagian terbesar kepala belum
masuk panggul
 Kesimpulan : Janin tunggal, intrauterine, letak membujur,
punggung kiri, presentasi kepala, belum masuk PAP
e. Pemeriksaan dalam (Vaginal Toucher)
• VT  V/V tampak normal
• Bloodslym  (+)
• Portio
1. Dilatasi 3 cm
2. Efficement 75%
3. Posisi mild position
4. Konsistensi lunak
• Ketuban  mengalir, kehijauan keruh, tidak
berbau)
• Posisi denominator  UUK kiri depan
• Penurunan derajat janin  hodge 1
• Bishop score
• Dilatasi : 3-4 cm (2)
• Efficement : 60-70% (2)
• Position : mid position (1)
• Konsistensi : soft (2)
• Station : -3 (0)
• Total :7

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Lengkap

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN


10/04/2023
HEMATOLOGI
LENGKAP

Hemoglobin 12,8 11.7 – 15.5 gr/dL

Hematokrit 38.0% 35 – 47 %

Lekosit 15.4 3.6 – 11.0 x 103 /μL

Trombosit 225 150 – 440 x 103 /μL

MCV 82.1 80 – 100 fL


MCH 28.5 26 – 34 pg

MCHC 33.7 32 – 36 g/dL

Eritrosit 4.4 3,8-5,2 %

Neutrofil segmen 76.6 50-70%

Eosinofil 0.8 2-4%

Limfosit 28 25-40%

Urinalisa lengkap

Berat Jenis >=1.030 1.015-1.025

pH 5.5 4.8-7.4

Protein 3+ Negatif

Glukosa Negatif Negatif

Keton Negatif Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

CTG (13-10-2021)

 Baseline Rate: 155 dpm


 Contraction :

 Frekuensi : 2x dalam 10 menit

 Durasi : 30 detik
 Tonus dasar: 0 mmHg

 Intensitas : 25 mmHg

 Variability : 8 mmHg

 Acceleration : amplitudo 15 dpm, durasi 45 detik

 Deceleration : amplitudo 15 dpm, durasi 30 detik

 Gerakan janin : 10

 Kategori : 1 (observasi)

F. DIAGNOSIS
 G1P0A0 Wanita 24 tahun UK 35-36 minggu kala 1 fase laten
 Janin tunggal, hidup, intrauterin
 Presentasi kepala, punggung kiri, kepala belum masuk PAP
 PEB
 KPD >24 jam
 Riwayat HT tidak terkontrol sejak kehamilan
 Obesitas 2

G. TATALAKSANA
Sikap: Manajemen aktif, sikap phantom
• Sikap utama: Ambil tindakan, akhiri kehamilan dengan SC
Sikap antara:
• Infus RL
• Anti-hipertensi: Nifedipin 3x10 mg
• Profilaksis anti-kejang: MgSO4 loading dose 4 gr selama 5-10 menit (10 ml
larutan MgSO4 40% larutkan dengan 10 ml aquabidest) dilanjutkan dengan
maintenance dose 2 gr/jam sampai dengan 24 jam.
• Pasang DC
• Pasang O2 (resusitasi intrauterine) 3 L/menit
• Antibiotik : Cefazolin 2 gr
• Pematangan paru: Dexamethason 2x6 mg

H. FOLLOW UP
10 April 2023 (12.25 WIB di IGD)

S Air ketuban keluar dari jalan lahir, terasa kencang sejak ±3 jam yll, kaki bengkak
sejak 1 bulan yll
O Tampak sakit sedang, kesadaran Compos mentis.
TD : 160/100 mmHg Nadi : 84x/menit
RR : 20x/menit Suhu : 36,6oCSpO2 : 98%
Gagal Induksi
- Pemeriksaan dalam:
Vulva/vagina tampak normal, Bloodslyme +, Portio : Pembukaan 3 cm.
Penipisan 75%, Konsistensi lunak, Posisi mild position, Ketuban – (mengalir,
kehijauan keruh, tidak berbau), Teraba kepala turun di Hodge I
His : 2x/10’/15’ DJJ : 143 x/menit
Leukosit 15.4, Proteinuria +3


A G1P0A0 Hamil 35-36 minggu PK I laten dengan PEB+ KPD >24 Jam

P - Observasi KU, TTV, DJJ per 4 jam


- Ps three way
- Inj cefotaxime 2x1gr
- MgSO4 40% drip dalam D5% 18 tpm
- Inj. Dexamethashone 2 amp
10 April 2023 (19.25 WIB di Kaber)

S perdarahan aktif pada vagina,

O Keadaan umum : lemah, kesadaran Compos mentis.


