SKABIES
Oleh
Phamella Esty Nuraini
1610029033
Pembimbing
dr. M. Darwis Toena, Sp. KK, FINDSV, FAADV
ABSTRAK
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan penetrasi tungau parasit
Sarcoptes scabiei var. hominis ke dalam epidermis dan bersifat menular.Dilaporkan kasus
seorang laki-laki 26 dengan diagnosis skabies. Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan keluhan timbul bintil-bintil kemerahan disertai
gatal terutama pada malam hari pada tangan, lengan atas, lengan bawah, badan, dan bagian paha
sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga mengatakan ada anggota keluarga pasien yang mengalami
keluhan yang sama. Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan efloresensi papul eritema
multiple generalisata dan terdapat skuama yang menebal disertai krusta pada digiti dan interdigiti
manus bilateral. Pada pasien ini diberikan edukasi untuk menjaga higiene tubuh dan lingkungan.
Terapi farmakologi yang diberikan berupa krim Permetrin 5%, Cefadroxil tablet 2x500 mg, dan
Cetirizine tablet 1x10 mg.Prognosis pada pasien ini berdasarkan teori adalah bonam untuk vitam,
sanationam, dan cosmeticam.
Kata kunci : Skabies, Sarcoptes scabiei var. hominis
ABSTRACT
Scabies is a skin disease caused by a parasitic mite infestation and penetration Sarcoptes scabiei
var. hominis into the epidermis and contagious. This is the case of a man 26 years old with a
scabies. Diagnosis is made by history and physical examination. The history of complaints raised
red rash with itching, especially at night in the hand, upper arm, forearm, torso, and thighs since
2 weeks ago. Patients also said that his family members had the same complaint. On
dermatological examination showed multiple erythematous papules generalized and the
thickened with scaling and crusting of digiti manus and interdigiti bilateral. In these patients be
educated to keep body and environmental hygiene. Pharmacological therapy is given in the form
of Permethrin cream 5%, cefadroxil tablets 2x500 mg, and Cetirizine tablets 1x10 mg. Prognosis
in these patients is based on the theory is bonam for vitam, sanationam, and cosmeticam.
Keywords: impetigo, Staphylococcus aureus
PENDAHULUAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan penetrasi tungau parasit
Sarcoptes scabiei var. hominis ke dalam epidermis. Tungau skabies pertama kali diidentifikasi
pada tahun 1687, oleh karena itu skabies merupakan salah satu penyakit pada manusia yang
penyebabnya dapat diketahui.1Terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia yang
menderita skabies.1 Sebuah penelitian terbaru menyatakan bahwa prevalensi skabies meningkat
di United Kingdom, dan skabies lebih sering terjadi di daerah perkotaan, pada anak-anak dan
wanita, dan pada musim dingin dibandingkan saat musim panas.3,4 Lingkungan padat penduduk,
yang sering terdapat pada negara-negara berkembang dan hampir selalu berkaitan dengan
kemiskinan dan higiene yang buruk, dapat meningkatkan penyebaran skabies.5
Terdapat berbagai gambaran klinis skabies yang berbeda pada berbagai individu.
Karakteristik khas pada skabies adalah gatal terutama pada malam hari. Lesi bilateral dan
biasanya muncul pertama kali pada tangan, terutama pada sela-sela jari. Lesi juga terdapat pada
pergelangan tangan bagian fleksor, siku, dan axilla anterior. Pada area tersebut didapatkan papul
dan nodul eritem, berskuama, dan sering disertai krusta.1,2 Lesi patognomonis ditandai
terowongan berupa garis pendek, bergelombang, dan berwarna gelap. Terowongan terdapat pada
daerah yang sedikit atau tidak ada folikel rambut, biasanya stratum corneum tipis dan lunak,
misalnya pada sela jari, pergelangan tangan, siku, axilla, penis, genitalia, bokong, dan kaki.7
Area predileksi ini disebut sebagai circle of Hebra, karena membentuk suatu lingkaran imajiner.8
KASUS
Seorang laki-laki berusia 26 tahun, datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda dengan keluhan utama timbul bintil-bintil kemerahan disertai gatal pada
tangan, lengan atas, lengan bawah, badan, dan bagian paha sejak 2 minggu yang lalu. Pada 1
minggu sebelumnya pasien telah berobat dan bintil-bintil pada badan sudah berkurang, namun
pada tangan masih menetap dan timbul keropeng-keropeng. Gatal juga masih dirasakan pasien
terutama pada malam hari. Pasien juga mengatakan ada anggota keluarga pasien yang
mengalami keluhan yang sama. Pasien memiliki riwayat alergi makan seafood.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis dan keadaan umum tampak
sakit ringan. Pemeriksaan tanda vital dan generalisata pasien dalam batas normal. Status
dermatologis menunjukan papul eritema multiple generalisata dan terdapat skuama yang
menebal disertai krusta pada digiti dan interdigiti manus bilateral.
