Anda di halaman 1dari 17

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

CASE REPORT

SKABIES PADA ANAK

PENYUSUN

Izzah Tsaqoofah Jati, S.Ked J510215310

PEMBIMBING

dr. Eddy Tjiahyono, Sp.KK., FINSDV

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RSUD DR. SAYIDIMAN MAGETAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS
CASE REPORT
Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : Skabies Pada Anak

Penyusun : Izzah Tsaqoofah Jati, S. Ked J510215310

Pembimbing : dr. Eddy Tjiahyono, Sp.KK., FINSDV

Magetan, 23 Desember 2022


Penyusun

Izzah Tsaqoofah Jati, S. Ked

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Eddy Tjiahyono, Sp.KK., FINSDV

Mengetahui
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

dr. Sulistyani, Sp.N


SKABIES PADA ANAK : LAPORAN KASUS

SCABIES IN CHILDREN : A CASE REPORT

CASE REPORT

Izzah Tsaqoofah Jati, S. Ked*, dr. Eddy Tjiahyono, Sp.KK., FINSDV**


*Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
**Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Sayidiman Magetan

ABSTRAK
Skabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi kulit
oleh tungau Sarcoptes scabiei var. hominis yang ditandai dengan papul, nodul multiple dan disertai
gatal terutama pada malam hari atau saat berkeringat. Studi epidemiologi menunjukan prevalensi
skabies pada anak di Indonesia berkisar 5,6-12,95%. An. A usia 3 bulan datang ke Poliklinik Kulit
dan Kelamin RSUD dr. Sayidiman Magetan pada hari Senin, 19 Desember 2022 bersama ibunya
dengan keluhan gatal pada seluruh tubuh. Gatal yang dirasakan pasien semakin parah ketika malam
hari atau saat berkeringat. Ibu pasien mengatakan keluhan timbul sejak 3 bulan yang lalu. Setiap hari
pasien mandi dua kali sehari dan tidur sekamar dengan ibunya. Ibu pasien mengatakan jarang
menjemur kasur, bantal dan guling, dan jarang mencuci selimut, sprei, sarung bantal dan guling. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis. Status generalis
dalam batas normal. Status dermatologis pada seluruh tubuh didapatkan efloresensi berupa papul dan
nodul multiple. Terapi farmakologis yang diberikan yaitu krim permethrin 5% 30 mg di oleskan 1 kali
sehari pada malam hari. Dilakukan edukasi mengenai penyakit pasien dan pentingnya memperbaiki
higienitas personal dan lingkungan.

Kata kunci : Skabies, anak-anak, Sarcoptes scabiei var. hominis

ABSTRACT

Scabies is an infectious skin disease caused by infestation and skin sensitization by


mitesSarcoptes scabiei var. hominis which is characterized by papules, multiple nodules and
accompanied by itching, especially at night or when sweating. Epidemiological studies show that the
prevalence of scabies in children in Indonesia ranges from 5.6-12.95%. An. A, aged 3 months, came
to the Skin and Genital Polyclinic at RSUD dr. Sayidiman Magetan on Monday, December 19 2022
with his mother with complaints of itching all over his body. Itching that the patient feels gets worse
at night or when sweating. The patient's mother said complaints had arisen since 3 months ago.
Every day the patient takes a shower twice a day and sleeps in the room with his mother. The
patient's mother said that she rarely sunbed mattresses, pillows and bolsters, and rarely washed
blankets, bed sheets, pillowcases and bolsters. On physical examination, the general condition of the
patient was good, compos mentis awareness. Generalist status within normal limits. Dermatological
status throughout the body showed efflorescence in the form of multiple papules and nodules. The
pharmacological therapy given is permethrin cream 5% 30 mg which is applied once a day at night.
Education about the patient's disease and the importance of improving personal and environmental
hygiene.