Luka pada pada vagina dalam, kedalaman 4cm, lebar 3 cm
A Rupture DIII pada P1A0 post partum dengan PEB + KPD >24 jam
P
- Pasang DC
- Pasang Tampon
- Misoprostol 4 tab
- Konsul Sp.OG dan Sp. An
- Hecting cito di OKA
10 April 2023 (22.30 WIB)

S Pasien lemas, setelah dilakukan repair perineum

O Keadaan umum : Lemah, kesadaran Compos mentis.


A Post repair perineum pada P1A0 dengan PEB + KPD > 24 jam
P - Inf. Ringer Laktat 20 tpm + Oksitosin drip 2 amp
- Inj Cefotaxime 1 gr/ 12jam
- Labetalol 50mg/12 jam
- Nifedipine cap
- Pronalges supp
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Preeklampsia
1.1.1 Definisi
Secara klasik, preeklampsia dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi
terjadinya hipertensi dan adanya proteinuria pada usia kehamilan ≥ 20 minggu.
Hipertensi merupakan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau diastolik ≥ 90
mmHg. Sedangkan proteinuria merupakan ekskresi protein abnormal pada urine ≥
300 mg/24 jam, atau perbandingan protein : kreatinin ≥ 0,3, atau hasil uji dipstick
protein 30 mg/dL atau +4.4 Meskipun demikian, seringkali wanita hamil dengan
hipertensi dapat menunjukkan gejala gangguan organ multisistemik tanpa adanya
proteinuria. Sehingga pada tahun 2013, ACOG mendeklarasikan definisi baru
mengenai preeklamsia, yaitu dengan tidak terdapatnya proteinuria, diagnosis
preklampsia pada wanita hamil ditegakkan apabila terdapat kondisi
trombositopenia (platelet ≤ 100.000/mikroliter), gangguan fungsi hati
(peningkatan kadar enzim liver transminase di dalam darah sebesar dua kali dari
konsentrasi normal), insufisiensi ginjal (peningkatan serum kreatinin ≥ 1,1 mg/dL
atau peningkatan ganda serum kreatinin tanpa adanya penyakit ginjal lain), edema
pulmoner, dan gangguan pada serebral dan fungsi penglihatan.3
Sedangkan berdasarkan tingkat severitasnya, preeklampsia dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:2
1. Preeklamsia Ringan, yaitu tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada usia
kehamilan > 20 minggu dan tes celup urin menunjukkan proteinuria +1 atau
pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil > 300 mg/24 jam.2
2. Preeklampsia Berat, yaitu tekanan darah ≥ 160/110 mmHg pada usia
kehamilan > 20 minggu dan tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥ +2 atau
pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil > 5 g/24 jam. Jika tanpa
proteinuria, disertai keterlibatan gangguan organ lain, seperti:
a. Trombositopenia (< 100.000 sel/μL), hemolisis mikroangiopati
b. Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
c. Sakit kepala, skotoma penglihatan
d. Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
e. Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
f. Oliguria (< 500 ml/24 jam), kreatinin > 1,2 mg/dL. 2
2.1.2 Epidemiologi
Preeklampsia diperkirakan telah menyebabkan kematian bagi hampir 50.000
wanita hamil di dunia. Kondisi tersebut merupakan penyumbang mortalitas dan
morbiditas maternal dan perinatal terbesar. Adapun insiden terjadinya
preeklampsia berkisar antara 2-10% dari kehamilan di berbagai negara, dengan
presentase yang lebih tinggi seringkali ditemukan pada negara berkembang.7
Preeklampsia diketahui menyumbang lima kali lipat jumlah kematian perinatal
pada negara berkembang.5 Tidak hanya itu, di negara maju seperti Amerika