PEMBAHASAN
Diagnosis Skabies pada kasus ini didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis pasien laki-laki usia 26 tahun ini didapatkan keluhan utama timbul bintil-bintil
kemerahan disertai gatal pada tangan, lengan atas, lengan bawah, badan, dan bagian paha sejak
2 minggu yang lalu. Pada 1 minggu sebelumnya pasien telah berobat dan bintil-bintil pada badan
sudah berkurang, namun pada tangan masih menetap dan timbul keropeng-keropeng. Gatal juga
masih dirasakan pasien terutama pada malam hari. Pasien juga mengatakan ada anggota keluarga
pasien yang mengalami keluhan yang sama. Pasien memiliki riwayat alergi makan seafood..
Menurut teori, skabies memiliki 4 tanda cardinal yaitu pruritus nokturnal, penyakit menyerang
kelompok, terdapat terowongan, dan terdapat tungau. Ada pasien ditemukan 2 tanda cardinal
tersevut yakni pruritus nokturnal dan adanya keluarga yang memiliki keluhan yang sama
Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat efloresensi berupa papul eritema multiple
generalisata dan terdapat skuama yang menebal disertai krusta pada digiti dan interdigiti manus
bilateral. Berdasarkan teori, pada skabies ditemukan lesi bilateral dan biasanya muncul pertama
kali pada tangan, terutama pada sela-sela jari. Lesi juga terdapat pada pergelangan tangan bagian
fleksor, siku, dan axilla anterior. Pada area tersebut didapatkan papul dan nodul eritem,
berskuama, dan sering disertai krusta.
Pemeriksaan penunjang berupa biopsy eksisional, pada pasien ini tidak dilakukan karena
sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan anmnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan teori
pemeriksaan pada biospi eksisional dengan pemeriksaan mikroskop dapat menemukan tungau,
telur, atau butiran faeces.
Diagnosis banding kasus ini adalah dermatitis kontak iritan dan alergi. Pada pasien ini
terdapat skuama yang menebal disertai krusta yang menyerupai dermatitis kontak.
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa terapi farmakologi dan non farmakologi. Pada
terapi non farmakologis diberikan edukasi untuk menjaga higiene diri dan lingkungan dengan
baik, seperti mencuci barang-barang pribadi pasien seperti baju, sprei, dan handuk dengan air
hangat dan dijemur di bawah sinar matahari serta mencuci perabotan di rumah tidak begitu
diperlukan. Terapi farmakologi pada pasien ini berupa Permetrin 5% krim, Cefadroxil tablet
2x500 mg, dan Cetirizine tablet 1x10 mg. Prognosis pada pasien ini adalah bonam untuk vitam,
sanationam, dan cosmeticam. Secara teori pengobatan skabies terbagi menjadi pengobatan
farmakologi dan non farmakologi. Dasar pemilihan terapi farmakologi adalah pertimbangan
efektifitas dan potensial toksitas. Jenis obat topical antara lain Sulfur presipitatum 4-20% salep
atau krim (preparat ini tidak efektif ada stadium telur), emulsi benzyl-benzoas 20-25% (preparat
ini sulit diperoleh), Gameksan 1% krim atau losio, Krotamiton 10 krim atau losio, dan Permetrin
5% krim. Skabisid sebaiknya dioleskan tipis namun secara keseluruhan mulai dari leher lalu ke
semua area, terutama pada tangan, kaki, area intrtrigenosa, dan di bawah kuku. Bila disertai
dengan infeksi sekunder dapat diserikan antibiotic dan untuk rasa gatal bisa diberikan
antihistamin.
Adapun terapi non farmakologi adalah edukasi pasien untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan. Barang-barang pribadi pasien seperti baju, sprei, dan handuk harus dicuci dengan air
hangat dan dijemur di bawah sinar matahari. Mencuci perabotan di rumah tidak begitu
diperlukan, karena tungau tidak akan bertahan hidup di luar tubuh manusia.