Keywords: Scabies, Children, Sarcoptes scabiei var. hominis


PENDAHULUAN

Skabies merupakan infeksi yang disebabkan oleh Sarcoptes scabies var. hominis betina
yang menyerang kulit bagian superficial. Skabies yang dikenal juga dengan the itch, gudik,
budukan, dan gatal agogo ini sangat mudah menular. Skabies dapat ditularkan melalui kontak
langsung maupun tidak langsung dengan masa inkubasi rata-rata 2 bulan (2-6 minggu).
Gejala yang sering muncul adalah terdapat lesi berupa papula, vesikel, pustula maupun nodul
disertai gatal pada malam hari (pruritus nocturnal) dengan tanda patognomonis yaitu terdapat
terowongan atau kanalikuli. Skabies mempunyai predileksi pada epidermis yang tipus,
misalnya sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, penis, areola mamae, periumbilikalis, dan
area intertriginosa (lipatan payudara, pinggang, bokong, paha, aksila). Skabies yang terjadi
pada anak balita biasanya terdapat pada leher, kepala, telapak tangan dan telapak kaki
(Engelman, dkk., 2019).

Skabies pada manusia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umum terjadi di

seluruh dunia dengan estimasi prevalensi sebanyak 300 juta individu yang terinfeksi.
Penyakit ini dapat terlihat pada seluruh kelompok sosial ekonomi dan komunitas di seluruh
dunia, dan prevalensi penyakit ini beragam dari satu negara ke negara lainnya. Prevalensi
penyakit ini di negara berkembang sekitar 5,8-8,3% di kalangan penduduk pedesaan.
Berdasarkan pengumpulan data KSDAI (Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia)
tahubn 2019 bahwa prevalensi skabies pada anak di Indonesia berkisar 5,6-12,95%. Dari
sebilan rumah sakit di tujuh kota besar di Indonesia, jumlah penderita scabies terbanyak
didapatkan di Jakarta sebanyak 335 kasus (37,9%) di tiga rumah sakit (Ong&Vasanwala,
2018).

Adapun beberapa faktor predisposisi yang mempengaruhi timbulnya skabies adalah usia,
jenis kelamin, tingkat kebersihan, penggunaan alat-alat pribadi Bersama-sama, kepadatan
penghuni, tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang scabies, budaya setempat, serta sosial
ekonomi. Skabies sangat mudah mnular baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara
langsung misalnya pada orang yang tnggal serumah atau satu tempat tinggal dengan penderita
dan sehari-harinya berinteraksi satu sama lain. Secara tidak langsung misalnya melali tempat
tidur, handuk, pakaian dan alat-alat lainnya dengan masa inkubasi yang bervariasi
(Ogbuefi&Kenner-Bell, 2021).
Prinsip penatalaksanaan skabies adalah memutus rantai penularan. Tatalaksana
nonmedikamentosa terdiri dari menjaga higiene individu dan lingkungan dengan cara tidak
memakai barang-barang secara bersamaan; dekontaminasi pakaian dan alas tidur dengan
mencuci pada suhu 60 derajat atau disimpan dalam kantong plastik tertutup selama beberapa
hari; semua karpet, sofa, kasur, selimut, dan bantal dijemur di bawah terik matahari,
konsultasi kembali apabila dalam hari keluhan tidak membaik dan memberikan terapi kepada
seluruh anggota keluarga Tatalaksana farmakologis berupa pemakaian antiskabies topikal.
Antiskabies adalah Krim Permetrin 5% dioleskan selama 8 jam dan dapat diulangi setelah
satu pekan. Permetrin adalah antiskabies yang efektif pada semua stadium Antihistamin dapat
digunakan untuk menangani gatal pada skabies. Antihistamin nonsedasi (Cetirizine,
Loratadin, Desloratadine) dan sedasi (Chlorpheniramine Maleate) digunakan pada pagi atau
menjelang malam hari. (Thompson, dkk., 2021., Abeck, 2022).
LAPORAN KASUS

Seorang bayi perempuan An. A usia 3 bulan datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD dr. Sayidiman Magetan pada hari Senin, 19 Desember 2022 bersama ibunya dengan
keluhan gatal dan bintil-bintil kemerahan pada seluruh tubuh, tungkai dan kaki. Gatal yang
dirasakan pasien semakin parah ketika malam hari atau saat berkeringat sehingga
mengganggu tidur. Ibu pasien mengatakan keluhan timbul sejak 3 bulan yang lalu. Pasien
sudah sempat berobat ke puskesmas namun keluhan sering kambuh kembali.