Serikat, preeklampsia juga merupakan salah satu dari komplikasi yang paling
sering terjadi, dengan prevalensi mencapai 5-7% kehamilan.3
Di Indonesia sendiri, insiden terjadinya HDK, termasuk preeklampsia di
dalamnya, mencapai angka 3,4-8,5%. Selain itu, HDK juga menjadi penyebab
kematian ibu terbesar setelah komplikasi puerperium dan perdarahan
pascapersalinan, dengan presentase sebesar 32%. Sedangkan di RSUP Sanglah,
PEB memiliki prevalensi terbesar dari seluruh spektrum HDK, yaitu sebesar
4,7%.5
2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Preeklampsia merupakan kondisi patologis pada kehamilan yang sangat
sering ditemui. Namun sampai saat ini, tidak diketahui secara pasti penyebab
terjadinya kejadian preeklampsia pada wanita hamil. 7 Namun beberapa kondisi
baik pada ibu dan janin diketahui dapat meningkatkan risiko terjadinya
preeklampsia. Secara umum, faktor risiko tersebut dapat dibagi menjadi:
1. Faktor risiko maternal, seperti kehamilan primigravida, usia ibu < 18 tahun
atau > 35 tahun, memiliki riwayat pernah mengalami preeklampsia pada
kehamilan sebelumnya, riwayat hipertensi dalam keluarga, obesitas (BMI ≥ 30
kg/m2), dan jarak antar kehamilan < 2 tahun atau > 10 tahun. Selain itu, adanya
riwayat penyakit medis penyerta pada ibu, seperti hipertensi kronis, diabetes
mellitus, penyakit ginjal, trombofilia, migrain, systemic lupus erythematosus,
serta penggunaan obat serotonin-uptake inhibitor antidepressant (SSRI) juga
diketahui dapat meningkatkan risiko kejadian preeklampsia.3,6
2. Faktor risiko fetal, seperti kehamilan ganda, hydrops fetalis, penyakit
trofoblastik gestasional, dan kromosom triploid.6
2.1.4 Patofisiologi
Sampai saat ini, penelitian mengenai mekanisme terjadinya preeklampsia
telah dilakukan sejak tahun 2200 SM.4 Banyak teori yang menjelaskan
patofisiologi terjadinya preeklampsia pada ibu hamil. Namun, teori yang
berkembang saat ini adalah mengenai preeklampsia sebagai 2- stages disease,
yang berarti bahwa mekanisme patofisiologi terjadinya preeklampsia dapat dibagi
menjadi dua tahapan. Pertama disebabkan oleh terjadinya proses abnormalitas
pada implantasi plasenta yang terjadi < 20 minggu usia kehamilan, kemudian
diikuti dengan tahapan kedua, yaitu dampak implantasi yang buruk tersebut
sehingga terjadi aktivasi sel endotel dan inflamasi.3,4 Akibat abnormalitas
implantasi plasenta, dapat terjadi hipoksia plasenta dan reperfusi hipoksia yang
menghasilkan kerusakan pada sinsitiumdan gangguan pertumbuhan pada janin.
1. Teori Kelainan Invasi Trofoblas pada Implantasi Plasenta
Arteri spiralis merupakan percabangan sistem vaskularisasi yang
berfungsi memberikan aliran darah bagi rahim dan plasenta pada masa
kehamilan. Pada implantasi yang normal, terjadi proses remodeling arteri
spiralis yang berperan untuk memberikan vaskularisasi dari ibu kepada janin.1
Pada trimester pertama, cytotropoblast stem cells akan membentuk
lapisan sinsitiotropoblas dan beragregasi membentuk sederetan trofoblas yang
invasif, yang menyusun vili koriales yang disebut “anchoring villous
tropoblast”. Cytotropoblast di dalam vili tersebut akan menembus sinsitium
pada beberapa tempat sehingga membentuk suatu kelompok sel berlapis yang
disebut “extravillous tropoblast cells”. Kelompok sel inilah yang secara fisik