Prognosis pada pasien ini berdasarkan teori adalah bonam untuk vitam, sanationam, dan
cosmeticam.Secara teori, skabies bukan penyakit yang mengancam nyawa jika faktor risiko
dihindari dan segera diobati
PENUTUP
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan penetrasi tungau parasit
Sarcoptes scabiei var. hominis ke dalam epidermis dan bersifat menular. Karakteristik khas pada
skabies adalah gatal terutama pada malam hari. Lesi bilateral dan biasanya muncul pertama kali
pada tangan, terutama pada sela-sela jari. Lesi juga terdapat pada pergelangan tangan bagian
fleksor, siku, dan axilla anterior. Pada area tersebut didapatkan papul dan nodul eritem,
berskuama, dan sering disertai krusta. Lesi patognomonis ditandai terowongan berupa garis
pendek, bergelombang, dan berwarna gelap. skabies memiliki 4 tanda cardinal yaitu pruritus
nokturnal, penyakit menyerang kelompok, terdapat terowongan, dan terdapat tungau Dari
anamnesis didapatkan keluhan berupa bintil-bintil kemerahan disertai gatal pada tangan, lengan
atas, lengan bawah, badan, dan bagian paha sejak 2 minggu yang lalu. Pada 1 minggu
sebelumnya pasien telah berobat dan bintil-bintil pada badan sudah berkurang, namun pada
tangan masih menetap dan timbul keropeng-keropeng. Gatal juga masih dirasakan pasien
terutama pada malam hari. Pasien juga mengatakan ada anggota keluarga pasien yang
mengalami keluhan yang sama. Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan efloresensi berupa
papul eritema multiple generalisata dan terdapat skuama yang menebal disertai krusta pada digiti
dan interdigiti manus bilateral. Pasien ini didiagnosis banding dengan dermatitiks kontak alergi
dan iritan.Penatalaksanaan pada pasien ini berupa terapi farmakologi dan non farmakologi.
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa terapi farmakologi dan non farmakologi. Pada terapi non
farmakologis diberikan edukasi untuk menjaga higiene diri dan lingkungan dengan baik, seperti
mencuci barang-barang pribadi pasien seperti baju, sprei, dan handuk dengan air hangat dan
dijemur di bawah sinar matahari serta mencuci perabotan di rumah tidak begitu diperlukan.
Terapi farmakologi pada pasien ini berupa Permetrin 5% krim, Cefadroxil tablet 2x500 mg, dan
Cetirizine tablet 1x10 mg. Prognosis pada pasien ini adalah bonam untuk vitam, sanationam, dan
cosmeticam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Stone SP, Goldfarb JN, and Bacalieri RF. Scabies, Other Mites, and Pediculosis. In: Wolff
K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, ed. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: Mc-Graw Hill; 2008.p. 2029-32.
2. Orkin M. and Maibach HI. Ectoparasitic Disease. In: M. Orkin., H.I. Maibach., and M.V.
Dahl, ed. Dermatology. 1st ed. Connecticut: Appleton & Lange; 1991.p.205-9.
3. Burns DA. Diseases Caused by Arthropod and Other Noxious Animals. In: Burns T,
Breathnac S, Cox N, and Griffiths C, ed. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. Oxford:
Blackwell; 2004.p. 33.37-33.46.
4. Meinking TL, Burkhart CN, Burkhart CG. and Elgart G. Infections, Infestations, and Bites.
In: Bolognia JL, Jorizzo JL, and Rapini RP, ed. Dermatology. 2nd ed. New York: Elsevier;
2008.p. 1291-5.
5. Weller R, Hunter J, and Savin J. Infestations. In: Weller R, Hunter J, and Savin J, ed.
Clinical Dermatology. 4th ed. Oxford: Blackwell; 2008.p. 262-6.
6. Currie BJ, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies. N Engl J Med, 2010; 362
(8): 717-25.
7. Fitzpatrick TB, Johnson RA and Wolff K. Insect Bites and Infestations. In: Fitzpatrick TB,
Johnson RA, and Wolff K, ed. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. New
York: Mc-Graw Hill; 1997.p. 1646-60
8. James WD, Berger TG and Elston DM. Parasitic Infestations, Stings, and Bites. In: James
WD, Berger TG, and Elston DM, ed. Andrews Diseases of The Skin Clinical Dermatology.
10th ed. Philadelphia:aunders; 2006. p.452-3
9. Anonym, 2008. Scabies [online]. Available from
http://www.scribd.com/doc/2271687/SCABIES-Kripal-P-S [Accessed 5 June 2017]
10. Djuanda A. Penyakit Parasit Hewani. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. 6thed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011.p.122-125.