Ibu pasien mengatakan pasien tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan ataupun
bahan-bahan alergen. Pasien masih mendapatkan ASI eksklusif. Riwayat keluhan serupa pada
ibu pasien diakui dengan lokasi di kedua lengan tangan. Setiap hari pasien mandi dua kali
sehari dan tidur sekamar dengan ibunya. Ibu pasien mengatakan jarang menjemur kasur,
bantal dan guling, dan jarang mencuci selimut, seprai, sarung bantal dan guling. Pasien tidak
memiliki binatang peliharaan di rumahnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
umum pasien baik, kesadaran compos mentis. Status generalis dalam batas normal. Status
dermatologis pada seluruh tubuh, tungkai dan kaki didapatkan efloresensi berupa papul dan
nodul multiple. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis serta pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis kerja pada pasien adalah
Skabies. Terapi farmakologis yang diberikan yaitu krim permethrin 5% 30 mg di oleskan 1
kali sehari pada malam hari. Dilakukan edukasi mengenai penyakit pasien dan pentingnya
memperbaiki higienitas personal dan lingkungan. Prognosis Quo ad vitam : ad bonam , Quo
ad functionam : ad bonam, Quo ad sanactionam : dubia ad bonam.
Gambar 1. Pada seluruh tubuh tampak papul dan nodul multiple.

Gambar 2. Pada tungkai tampak papul dan nodul multiple.

Gambar 3. Pada kaki tampak papul dan nodul multiple.