menghubungkan plasenta dengan dinding uterus ibu. Perkembangan
selanjutnya dari sel trofoblas ekstravilus itu akan mengikuti 2 jalur, jalur
pertama yaitu sel-sel tersebut menginvasi dinding uterus (interstitial invasion)
dan jalur kedua adalah sel sel itu menembus pembuluh darah (endovascular
invasion). Invasi endovaskuler ke arteri spiralis ini merupakan bagian yang
sangat penting pada proses ini, di mana peristiwa ini terjadi paling awal pada
umur kehamilan 4-6 minggu. Proses tersebut terjadi dalam dua gelombang,
gelombang pertama menembus pembuluh darah di desidua dan yang kedua
menembus pembuluh darah pada tingkat miometrium. Setelah mengalami
invasi, trofoblas nantinya akan menggantikan posisi endotel dan lapisan
muskularis pembuluh darah. Perubahan fisik arteria spirales seperti itu
menyebabkan suatu kondisi sirkulasi darah yang “high flow” dan “low
resistance” sehingga aliran darah ke plasenta menjadi sangat besar.4
Pada HDK, terjadi invasi trofoblas yang tidak sempurna, yaitu proses
invasi trofoblas pada lapisan otot serta jaringan matriks sekitar arteri spiralis
hanya terjadi secara superfisial. Dengan demikian, hanya pembuluh darah
pada lapisan desidua saja yang mengalami proses remodeling, sementara
pembuluh darah yang lebih dalam tidak mengalami perubahan pada lapisan
endotel dan jaringan muskuloelastiknya. Akibatnya arteri spiralis yang
seharusnya berdilatasi, justru tetap mengalami konstriksi dan memiliki
resistensi pembuluh darah yang tinggi.4 Adapun penyebab pasti terjadinya
invasi trofoblas yang abnormal masih belum jelas. Terdapat teori yang
menyebutkan terjadinya abnormalitas disebabkan oleh tidak adanya reseptor
JAG1 yang pada kehamilan normal berperan dalam signaling substansi Notch2
di dalam proses pengaturan diameter pembuluh darah dan perfusi plasenta.
Ada pula teori mengenai pengaruh kompleks imunitas dan sel natural killer
yang dapat memengaruhi abnormalitas implantasi plasenta.3
Abnormalitas yang terjadi pada plasenta menyebabkan terjadinya gejala
gangguan maternal pada ibu. Awal terjadinya gangguan tersebut terjadi oleh
karena hipoksia dan iskemia plasenta yang terjadi akibat penurunan aliran
darah menuju plasenta. Sebagai respon dari hipoksia, plasenta akan
memproduksi faktor patogenik ke dalam sistem sirkulasi maternal yang
nantinya akan menyebabkan aktivasi dan disfungsi endotel. Endotel memiliki
peran penting dalam pengaturan pembuluh darah, seperti pengaturan tonus otot
polos pembuluh darah melalui pengeluaran faktor vasokonstriksi dan
vasodilatasi, serta regulasi antikoagulasi, antiplatelet, dan fungsi fibrinolitik.
Faktor angiogenik berupa angiogenic growth factors itu adalah vascular
endothelial growth factor (VEGF), placenta growth factor (PlGF), dan
transforming growth factor-beta (TGFβ) diduga memiliki keterkaitan penting
di dalam timbulnya manifestasi klinis preeklampsia. Selain berperan dalam
angogenesis, faktor-faktor ini juga berperan penting dalam menjaga fungsi
endotel pembuluh darah sistemik. Pada preeklampsia, iskemia plasenta akan
menyebabkan dikeluarkannya soluble FMS-like tyrosine kinase-1 (sFlt-1) yang
merupakan bentuk soluble dari reseptor VEGF dan PIGF yang bersifat
antiangiogenik. Peningkatan sFlt-1 di dalam sirkulasi akan menyebabkan
penurunan VEGF dan PIGF bebas di dalam darah, yang kemudian akan