PEMBAHASAN

Skabies merupakan Penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau Sarcoptes scabiei var. hominis beserta produknya. Skabies dapat
menginfeksi semua kelompok usia dengan prevalensi tersering pada anak-anak serta sering
berhubungan dengan status sosioekonomi yang rendah, populasi padat penduduk, sanitasi
dan higienitas yang buruk. Cara penularan scabies melalui Sarcoptes scabiei betina yang
sudah dibuahi atau dalam bentuk larva secara kontak langsung (berjabat tangan, tidur
Bersama, hubungan seksual) ataupun kontak tidak langung (pakaian, handuk, sprei, bantal)
(Chandler&Fuller, 2019).
Etiologi penyebab skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu sebaga akibat
infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada manusia disebut Sarcoptes
scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida,
ordo Acarina, super famili Sarcoptes (Djuanda, 2010). Secara morfologi tungau ini
berbentuk oval dan gepeng, berwarna putih kotor, transulen dengan bagian punggung lebih
lonjong dibandingkan perut, tidak berwarna, yang betina berukuran 300-350 mikron,
sedangkan yang jantan berukuran 150-200 mikron. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang
kaki, 2 pasang
merupakan kaki depan dan 2 pasang lainnya kaki belakang. Siklus hidup dari telur
sampai menjadi dewasa berlangsung satu bulan. Sarcoptes scabiei betina terdapat
bulu cambuk pada pasangan kaki ke-3 dan ke-4. Sedangkan pada yang jantan bulu cambuk
tersebut hanya dijumpai pada pasangan kaki ke-3 saja. Siklus hidup tungau ini sebagai
berikut, setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati,
kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau
betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan
2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai
jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya.
Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai
3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah
2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4
pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8-12 hari. Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian
larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva
berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau skabies betina membuat
liang di epidermis dan meletakkan telur – telurnya didalam liang yang ditinggalkannya,
sedangkan tungau skabies jantan hanya mempunyai satu tugas dalam kehidupannya, yaitu
kawin dengan tungau betina setelah melaksanakan tugas mereka masing-masing akan mati.
Skabies ini bermanifestasi dengan plak hiperkeratotik yang dapat difus atau
terlokalisasi ke telapak tangan, telapak kaki, dan di bawah kuku. Skabies berkrusta terjadi
pada pasien yang immunocompromised karena terapi imunosupresif, diabetes, human
immunodeficiency virus (HIV), atau usia yang lebih tua (Subedi, A., 2021).
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dengan skabies dapat ditemukan lesi kulit
berupa papul, nodul dan vesikel dengan terowongan atau kanalikuli. Lesi kulit ini terdapat
pada epidermis yang tipis seperti sela-sela jari, pergelangan tangan, genital dan payudara,
serta area intertriginosa. Kriteria diagnosis klinik skabies dapat ditegakkan dengan
diagnosis presumtif sebagai berikut.
 Lesi kulit pada daerah predileksi.
a. Lesi kulit: terowongan (kunikulus) berbentuk garis lurus atau berkelok, warna
putih atau abu-abu dengan ujung papul atau vesikel. Apabila terjadi infeksi
sekunder timbul pustul atau nodul.
b. Daerah predileksi pada tempat dengan stratum korneum tipis, yaitu: sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak, areola
mamae, umbilikus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada
bayi dapat mengenai wajah, skalp, telapak tangan dan telapak kaki.
 Gatal terutama pada malam hari (pruritus nocturnal).
 Terdapat riwayat sakit serupa dalam satu rumah/kontak.
Diagnosis pasti skabies apabila ditemukan tungau, larva, telur atau kotorannya melalui
pemeriksaan penunjang (mikroskopis) (Sungkar, S., 2019).
Patofisiologi terjadinya skabies adalah tungau betina dewasa menggali terowongan
liang sepanjang 1 hingga 10 milimeter di dalam lapisan superfisial epidermis dan bertelur 2
hingga 3 telur setiap hari. Tungau mati 30 - 6 0 hari kemudian, dan telur menetas setelah
sekitar 2 hingga 3 minggu. Tidak semua terapi dan perawatan dapat menembus telur yang
berada di dalam kulit. Jika infestasi terjadi, papula dapat muncul dalam 2 hingga 5 minggu.
Papula ini berbentuk terowongan atau berbentuk koma dengan panjang mulai dari
beberapa milimeter hingga 1 sentimeter. Biasanya, infestasi terjadi di bawah kulit
tipis di area seperti lipatan interdigital, areola, daerah pusar, dan batang penis pada
pria. Pada saat ini kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya
papula, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskorisasi (lecet
sampai epidermis dan berdarah), krusta (cairan tubuh yang mengering pada permukaan kulit)
dan infeksi sekunder (Tabitha A.C. et. al., 2020).

Selain scabies dengan manifestasi klinis yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk khusus
scabies sebagai berikut (Chouela, E., et al.,2002):

 Skabies pada orang bersih


Secara klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah yang
sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. Bentuk ini seringkali
salah diagnosis karena lesi jarang ditemukan dan sulit mendapatkan terowongan
tungau
 Skabies nodular
Bentuk ini sangat jarang dijumpai dan merupakan suatu bentuk hipersensitivitas
terhadap tungau skaies, dimana pada lesi tidak ditemukan Sarcoptes scabiei. Lesi
berupa nodul kecokelatan berukuran 2-20 mm yang gatal. Umumnya terdapat pada
daerah yang tertutup terutama pada genitalia, inguinal, dan ketiak. Pada nodus yang
lama, tungau sukar ditemukan dan dapat menetap selama beberapa minggu hingga
beberapa bulan walaupun sudah mendapat pengobatan antiskabies.
 Skabies incognito
Pada kebanyakan kasus, scabies ini menjadi lebih parah dan diagnosis menjadi lebih
mudah ditegakkan. Tetapi pada beberapa kasus, pengobatan steroid membuat
diagnosis menjadi kabur, dan perjalanan penyakit menjadi kronis dan meluas yang
sulit dibedakan dengan bentuk eczema generalisata. Penderita ini tetap infeksius,
sehingga diagnosis dapat ditegakan dengan adanya anggota keluarga lainnya.
 Skabies norwegia
Skabies Norwegia merujuk pada negara pertama mendeskripsikan kelainan yang
jugadisebut skabies berkrusta yang memiliki karakteristik lesi berskuama tebal yang
penuh dengan infestasi tungau lebih dari sejuta tungau. Kadar IgE yang tinggi,
eosinofil perifer, dan perkembangan krusta di kulit yang hiperkeratotik dengan
skuama dan penebalan menjadi karakteristik penyakit ini.5 Plak hiperkeratotik
tersebar pada daerah palmar dan plantar dengan penebalan dan distrofi kuku jari kaki
dan tangan.14 Lesi tersebut menyebar secara generalisata, seperti daerah leher,
kepala, telinga, bokong, siku, dan lutut.5,13 Kulit yang lain biasanya terlihat xerotik.
Pruritus dapat bervariasi dan dapat pula tidak ditemukan pada bentuk penyakit ini.
Penyakit ini dikaitkan dengan penderita yang memiliki defek imunologis misalnya
usia tua, HIV/AIDS, lepra, dan leukemia tipe I; debilitas; disabilitas pertumbuhan;
seperti sindrom Down dan retardasi mental; penderita yang mendapat terapi
imunosupresan, penderita gangguan neurologis; . Tidak seperti skabies pada
umumnya, penyakit ini dapat menular melalui kontak biasa. Masih belum jelas
apakah hal ini disebabkan jumlah tungau yang sangat banyak atau karena galur
tungau yang berbeda. Studi lain menunjukkan bahwa transmisi tidak langsung seperti
lewat handuk dan pakaian paling sering menyebabkan skabies berkrust
 Skabies pada bayi dan anak
Skabies pada bayi dapat menyebabkan gagal tumbuh atau menjadi eczema
generalisata. Lesi dapat mengenai seluruh tubuh termasuk kepala, leher, telapak
tangan, dan kaki. Pada anak seringkali timbul vesikel yang menyebar dengan
gambaran suatu impetigo atau infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus yang
menyulitkan penemuan terowongan.6, 8 Nodul pruritus eritematous keunguan dapat
ditemukan pada aksila dan daerah lateral badan anak. Nodul-nodul ini bias timbul
terutama pada telapak tangan dan jari.
 Skabies yang ditularkan oleh hewan
Sarcoptes scabiei varian canis bisa menyerang manusia yang pekerjaannya
berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya anjing, kucing, dan gembala. Lesi
tidak pada daerah predileksi skabies tipe humanus tetapi pada daerah yang sering
berkontak dengan hewan peliharaan tersebut, seperti dada, perut, lengan. Masa
inkubasi jenis ini lebih pendek dan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan
mandi sampai bersih oleh karena varietas hewan tidak dapat melanjutkan siklus
hidupnya pada manusia