menurunkan fungsi keduanya di dalam stimulasi angiogenesis dan menjaga
fungsi integritas endotel. Pada ginjal, inaktivasi VEGF bebas dapat
menyebabkan endoteliosis glomerular, yang merupakan awal mula terjadinya
proteinuria.3Selain itu, terjadi pula pengeluaran soluble Endoglin (sEng) yang
merupakan suatu molekul yang memblok endoglin yang berperan sebagai ko-
reseptor TGFβ. Akibatnya, akan terjadi penurunan fungsi dilatasi endotel
pembuluh darah.4
2. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu, Plasenta, dan Janin
Faktor imunologik dianggap merupakan salah satu penyebab
terjadinya preeklampsia. Adanya teori ini didukung dengan adanya fakta
bahwaprimigravida mempunyai risiko lebih besar dibandingkan
dengan multigravida. Begitu pula apabila seorang ibu multipara menikah
lagi, maka ia akan mempunyai risiko menderita preeklampsia yang lebih besar
dibandingkan apabila pasangan/suaminya tetap. Hal tersebut dikarenakan oleh
pada ibu yang sudah pernah hamil dari suami pertamanya, maka ibu tersebut
telah memiliki toleransi terhadap materi genetik yang dibawa oleh suami
pertamanya. Sementara, apabila ibu kembali hamil dengan suami kedua,
maka akan terdapat materi genetik baru sehingga menyebabkan reaksi
imunologis terhadap plasenta.
Hasil konsepsi merupakan hasil penggabungan materi genetik dari ibu
dan suami. Oleh karena hasil konsepsi tersebut tidak seutuhnya merupakan
bagian dari ibu, maka hasil konsepsi dapat dianggap sebagai benda asing yang
berada pada tubuh ibu. Namun, pada wanita dengan kehamilan normal,
terdapat human leukocyte antigen protein G (HLA-G) yang berperan penting
untuk memodulasi respons imunitas ibu, sehingga ibu tidak memberikan reaksi
penolakan imunitas terhadap hasil konsepsi yang dikandungnya. Selain itu,
adanya HLA-G juga berperan untuk membantu proses terjadinya invasi
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu.1
Pada HDK, terdapat penurunan ekspresi HLA-G oleh trofoblas
ekstravillus pada ibu. Adapun mekanisme terjadinya peningkatan pembuluh
darah adalah akibat terganggunya proses invasi trofoblas ke dalam lapisan
desidua ibu. Hal tersebutlah yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan
terjadinya dilatasi pada arteri spiralis dan menyebabkan tekanan darah
meningkat.1,4
3. Teori Genetik
Adanya faktor genetik atau keturunan pada preeklampsia dikaitkan oleh
karena terdapatnya interaksi yang berasal dari berbagai gen paternal maupun
maternal. Adapun di antaranya adalah methylene tetrahydrofolate reductase
(MTHFR), F5 (Leiden), AGT (M235T), HLA (Various), NOS3 (Glu 298 Asp),
F2 (G20210A), ACE (I/DatIntron 16), CTLA4, LPL, dan SERPINE1. Gen
tersebut memiliki kontrol di dalam mengatur sistem regulasi enzimatik dan
metabolisme setiap organ di tubuh. Adanya paparan faktor risiko dari ibu
maupun lingkungan, dapat memicu reaksi genetik sehingga menyebabkan
preeklamsia.
Ditemukan bahwa insiden preeklampsia terjadi pada 20-40% pada wanita
dengan riwayat ibu mengalami preeklampsia, serta 11-37% pada wanita
dengan saudara kandung perempuan juga mengalami preeklamsia. Meskipun
demikian, wanita yang memiliki genotif preeklamsia belum tentu memiliki
ekspresi fenotip yang serupa dengan wanita lain dengan genotif yang sama.4
Gambar 2.1 Patofisiologi preeklampsia