Penyebab skabies dipengaruhi oleh faktor predisposisi yaitu usia, jenis kelamin, tingkat
kebersihan, penggunaan alat-alat pribadi Bersama-sama, kepadatan penghuni, tingkat
pendidikan dan pengetahuan tentang scabies, budaya setempat, serta sosial ekonomi
diantaranya (Abeck D. 2022):
 Usia
Skabies dapat ditemukan pada semua usia tetapi lebih sering menginfestasi anak-
anak dibandingkan orang dewasa. Penelitian restrospektif yang dilakukan terhadap
29.708 anak di Indonesia pada tahun 2019 menunjukkan bahwa skabies merupakan
penyakit kulit tersering kedua di kelompok usia anak dan tersering ketiga pada
bayi.Anak-
anak lebih mudah terserang skabies karena daya tahan tubuh yang lebih rendah dari
orang dewasa, kurangnya kebersihan, dan lebih seringnya mereka bermain bersama
anak-anak lain dengan kontak yang erat. Skabies juga mudah menginfestasi orang
usia lanjut karena imunitas yang menurun dan perubahan fisiologi kulit menua.
Selain faktor imunitas, orang usia lanjut juga mengalami perubahan fisiologi kulit
yaitu atrofi epidermis dan dermis, hiperkeratosis, menurunnya fungsi sawar kulit
terhadap serangan dari luar, dan proses penyembuhan yang lebih lambat. Kulit orang
usia lanjut yang kering juga merupakan port d’entree patogen antara lain S.scabiei.
 Jenis kelamin
Skabies dapat menginfestasi laki-laki maupun perempuan, tetapi laki-laki lebih sering
menderita skabies. Hal tersebut disebabkan laki- laki kurang memerhatikan
kebersihan diri dibandingkan perempuan. Perempuan umumnya lebih peduli terhadap
kebersihan dan kecantikannya sehingga lebih merawat diri dan menjaga kebersihan
dibandingkan laki-laki.
 Tingkat kebersihan
Memelihara kebersihan diri pada seseorang harus menyeluruh, mulai dari kulit,
tangan, kaki, kuku, sampai ke alat kelamin. Cuci tangan sangat penting untuk
mencegah infeksi bakteri, virus, dan parasit. Skabies menimbulkan rasa gatal yang
hebat terutama pada malam hari dan pada suasana panas atau berkeringat. Karena
rasa gatal yang hebat, penderita skabies akan menggaruk sehingga memberikan
kenyamanan dan meredakan gatal walau untuk sementara. Akibat garukan, telur,
larva, nimfa atau tungau dewasa dapat melekat di kuku dan jika kuku yang tercemar
tungau tersebut menggaruk daerah lain maka skabies akan menular dengan mudah
dalam waktu singkat. Oleh karena itu, mencuci tangan dan memotong kuku secara
teratur sangat penting untuk mencegah skabies. Mandi dua kali sehari memakai
sabun sangat penting karena pada saat mandi tungau yang sedang berada di
permukaan kulit terbasuh dan lepas dari kulit. Kebiasaan menyetrika pakaian,
mengeringkan handuk, dan menjemur kasur di bawah terik sinar matahari setidaknya
seminggu sekali dapat mencegah penularan skabies. Tungau akan mati jika terpajan
suhu 50o C selama 10 menit. Oleh karena itu, panas setrika dan terik sinar matahari
mampu membunuh tungau dewasa yang melekat di barang-barang tersebut apabila
terpajan dalam waktu yang cukup.

 Penggunaan alat pribadi bersama


Penggunaan alat pribadi bersama-sama merupakan salah satu faktor risiko skabies.
Kebiasaan tukar menukar barang pribadi seperti sabun, handuk, selimut, sarung dan
pakaian bahkan pakaian dalam merupakan perilaku santri sehari-hari. Pakaian yang
dipinjam bukan saja pakaian yang bersih namun juga pakaian yang telah dipakai dan
belum dicuci. ungau dewasa dapat keluar dari stratum korneum, melekat di pakaian
dan dapat hidup di luar tubuh manusia sekitar tiga hari; masa tersebut cukup untuk
menularkan skabies.
 Kepadatan penghuni
Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas
wilayah yang dihuni. Faktor utama risiko skabies adalah kepadatan penghuni rumah
dan kontak yang erat. Prevalensi skabies dua kali lebih tinggi di pemukiman kumuh
perkotaan yang padat penduduk dibandingkan di kampung nelayan yang tidak padat.
 Tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang skabies
Secara umum semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin bertambah
pengetahuannya termasuk pengetahuan kesehatan. Dengan meningkatnya
pendidikan, diharapkan pengetahuan mengenai skabies meningkat karena santri yang
berpendidikan lebih tinggi biasanya mempunyai inisiatif untuk mencari informasi di
luar pendidikan formal misalnya dari internet. Pengetahuan merupakan hal penting
dalam memengaruhi perilaku seseorang terhadap penyakit termasuk skabies. Apabila
seseorang memiliki pengetahuan kesehatan dan kebersihan yang tinggi diharapkan
dapat berperilaku baik dalam menjaga kesehatannya termasuk dalam menghindari
penyakit skabies.
 Budaya
Budaya masyarakat dapat mempengaruhi prevalensi penyakit di suatu daerah. Di
daerah tertentu, orang sakit tidak boleh dimandikan karena kuatir akan memperparah
penyakitnya. Oleh karena itu, jika seseorang menderita skabies, maka tidak boleh
mandi dan cuci tangan bahkan tidak boleh terkena air sama sekali. Budaya seperti itu
perlu dihentikan dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat.
 Tingkat sosial ekonomi
Untuk menjaga kebersihan diri diperlukan berbagai alat pembersih seperti pasta gigi,
sampo, dan sabun, namun karena santri biasanya berasal dari keluarga dengan tingkat
sosio-ekonomi kurang maka merasa berat untuk membeli alat-alat pembersih diri.
Kualitas hidup penderita yang tinggal di daerah kumuh sangat memprihatinkan.
Kondisi rumah buruk, infrastruktur sanitasi tidak memadai, dan padat penduduk
sehingga skabies tidak menjadi prioritas karena banyak hal lain yang perlu
diutamakan.
Anjuran pemeriksaan penunjang pada skabies dapat dilakukan uji tinta burrow, uji
tetrasiklin topical, uji kerokan kulit dan dermoskopi (Tabitha, 2020) :
 Uji tinta burrow adalah penilaian skabies yang sederhana, cepat dan noninvasive.
Identifikasi burrow (terowongan) dengan memberikan marker (tinta/gentian violet)
berwarna hitam tepat pada area yang terkena, setelah dihapus dengan kertas alkohol
burrow akan terlihat lebih gelap daripada kulit sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh
tinta terkumpul dan terabsorbsi pada burrow
 Uji tetrasiklin topical merupakan metode identifikasi skabies yang tidak memerlukan
pewarnaan (colorless) dan dapat mendeteksi area kulit yang luas. Tetrasiklin
dioleskan pada kulit yang terdampat kemudian dibersikan dengan alkohol,
pemeriksaan lampu Wood terowongan akan tervisualisasi kehijauan
 Pemeriksaan uji kerokan kulit
 Dermoskopi adalah modalitas pemeriksaan lebih lanjut menggunakan metode
mikroskopis yang lebih sensitif namun pemeriksaan ini memerlukan akurasi dan
tenaga terlatih

Penatalaksanaan scabies pada anak adalah dengan menghindari faktor predisposisi


sekaligus pemberian obat antiskabies topical maupun sistemik:

 Topikal:

 Drug of choice: permethrin 5% krim

 Gamma benzene heksaklorid (Lindane) 1% krim atau losio

Alternatif:

 Sulfur presipitatum 4-20% salep atau krim

 Benzil benzoas 20-25% losio


 Crotamiton 10% krim atau losio

 Antiparasit: ivermectin 200 g/kgBB tablet


 Sistemik (anak usia ≥ 2 tahun) : cefadroxil kapsul 2x500 mg dan cetirizin
tablet 1x10 mg

Pencegahan skabies pada manusia dapat dilakukan dengan cara mandi dengan air
hangat dan keringkan badan, pengobatan skabisid topical yang diberikan diolekan di
seluruh kulit, kecuali wajah, sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum tidur, hindari
menyentuh mulut dan mata dengan tangan, ganti pakaian, handuk, sprei yang digunakan,
selalu cuci dengan teratur dan billa direndam dengan air panas. Tungau akan mati pada
suhu 130 derajat, hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota keluarga
serumah, setelah periode waktu yang dianjurkan, segera bersihkan skabisid. Tidak boleh
mengulangi penggunaan skabisid yang berlebihan setelah seminggu walupun gatal masih
dirasakan sampai 4 minggu kemudian, dan setiap anggota keluarga serumah sebaiknya
mendapatkan pengobatan yang sama dan ikut menjaga kebersihan
(Thadchanamoorthy&Dayasiri, 2020).
Diagnosis banding pada kasus skabies adalah urtikaria akut, dimana terjadi erupsi
pada papul-papul yang gatal, selalu sitemik. Prurigo, berupa papul-papul yang gatal,
predileksi pada bagian ektensor ekstremitas. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah
gigitan, efloresensi urtikaria papuler. Folikulitis berupa pustule miliar dikelilongi daerah yang
eritem. Komplikasi yang mungkin terjadi pada skabies yaitu gatal-gatal yang terus menerus,
menurunkan kualtias hidup, insomnia infeksi bakteri sekunder (pioderma), post scabetic
dermatitis dan wabah penyakit pada masyarakat (Mutiara H, 2018).