2.1.5 Diagnosis
Diagnosis preeklampsia berat apabila didapatkan satu atau lebih gejala di
bawah ini pada usia kehamilan > 20 minggu:3,8,9,10
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan
darah ini tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat dan menjalanitirah
baring
2. Proteinuria lebih dari 5 g/L dalam 24 jam atau pada pemeriksaan kualitatif +4
3. Oligouria. Jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang
disertai kenaikan kadar kreatinin darah
4. Adanya keluhan subjektif:
a. Gangguan visus: mata berkunang-kunang
b. Gangguan serebral: kepala pusing
c. Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen
d. Hiperefleks
5. Adanya sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, LowPlatelets
Count)
6. Edema paru atau sianosis
7. Pertumbuhan janin terhambat (PJT).
2.1.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari preeklampsia berat antara lain sebagai berikut.8
1. Hipertensi kronik dalam kehamilan
2. Kehamilan dengan penyakit jantung
3. Kehamilan dengan sindroma nefrotik.
2.1.7 Komplikasi
Preeklampsia berat dapat menyebabkan komplikasi baik pada ibu maupun
bayi. Komplikasi preeklampsia berat pada ibu termasuk edema paru, infark
miokard, stroke, acute respiratory distress syndrome, koagulopati, gagal ginjal
berat, dan cedera retinal. Komplikasi pada janin merupakan akibat dari paparan
terhadap insufisiensi plasenta atau dari kelahiran preterm atau keduanya. Pada
kasus yang sangat berat dapat ditemui fetal distress baik pada saat kelahiran
maupun sesudah kelahiran.3
2.1.8 Penatalaksanaan
Berdasarkan Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan; maka sikap
terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Konservatif (ekspektatif) : berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
2. Aktif: berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosa.5
2.8.1. Perawatan Konservatif
1. Bila umur kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa adanya keluhan
subjektif dengan keadaan janin baik
2. Pengobatan dilakukan di kamar bersalin (selama 24 jam)
a. Tirah baring miring ke sisi kiri secara intermiten
b. Infus Ringer Laktat yang mengandung 5% Dekstrose
c. Diberikan MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang

Loading dose (initial dose): 4g MgSO4 40% dilarutkan dalam normal


Saline I.V/ 10-15 menit

Maintenance dose: MgSO4 1g/jam/IV dalam 24 jam

Cara pemberian:
Ambil 4g MgSO4 40%(10 cc) dilarutkan dalam Normal Saline 10
cc I.V. /10-15menit. Sisanya, 6g MgSO4 40% (15 cc) dimasukkan ke
dalam satu botol (500 cc) larutan Ringer Dektrose 5% diberikan perinfus
dengan tetesan 28 tetes per menit atau habis dalam 6 jam.

Syarat-syarat pemberian MgSO4 lanjutan:


- Refleks patella normal
- Respirasi > 16 kali/menit
- Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam
- Tersedia Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc.

Antidotum: bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4, maka


diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam 10cc dalam 3 menit.
d. Pemberian antihipertensi jika tekanan darah ≥ 180/110 atau MAP > 125
mmHg. Diberikan Nifedipin 3 x 10 mg atau Nicardipin drip. Jika tidak
tersedia nifedipin, maka dapat diberikan methyldopa 500- 3000 mg per oral
dibagi 2-4 dosis.
e. Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan ginjal) dan
jumlah produksi urine 24 jam
f. Konsultasi dengan bagian penyakit dalam, bagian mata, bagian jantung,
dan yang lain sesuai dengan indikasi
3. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin (selama 24 jam
diruang bersalin)
a. Tirah baring
b. Medikamentosa
c. Pemerikaan laboratorium: darah lengkap dan hapusan darah tepi,
homosistein, fungsi ginjal dan hati, urine lengkap, produksi urine 24 jam,
penimbangan berat badan setiap hari, dan indeks gestosis
d. Diet biasa
e. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/Doppler USG)
4. Perawatan konservatif dianggap gagal bila:
a. Adanya tanda-tanda impending eklampsia (keluhan subjektif)
b. Kenaikan progresif dari tekanan darah
c. Adanya sindroma HELLP
d. Adanya kelainan fungsi ginjal
e. Penilaian kesejahteraan janin jelek
5. Penderita boleh pulang bila penderita sudah mencapai perbaikan dengan
tanda-tanda preeklampsia ringan, perawatan dilanjutkan sekurang-kurangnya
selama 3 hari lagi
6. Bila keadaan penderita tetap, dilakukan pematangan paru dilanjutkan dengan
terminasi.
2.8.2. Perawatan Aktif
1. Bila umur kehamilan ≥ 35 minggu
2. Kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi
ibu
3. Kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur kehamilan bila
dijumpai: kejang-kejang, gagal ginjal akut, stroke, edema paru, solutio plasenta
dan fetal distress
4. Pada HELLP syndrome, persalinan bisa ditunda dalam 48 jam bila umur
kehamilan < 35 minggu, untuk memberikan kesempatan pematangan paru
Catatan:
1. Persalinan sedapat mungkin diarahkan pervaginam
2. Penderita belum inpartu
Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop >5. Bila perlu dilakukan
pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah
mencapai kala II dalam waktu 24 jam
Indikasi seksio sesarea adalah:
a. Tidak memenuhi syarat persalinan pervaginam.
b. Induksi persalinan gagal
c. Terjadi gawat janin.
3. Penderita sudah inpartu
a. Kemajuan persalinan dikelola dengan partograf WHO atau kurva
Friedman
b. Monitor tekanan darah tiap 30 menit
c. Tindakan operatif pervaginam (vakum atau forceps sesuai indikasi);
tidak rutin dikerjakan kecuali:
 Tekanan darah tidak terkontrol (MAP > 125 mmHg)
 Tanda-tanda impending eklampsia
 Kemajuan kala II tidak adekuat
d. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan/atau
janin, atau indikasi obstetrik
e. Bila harus dilakukan SC, pilihan anestesianya adalah regional atau
epidural dan tidak diajurkan anestesia umum.8
2.1.9 Prognosis
Prognosis preeklampsia dapat dibedakan menjadi prognosis pada ibu dan
bayi. Prognosis pada ibu sangat tergantung pada waktu ditemukannya kondisi
preeklampsia pada ibu hamil, kondisi klinis ibu, hasil laboratorium, komplikasi
yang terjadi dan ketepatan pelaksanaan yang diberikan. Apabila preeklampsia
ditemukan lebih dini dan mendapatkan penatalaksanaan yang optimal, maka
prognosis cenderung baik. Bila ditemukan lebih lambat dengan kondisi ibu yang
buruk, hasil laboratorium buruk, dan terdapat komplikasi, maka prognosisnya
cenderung buruk. Prognosis preeklampsia pada bayi cenderung buruk. Adapun
risiko komplikasi pada bayi, yaitu pertumbuhan janin terhambat, kelahiran
prematur, sampai kematian janin dalam rahim.
DAFTAR PUSTAKA
ACOG. Ehsanipoor, Robert. Pettker, Christian M. 2018. Prelabor Rupture of
Membranes. Danver: Wolters Kluwer Health, Inc.
Angsar MD. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo Ed. 3 Cet. 4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2010; hal. 530-560.
Anonim. Prosedur tetap obstetri dan ginekologi. Denpasar: Bagian/SMF Obsterti
dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. 2015.
Carson MP. Hypertension and Pregnancy. Medscape. Diakses melalui:
http://emedicine.medscape.com/article/261435. Diakses pada: 12 Juni 2016.
Cunningham FG, Gant NF, Leveno, KJ, et al. William’s Obstetric 24th Edition.
New York: McGraw Hill Education. 2014; hal. 728-770.
Duhig KE dan Shennan AH. Recent advances in the diagnosis and management
of pre-eclampsia. F1000 Prime Reports. 2015;7:24.
Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar
dan Rujukan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013; hal.
109-117.
Kurniasih, Dedeh. Maryuni. 2017. Risk Factors of Premature Rupture of
Membrane. Jakarta. National Public Health Journal.
Shamsi U, Saleem S, Nishter N. Epidemiology and risk factors of preeclampsia;
an overview of observational studies. Al Ameen J Med Sci. 2013; 6(4):292-
300.
SMFM. Evaluation and management of severe preeclampsia before 34 weeks’
gestation. Am J Obstet Gynecol. 2011.
Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan.
Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir.
Edisi Keempat. Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2009.
Sutopo H dan Surya IGP. Characteristics of patients with hypertension in
pregnancy at Sanglah Hospital. Indones J Obstet Gynecol. July 2011; 35(3):
97-99.
Task Force on Hypertension in Pregnancy. Hypertension in Pregnancy.
Washington: American College of Obstetricians and Gynecologists. 2013.
WHO. WHO Recommendations for Prevention and Treatment of Pre- eclampsia
and Eclampsia. Geneva: WHO Library and Cataloguing in Publication Data.
2011.

Anda mungkin juga menyukai