KESIMPULAN

Skabies terjadi karena adanya infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes
scabiei var. hominis beserta produknya. Skabies dapat menginfeksi semua kelompok usia
dengan prevalensi tersering pada anak-anak serta sering berhubungan dengan status
sosioekonomi yang rendah, populasi padat penduduk, sanitasi dan higienitas yang buruk.
Cara penularan scabies melalui Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau dalam
bentuk larva secara kontak langsung (berjabat tangan, tidur Bersama, hubungan seksual)
ataupun kontak tidak langung (pakaian, handuk, sprei, bantal) Pada laporan kasus pasien An.
A diberikan tatalaksana medikamentosa dan non medikamentosa. Medikamentosa berupa
diberikan yaitu krim permethrin 5% 30 mg di oleskan 1 kali sehari pada malam hari.
Sedangkan non medikamentosa berupa edukasi mengenai penyakit pasien dan pentingnya
memperbaiki higienitas personal dan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Abeck D. (2022) Staphylococcal and Streptococcal Diseases of the Skin. In: Plewig G.,
French L., Ruzicka T., Kaufmann R., Hertl M. (eds) Braun-Falco´s Dermatology.
Springer, Berlin, Heidelberg. https://doi.org/10.1007/978-3-662-63709-8_11
Chandler D, J, Fuller L, C., (2019) A Review of Scabies: An Infestation More than Skin
Deep. Dermatology 2019;235:79-90. doi: 10.1159/000495290
Chouela, E., et al., (2002). Diagnosis and treatment of scabies: a practical guide. Am J
Clin Dermatol. 2002; 3(1):9-18
Engelman, D., dkk. (2019) Toward the global control of human scabies: Introducing the
international alliance for the control of scabies. PLOS Neglected Trop Dis.
2018;7(8):1- 4
Jannic A, Bernigaud C, Brenaut E, Chosidow O. (2018) Scabies Itch. Dermatol Clin.
2018 Jul;36(3):301-308. doi: 10.1016/j.det.2018.02.009. Epub 2018 May 1. PMID:
2992960
Mutiara H, Syailindra F (2018) Skabies. Majority. 5(2):37-42
Ogbuefi, N., & Kenner-Bell, B., (2021). Common pediatric infestations: update on
diagnosis and treatment of scabies, head lice and bed bugs. Current Opinion in
Pediatrics August 2021 Vol 33 Issue 4 p410-415 doi:
10.1097/MOP.0000000000001031 3
Ong, C., & Vasanwala, F. (2018). Infected with Scabies Again? Focus in Management
in Long-Term Care Facilities. Diseases, 7(1), 3
Subedi, A., (2021). Use of antihistamine and and Anthelmintic drugs for scabies. Sys
Rev Pharm 2021; 12(12): 3899
Sungkar S. (2019) Skabies: Etiologi, Patogenesis, Pengobatan, Pemberantasan, dan
Pencegahan. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
Tabitha A.C. et. al. (2020). Scabies: Application of the Novel Identify-Isolate-Inform
Tool for Detection and Management. Western Journal of Emergency Medicine.
Volume 21, no. 2: March 2020
Thadchanamoorthy, V., Dayasiri, K., (2020). Diagnosis and management of scabies in
children Sri Lanka Journal of Child Health, 2020; 49(4): 383-389. DOI:
http://dx.doi.org/10.4038/sljch.v49i4.9273
Thompson R, Westbury S, Slape D. (2021) Paediatrics: how to manage scabies. Drugs
Context. 2021;10:2020-12-3. Published 2021 Mar 26. doi:10.7573/dic.2020-12-3
.

Anda mungkin juga menyukai